SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat
Oleh:
FERDIAN PARDEDE
060708037
Yesus, atas berkat dan kasihNya kepada penulis, sehingga penulis diberi hikmat
dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Analisis
Kesetiaan Tokoh Kaze Dalam Novel Pembunuhan Sang Shogun Karya Dale
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir penyelesaian studi Program Sarjana Sastra
Dalam penulisan ini penulis mendapat bantuan baik moral maupun materi.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis dengan tulus ikhlas ingin
Sumatera Utara.
dukungan, semangat serta doa yang diberikan kepada penulis, buat kedua
kakak ku Febrina dan adikku Agnes, yang juga menjadi dorongan dan
8. Sahabat-sahabatku yang cantik dan tampan Friska, Asti, Nana, Dewi, Ria,
Frida, Siska, Jessi, Febri, Teddy, Fadiah, Harry, Musfa, Suci, Wulan,
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
Ferdian Pardede
Nim. 060708037
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
SAMURAI
4.1. Kesimpulan............................................................................ 53
4.2. Saran..................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
BAB 1
PENDAHULUAN
ataupun berdaya cipta. Salah satu hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan.
antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar. Dalam kehidupan umat manusia, kita tidak terlepas dari unsur-unsur
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan
kesenian.
Salah satu unsur kebudayaan yaitu bahasa. Bahasa selalu ada dalam
adalah karya sastra. Suatu hasil karya sastra dapat dikatakan memiliki nilai sastra
bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan
gejala sosial, sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung
berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra
dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat
mencerminkan kehidupan.
adalah suatu kegiatan kreatif dari karya seni. Dalam seni banyak unsur
(gender) dan ragam-ragam. Ragam umum yang dikenal adalah puisi, prosa, dan
jenis drama sastra prosa mempunyai ragam cerpen, novel, dan roman atau ragam
utama. Sastra memiliki dua macam sifat yaitu sastra yang bersifat imajinasi (fiksi)
dan non imajinasi (non fiksi). Salah satu hasil karya sastra yang bersifat imajinasi
karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Novel
lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak
kehidupan sehari-hari, dan menitik beratkan pada sisi-sisi yang menonjol dari
naratif tersebut.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penulis meneliti salah satu novel
Jepang yang berjudul Pembunuhan Sang Shogun karya Dale Furutani, seorang
Dale Furutani lahir pada 1 Desember 1946, keluarganya berasal dari Pulau
Oshima, Selatan Hiroshima. Dale Furutani mengambil latar cerita pada kota yang
paling disukainya yaitu Tokyo di Jepang. Edo adalah nama kota ini sebelumnya.
Maka Dale Furutani menulis cerita yang berlatarkan kota Edo di zaman Edo.
utama yang bernama Kaze, seorang ronin atau samurai tak bertuan yang dituduh
sebagai orang yang menembakkan bedil saat shogun Tokugawa Ieyasu melakukan
dibangun sesuai keinginan sang shogun, yang akan dibuat sebagai tembok
pertahanan pada masa pemerintahan Tokugawa Ieyasu di zaman Edo. Tokoh kaze
mencoba keluar dari fitnah seluruh kota Edo. Sebutan buronan pun sudah melekat
pada dirinya karena gambar wajahnya sudah dipajang di seluruh penjuru kota.
dihadapi. Tuduhan yang diarahkan pada Kaze ini memaksanya untuk bertahan
untuk mencari putri tuannya yang diculik. Semua upaya ini dilakukan untuk
jalanan, diolok-olok, disoraki banyak orang dan tentunya hidup tidak menentu
seperti halnya dulu saat tinggal bersama daimyo, sang tuan yang sangat
dihormatinya.
Media analisis penelitian ini adalah karya sastra yaitu novel. Secara
spesifik ilmu yang menganalisis aspek sosiologi dalam karya sastra adalah
sosiologi sastra. Ratna (2003:2) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah
yang ada di dalam novel “Pembunuhan Sang Shogun” karya Dale Furutani
secara khusus dan mendalam akan di bahas melalui skripsi yang berjudul
Sesuai dengan judul proposal ini, yaitu “Analisis Sosiologis Tokoh Kaze
dalam Novel ‘Pembunuhan Sang Shogun’ Karya Dale Furutani”, maka proposal
ini akan membahas mengenai kondisi sosial tokoh Kaze dalam kehidupan sehari-
harinya.
