Anda di halaman 1dari 5

Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Tembaga Kedu, berangka tahun 829 Ç yang

berasal dari Mḍaŋ. Dalam prasasti disebutkan bahwa desa Mantyasih serta hutannya yang
ada di Muṇḍu°an, di Kayu pañjaŋ, serta perumahan di Kuniŋ yang masuk wilayah desa
kagunturan, daerah persawahannya di daerah Wunut diberi benih sebanyak 1 tū 18 hamat.
Termasuk juga sawah milik para nayaka serta hutan di susuṇḍara dan si gunung sumwiŋ yang
semuanya berada di wilayah Patapan, dijadikan sīmā bagi para patiḥ. Untuk kemudian
digunakan secara bergantian oleh para patiḥ di Mantyasiḥ dan sanak keluarga selama masing
masing 3 tahun.
Banyaknya Patih yang berkaitan (dengan sīma itu) yaitu Pu Sna bapak dari Ananta, Pu Kolā
bapak dari Ḍiṇī, Pu Puñjĕng bapak dari Udal, Pu Karā bapak dari Labdha, Pu Sudraka bapak
dari Kayut, yang semua berjumlah 5 orang.
Alasannya (mereka) diberi anugerah adalah karena mereka sungguh sungguh telah banyak
melakukan hal yang baik untuk raja, sebagai (tanda) kecintaan kepada Śrī Mahārāja ketika
pesta pernikahan raja, selain itu juga melakukan pemujaan kepada bhaṭāra di
Malaŋkuśéśwara, di Pūteśwara, di Kutusan, di Śilābhédéśwara, di Tuléśwara, setiap tahun.
dan ketika penduduk desa di Kuniŋ merasa ketakutan, Patiḥ itu dipercayai untuk menjaga
(keamanan) jalan.

Medang , disebut juga pohon huru (Cinnamomum porrectum), merupakan pohon yang
tumbuh di ketinggian 700 m dpl. Tinggiannya mencapai 50 m, panjang cabang 10-20 m,
diameter 100 cm. Umumnya batang berdiri tegak, berbentuk silindris, kulit luar warna
kelabu, kelabu-coklat, coklat merah sampai merah tua. Penelitian arkelogis di Karangagung
Tengah, Sumatra Selatan, menemukan batang pohon medang sebagai tiang bangunan
peninggalam zaman Sriwijaya.

Prasasti Mantyasih I

Tempat temuan 2 lempeng prasasti ini tidak diketahui dengan pasti, sekarang disimpan di
Museum Radyapustaka, Solo, Jawa Tengah. Prasasti tembaga ini berukuran 49.3 x 22.2 cm.
Lempeng pertama ditulisi satu sisinya dengan 25 baris tulisan, sedang lempeng kedua juga
ditulisi satu sisinya dengan 23 baris tulisan.
OV. 1927, Bijl. C. hal 126 no.8736, 8737;
R. Goris OV. 1928, “De Oud-Javaansche Inscripties uit Sri-Wedari Museum te Soerakarta,
hal. 64 (I, 7c), 70 (II,7e);
W.F. Stutterheim, “Een belangrijke oorkonde uit de Kedoe”, TBG, LXVII, 1927:205-212;
L.Ch. Damais BEFEO 46 1952 EEI III: A.82; BEFEO 47 1955 EEI IV:46-47.
M. Yamin Tatanegara Majapahit IV:169-178;
H.B. Sarkar II:64-81 no.LXX.
Foto OD 8736, 8737.
1. swasti śakawarṣâtīta 829 caitra māsa. tithi °ekādaśi kṛṣṇa pakṣa. tu. °u. sa. wāra
pūrwwa bhadrawāda nakṣatra. °ajapāda déwatā. °indrayoga. tatkāla °ājña śrī
mahārāja rakai watukura dyaḥ balituŋ śrī dha
2. rmmodaya mahāsambhu. °umiŋsor °i rakarayān mapatiḥ °i hino. halu. sirikan. wka.
halaran. tiru°an. palarhyaŋ. maŋhūri. wadihati. makudur. kumonakannikanaŋ wanu°a °i
mantyāsiḥ winiḥ ni sawaḥnya satū. mu°aŋ °a
3. lasnya °i muṇḍu°an. °i kayu pañjaŋ. mu°aŋ pomahan °iŋ kuniŋ wanu°a kagunturan
pasawahanya ri wunut kwaiḥ ni winiḥnya satū hamat 18 hop sawaḥ kanayakān. mu°aŋ
°alasnya °i susuṇḍara. °i wukir sumwiŋ. kapu°a wa
4. tak patapān. sinusuk sīmā kapatihana. paknānya pagantya gantyana nikanaŋ patiḥ
mantyāsiḥ sānak lawasnya tluŋ tahun sowaŋ. kwaiḥ nikanaŋ patiḥ sapuṇḍuḥ pu sna
rama ni °ananta. pu kolā rama ni ḍiṇī. pu puñjĕŋ
5. rama ni °udal. pu karā rama ni labdha. pu sudraka rama ni kayut piṇḍa prāṇa 5
maṅkana kwaiḥ nikanaŋ patiḥ °inanugrahān mu°aŋ kinonta ya matūta sânak //
sambandhanyan °inanugrahān saṅkâ yan makwaiḥ bu°atthaji
6. °iniwönya °i śrī mahārāja. kāla ni waraṅan haji. lain saṅke kapūjān bhaṭāra °i
malaŋkuśéśwara. °iŋ pūteśwara. °i kutusan. °i śilābhédéśwara. °i tuléśwara. °iŋ
pratiwarṣa. mu°aŋ saŋkā yan °antarālika kataku
7. tan °ikanaŋ wanu°a °iŋ kuniŋ. sinarabhārānta °ikanaŋ patiḥ rumakṣā °ikanaŋ hawān
nahan mataṅyan °iṇanugrahākan-nikanaŋ wanu°a kāliḥ °irikanaŋ patiḥ //

