net/publication/329521490
CITATIONS READS
0 89
1 author:
Diah Ayuningrum
Universitas Diponegoro
7 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
isolation and partial characterization of bacteria activity associated with gorgonian euplexaura sp against methicillin resistant staphylococcus aureus View project
All content following this page was uploaded by Diah Ayuningrum on 09 December 2018.
Diah Ayuningrum
Program Studi Manajemen Sumber Daya Pantai
Universitas Diponegoro Semarang
Email: diahayuningrum62@gmail.com
Abstract
The Interaction of Chinese culture and Islam has been going on since four hundred years ago.
Tolerance between indigenous people, Chinese, and Moslem is well preserved until now. One
of them is the architectural town of Lasem and the house in China town area - a typical
Chinese style house found in Lasem. Homes, places of worship like temples are also typical
Chinese style also prove the occurrence of cultural acculturation in Lasem. The roof of Masid
Jami Lasem is a major proof of acculturation between Islamic and Chinese culture.
Key words: Chinese culture, Islamic culture, Acculturation, Architecture, Lasem
membatik sudah lebih dulu mengalami kerajaan Majapahit dan kemudian dibentuk
masa kejayaan. Kerajaan Lasem untuk diserahkan kepada
Oleh karena itu tujuan penulisan kerabat Raja Hayam Wuruk yakni Dewi
artikel ini adalah untuk mengetahui sejarah Indu (Suliyati, 2009:10). Dewi Indu
berdirinya Kota Lasem, sejarah masuknya merupakan ratu pertama Kerajaan Lasem
etnis Tionghoa di Kota Lasem, sejarah dan bergelar Bhre Lasem tahun 1273 saka
masuknya Islam di Kota Lasem, sosial- atau 1351 Masehi.
budaya masyarakat Kota Lasem dan
arsitektur tempat ibadah di Kota Lasem 1.1 Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa
serta akulturasi budaya Cina dan Islam di Kota Lasem
dalam arsitektur tempat ibadah di Kota Sejarah daratan Tiongkok dating ke
Lasem. pulau Jawa pertama kali tahun 1416 M
melalui Lasem (Anonim, 2015). Tujuan
1.2. Metode Pengumpulan dan Analisis utama etnis Tionghoa melakukan
Data perjalanan ke wilayah-wilayah di luar Cina
Pengumpulan data tentang akulturasi termasuk Indonesia adalah untuk
budaya Cina dan Islam dalam arsitektur melakukan perdagangan. Peristiwa ini
tempat ibadah di Kota Lasemini dilakukan terjadi pada pemerintahan Dinasti Ming
melalui studi pustaka, observasi secara yang berlangsung pada tahun 1368 – 1643
langsung, dan dokumentasi. Studi pustaka M.
dilakukan dengan mencari dan membaca Selain melakukan perdagangan,
sumber-sumber yang relevan baik dari Dinasti Ming berusaha memperluas
jurnal, media online, artikel penggiat wilayah protektoratnya ke wilayah Asia
sejarahwan dan budayawan Lasem - Tenggara termasuk Indonesia. Laksamana
Rembang serta buku-buku sejarah dan Ceng Ho mendapatkan Mandat untuk
budaya tentang Kota Lasem. Sementara, melakukan perjalanan ke Indonesia. Ceng
observasi dilakukan dengan mengamati Ho melakukan pelayaran sebanyak 7 kali
secara langsung dan medokumentasikan ke Indonesia dan selama itu Ia berlayar 6
bentuk-bentuk arsitektur tempat ibadah kali ke Pulau Jawa (Suliyati, 2009: 11).
