Anda di halaman 1dari 12

Perjalanan Cinta

"Hamemayu Hayuning Bhawono: Menata Keindahan Dunia"

-
Kutara Manawa: Kitab Hukum Federasi Majapahit
POSTED ON MEI 21, 2016 UPDATED ON MEI 21, 2016

Wahai saudaraku. Dalam kesempatan kali ini mari kita kembali mengulik
tentang kejayaan Nusantara lama. Dan khusus di tulisan ini, maka kajiannya masih seputar kejayaan dari
kerajaan Majapahit. Tujuannya adalah agar bangsa ini kembali sadar dan tetap percaya pada dirinya
sendiri. Karena kita adalah orang Nusantara yang tentunya punya karakter dan budayanya sendiri. Kita
tidak bisa disamakan dengan bangsa lain, dalam banyak hal, karena memang kita ini adalah bangsa yang
hebat. Dan kita pun tidak perlu ikut-ikutan dengan mereka itu, karena kita memang bukan seperti mereka.
Kembali ke sejarah Wilwatikta atau yang biasa disebut dengan Majapahit. Maka sebagai kerajaan yang
besar tentunya ada suatu mekanisme administrasi, birokrasi dan tata hukum kenegaraan yang dijadikan
sebagai landasan utama. Maklumlah saat itu Majapahit adalah sebuah kekaisaran yang memerintah
sebuah wilayah yang bahkan lebih luas dari NKRI sekarang. Sehingga demi menjalankan roda
pemerintahannya dengan lancar, maka khususnya Maha Patih Gajah Mada saat itu telah menyusun
sebuah kitab yang berisikan tentang segala aturan hukum (pidana dan perdata) yang kemudian dikenal
dengan nama Kutara Manawa.
Lalu dalam sejarahnya, kitab Kutara Manawa ini diilhami oleh kitab hukum yang lebih tua, yang
sebelumnya pernah digunakan pada masa kerajaan Singosari. Kitab hukum di zaman Singosari tersebut
terdiri dari dua buah kitab utama, yaitu Kutarasastra dan Manawasastra. Lalu, perlu diketahui pula
bahwa kitab-kitab hukum yang digunakan di masa kerajaan Singosari itu pun adalah saduran dan atau
pengembangan dari hukum yang pernah di terapkan pada masa kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan
Medang (Mataram kuno) dan Kalingga. Dimana hukum tersebut dikenal nama Dharmasastra.
1. Pembuktian tentang keberadaan kitab Kutara Manawa
Dalam Kidung Sorandaka diuraikan bahwa Lembu Sora (seorang pembesar Majapahit) dikenakan
tuntutan hukuman mati berdasarkan kitab undang-undang Kutara Manawa, akibat pembunuhannya
terhadap Mahisa Anabrang ketika terjadi pemberontakan Rangga Lawe. Dari uraian
Kidung Sorandaka tersebut, kita pun bisa mengetahui tentang adanya kitab undang-undang yang
bernama Kutara Manawa pada masa kerajaan Majapahit. Selanjutnya dalam penelitian prasasti-prasasti di
zaman Majapahit, setidaknya terdapat dua prasasti yang mencatat nama kitab undang-undang Kutara
Manawa ini, yaitu Prasasti Bendasari (sayang tidak bertarikh) dan Prasasti Trowulan yang berangka tahun
1358 Masehi.
Pada prasasti Bendasari yang dikeluarkan oleh Sri Rajasanagara (Dyah Hayam Wuruk/Brawijaya III)
yang termuat dalam O.J.O LXXXV pada lempengan 6a, tersebut nama perundang-undangan tersebut
dalam kalimat seperti berikut ini:
“Makatanggwan rasagama ri sang hyang Kutara Manawa adi, manganukara prawettyacara sang
pandita wyawaharawiccheda ka ring malama”
Artinya: Dengan berpedoman kepada isi kitab yang mulia Kutara Manawa dan lainnya, menurut teladan
kebijaksanaan para pendeta dalam memutuskan pertikaian jaman dahulu.
Pada Prasasti Trowulan yang juga dikeluarkan oleh Sri Rajasanagara, maka pada lempengan III baris 5
dan 6, kedapatan juga nama kitab perundang-undangan Kutara Manawa ini, yang bunyinya seperti
berikut:
” …. Ika ta kabeh Kutara Manawa adisastra wicecana tatpara kapwa sama-sama sakte kawiwek saning
sastra makadi Kutara Manawa ….”
Artinya: Semua ahli tersebut bertujuan hendak menafsirkan kitab undang-undang Kutara Manawa dan
lain-lainnya. Mereka itu cakap menafsirkan kitab-kitab undang-undang seperti Kutara Manawa.
Dari uraian kedua prasasti tersebut, dapatlah kita pastikan bahwa nama kitab perundang-undangan pada
zaman kerajaan Majapahit adalah Kutara Manawa. Terjemahan dari kitab ini memang pernah diterbitkan
oleh Dr. J.C.G Jonker pada tahun 1885. Dan khusus pada pasal 23 dan 65 kitab undang-undang tersebut
menyebut nama Kutara Manawa. Oleh karenanya dalam hal ini semakin dapat dipastikan bahwa kitab
perundang-undangan di zaman kerajaan Majapahit disebut dengan Kutara Manawa.
2. Susunan dan isi kitab Kutara Manawa
Kitab hukum ini di tulis dalam bahasa Jawa kuno. Secara keseluruhan kitab Kutara Manawa ini terdiri
dari 275 pasal yang lebih menitik beratkan kepada perkara-perkara hukum pidana (jenayah) disamping
ada juga yang berkaitan dengan hukum perdata semacam perkawinan, mahar, jual-beli, hutang-piutang
dan lain-lain. Dari penelusuran yang dilakukan, maka semua pasal-pasal itu termaktub ke dalam 19 Bab
sebagai berikut:
1. Bab I : Ketentuan umum mengenai denda.
2. Bab II : Asta Dusta atau Delapan macam pembunuhan.
3. Bab III : Perlakuan terhadap hamba, disebut kawula.
4. Bab IV : Asta Corah atau Delapan macam pencurian.
5. Bab V : Sahasa atau Paksaan.
6. Bab VI : Adol-atuku atau Jual-beli.
7. Bab VII : Sanda atau Gadai.
8. Bab VIII : Ahutang-apihutang atau Hutang-piutang.
9. Bab IX : Titipan.
10. Bab X : Tukon atau Mahar.
11. Bab XI : Kawarangan atau Perkawinan.
12. Bab XII : Paradara atau Mesum.
13. Bab XIII : Drewe kaliliran atau Warisan.
14. Bab XIV : Wakparusya atau Caci-maki.
15. Bab XV : Dandaparusya atau Menyakiti.
16. Bab XVI : Kagelehan atau Kelalaian.
17. Bab XVII : Atukaran atau Perkelahaian.
18. Bab XVIII : Bhumi atau Tanah.
19. Bab XIX : Duwilatek atau Fitnah.
Catatan: Dalam Bab umum dari kitab Kutara Manawa ini dinyatakan secara tegas bahwa raja yang
berkuasa (sang amawa bhumi) harus teguh hatinya dalam menerapkan besar kecilnya denda, jangan
sampai salah dalam hal penetrapannya. Jangan sampai orang yang bertingkah salah luput dari tindakan
(hukuman). Itulah kewajiban raja yang berkuasa jika sungguh-sungguh mengharapkan kerahayuan
negaranya.