// wanu°a i miramiraḥ watak °ayam tĕ°as.


wanu°a °i paŋḍamu°an sīma °ayam tĕ°as //
wanu°a °i waduŋ poḥ watak paṅkur poḥ ; wanu°a °i kataṅguhan watĕk hamĕ°as.
wanu°a °i paṇḍamu°an sīma wadihati
wanu°a °i sumaṅka watak kaluŋ warak.
wanu°a °iŋ kabiku°an °iŋ wḍi taḍahaji paṅgul.
wanu°a °i sumaṅka watak taṅkil sugiḥ
patiḥ kayumwuṅan
wahuta ptir
wahuta lampuran
rāma °i tpi siriŋ °irikāŋ kāla °i muṇḍu°an ;
°i haji huma; °i tulaṅair ; °i wariṅin ; °i kayu hasam ; °i pragaluh ; °i wurut ; °air hulu ;
°i sulaŋ kuniŋ ; °i laṅka tañjuŋ ; °i samalagi ; °i wuṅkal tajam ; °i hammpran ; °i
kasugihan ; °i puhunan ; °i praktaha; °i wa°atan; °i turayun; °i kalaṇḍiṅan; °i kḍu; °i
pamaṇḍyan ; °i tpusan.

Mantyasih II tersimpan di Museum nasional D.40

Stone, from an unknown place in East Java (according to the conjecture of Mr. Rouffaer in
Notulen 1909 p. LXXX van Matesih) now as D. 40 in the Museum at Batavia. The year 84 of
the following transcript (840 in the Catalog) is based on an improved reading by Dr.
Brandes himself at Verbeek p. 8 changed to 830.
Abklatsck Ondh. Bur. 171 and 172.
Dr. Brandes gives the following description in the Catalog (p. 388): “Arched from above,
broken in half and with a pedestal with the one-piece stone. Black. Weathered andesite.
Quite damaged. Written on two sides with large eastern old Javanese letters, resp. 17 and
18 rules. Descent unknown. High in the middle 77, on the sides 61; 57 wide and 15 thick;
pedestal koog 15, 57 and 30 wide.
Pracasti of Maharaja rake watu kura dyah - - cr Dharmmodaya Mahacambhü applicable the
wanua i Mantyasih with additional charms, which all patapas are susuk sïma kapatihan. It
seems that the purpose of this document is that the relatives of Mantyasih's patih should
take turns, each during the three-year period (?), As patih ".
Menurut G.P. Rouffaer prasasti ini di duga berasal dari daerah Matesih, sekarang disimpan
di Museum Nasional Jakarta dengan nomor inventaris no. D.40. Keterangan mengenai
prasasti ini dapat ditemukan dalam sumber: W.P. Groeneveldt Catalogus 1887:388 no.40;
R.D.M. Verbeek VBG XLVI, 1891:8; G. P. Rouffaer NBG XLVII, 1909, 4, Bijl. XII: LXXX
(D.40); J.L.A. Brandes/N.J. Krom VBG LX 1913:no. XXVII [830 Ś]; L.Ch. Damais BEFEO 46
1952 EEI III A.83; BEFEO 47 1955 EEI IV:118f; H.B. Sarkar II 1972 no. LXXXI:82-84.
Alih aksara Brandes

Prasasti Mantyasih III tersimpan di Museum nasional

No Inv E.19

Tempat temuan tidak diketahui, namun disebutkan diterima dari “Li Djok Ban”, seseorang di
Ngadirejo Temanggung
Angka tahun dan nama raja Tidak ada

Lempeng tembaga berukuran 45 x 19 bertulis di dua sisinya. 14 baris di bagian depan dan 13

baris di bagian belakang. Akhir dari sebuah prasasti, berhuruf dan bahasa Jawa kuna.