kecilnya sudah dilatih oleh seorang sensei sebagai ahli pedang. Bertahun tahun ia
menjalani latihan itu bersama senseinya di pegunungan sunyi yang tenang, banyak
pepohonan hijau, jauh dari perkotaan dan minim akan godaan. Latihan yang
dijalani Kaze begitu keras. Hampir semua kesenian Jepang diajarkan oleh para
ahli kepada muridnya, mulai dari melukis hingga menari sampai menjadi pemain
pedang. Kaze dilatih untuk melakukan gerakan-gerakan fisik yang pada akhirnya
berubah menjadi pelajaran mental dan spiritual. Dengan keahlian pedangnya telah
kelas masyarakat yang terdiri dari shi-nō-kō-shō ( 士農工商 ) yaitu Shi : bushi –
(dalam(:http://nurrohim.wordpress.com/2010/05/18/zaman-edo-edo-jidai/)
Namun orang kota dan petani dimasukkan dalam satu kelompok besar yang
disebut heimin yang secara harafiah berarti rakyat biasa. Namun ada orang-orang
yang tidak termasuk dalam satu golongan pun. Mereka disebut Eta.
setia para daimyo dan shogun. Sebagai tanda kesamuraiannya, para samurai ini
selalu membawa dua bilah pedang. Dalam novel ini, Kaze sudah tidak lagi
mempunyai tuan karena telah mati dibantai dalam perang Sekigahara. Samurai
yang tidak bertuan disebut Ronin. Sebagai prajurit yang setia, seorang samurai
harus ikut mati seperti tuannya juga, namun Kaze belum menyelesaikan tugasnya
yang terakhir untuk menemukan putri dari tuannya yang diculik. Hal ini Kaze
lakukan dengan mengembara sendiri yang sampai rela menurunkan kelasnya pada
saat itu menjadi seniman jalanan. Orang-orang kota Edo melempar uang
ini memaksanya untuk tetap bertahan. Sikap samurai membuat dirinya menjadi
pribadi yang sabar, disiplin, sikap kewaspadaan yang tinggi, memperhatikan hal-
hal kecil yang akan memberikan petunjuk bagi pembelajaran hidupnya nanti.
2. Bagaimana kondisi sosial zaman Edo yang dijadikan setting pada novel
ini?
perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan
agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga
tokoh Kaze pada tuannya dan sebagai pendukung akan dipaparkan bagaimana
kehidupan sosial dan interaksi masyarakat Jepang pada zaman Edo terutama di
kota Edo yang tergambar dalam novel Pembunuhan Sang Shogun karya Dale
Furutani.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
menonjolkan watak dari setiap pelaku (Kamus Besar Berbahasa Indonesia, 2001).
perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk
masyarakat tertentu.
3. Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial
yaitu tema, plot, setting, dan lain sebagainya. Tokoh dan penokohan merupakan
unsur yang penting dalam karya naratif. Penikmat sastra secara bebas menafsirkan
watak, perwatakan, dan karakter yang merujuk pada sifat dan sikap para tokoh.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai
pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca.
yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang telah
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan
tersebut dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya
Tokoh cerita dalam suatu karya sastra fiksi naratif merupakan karya
pengarang yang murni berasal dari alam pikirannya. Boulton dalam Aminuddin
memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di dalam mimpi, pelaku
yang hanya memiliki semangat perjuangan, pelaku memiliki cara sesuai dengan
kehidupan manusia.
sastra adalah karya seni seperti seni suara, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain.
Namun, hal yang membedakan dengan seni adalah bahwa sastra memiliki aspek
bahasa.
Disamping itu bahasa itu sendiri adalah suatu sistem komunikasi yang
syarat dengan pesan kebudayaan. Kehidupan manusia tidak dari kebudayaan yang
atas dasar bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda (Ratna,
2003:111).
berfungsi sebagai acuan penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam
semiotik.
dalam masyarakat dalam suatu karya sastra adalah dengan menggunakan disiplin
ilmu Sosiologis Sastra dalam kaitan ini menurut Saini dalam Endaswara (2003:83)
sosial yang dihadapi tokoh Kaze, karena pendekatan ini dapat menunjukkan
sosiologis adalah suatu sistem tata nilai yang ditujukan kepada masyarakat tentang
kondisi sosial Kaze dalam novel Pembunuhan Sang Shogun yang menyebabkan
kejaran anak buah Tokugawa sampai Kaze membuktikan dirinya bahwa dia tidak
bersalah.