3. Kutipan isi kitab dari Kutara Manawa


Untuk lebih jelasnya, disini akan kami sampaikan cuplikan dari beberapa pasal penting dalam
kitab Kutara Manawa. Yaitu:
1. BAB II (Asta Dusta) pasal 3 dan pasal 4
Pada bab ini diuraikan tentang Asta Dusta yaitu delapan macam pembunuhan, antara lain:
1. Membunuh orang yang tidak berdosa.
2. Menyuruh membunuh orang yang tidak berdosa.
3. Melukai orang yang tidak berdosa.
4. Makan bersama dengan pembunuh.
5. Mengikuti jejak pembunuh.
6. Bersahabat dengan pembunuh.
7. Memberi tempat kepada pembunuh.
8. Memberi pertolongan kepada pembunuh.
Dari delapan pembunuh tersebut, maka yang nomor 1, 2 dan 3 akan di kenakan hukuman mati, sedangkan
sisanya dikenakan denda uang masing-masing sebanyak dua laksa oleh raja yang berkuasa.
1) Pasal 3 menyebutkan bahwa: “Barang siapa membunuh orang yang tidak berdosa, menyuruh
membunuh orang yang tidak berdosa dan melukai orang yang tidak berdosa, dikenakan hukuman mati.
Ketiga dusta (pembunuh) tersebut dikenal dengan istilah dusta bertaruh jiwa. Jika memang yang terbukti
bersalah mengajukan permohonan hidup kepada raja yang berkuasa, ketiga-tiganya dikenakan denda
uang empat laksa masing-masing sebagai syarat penghapus dosanya”
2) Pasal 4 menyebutkan bahwa: “Barang siapa makan bersama dengan pembunuh, mengikuti jejak
pembunuh, bersahabat dengan pembunuh, memberi tempat (perlindungan) kepada pembunuh serta
memberi pertolongan kepada pembunuh, jika memang terbukti bersalah, akan dikenakan denda masing-
masing dua laksa oleh raja yang berkuasa”. 
Catatan: Seandainya hukuman yang ada pada BAB II (Asta Dusta) ini diterapkan di negeri ini, niscaya
Nusantara akan aman dan terlindungi.
2. BAB IV (Asta Corah) pasal 21, 22, 23, 55, 56, dan 57
Pada bab ini diuraikan tentang Asta Corah atau delapan pencuri, yaitu:
1. Mereka yang menjalankan pencurian.
2. Mereka yang menghasut supaya mencuri.
3. Mereka yang memberi makanan kepada seorang pencuri.
4. Mereka yang memberi tempat tinggal kepada seorang pencuri.
5. Mereka yang bersahabat dengan seorang pencuri.
6. Mereka yang memberi petunjuk kepada seorang pencuri hingga mendapat kesempatan untuk mencuri.
7. Mereka yang menolong seorang pencuri.
8. Mereka yang menyembunyikan seorang pencuri.
“Mereka itulah yang disebut Asta Corah (delapan orang pencuri) itu, dan mudah-mudahan mereka itu
dihukum oleh baginda: tetapi ayah mereka, ibu mereka, anak-anak mereka dan saudara-saudaranya
yang lain tidak boleh dihukum oleh baginda, kalau mereka itu tidak ikut bersalah: hanya delapan orang
yang tersebut di atas itu boleh dihukum” (pasal 21).
Hukuman-hukuman yang diberikan kepada delapan orang pencuri itu berlainan. Bagaimana cara
memberikan hukuman itu dapat dilihat dalam pasal 22, 23, 55, 56, dan 57 berikut ini:
1) Pasal 22 menyebutkan bahwa: “Mereka yang mencuri dan mereka yang menghasut supaya mencuri,
kalau ada bukti-buktinya, dapat dikenakan hukuman mati oleh baginda; isteri, anak pencuri itu dengan
segala hak miliknya dibawa kedalam tempat tinggal baginda untuk dijual oleh baginda atau diberikan
kepada orang lain; isteri dan anak mereka yang menghasut supaya mencuri, boleh tetap ditempat
tinggalnya dan dikenakan denda 10.000; kalau mereka juga ikut menghasut supaya mencuri, maka
mereka itu harus mati pula oleh baginda”.
2) Pasal 23 menyebutkan bahwa: “Mereka yang memberi tempat tinggal kepada seorang pencuri juga
mereka yang memberi makan kepada seorang pencuri, kalau ada bukti-buktinya, dikenakan denda
20.000 oleh baginda; isteri dan anak-anaknya tidak dikenakan hukuman; mereka yang menyembunyikan
seorang pencuri atau menjaga seorang pencuri, dan mengatakan bahwa ia itu bukan pencuri, atau
mereka yang menyingkirkan seorang pencuri; sedang terdapat bukti-bukti yang menyatakan bahwa
orang itu pencuri, dikenakan denda 40.000 oleh baginda; mereka yang membantu pencuri, sedang tahu
bahwa orang itu pencuri atau berdiam diri, sedang mereka itu telah lama bersahabat dengan orang itu,
dikenakan denda 10.000 oleh baginda; kalau mereka itu menghasut pula supaya mencuri, maka mereka
itu dikenakan hukuman mati pula oleh baginda”.
3) Pasal 55 menyebutkan bahwa: “Jika seorang pencuri tertangkap dalam pencurian, dikenakan pidana
mati ; anak isterinya, miliknya dan tanahnya diambil alih oleh raja yang berkuasa. Jika pencuri itu
mempunyai hamba laki-laki dan perempuan, hamba-hamba itu tidak diambil alih oleh raja yang