Ref. NBG 1911 hal XXIV

OJO CVIII
Prasasti Poh atau Prasasti Randoesari I pertama kali ditelaah secara kritis oleh W.F
Stutterheim pada tahun 1940. Prasasti Poh merupakan 2 lempeng prasasti tembaga yang
ditemukan di dukuh Plembon, Kelurahan Randusari, Gondangwinangun, Klaten. Dinamai
sebagai prasasti Poh karena berisi tentang penetapan wanua Poh menjadi sima yang
dikeluarkan pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung.
Prasasti Poh sekarang disimpan di Museum Radyapustaka Solo. Prasasti ini memperlihatkan
ciri tua yaitu pemakaian vokal rangkap au seperti pada paniruan, wanua, wuaŋ, tiruan. muaŋ,
kabikuan, tetapi pemakaiannya tidak taat azas karena kata wanua kadang kadang ditulis
wanwa, mahaywa tidak ditulis mahayua dan vokal rangkap ai yang seharusnya ditulis e
seperti gawai – gawe. rakai, pinilai, kabaih, dan konsonan ganda seperti wwatan kumonnakan,
tammer, rangga, maṅraṅkappi, parujarri, karttan. Keterangan mengenai prasasti ini dapat
ditemukan dalam sumber: OV 1939:19 & 21; W.F. Stutterheim, “Oorkonde van Balitung uit
905 A.D. (Randoesari I)”, Inscripties van Nederlandsch-Indie, 1, 1940:3-28; L.Ch. Damais
BEFEO 46 1952 EEI III A.76; BEFEO 47 1955 EEI IV:42-45; H.B. Sarkar CIJ II 1972 no.
LXVI:51-51; Pl.1.Foto OD 14439-14453.
I.b.
1. //o// swasti śakawarṣâtīta 827. śrawaṇa māsa tithi. trayodaśi suklapakṣa. paniruan.
pon. buddha wāra. °aiśānyasthāna. pūrwwâṣāḍa nakṣatra. °aświdewatā. wiskambha
yoga. tatkāla ājñā śrī mahā
2. rāja. rakai watukura dyaḥ balitung śrī dhammodayamahāsambhu. misor °i rakyān
mapatiḥ °i hino. mu°aŋ °i rakai wwatan. kumonnakan1 °ikanaŋ wanu°a °i poḥ mu°aŋṅ-
anaknya wanu°a ri rumasan. riŋ nyū. kapwa watak
3. kiniwaŋ. śuśukan paŋguhanya mamulus mas su 4 tanpa wadwâyun. gawai ni wanwanya
sāmas. paknān yan sinuśuk mu°aŋ kalaŋ nya sīmâ saŋ hyaŋ caitya mahaywa siluŋluŋ
saŋ dewata saŋg lumāḥ °i pastika. Tan
4. katamāna deni saprakāra niŋ maṅilaladrabyahaji

Terjemahan:

I.b.

1. //o// Selamat tahun Śaka yang telah berlalu 827 (tahun), haei Rabu Pon tanggal
13 paro terang bulan Śrawaṇa Sthananya Aisanya, Naksatranya Purwwasada,
Dewatanya Aswi, Yoganya Wiskambha. ketika perintah Śrī Maha
2. raja. Rakai Watukura Dyah Dalitung Śrī Dhammodaya Mahasambhu. turun
kepada Rakyan Mapatih di Hino dan kepada Rakai Wwatan. memerintahkan
kepada desa di Poh dan dusunnya [muangnanaknya wanua] di Rumasan, di
Nyū, semuanya termasuk wilayah [kapwa watak]
3. Kiniwang, untuk dibatasi dengan penghasilannya semua [susukan pangguhanya
mamulus] sebanyak 4 suwarna uang emas [mas su 4] tidak dengan Wadwayun,

1 Kata kumonnakan bentuk arealis dari kumonakĕn


tugasnya menjaga ketentraman [gawai ni wanwanya sama] tugasnya jika
dibatasi [paknan yan sinusuk] dengan pejabat Kalangnya untuk dijadikan sīma
bagi Sang Hyang Caitya untuk kesejahteraan Silunglung [ mahaywa silunglung]
dari orang yang diperdewakan didharmmakan [sang dewata sang lumah] di
Pastika. tidak
4. boleh dimasuki oleh segala macam Manilaladrabyahaji

Pejabat Rama dari desa sekitarnya saat itu


di (desa) Muṇḍuan yaitu Gusti,
di (desa) Hajihuma
di (desa) Tulaŋ Air yaitu Gusti
di (desa) Waringin yaitu Gusti
di (desa) Kayu Asam yaitu Gusti
di (desa) Pragaluh yaitu Gusti
di (desa) Wunut yaitu Winkas
di (desa) Tiruan yaitu Winkas
di (desa) Air Hulu
di (desa) Sulang Kuning yaitu Winkas
di (desa) Langka Tañjung yaitu Winkas
di (desa) Samalagi
di (desa) Wungkal Tajam yaitu Winkas
di (desa) Hampran yaitu Kalima
di (desa) Kasugihan yaitu Winkas
di (desa) Puhunan yaitu Winkas
di (desa) Praktaha yaitu Winkas
di (desa) Watan yaitu Winkas
di (desa) Turayun sor yaitu Winkas
di (desa) Ruhur yaitu Winkas
di (desa) Kalaṇḍingan yaitu Winkas
di(desa) Kḍu yaitu Kalima
di (desa) Pamaṇḍyan yaitu Winkas
di (desa) Tpusan yaitu Winkas

Anda mungkin juga menyukai