Semiotika adalah ilmu tanda dan istilah ini berasal dari kata Yunani
ilmu ini menganggap bahwa sosial masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari
dalam novel. Akan terlihat di bagian mana yang terdapat pergolakan kehidupan
dan kondisi sosial Kaze di dalam lingkungan masyarakat serta faktor-faktor apa
saja yang mendukung dan tidak mendukung kehidupan tokoh untuk mewujudkan
keinginannya sebagai seorang shogun berkuasa pada masa itu. Hal ini dapat
2. Untuk mendeskripsikan kondisi sosial pada zaman Edo yang menjadi latar
penunjang dalam mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan karya sastra, kritik sastra,
dan buku-buku panduan analisis sosiologis dalam karya sastra serta tambahan
dengan teori yan berhubungan dengan penulisan ini. Data yang diperoleh tersebut
kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran, selain itu penulis
KESETIAAN SAMURAI
seiitaishogun pada tahun 1603 dengan pusat pemerintahan Bakufu di Edo. Selama
pemerintahan bakufu dan han. Bakufu adalah pemerintahan pusat dan memiliki
diperintah oleh Daimyo, dan untuk urusan kedalam bebas tanpa campur tangan
seperempat wilayah jepang secara langsung. Selain itu kota-kota besar seperti
menjadi penguasa wilayah Han dekat dengan Edo. Sedangkan Daimyo yang
daimyo yang menjadi penguasa Han mengantarai Daimyo yang musuh Tokugawa
harus membuat tempat tinggal keluarganya di Edo. Oleh karena itu, para daimyo
shimpan dan fudai wajib tinggal selang 6 bulan di Edo dan 6 bulan lagi tinggal di
kebijaksanaan Tokoku, yaitu kebijaksanaan menutup diri dari luar negri. Oleh
karena itu pada zaman Edo ini dianggap sebagai zaman pembentukan kebudayaan
ikatan, maupun perkawinan. Untuk menjaga supaya tidak ada usaha destruktif dari
para petani, maka diadakan juga peraturan Katanagari yaitu larangan memiliki
senjata atau pedang bagi para petani. Oleh karena berbagai peraturan ini
dilaksanakan dengan sangat ketat. Maka pada zaman Edo ini dalam negri Jepang
sangatlah tenang dan stabil. Keamanan daerah kekuasaan sangat lah terjamin. Itu
yang diharapkan Tokugawa untuk para pengikut klannya agar Jepang yang
Kondisi sosial di zaman edo dapat dilihat dari awal munculnya Feodalisme
kaku.
Edo adalah zaman yang aman, tetapi rakyat sangatlah menderita dalam
kemiskinan. Untuk membiayai keluarga Daimyo yang berada di Edo, dan untuk
perjalanan para samurai ke Edo memakan biaya yang cukup besar. Sedangkan
penghasilan yang dapat diharapkan pada zaman itu adalah terutama dari hasil
padi. Oleh karena itu pada zaman Edo, pajak pertanian hingga mencapai 60% dari
Diperkirakan pada zaman Edo jumlah kaum samurai kurang lebih 10%
dari jumlah penduduk Jepang saat itu. Namun, dalam jumlah yang kecil ini kaum
samurai harus mampu memerintah dan menguasai penduduk. Untuk itu Tokugawa
zaman ini terbagi menjadi dua, yaitu yang memerintah dan diperintah. Dari
istilah tersebut dapat dilihat kelas mana yang memiliki kedudukan tinggi dan
2. Nō : nōmin – 農民 (petani)
Pembagian serta susunan kelas ini berdasarkan fungsi dari setiap kelas di
tingkatan paling atas, kemudian kaum petani (nōmin) dianggap sebagai kelas yang
produktif yang merupakan tiang atau sumber ekonomi negara dan menghasilkan
bahan makanan, yaitu padi-padian dan hasil ladang lainnya. Pengrajin (kōsakunin)
mereka hanya dapat memperoleh keuntungan dari hasil yang telah diproduksi
orang lain.