yang masih berdiri di Kota Lasem. Data Etnis Tionghoa yang pertama kali
yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan mendarat di Lasem kemudian bermukim di
observasi ini kemudian dianalisis desa Galangan tepatnya di tepi sungai
menggunakan metode kualitatif yang Babagan (Rachman dkk., 2013: 25). Tepi
bersifat deskriptif. sungai merupakan tempat ideal untuk
mengembangkan peradaban, karena aliran
2. Hasil dan Pembahasan sungai memicu aktivitas perdagangan dan
2.1. Sejarah Kota Lasem transportasi masyarakat. Awal abad ke-16,
Sejarah Kota Lasem yang tercatat sepeninggal Pangeran Wiranegara,
dalam buku “Kawitane Wong Jowo Kerajaan Lasem berganti status menjadi
Kanung” menceritakan Hang Sam Badra, Kadipaten Lasem. Kadipaten Lasem
penguasa kerajaan Pucangsulo di Kota dipimpin oleh Adipati Tejokusumo pada
Lasem tahun 380 M, memiliki keturunan tahun 1628, masa kolonialisme VOC.
Dewi Sima dan Dewi Siba. Tahun 1345 M, Tahun 1750 ibukota Kadipaten Lasem
Lasem dibawah pimpiman Akuwu Lasem dipindahkan ke Rembang, diikuti dengan
Mpu Metthabadra, keturunan Hang Sam pindahnya benteng VOC. Sejak 1751
Badra, berhasil ditaklukan oleh pasukan Lasem berstatus sebagai kota kecamatan
Majapahit di bawah pimpinan Patih Arya sampai dengan sekarang (Anonim, 2015).
Gajah atas perintah Prabu Hayam Wuruk Bukti eksistensi kebudayaan
(Gunawan, dkk. 2008: 57). Sejak saat itu Tionghoa di Lasem adalah keberadaan
Kota Lasem berada di bawah kekuasaan ketiga kelenteng yang sudah berumur
Gambar 1. Tampak depan kelenteng Cu An Kiong dengan halaman depan yang luas dan
aksesoris gapura yang sarat makna (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 2. Ciapura kelenteng Cu An Kiong tampak belakang yang pada temboknya berisi
tulisan - tulisan dalam Bahasa Cina yang merupakan pujian untuk Dewi
Tianhou (sumber dokumentasi pribadi)
Gambar 3. Bagian tampak dalam kelenteng Cu An Kiong dengan lampion di alas langit-
langit, dan terlihat altar utamanya. (sumber: dokumentasi pribadi)
Bagian altar utama di kelenteng Pada perayaan hari besar seperti Imlek,
diperuntukkan kepada Tianhou (The Queen patung tinhou dinaikkan ke atas joli dan
of Heaven). Sementara bagian altar diarak keliling Kota Lasem menuju
samping dipersembahkan bagi gambar dan kelenteng Poo An Kiong di Karangturi
patung Confucius, “Jialan ye” dan “Fude kemudian dikembalikan ke tempat semula.
zhengsehen”. Ruang samping dari Selain itu, ada juga pertunjukan yang
kelenteng ini digunakan untuk “joli (kio – dilakukan oleh Tangsin (orang yang
Hokkian) yang merupakan joli terindah di dianggap seperti mandi minyak panas,
Jawa (Hartono dan Hadinoto, 2005: 6).
`AKULTURASI BUDAYA CINA DAN ISLAM DALAM ARSITEKTUR TEMPAT IBADAR
DI KOTA LASEM, JAWA TENGAH 125
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628
berjalan di atas bara api, dan penyembuhan Mandarin Guo Shen Wang, yang
penyakit. merupakan seorang dewa dari kelenteng di
Desa Baijio, Kabupaten Zhangzhou,
2.2.2. Kelenteng Poo An Bio Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan.
Kelenteng Poo An Bio terletak di Kebanyakan etnis Tionghoa Lasem berasal
Jalan Karangturi VII/33, Lasem. Nama lain dari daerah ini (Hartono dan Hadinoto,
kelenteng ini adalah Kong Tik Cun Ong 2005:6). Inkripsi tertua dalam kelenteng
Bio atau dalam bahasa Mandarin Guangze tersebut berangka tahun 1895. Kelenteng
zun wang miao yang dalam bahasa Inggris ini kemudian diperbaiki lagi tahun 1919
bernama Temple to Holy King of Wide dan 1927, seperti yang tertera pada prasati
Extended Favour. di dalam kelenteng. Gambar kelenteng Poo
Kelenteng ini dipersembahkan An Bio disajikan pada gambar 4 berikut.