berkuasa, tetapi dibebaskan dari segala utangnya kepada pencuri yang bersangkutan”.
4) Pasal 56 menyebutkan bahwa: “Jika seorang pencuri mengajukan permohonan hidup, maka ia harus
menebus pembebasannya sebanyak delapan tali, membayar denda empat laksa kepada raja yang
berkuasa, membayar kerugian kepada orang yang kena curi dengan mengembalikan segala milik yang
diambilnya dua kali lipat, demikianlah bunyi hukumnya”.
5) Pasal 57 menyebutkan bahwa: “Jika di dalam suatu desa terjadi pembunuhan atas seorang pencuri,
maka barang curian, kepala pencuri, harta miliknya, anak-isterinya, supaya dihaturkan (diserahkan)
kepada raja yang berkuasa. Itulah jalan yang harus ditempuh. Jika kerabat pencuri itu terbukti tidak ikut
serta dalam pencurian, mereka tidak layak dikenakan denda”.
Catatan: Seandainya hukuman yang ada pada BAB IV (Asta Corah) ini diterapkan di negeri ini, niscaya
Nusantara akan kaya raya dan berjaya.
3. BAB V (Sahasa), pasal 86, 87 dan 92
Pada bab ini dijelaskan tentang hukuman untuk perkara Sahasa atau paksaan dari seseorang kepada orang
lain. Seperti bunyi pasal berikut ini:
1) Pasal 86: “Barang siapa mengambil milik orang tanpa hak, supaya diperingatkan bahwa barang yang
diambil secara haram itu akan hilang dalam waktu enam bulan. Jika belum hilang dalam enam bulan,
peringatkan bahwa barang itu akan hilang dalam waktu enam tahun. Segala modal milik orang yang
mengambil barang tanpa hak itu akan turut hilang. Ingat-ingatlah akan ajaran sastra : jangan sekali-kali
mengambil uang secara haram”.
2). Pasal 87: “Barang siapa sengaja merampas kerbau atau sapi milik orang lain, dikenakan denda dua
laksa. Barang siapa merampas hamba orang lain, dendanya dua laksa. Denda itu dihaturkan kepada
raja yang berkuasa. Pendapatan dari kerbau, sapi dan segala apa yang dirampas, terutama hamba,
dikembalikan kepada pemiliknya dua kali lipat”.
3) Pasal 92: “Barang siapa menebang pohon orang lain tanpa ijin pemiliknya, dikenakan denda empat
tali oleh raja yang berkuasa. Jika hal itu terjadi pada waktu malam, dikenakan pidana mati oleh raja
yang berkuasa; pohon yang ditebang dikembalikan dua kali lipat”.
Catatan: Seandainya hukuman yang ada pada V (Sahasa) ini diterapkan di negeri ini, niscaya Nusantara
akan makmur dan sejahtera.
Selain itu, mengenai hukum waris, maka terdapat 6 jenis anak yang mempunyai hak waris, yaitu:
1. Anak yang lahir dari penikahan pertama, ketika ibu-bapaknya masih sama sama muda dan sejak kecil
telah dipertunangkan.
2. Anak yang lahir dari istri dari penikahan yang kedua kali, dan mendapat persetujuan orang tuanya.
3. Anak pemberian saudaranya.
4. Anak yang diminta dari orang lain.
5. Anak yang diperoleh dari istri akibat percampuran dengan iparnya laki laki atas persetujuan suaminya.
6. Anak buangan yang dipungut dan diakui sebagai anak.
Sedangkan anak yang tidak mempunyai hak waris antara lain:
1. Anak yang tidak diketahui siapa bapaknya, karena diperolehibunya sebelum kawin.
2. Anak campuran laki laki banyak.
3. Anak seorang istri yang diceraikan dan rujuk kembali seteah bercampur dengan laki laki lain.
4. Anak orang lain yang minta diakui anak.
5. Anak yang diperoleh karena pembelian.
6. Anak hamba yang diakui anak.
Kemudian, yang sangat menarik yaitu peraturan mengenai pemberantasan guna-guna atau tenung, yang
kita sekarang sangat ganjil mendengarnya, oleh karena zaman sekarang hal semacam itu dianggap sebagai
takhayul dan tidak untuk memasukkannya ke dalam suatu ayat undang-undang. Ini diuraikan dalam pasal
173. Bunyinya sebagai berikut:
“Jika orang menulis nama orang lain pada pakaian atau kain orang meninggal, atau pada kain yang
berbentuk boneka, atau boneka terbuat dari tepung dan mengubur boneka itu di kuburan, atau
meletakkannya di dalam pohon, di tanah yang telah dibubuhi mantera, atau pada simpangan jalan, maka
orang yang demikian itu dianggap sebagai tukang sunglap yang jahat; kalau kejahatan orang yang
demikian itu terbukti, maka baginda harus membunuhnya dengan semua anak cucunya dan orang
tuanya; tidak seorangpun di antaranya boleh dibiarkan hidup oleh baginda, kalau baginda hendak
mencapai kesejahteraan dunia; semua hak miliknya yang ada di dalam daerahnya boleh diambilnya”.
Ya. Hidup kesusilaan pada waktu itu sangat dijunjung tinggi. Hal itu berhubung dengan kepercayaan
mereka, bahwa masyarakat itu adalah sebagian dari Tuhan. Maka jika kesusilaan dilanggar, bencana akan