menggugat takdir”. Dengan adanya pemikiran ini, rakyat secara tidak langsung
dipaksakan untuk menerima keadaan serta status yang dimilikinya dan tidak dapat
Pada kekuasaan shogun ke-3, Tokugawa Iemitsu, sistem hirarki sosial ini semakin
ketat dan diskriminasi antar kelas semakin jelas. Hirarki sosial ini ditetapkan
diperkuat dengan perbedaan penampilan pakaian, tutur bahasa, etika, dan tata
masyarakat feodal zaman Edo terdapat pula kelas masyarakat terendah yang
disebut Eta – Hinin. Kelas ini dianggap sebagai masyarakat yang berasal dari
kaku oleh pemerintah, namun sesungguhnya dalam setiap lapisan kelas itu sendiri
Dengan demikian timbul hubungan antara atasan dan bawahan yang di pengaruhi
oleh ajaran Konfusianisme. Pada mulanya hubungan ini hanya terdapat di dalam
kelas samurai saja, tetapi kemudian hubungan “atasan dan bawahan” tersebut
Pada zaman Edo jumlah golongan bushi (militer) sebanyak 9,8%, petani sebanyak
masyarakat dari mulai kelas yang paling suci sampai kelas yang paling bawah,
posisi bakufu dan pengkerdilan kekuasaan kaisar juga mungkin bisa dijadikan
alasan. Fakta – fakta menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin terjadi. Tennou
dan bangsawan – bangsawan kaisar yang digaji oleh bakufu, Tennou yang hanya
yang harus dengan persetujuan bakufu adalah bukti nyata bahwa bakufu berusaha
Kelas – kelas sosial pada masa Edo juga membuat masyarakat terkotak –
kotak. Hal ini secara tidak langsung juga akan menjauhkan masyarakat dari
kaisar. Masyarakat yang berada di kelas bawah telah terdoktrin bahwa dirinya
tidak pantas menemui kaisar, dan kaisar yang berada di kelas paling atas mungkin
juga akan merasa tercemar jika menemui rakyatnya. Hal ini secara alami akan
penentuan kebijakan. Bisa dikatakan pada saat itu, memang benar bahwa kaisar
tidak dapat diganggu gugat tetapi, pada saat itu pula kaisar hampir seperti tidak
punya keuasaan.
pemerintah dalam hal ini bakufu lebih leluasa melakukan apa saja kepada
rakyatnya. Kasus yang terjadi pada saat itu orang – orang dari kelas samurai dapat
membunuh seseorang yang kelasnya lebih rendah, walaupun hanya karena alasa
sepele.
Kondisi pemerintahan dan masyarakat yang bisa dikatakan tidak sehat ini
samurai mulai dipertanyakan. Samurai – samurai yang saat itu menganggur mulai
banyak yang terlilit hutang. Hal ini secara tidak langsung merusak respect
pemberontakan yang justru tidak muncul dari rakyat jelata, tetapi dilakukan oleh
kaum samurai sendiri. Konflik horisontal yang terjadi di kalangan samurai ini
ke titik kulminasi.Yaitu ketika kaisar sebagai kepala negara sudah tidak percaya
lagi kepada bakufu dan meminta keuasaan pemerintahan kembali diampu oleh
istana.
2.2 Kesetiaan Samurai (Bushi)
mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara (710 – 784), istilah ini semula
disebut saburau dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah
lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi. Istilah “bushi” yang berarti
Nihongi, pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang
(bushi) adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi
menjadi sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura). Pada zaman Azuchi-
Momoyama (1573 – 1600) dan awal zaman Edo (1603), istilah saburai berubah
kalangan bangsawan. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau tidak bekerja
bekerja untuk majikan/ (daimyo) disebut ronin (secara harafiah: "orang ombak").
social tinggi, namun secara internal golongan samurai terbagi lagi dalam berbagai
jenjang. Jenjang teratas ditempati oleh para daimyo beserta keluarga mereka, yang
jenjang terendah ditempati oleh kaum Ashigaru. Kaum Ashigaru (secara harfiah:
“kaki ringan”) adalah para serdadu pejalan kaki, laskar garda depan, pasukan
bertombak, pembawa panji / bendera yang bertuliskan simbol klan. Mereka adalah
prajurit rekrutan dari rakyat biasa yang biasanya golongan petani atau biasa
disebut juga dengan sebutan samurai dadakan atau samurai tanpa nama.
Bushi yang pada awalnya adalah kelompok bersenjata yang mengabdi
yang besar dalam menjaga eksistensi tuannya tersebut. Namun lama kelamaan
mereka tidak bergantung lagi pada tuan yang golongan bangsawan. Malah
sebaliknya, tuan yang bergantung pada bushi sehingga bushi tersebut menjadi
kelompok yang disegani. Salah satu contoh pada zaman Heian (abad 8-12),
kekuatan bushi sehingga menjadi suatu kekuatan yang besar yang disebut bushi
keluarga bangsawan (kizoku) yang tinggal di daerah. Seorang samurai yang setia
tuannya dalam batas hidup dan mati. Yang paling terkenal diantaranya adalah
Sebagai abdi dari seorang yang berkuasa di suatu daerah kekuasaan yang
disebut daimyo harus menuntut sesuatu sikap moral yang disebut setia. Kesetiaan
samurai disini memiliki sifat-sifat yang berbeda dibandingkan abdi di daerah lain
ataupun di negara lain. Keistimewaan dan keunikan dari kesetiaan samurai disini
Ienaga dalam Situmorang (2006 : 88) mengatakan bahwa seorang samurai harus
siap mengorbankan diri melewati batas hidup dan mati yang dilaksanakan dalam
kepada tuan.