untuk Kwee Sing Ong atau dalam bahasa
Gambar 4. Tampak depan kelenteng Poo An Bio di Jalan Karangturi, Lasem yang mana
terlihat lebih sederhana daripada kelenteng Cu An Kiong. (Sumber detik.com)
2.2.3. Kelenteng Gie Yong Bio merupakan kota asal para etnis Tionghoa
Kelenteng Gie Yong Bio terletak di Lasem.
Jalan Babagan No. 7, Lasem yang dulunya Versi kedua menyatakan bahwa dua
merupakan Jalan Raya Pos orang marga Tan (Chen) dan Oei (Huang)
(Grotepostweg). Nama lain kelenteng ini adalah orang Cina yang pertama kali
dalam Bahasa Mandarin adalah Yiyong mendarat di Lasem. Sepeninggal mereka,
Gong Miao atau dalam Bahasa Inggris The kemudian didewakan dan dipuja di
Temple of The Valiant Men. Menurut kelenteng Gie Yong Bio dan juga
Hartono dan Hadinoto (2005: 7), ada tiga kelenteng lain di daerah Rembang dan
versi cerita terkait alasan pendirian Juana.
kelenteng tersebut. Pertama yakni untuk Versi ketiga yang merupakan versi
menghormati dua pahlawan terkenal dari paling populer dan paling dipercaya oleh
Dinasti Ming (1368–1644), yaitu Chen masyarakat yakni dua orang tersebut (Oei
(Tan) Sixian dan Huang (Oei) Daozhou. Ing Kiat dan Tan Pan Jiang), pahlawan
Kedua pahlawan tersebut dipuja pada altar Cina yang meninggal dalam perang
utama dalam kelenteng Gie Yong Bio. melawan VOC tahun 1740 an. Penduduk
Pemujaan kedua pahlawan ini berasal dari lokal kemudian membangun kelenteng
kelenteng di Kota Longxi, Kabupaten tersebut sebagai penghormatan atas kedua
Zhangzhou, Provinsi Fujian, yang orang ini. Selain kedua pahlawan yang
dipuja tersebut, kelenteng ini juga sebagai
tempat pemujaan dewa-dewa seperti Fude kuning sebagai warna dominan. Meskipun
zhengshen dan Confusius di altar yang demikian kelenteng ini terlihat lebih kecil
berbeda. dan memiliki hiasan yang agak berbeda
Arsitektur kelenteng ini tidak jauh dengan kelenteng Cu An Liong di bagian
berbeda dengan kelenteng Cu An King, gapuranya. Gambar kelenteng Gie Yong
yakni sama-sama berwarna merah menyala Bio disajikan pada gambar 5 berikut.
Gambar 4. Tampak depan kelenteng Gie Yong Bio dengan halaman yang luas dan gapura
yang lebih sederhana dibandingkan kelenteng Cu An Kiong (sumber
Dokumentasi pribadi)
Gambar 5. Bagian depan gapura kelenteng Gie Yong Bio yang tampak lebih sederhana
dibandingkan kelenteng Cu An Kiong. Gapura yang asli menghadap ke arah
timur namun tahun 1915 gapura dihadapakan ke utara mengarah ke Jalan Raya
Pos Lasem (dulu Groteposiweg). (sumber: Dokumentasi pribadi)
2.3. Sejarah Masuknya Islam di Kota anak bernama Badra Wardhana. Selama 31
Lasem tahun pemerintahan Dewi Indu, Lasem
Tahun 1351 M, Lasem dipimpin oleh memiliki daerah kekuasaan yang luas dari
seorang ratu bernama Dewi Indu yang Pacitan di garis Selatan sampai muara
bertindak sebagai adipati atau perdana Bengawan Solo dekat Surabaya (Anonim,
menteri yang memiliki kekuasaan di 2011). Sepeninggal Dewi Indu tahun 1382
daerah tertentu, di bawah kekuasaan M dan suaminya 1383 M, Lasem dipimpin
Kerajaan Majapahit (Sunartio dalam oleh anaknya yakni Badra Wardhana.