menimpa seluruh masyarakat. Oleh karena itu lihat bagaimana kerasnya tindakan-tindakan untuk
memberantas perbuatan-perbuatan yang melanggar kesusilaan. Dalam hal yang demikian rupa hukuman
mati sering dengan lekas diberikan. Ini dapat dilihat dalam pasal 250 yang berbunyi:
“Kalau ada orang memberi hadiah kepada orang perempuan yang sudah bersuami atau orang
perempuan yang dilarang oleh kasta, atau menerimanya dari orang perempuan itu karena terdorong
oleh cinta hati, tidak perduli terdiri dari apakah hadiah itu, entah bedak, bunga hiasan telinga, cincin,
pisau, sepotong pakaian atau hiasan, pendek kata apa saja diberikan oleh laki-laki atau perempuan
sebagai hadiah, atau jika ada orang diketemukan sedang bersenda-gurau atau ketawa dengan diam-
diam dengan orang perempuan, maka itu dianggap sebagai strisanggrahana zina dan ia dikenakan
hukuman mati”.
Selain itu, pemerintah pada waktu itu juga seperti pemerintah sekarang yang terus berusaha memberantas
bunga (riba) yang sangat besar yang dipungut oleh kaum lintah-darat. Bunga yang boleh dipungut pada
waktu itu hanya 0,5 % tiap-tiap bulan, itupun bunga yang paling tinggi.
Selain itu, karena masyarakat pada waktu itu sudah terdiri dari beberapa kasta, maka hukuman yang
diberikan kepada tiap-tiap kasta pun berlainan. Perbedaan-perbedaan itu dapat lihat dari pasal 220 berikut
ini:
“Kalau orang ksatriya mencaci maki orang brahmana ia dikenakan denda 2000; kalau orang waisya
mencaci maki orang brahmana, ia dikenakan denda 5000; kalau orang sudra mencaci-maki orang
brahmana, ia dikenakan hukuman mati; baginda harus membunuh orang yang diperhamba ini. Kalau
orang brahmana mencaci-maki orang ksatriya ia dikenakan denda 1000; kalau ia mencaci-maki orang
waisya dikenakan denda 500; jika orang sudra, dikenakan 250”.
Sayang sekali, bahwa kita tidak dapat mengetahui ukuran uang yang dipakai pada waktu itu. Dan denda
yang paling tinggi saat itu adalah 160.000.
4. Penutup
Wahai saudaraku. Dari semua uraian di atas, maka hukum yang termaktub di dalam kitab Kutara
Manawa ini adalah bukti bahwa kerajaan Majapahit telah mampu untuk menjadi induk dari sebuah
Federasi Kerajaan di seluruh Nusantara. Itu terjadi karena ia adalah negara yang memiliki sumber hukum
tertulis yang mengikat bagi semua warganya (koloninya) di seluruh kawasan bahkan di hampir seluruh
wilayah dunia.
Dan seperti apa yang pernah disampaikan oleh Prof. Djokosutono (seorang sarjana hukum adat pada
Universitas Indonesia Jakarta yang diserahi tugas memimpin Lembaga Hukum Nasional dan meninggal
pada tahun 1965) dengan kalimat: “Seandainya peraturan-peraturan pada zaman Majapahit yang
diterapkan oleh Gajah Mada, tercatat dan catatan itu sampai kepada kita, maka kita sudah
mempunyai dasar hukum nasional. Tidak seperti sekarang ini!”. Maka disini terlihat jelas bahwa pakar
hukum ini telah menyesal karena sesungguhnya beliau ingin menggunakan perundang-undangan
Majapahit sebagai landasan hukum nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keinginan ini tentu
berhubungan erat dengan kedudukan beliau sebagai kepala Lembaga Hukum Nasional yang didirikan
pada sekitar tahun 50-an dan memperoleh tugas khusus dari Kepala Negara saat itu untuk menyusun
hukum nasional sebagai ganti dari hukum kolonial yang masih berlaku hingga saat ini. Hasil penelitian
beliau tersebut diterbitkan oleh Penerbit Bhratara pada tahun 1967 di bawah judul Perundang-undangan
Majapahit.
Lalu bagaimana dengan kita sekarang sebagai generasi penerus Nusantara masa depan? Apakah kita tidak
bangga dengan hukum karya bangsa sendiri? Lantas apakah kita mau berpegang teguh pada hukum
pribumi itu, atau justru masih saja mengikuti hukum kolonial yang telah terbukti gagal untuk membuat
makmur dan sejahtera rakyat di negeri ini? Bukankah seharusnya kita segera kembali pada hukum yang
adi luhung (Kutara Manawa Majapahit) itu agar kembali makmur dan sejahtera, sebagaimana yang
pernah diharapkan oleh para leluhur kita? Andalah yang harus menjawabnya.
Jambi, 21 Mei 2016
Mashudi Antoro (Oedi`)
Referensi:
* http://wongjawa670.blogspot.co.id/2011/04/perundang-undangan-jaman-majapahit-2.html
* http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.co.id/2010/01/kitab-hukum-kutaramanawa.html
* http://sikyhendrowibowo.blogspot.co.id/2012/11/kitab-hukum-kutaramanawa-kitab-hukum.html
* http://majapahit1478.blogspot.co.id/p/kutaramanawa.html
Share this:

4 respons untuk ‘Kutara Manawa: Kitab Hukum Federasi


Majapahit’
ANDwhYasK said:Juli 29, 2016 pukul 7:39 am

Bila dicermati, saya melihat ini tak jauh beda dengan hukum Taurat, hukum kitab yang
nyata diturunkan langsung dari Sang Pencipta ketika masa umat Bani Israil diusahakan
untuk diselamatkan. Umat yang dijanjikan akan kejayaannya, tapi kebanyakan mereka
ingkar, perjalanan kitab hukum dari masa demi masa dan setiap penjuru dunia,
diusahakan oleh para utusan. Nusantara memang mempunyai kebesarannya tersendiri,
tapi ingat dahulu kala perang saudara dan penghianatan sampai saat ini membuat seolah
bangsa ini kecil.
Masa demi masa hukum disempurnakan namun diimbangi dengan yang tidak mau taat.
Asumsi kaum ras dan keturunan, pending dulu penjelasannya, namun coba perhatikan
urutan riwayatnya.
Bani Israil dari Keturunan nabi Ibrahim yaitu nabi Yakub, Keturunan dari Yang lain dan
Kaumnya ada yang dibinasakan. Keingkaran Bani Israil beranjut sampai keberadaan nabi
Daud, dan Penerusnya adalah nabi Sulaiman, peradaban lebih luas sampai Asia dengan
ciri bangunan yg dibuat oleh bangsa Jin, dan hal itu adalah hal yang ditunjukan oleh sang
Pencipta bahwa bangsa Jin tunduk kepada manusia, penjelasan ini bukan dibolak-balik
ketika pertama kali nabi Adam diciptakan. Ada masanya bangsa Jin Tunduk atas perintah
Tuhannya. Keingkaran Umat Bani Israil yang mengkelompokan golongannya dalam
Agama Yahudi oleh para Ahli Kitab sampai lahirnya nabi Isa dan tidak mau diluruskan
Secara singkat Umat Yahudi mengingkari nabi yang akan dibangkitkan kembali, sampai
sekarang keyakinan itu mereka pertahankan. Dan masih berharap datangnya Nabi
Terakhir bagi mereka.
Kelompok golongan lain yaitu Nasrani, yang mengakui nabi Isa, namun
menyekutukannya dengan Allah, menganggap Allah itu beranak yang mempunyai Ibu.
Dan sampai sekarang keyakinan itu masih ada, dan berharap nabi Terakhir Isa yang akan
dibangkitkan sebelum kiamat (Akhir Jaman) masih terus dipertahankan.
Umat lainnya adalah Muslim yang berada diantara kedua umat itu. Namun sebagian besar
Muslim pun masih berharap akan kehadiran kembali nabi Isa sebelum kiamat. Hal itu
bertentangan dengan Penjelasan Kitab sebagai nabi Terakhir sudah jelas dinyatakan
wafat.
Kebangkitan nabi Terakhir didustakan karena dahulu kaum Nasrani dan Yahudi
mengingingkan lahir dari kalangan mereka. Apakah mereka tidak berpikir bahwa
keturunan nabi Ibrahim itu bukan hanya Yakub?
Pendustaan Keagungan Allah yang ditujukan pada Peristiwa Isra Mi’raj. Hal yang jelas
perjalanan itu adalah bukan sekedar Simbol perpindahan Kiblat dari Masjidil Aqsa
Palestina ke Masjid Haram Mekah, penegasan Perintah menyembah Allah dengan
kiblatnya pun didustakan perintahnya setelah naik ke langit dan tawar menawar jumlah
rakaat.
Peristiwa naiknya Nabi adalah ketika di selamatkan pada Penyaliban oleh Bani Israil.
Maka Kelahiran Nabi Terakhirpun tak aneh bila tetap mereka dustakan.
Diantara masa nabi Sulaiman dan Isa, negri Bagian Dunia Timur mengalami peradaban
keagamaan pula, walau tak diceritakan nabinya, tapi melihat dari isi kitab yang masih
belum berubah, Hal Kebajikan dan Hukum, perhatikan bagaimana Ketika Hindu yang
pemukanya bermewah-mewah dan menindas kaum yang dibawahnya, lalu lahir sang
Budha, yang menjelaskan akan adanya nabi Akhir Jaman.
Sayang sekali Mubaligh Islam yang menjadikan AlQur’an sebagai pedomannya
mengada-ngada pada perayaan Isra Mi’raj. Dan begitulah manusia diuji dengan Hukum
Allah dan keimanannya,
Konsep kehidupan dari Awal sampai Akhir itu ada ketentuan dari Sang Pencipta. Konsep
Jiwa yang terlahir kembali dan dipanjangkan umurnya dijelaskan dalam AlQur’an.
Dan dari sekian banyak umat manusia masih berharap kehadiran Juru Selamat Bagi
mereka. Bahkan kebangkitan dirinya sendiripun tidak diingatnya kembali. Dan akhirnya
mereka tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Dalam AlQur’an Allah berfirman ” Apakah engkau mau menyelamatkan manusia yang
mau mendapat hukuman?”
Firman ini dipikir berkali-kali, dan Puji Tuhan, rangkaian ayat demi ayat dan surat demi
surat adalah menjelaskan satu sama lain.
Memberi peringatan itu kewajiban manusia, Bahwa mereka mau menerima petunjuk dan
mengikutinya atau tetap mendustakan, bukan amal atau dosa tanggungan orang lain.
Manusia jika melampaui batas akan dibutakan mata hati dan tuli akan seruan-Nya. Hanya
manusia beriman dan bertaqwa yang meminta petunjuk yang diberi petunjuk, dan
ditambah petunjuk itu.
Manusia tidak bisa hidup kembali kepada masa lalu, namun seriap kejadian tidak akan
luput dari sepengetahuan Allah, dan Allah Maha Mengetahui Segalanya, begitulah
manusia diperintah untuk bertasbih (menyucikan nama Allah) bertahmid (bersyukur
memuji Allah) Istighfar (meminta pengampunan) dan meminta petunjuk, semua
dilakukan dalam sembaHyang 5waktu.
manusia ada pengawalnya yaitu Malaikat, tapi adapula seruan Syetan. Begitulah interaksi
dari berbagai mahluk.
Hukum Allah perintah dan larangannya apa yang menyulitkan? Selain dari ketamakan
hidup? Kesibukan membuat lalai, persaingan membuat lupa diri dan menghalalkan segala
cara dan mengikuti langkah Syetan,
Perbedaan Petunjuk Allah dan Dugaan atau Prasangka itulah yang menjadikan daya nalar
manusia bimbang. Disitulah cara kerja Syetan mengajak ke Neraka. Logikanya Seruan 5
Waktu Sembahyang, ada yang taat lalai. Seruan itu adalah hal yang nyata, jika diikuti tiap
detik pun seruan berkumandang dari timur kebarat, dalam satu waktu.
Dari sumbermana ini? Keseluruhan Al Qur’an menjelaskannya, dalam situs pribadi saya
sertakan yang indexnya disederhanakan.
Terimakasih! Semoga bermanfaat dan membuka wawasa.