adanya kesetiaan bushi yang berbeda di Jepang selama adanya samurai atau
selama adanya hubungan antara tuan dan anak buah. Ada perbedaan etos
pengabdian bushi sebelum zaman Edo dengan etos pengabdian diri zaman Edo.
Etos pengabdian diri bushi sebelum zaman Edo adalah kesetiaan pengabdian
kepada tuan yang didasarkan pada ajaran Budha Zen. Sedangkan pemerintahan
Menurut Situmorang (1995 : 49) salah satu sikap yang harus dimiliki oleh
harus dibenarkan. Tidak boleh mengambil muka, dan tidak boleh mengikuti
Bahasa adalah pengutaraan langsung secara subjektif isi pikiran terhadap pihak
lain dengan mengucapkan sesuatu. Ada yang harus dikatakan pada waktunya,
cepat dan kasar, tidak boleh bernada suara tinggi, harus mengucapkan dengan
tenang.
Bushido (jalan hidup bushi) yang ada di Jepang sebelum dipengaruhi oleh
ajaran shido dari Tokugawa. Telah ada semenjak adanya bushi di Jepang yang
disebut dengan bushido lama. Ciri khas bushido lama ini berbeda-beda di setiap
daerah, tetapi umumnya berupa moral pengabdian diri yang bersifat zettai teki
konsep pengabdian diri pada masing-masing bushido lama ini adalah karena
gejala yang paling jelas dapat dilihat pada perilaku junshi (bunuh diri mengikuti
kematian tuan) dan perilaku adauchi (mewujudkan balas dendam kepada musuh
dari tuan) yang sering dilakukan anak buah sebagai tanda pengabdian kepada
tuannya.
berjanji mengorbankan diri bagi tuan, merasa telah tiba saatnya untuk melakukan
junshi. Tetapi karena pada zaman Edo junshi sudah dilarang oleh pemerintahan
shogun. Maka Tsunetomo melakukan sukke atau mengucilkan diri. Dia mengikut
ajaran Budha dan menjadi penulis kitab tentang konsep Bushido yang menjadi
pelajaran para bushi kemudian. Menurut Tsunetomo, bushido adalah janji untuk
mengabdikan diri bagi tuan. Dia berkata bahwa para anak buahnya hanya
mempunyai satu tujuan hidup yaitu untuk mengabdi pada tuan. Menurutnya hal
Situmorang, 1995:25).
Sehingga moral pengabdian diri bushi atau samurai disini dibagi atas dua
jenis, yaitu; moral pengabdian diri bushi periode awal zaman feodal dan moral
pengabdian diri bushi pada periode akhir feodalisme di Jepang, dan diantaranya
zaman Heian (793-1185) di daerah pertanian muncul penguasa baru yang disebut
dengan bushi. Pada awalnya untuk membedakan arti dengan petani. Pada awalnya
adalah menbidangi seni. Tetapi Bushi berprofesi sebagai ahli perang, dan mereka
nama bushido, yang dikenal adalah “tsuwamono no michi”, hal ini mempunyai
arti yang lebih sempit daripada bushido. Hal tersebut berisi makna “bujo”, yaitu
keterampilan menggunakan alat dan pandangan meremehkan jiwa, hal ini berbeda
Ada dua hal yang mempengaruhi kesetiaan bushi periode awal ini, yaitu :
(pelayanan) di pihak lain. Pertukaran antara kedua hal ini melahirkan kekuatan
tidak sama, kedudukan mereka berbentuk atas bawah atau bukan merupakan kelas
yang sama. Pemberi “onko” sebagai tuan dan pemberi “hoko” sebagai pengikut.