Gunawan, dkk., 2008: 57). Dewi Indu dan Badra wardhana meninggal setelah
suaminya, Rajasa Wardhana, memiliki memimpin Lasem selama 30 tahun, dan
digantikan oleh anak laki-lakinya yang Sementara itu, Sunan Bonang yang
bernama Wijaya Badra tahun 1413. Pada merupakan anak Sunan Ampel memiliki
masa pemerintahan Wijaya Badra, ada kakak perempuan bernama Malekhah yang
pedagang asing yang melabuhkan kapalnya mana merupakan istri dari Pangeran
di Pantai Bonang. Saudagar tersebut Wiranagara, cucu dari Pangeran Badranala
bernama Bi Nang Un. Bi Nang Un adalah dan Bi Nang Ti. Sunan Bonang diberi
salah satu anggota awak Kapal Laksamana tugas oleh Malekhah untuk menjaga
Cheng Ho. Bi Nang Un ingin menetap di Makam Putri Campa (Bi Nang Ti) dan
Lasem untuk menyebarkan agama Islam di makam Keben, karena Malekhah telah
antara orang-orang pribumi (Sunartio memindahkan pemerintahan kembali ke
dalam Gunawan, dkk., 2008: 58). Bi Nang Lasem untuk menemani P. Santi Puspa.
Un berlabuh di Bonang membawa seorang Namun, karena pergaulan Malekhah
Istri bernama Na Li Ni dan seorang putri dengan P. Santi Puspa akhirnya ia
bernama Bi Nang Ti (Putri Campa) serta termakan wejangan P. Santi Puspa dan
seorang putra bernama Bi Nang Na. Atas berani meninggalkan shalat serta puasa.
izin Adipati Wijaya Badra, Bi Nang Un Sunan Bonang kecewa terhadap Malekhah
diizinkan menetap di wilayah Kemandung, dan akhirnya pulang kembali ke Tuban.
dan anaknya, Bi Nang Ti, dinikahkan Tempat Sunan Bonang menjaga makam
dengan putra mahkota raja, Pangeran Putri Campa ini selanjutnya dinamakan
Badranala. Pasujudan Sunan Bonang.
Pernikahan Bi Nang Ti dan Pangeran Demikian sejarah singkat awal
Badranala dikaruniai dua orang putra yakni penyebaran Islam di Lasem, dimana masih
Pangeran Wirabadja dan Pangeran Santi terdapat bukti sejarah itu pernah ada.