hattala salwaka said:Juli 24, 2018 pukul 7:35 am

sayangnya kutaramanawa tidak lebih dari kitab hukum yang tidak lebih sebuah alat di
pengadilan. lembu sora difitnah dan namanya baru belakangan terungkap. gajahmada
cuman menyebut kitab kutaramanawa ketika menangkap cakdradaka( novel), tapi ketika
pembantaian bubat. ia sama sekali tak digolongkan sebagai pembunuh.

Harunata-Ra responded:Juli 25, 2018 pukul 7:30 am

Hmmm… Tentang dua kisah (konspirasi) itu saya gak ikutan komentar ajalah..
Ada banyak versi dan sudut pandang tentang peristiwa itu.. Tapi yang jelas
hukum itu, baik atau buruknya akan kembali pada manusia sebagai
penggunanya..
Tapi terima kasih atas kunjungannya mas/mbak Hattala Salwaka.. semoga ttp

bermanfaat.. 

Keistimewaan Nusantara (2) – Perjalanan Cinta said:Juni 2, 2019 pukul 6:12 am

[…] Dunia atau Seni Perhiasan Mengagumkan dari Majapahit atau Majapahit: Bukti
Kejayaan Nusantara atau Kutara Manawa: Kitab Hukum Federasi Majapahit atau Sistem
Kasta di Era Majapahit: Bukti Kehebatan Bangsa […]

BALAS
Cintku;
“Wahai Yang Kesucian Wajah-NYA membahagiakan hati para pengenal-NYA. Aku
memohonkan cinta-MU. Anugerahkan padaku untuk selalu memandang-MU. Biarkan
cintaku kepada-MU membimbingku pada ridha-MU. Dan jadikan pula ENGKAU lebih
aku cintai daripada selain-MU”

Maafkan Aku
“Maafkan diriku oh Hyang Aruta. Aku terus mencari-MU, sehingga lupa bahwa ENGKAU ada
dimana-mana. Dalam memikirkan-MU, aku telah lupa bahwa ENGKAU berada diluar
pemikiran. Dalam berdoa kepada-MU, aku pun lupa bahwa ENGKAU melampaui kata-kata.
ENGKAU-lah segalanya, sedangkan diri ini tak pernah ada”