tidak ada batas untuk membalas “onsho”, untuk membalas onsho harus siap
mengorbankan diri melewati batas hidup dan mati. Pelayanan bushi melewati
batas hidup dan mati tersebut dilaksanakan dalam bentuk “gunchu” (pengabdian
Ikatan hubungan tuan dan pengikut diawali dengan pemberian hadiah oleh
tuan, dan jikalau ada perang tuan harus menyediakan hadiah. Kadang-kadang
janji pemberian hadiah ini dilaksanakan. Iklanan seperti ini ada pada tahun 3
diberi hadiah dan pujian, hal ini membuat bushi malu jikalau tidak bertempur
melakukan keberhasilan, sehingga dalam hal seperti ini menjadi diperlukan saksi
sendirian dan apabila mati tidak dilihat orang sebagai saksi maka hal seperti ini
disebut “Inijini” (mati konyol). Sebaliknya jikalau mati pada waktu dalam barisan
kawan, maka nama sendiri menjadi terkenal dan anak cucu mendapat hadiah. Jadi
untuk melakukan “chu” (pengabdian/penghormatan anak buah kepada tuan), yang
dipentingkan adalah harus mengetahui tempat dan waktu untuk mengabdi yang
berkurang. Oleh karena itulah dalam hal ini tuan perlu menambah suatu elemen
lain, yaitu elemen rasa kasih sayang. Elemen ini muncul karena adanya hubungan
tuan dengan pengikut yang sudah lama, yaitu dari generasi ke generasi. Oleh
karena itu hubungan Tuan dan Pengikut menjadi hubungan keluarga (Ie).
menganut agama Budha Zen. Dalam agama Budha Zen dijelaskan adanya
selama tujuh kali dalam reinkarnasi tersebut. Hal inilah yang melahirkan
pengabdian yang mutlak dari anak buah terhadap tuan. Dijelaskan pula bahwa
yang berani mengabdikan jiwa raga terhadap tuannya. Jadi bushi yang disegani
bukan hanya bushi yang hebat di medan tempur tetapi adalah juga bushi yang
raga termasuk juga kesetiaan untuk melakukan bunuh diri karena kematian
tuannya. Apabila tuan meninggal tetapi anak buah tidak ada yang beranin
mengikuti kematian tuannnya, maka bushi daerah tersebut disebut dengan bushi
pengecut. Hal ini biasanya menimbulkan rasa malu bagi keturunan bushi tersebut.
Oleh karena itu para bushi akan memilih bunuh diri. Bunuh diri mengikuti
mempunyai hak yang sama dalam memilih pekerjaan yang sesuai baginya.
Dengan demikian bushi, kelas petani, kelas pedagang dan kelas tukang yang
dari anak buah terhadap tuannya di daerah. Seperti melakukan Junshi (bunuh diri
kesetiaan anak buah terhadap tuan, dan supaya tuan (daimyo) tidak menjadi kuat
Tokugawa ini membuat kesan bahwa melakukan Junshi adalah perbuatan Inujini
(mati konyol). Sehingga dengan demikian dapat dilihat sangat kontras perbedaan
pengabdian diri bushi pada periode awal feodalisme dengan pengabdian diri
ajaran keshogunan Tokugawa. Sehingga pada zaman Edo lahirlah pengabdian diri
bushi yang khas yang merupakan perpaduan dari kesetiaan pengabdian diri bushi
keshogunan Tokugawa.
akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi
masing-masing dengan dua cara, yaitu menjalankan tugas keprajuritan pada masa
damai, yakni menjaga benteng daimyō, mengawal daimyō ketika ia pergi ke Edo
dan pulang dari Edo16, dan menyediakan pasukan yang dapat digunakan daimyo
abad ke-17, para samurai ini kebanyakan menjalankan tugas administrasi, dalam
bentuk beras atau uang tunai untuk membayar tunjangan, merawat rumah resmi di
dan daimyō tidak ingin menghilangkan nilai kesetiaan dan keberanian samurai,
tetapi perkelahian dan balas dendam turun temurun, sering terjadi dan merupakan
bagian dari kehidupan samurai yang tidak sesuai dalam masyarakat aman dan
damai yang sedang mereka bangun. Bakufu kemudian menindak tegas pelaku
perkelahian dan melarang balas dendam. Untuk mendorong agar para samurai
mau menerima perubahan, maka disediakan imbalan. Pada abad ke-18, pejabat
dikenalkan. Sampai saat itu sebagian besar samurai terutama samurai berpangkat
menjadi norma, para atasan menginginkan nilai-nilai lebih dari seorang samurai.
Seperti kaum bangsawan di zaman Nara dan Heian, mereka harus memiliki sikap
moral yang “benar” jika mereka ingin mendapat peranan dalam pemerintahan.