Bradja. Bi Nang Ti mengganti nama Pangeran Tedjakusumo I misalnya pada
menjadi Winarti Kusuma Wardhani setelah tahun 1588 mendirikan masjid Lasem yang
menikah dengan Pangeran Badranala. berada di sebelah barat alun-alun (Anonim,
Tahun 1468, Pangeran Badranala 2012). Masjid tersebut hingga sekarang
meninggal dan memberikan wasiat kepada masih ada dan berdiri kokoh setelah
anaknya yang salah satunya adalah melalui beberapa kali pemugaran. Selain
“supaya rakyat nanti diperbolehkan itu makam Tedjakusuma 1, alias Kyai
memeluk agama Islam” (Anonim, 2012). Ageng Punggur alias Bagus Serimpet ada
Penyebaran Islam di Lasem tidak di belakang Masjid Kota Lasemdi
bisa dilepaskan dari sosok Syeh asal belakang imaman. Beliau meninggal di
Yaman, yakni Syeh Maulana Sam Bua usia 77 tahun pada tahun 1632 M,
Samarakandi atau biasa dikenal dengan sementara itu Syeh Maulana Sam Bua
sebutan Mbah Sambu dan juga Sunan Samarkandi wafat tahun 1653 M di usia 61
Bonang (Raden Maulana Makdum tahun dan dimakamkan di sebelah utara
Ibrahim), anak dari Sunan Ampel. Mbah serambi Masjid Kota Lasem. Selain kedua
Sambu merupakan ulama dari Yaman yang pembesar tersebut masih ada beberapa
menetap di Tuban, yang kemudian atas makam keluarga kerajaan lainnya di
undangan dari Pangeran Tedjakusuma I, sekitar kompleks makam sebelah utara
generasi kelima dari Pangeran Badranala masjid. Berikut adalah saksi bisu
dan Bi Nang Ti, diminta menyebarkan perjalanan penyebaran agama Islam di
agama islam di Lasem. Syeh Sam Bua Lasem (gambar 6).
kemudian dinikahkan dengan Anak
Tedjakusuma I dari garwa selir.
Gambar 6. Tampak samping Kompleks Masjid Jami‟ Kota Lasem yang berdiri di sebelah
barat alun-alun dan dikelilingi oleh makam para pendiri Kota Lasem di sebelah
barat/belakang imaman. Sumber: internet)
Ngawi pada tahun 1830 an (Rachman dkk, 2.5. Akulturasi Budaya Cina dan Islam
2013: 6), dengan latar belakang masalah dalam Arsitektnr Tempat Ibadah di
ketimpangan ekonomi di antara dua Kota Lasem
golongan, bersamaan dengan gejolak Akulturasi merupakan suatu proses
politik yang terjadi di Cina. Toleransi sosial yang timbul bila suatu kelompok
membawa keharmonisan yang berimbas manusia yang memiliki suatu kebudayaan
pada majunya sistem kebudayaan suatu tertentu berhubungan dengan unsur-unsur
kota. Keunikan Lasem dengan pecinannya dan suatu kebudayaan asing, sehingga
membuat Lasem dijuluki “Kota Tiongkok unsur-unsur kebudayaan asing tersebut
Kecil”. lambat laun diterima dan diolah ke dalam
Lasem selain dikenal sebagai “Kota kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
Tiongkok Kecil” juga dikenal sebagai hilangnya kebudayaan awal. Berdasarkan
“Kota Santri”. Peninggalan pesantren- hal tersebut kebudayaan memiliki dua
pesantren tua di kota ini masih dapat bagian, yakni bagian yang sukar
diamati saat ini. Mbah Sambu merupakan berubah/terpengaruh (covert culture) dan
tokoh kyai terkenal dari Lasem yang untuk kebudayaan yang mudah
mengenang jasanya dibuatlah sebuah jalan berubah/terpengaruh (overt culture).
dengan namanya yang menghubungan Covert culture meliputi sistem nilai-nilai
Kota Lasem dengan Bojonegoro. Selain itu budaya, keyakinan-keyakinan keagamaan
banyak ulama-ulama yang telah lahir dari yang dianggap keramat, adat yang sudah
kota ini seperti KH. Baidhowi, KH. Khalil, lama melekat dalam kehidupan masyarakat
KH. Maksum, KH. Masduki, dan dan adat yang mempunyai fungsi yang
sebagainya. Lahirnya ulama-ulama ini terjaring luas dalam masyarakat.
tidak lepas dan peran pesantren yang Sementara overt culture meliputi
banyak tersebar di Kota Lasem. Tercatat kebudayaan fisik, ilmu pengetahuan, tata
sebanyak 19 pesantren terpusat di 5 desa di cara, gaya hidup, dan rekreasi.