Jauh dari Tuhan


“Jika tidak berhati-hati, maka lewat benda-benda inderawi seseorang akan terbawa jauh dari
Tuhannya”

Mengubah Dunia
“Hanya dari yang biasa tapi bila memiliki cita-cita, visi dan misi yang luar biasa. Maka
seseorang akan mengubah dunia”

Renungkanlah
“Wahai kekasihku. Tak lama lagi negeri ini akan hancur. Cahaya Ilahi telah di angkat tinggi ke
langit. Karena karakter mulia terus memudar dan sering dikompromikan. Sifat-sifat duniawi
pun terus menjadi pengendali. Mereka berprilaku tidak sepantasnya dan mata mereka menjadi
rabun, sebab telah kehilangan hartanya yang paling berharga. Sedangkan hancurnya
peradaban ini disebabkan oleh kesalahan segelintir manusia. Banyak yang tahu sebabnya, akan
tetapi sebagian besar dari mereka terus mengabaikannya. Maka timbullah kelongsoran besar
dalam akhlak dan akibatnya kehidupan ini tidak dapat tertolong karena di telan bencana besar”

Khalifah
“Tidak ada kemajuan kecuali dengan jalan usaha. Tidak ada jalan bagi usaha kecuali
kecerdasan. Kecerdasan adalah sumbunya pembangunan. Tapi, tiada pembangunan tanpa
keadilan. Keadilan adalah timbangan yang menstabilkan kehidupan. Untuk itu ditunjuklah
seorang penjaga, yaitu Khalifah”
Kekhalifahan
“Tidak ada negara yang sempurna kecuali dengan hukum Tuhan. Hukum tidak dapat
ditegakkan kecuali oleh Khalifah. Tapi tidak dikatakan seorang Khalifah bila ia tidak adil dan
beriman. Sebab, kemuliaan bagi seorang Khalifah adalah kezuhudan dan kepahlawanan”

Penaklukkan
“Berikan aku seribu orang zuhud, maka akan ku taklukkan dunia”

Bunga mawar
“Jadilah bunga mawar, dan jangan pernah menjadi kumbang apalagi tawon. Karena dimana
pun ia berada, bunga tidak bisa di katakan bunga semerbak. Lantaran bunga yang sebenarnya
akan selalu tumbuh di hutan romantis”

Arsip
Arsip  Pilih Bulan   November 2021    Oktober 2021    September 2021    Agustus 2021    Juli 2021    Juni
2021    Mei 2021    April 2021    Maret 2021    Februari 2021    Januari 2021    Desember 2020  
November 2020    Oktober 2020    September 2020    Agustus 2020    Juli 2020    Juni 2020    Mei 2020  
April 2020    Maret 2020    Februari 2020    Januari 2020    Desember 2019    Oktober 2019    September
2019    Agustus 2019    Juli 2019    Juni 2019    Mei 2019    April 2019    Maret 2019    Februari 2019  
Januari 2019    Desember 2018    November 2018    Oktober 2018    September 2018    Agustus 2018  
Juli 2018    Juni 2018    Mei 2018    April 2018    Maret 2018    Februari 2018    Januari 2018    Desember
2017    November 2017    Oktober 2017    Agustus 2017    Juli 2017    Mei 2017    April 2017    Maret
2017    Februari 2017    Januari 2017    Desember 2016    Oktober 2016    September 2016    Agustus
2016    Juli 2016    Juni 2016    Mei 2016    April 2016    Maret 2016    Februari 2016    Januari 2016  
Desember 2015    November 2015    Oktober 2015    September 2015    Agustus 2015    Juli 2015    Juni
2015    Mei 2015    April 2015    Maret 2015    Februari 2015    Januari 2015    November 2014    Oktober
2014    September 2014    Agustus 2014    Juni 2014    Mei 2014    April 2014    Maret 2014    Desember
2013    November 2013    Oktober 2013    September 2013    Agustus 2013    April 2013    Maret 2013  
Februari 2013    Oktober 2012    Agustus 2012    Juli 2012    Juni 2012    Mei 2012    April 2012    Maret
2012    Februari 2012    Januari 2012    Desember 2011    November 2011    Oktober 2011    September
2011    Juli 2011    Juni 2011    Mei 2011    April 2011    Maret 2011    Februari 2011    Januari 2011  
Desember 2010    November 2010    Oktober 2010    September 2010    Agustus 2010    Juli 2010    Juni
2010    Mei 2010    April 2010    Maret 2010    Februari 2010    Januari 2010    Desember 2009  
November 2009    September 2009    Agustus 2009    Juli 2009    Juni 2009    Mei 2009    April 2009  
Maret 2009    Februari 2009    Januari 2009    Desember 2008    November 2008    Oktober 2008  
September 2008    Juni 2008    Mei 2008  

Anda mungkin juga menyukai