Terutama harus memahami ajaran-ajaran klasik Konfusius, oleh karena itu bakufu
sasaran kesetiaan bushi dari tuan kepada keshogunan dalam zaman Edo (1603-
1868) di Jepang. Shido sebagai etos pengabdian diri yang didasarkan pada prinsip
gorin (etika Konfusionis yang berisikan lima macam hubungan antar pribadi)
telah bekerja dalam lembaga moralitas giri dan chu. Konsep chu membawa
pengertian balas budi kepada shogun dalam loyalitas bertingkat, dan konsep giri
berubah makna menjadi giri yang membalas kebaikan kepada tuan setulus hati
anak buah terhadap atasan tertumpu pada puncak birokrasi yaitu kesogunan. Hal
inilah yang mengakibatkan perubahan kesetiaan kesetiaan anak buah kepada tuan
setting yang disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
yang diceritakan.
dibedakan kedalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu yang faktual. Latar waktu juga harus
dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya memang
saling berkaitan. Latar waktu dalam novel ini adalah pada awal zaman Edo yang
terjadi sekitar tahun 1603. Novel yang diterbitkan dalam cetakan pertama di tahun
2010 ini membawa kita kembali pada cerminan masyarakat pada zaman itu.
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-
tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama
tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting
ada terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu. Latar tempat
pada novel “Pembunuhan Sang Shogun” ini tepatnya adalah di kota Edo, pusat
pemerintahan Tokugawa Ieyasu pada masa itu. Kota Edo adalah tempat dimana
individual, materialistis. Di kota ini juga lah Tokugawa membangun kastil sebagai
kantor pemerintahannya.
sosial masyarakat disusatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap dan lain-lain. Disamping itu, latar
sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya
rendah, menengah atau atas. Di dalam novel “Pembunuhan Sang Shogun” ini
Biografi pengarang adalah salah satu unsur ekstrinsik dalam suatu karya
bangun cerita dari sebuah karya fiksi. Walaupun unsur ekstrinsik bukan
merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam karya sastra itu sendiri tetapi
keberadaan unsur ekstrinsik dalam hal ini pengarang secara tidak langsung dapat
lahir di Hilo, Hawaii, Pada 1 Desember 1946. Dale Furutani adalah generasi
ketiga Jepang-Amerika, atau disebut juga sansei. Keluarganya berasal dari Pulau
Oshima, selatan Hiroshima. Kakek dan neneknya datang dari Hawaii pada 1896
Ketika berusia enam tahun, Dale kecil diadopsi oleh John Flanagan, dan
dengan penuh rasa malu kalau IQ-nya hanya 75. Bahkan sebagai seorang anak
kecil, Dale tahu rasa malunya akan angka itu sangat tidak adil dan tidak
diharapkan.
John bekerja di perkapan. Saat itu tidak banyak yang bisa dikerjakan di
laut kecuali membaca. Ia tumbuh menjadi seseorang yang suka membaca meski
itu bukan perkara mudah baginya. Dale masih ingat saat John duduk di meja
dapur di rumah pada suatu sore, dengan buku atau majalah di hadapannya dan
sebuah kamus untuk anak SMP. Dengan begitu, John bisa mengartikan kata yang
tidak dipahaminya.
Karena John berusaha begitu keras, Dale paham kalau membaca dan juga
menulis adalah sesuatu yang sangat penting. Buku-buku yang ditulisnya adalah
hasil dari wujud kecintaannya membaca yang kemudian membuat Dale mencintai
menulis.
State Universit, Long Beach, dan gelar MBA di bidang pemasaran dan sistim
informasi dari UCLA. Pada tahun 1993, novel pertamanya, Death in Litle Tokyo,
meraih Anthoni Award dan Macavity Award untuk Novel Misteri Debutan
terbaik.
BAB III
Cerita novel ini terjadi pada awal zaman Edo. Kota Edo yang baru
Tokugawa, Shogun pada masa itu. Kaze, seorang samurai yang tidak bertuan yang
tuannya yang diculik. Kaze dituduh sebagai orang yang menembakkan bedil saat
dibangun sesuai keinginan sang shogun, yang akan dibuat sebagai tembok
pemerintahan, tembok kastil ini juga yang akan melindungi shogun beserta
pemikiran sang shogun, jikalau bushi anak buah setia melewati batas hidup dan
mati tuannya, maka diragukan bahwa tuan wilayah akan tetap kuat. Sehingga
kemungkinan suatu saat para daimyo yang tidak suka dengan pemerintahannya
Kaze berada pada tempat yang salah pada saat peristiwa penembakan tersebut.