Kota Lasem. Kelima desa tersebut yakni Proses akulturasi dimulai ketika
Desa Sumbergirang dengan enam sebuah kebudayaan awal bertemu dengan
pesantren, Desa Soditan dengan tujuh kebudayaan baru. Kemudian unsur-unsur
pesantren, Desa Karangturi dengan satu dari masing-masing kebudayaan yang
pesantren, Desa Ngemplak dengan empat berbeda saling bercampur satu sama lain
pesantren dan Desa Gedongmulyo dengan sebagai akibat dari pergaulan atau interaksi
satu pesantren. yang intensif dalam waktu yang lama,
Karena sejumlah keunikan itu, namun tidak menyebabkan munculnya
seorang peneliti Eropa menyebut Lasem budaya baru. Dengan kata lain dua
sebagai „The Little Beijing Old Town’. kebudayaan yang berbeda membentuk
Sementara peneliti Perancis menjuluki sebuah kebudayaan baru dengan tidak
Lasem „Le Petit Chinois’, keduanya menghilangkan ciri masing-masing
bennakna “Cina Kecil”. Pembauran etnis kebudayaan.
di Lasem telah menelurkan proses Kehadiran etnis Tionghoa di Lasem
asimiliasi dan akulturasi budaya yang sejak lebih dari empat ratus tahun lalu
saling memengaruhi. Rumah warga Cina di telah membuat banyak perubahan. Budaya
Lasem tak murni berarsitektur Cina. Cina telah lama berbaur dengan budaya
Tingginya nilai toleransi antar warga ini masyarakat pribumi. Pernikahan etnis
lah yang kemudian menjadikan kehidupan Tionghoa dan pribumi memicu munculnya
antar beragama menjadi berkembang. dua kelompok besar etnis Tionghoa, yakni
Cina toktok dan Cina peranakan. Bukti
pembauran budaya Cina dan pribumi yang
terkenal adalah Batik Tulis Lasem. Motif
batik bergaya khas Cina seperti Liong,
burung Phoenix dan Naga banyak tangan. Selain batik bukti akulturasi
menghiasi batik tulis Lasem. Warna batik budaya adalah di bidang arsitektur.
yang khas yakni warna merah darah ayam Akuturasi budaya di bidang
seperti warna yang dianggap memiliki arsitektur adalah banyaknya rumah-rumah
banyak keberuntungan di negeri Cina juga bergaya khas arsitektur Cina di Desa
merupakan salah satu bentuk akulturasi. Soditan dan Karangturi Lasem (gambar 7).
Sementara itu, akulturasi batik tidak hanya Pengaruh budaya Cina pun terasa
antara budaya jawa dan Cina melainkan mendominasi pada banyak segi kehidupan
juga Islam. Batik dengan warna khas di Kota Lasem. Banyak peninggalan
merah darah ayam bermotif kalimat bangunan tua yang sudah berusia ratusan
“Allahuakbar” dan “Muhammad” juga tahun. Rumah-rumah tua berarsitektur
pernah dibuat. Proses pelunturan malam Cina, sebagian telah kosong dengan
bukan dengan diinjak melainkan dengan dinding mulai terkelupas dan ditumbuhi
lumut hijau.
Gambar 7. Rumah etnis Tionghoa yang sudah ditinggalkan penghuninya dan tidak terawat
di kawasan pecinan Desa Soditan, Lasem (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Selain itu, Budaya Cina memiliki Masjid Jami‟ Lasem. Bentuk atap yang
pengaruh yang sangat besar di arsitektur bertingkat dua memiliki ujung melengkung
Kota Lasemyang memiliki tiga kelenteng mirip dengan arsitektur bangunan Cina
berumur ratusan tahun. Akulturasi budaya yang bernama Tsuan Tsien (Gambar 8.
Cina islam bisa dilihat dari bentuk atap Al).
Gambar 8. Wujud akulturasi budaya Cina dan islam dalam arsitektur Masjid Jami‟ Lasem.
(Al) wujud atap pada arsitektur bergaya Cina yang disebut Tsuan Tsien (Handinoto, 2008).
(A2) Wujud atap Masjid Jami‟ Lasem yang menyerupai wujud atap Tsuan Tsien. (B1) Bagian
ujung atap bangunan bergaya Cina yang khas. (B2) Bagian ujung atap Masjid Jami‟ Lasem.
(C1) Bagian ujung atap bangunan Cina yang menonjol. (C2) Bagian ujung atap Masjid Jami‟
Lasem. (Dl) Kubah masjid yang merupakan ciri arsitektur islam. (D2) Kubah masjid Lasem
yang bergaya islam. (E1) Menara salah satu masjid di Turki yang bergaya Islam. (E2) Menara
Masjid Jami‟ Lasem. (Fl) Ukiran di salah satu rumah tradisional Kudus yang dulunya
merupakan rumah pedagang dan tukang Cina muslim (Hartono dan Handinoto, 2007:17). (F2)
Ukiran di mimbar Masjid Jami‟ Lasem.
Teori Cina yang menyatakan genting dan tanah hat oleh orang-orang
masuknya Islam ke Jawa abad ke 15 dan Cina. Sementara itu bentuk rumah pecinan
16 didukung oleh Sumanto Al Qurtuby juga memiliki fungsi dan maksa tersendiri.
dalam Hartono dan Hadinoto (2007: 2) Berdasarkan hasil penelitian Bachtiar dan
dimana pada abad-abad tersebut koleganya pada tahun 2011 menyimpulkan
disebutnya sebagai jaman Sino-Javanese bahwa bentuk arsitektur lokal di kawasan
Muslim Culture dengan bukti di lapangan pesisir utara Jawa Tengah merupakan
seperti konstruksi Masjid Demak (terutama arsitektur lokal yang sangat dipengaruhi
soko tatal penyangga masjid), ukiran batu oleh nilai-nilai etnis budaya Cina.
padas di Masjid Mantingan, hiasan piring Arsitektur pesisir dipandang sebagai
dan elemen tertentu di Masjid Menara konsep arsitektur yang merupakan relasi
Kudus dan Jepara, konstruksi pintu makam antara fungsi, bentuk dan makna arsitektur
Sunan Girl di Gresik, elemen-elemen yang rumah tinggal pesisir sebagai kesatuan
terdapat di keraton Cirebon beserta taman dengan ciri yang melekat sebagai bentuk
Sunyaragi, dan sebagainya. Semuanya ini akulturasi budaya, dan pengaruh budaya
menunjukkan adanya pengaruh Cina pada rumah Jawa di kawasan Pecinan
pertukangan Cina yang kuat sekali. Lasem adalah pada tipe pembatas kavling
Pengaruh budaya Cina dalam lahan rumah, penggunaan ornamentasi
arsitektur Jawa, menurut Denys Lombard pada bangunanya sebagai struktur
sebagaimana dikutip oleh Handinoto & permukaan.
Hartono (2007: 17) adalah sebagai berikut. Akulturasi budaya Cina dan Islam
Pertama, pengaruh hilangnya kolong pada setidaknya ditemukan pada lima bagian
rumah panggung di Jawa dan Bali menjadi dari Masjid Jami‟ Lasem, yakni atap
“rumah di atas tanah”. Kedua, masjid, bentuk ujung atap, kubah masjid,
ditinggalkannya penggunaan unsur nabati menara dan juga ukir-ukiran. Gambaran
(kayu, bambu untuk dinding, daun nipah Masjid Jawa kuno yang dibangun pada
dan ijuk untuk atap) untuk membangun abad 15 dan 16 mempunyai ciri-ciri
rumah karena diperkenalkannya bata dan atapnya bersusun lima, bentuknya segi