Kejadian itu membuat salah satu samurai shogun yang bernama Nakamura
penembakan itu Kaze memang berada disana dan sedang mencari penghidupan
sebagai seorang seniman jalanan. Itulah yang membuat anggapan semua pihak
percobaan pembunuhan itu. Sama halnya dengan dugaan para pengawal shogun.
Mulai saat itu, Kaze adalah orang yang paling dicari di seluruh Edo,
ibukota Jepang pada saat itu. Dari gambar wajahnya yang disebar di seluruh Edo
menderitanya Kaze pada saat itu. Namun sebagai seorang samurai, Kaze
menghadapinya dengan tegar dan sabar. Hal ini dicampur aduk dengan misi
utamanya mencari putri dari tuannya yang dibawa ke Edo oleh musuh saat klan
para samurai sang Shogun. Ia juga harus berjuang membuktikan dirinya bukanlah
seorang samurai yang ahli pedang pun sering dihadapinya. Bukti kesetiaannya
gelandangan, hingga sebagai seorang hidung belang yang pergi ke rumah bordil
demi mencari Kiku-chan. Kesetiaan samurai untuk menjaga keutuhan keluarga
apabila salah seorang anggota keluarga tuannya yang masih hidup ditawan,
sebagai pelacur yang menemani Kaze pada saat penyamarannya itu. Sungguh
membawanya pulang, yang sebelumnya Kaze rela dipukuli tanpa perlawanan oleh
pengawal rumah bordil tersebut asalkan kesepakatan dengan pemilik usaha bejat
Setelah selesai dengan misinya yang utama, Kaze pun harus membuktikan
bahwa dirinya tidak bersalah kepada Shogun. Dengan kata lain, Kaze harus
menunggu saat yang tepat untuk bertemu kepada shogun. Tentu bukanlah hal
yang mudah bertemu dengan orang nomor satu di Jepang itu. Dengan melalui
melumpuhkan penembak yang bersiap membidik ke arah Shogun. Pada saat itu
pula, Kaze berada dihadapan orang yang mecarinya selama ini, yaitu Tokugawa.
Keterkejutan shogun dan para pengawal saat menemukan hal baru ini, menuju
pada suatu kesimpulan bahwa salah satu pengawal shogun yang bernama Yoshida
daftar pencariannya. Nama Kaze pun bersih di Edo dan ia kembali pada
3.2 Kesetiaan Kaze dalam Novel “Pembunuhan Sang Shogun” Karya Dale
Furutani
Pada bagian ini akan diungkapkan analisis kesetiaan tokoh Kaze pada
masyarakat kota Edo. Dalam novel ini banyak membahas pola interaksi atasan
Dalam novel ini terungkap beberapa contoh pola interaksi yang sangat
kompleks baik itu secara keseluruhan cerita maupun dalam beberapa tindakan
atau perilaku.
“ Wajah lelaki (Kaze) ini seperti wajah seorang ronin. Tapi, tidak mudah bagi
sang kapten untuk membayangkan seorang samurai sejati akan turun derajatnya
dan menjadi seorang seniman jalanan......entah apakah yang ada ronin ini
terdahulu...
Para penonton bertepuk tangan dengan meriah dan panjang dan beberapa orang
melemparkan kepingan uang di atas sehelai kain yang dibentangkan di kaki lelaki
itu. Lelaki itu menundukan kepalanya sebagai bentuk terima kasihnya dan atas
tepuk tangan. Kemudian ia menatap sang kapten patroli kota Edo dan
tersenyum......”
Analisis
Pada cuplikan cerita di atas, terlihat bahwa seorang Kapten yag menjadi
samurai salah satu daimyo melihat di hadapannya seorang yang dulunya samurai
yang rela menurunkan kelasnya menjadi seorang seniman jalanan. Sang kapten
tidak bisa membayangkan seorang samurai sejati akan turun derajatnya menjadi
seorang yang jauh dibawahnya. Seorang seniman jalanan yang bermain pedang
dengan gasing di kerumunan banyak orang di kota Edo. Setelah dia melakukan
Hal itu terjawab dengan satu alasan yang ada dalam benak kaze yang
dengan mencari putri tuannya yang diculik dan dibawa ke Edo. Dalam
melaksanakan misinya itu Kaze tentunya perlu penghidupan dengan caranya yang
hina di mata samurai seperti ini. Sebenarnya Kaze pun tidak ingin hidup lagi di
dunia yang tidak dihuni oleh Tuannya ini. seharusnya ia mengambil jalan
tuannya dalam interaksinya dengan masyarakat Edo yang tidak perduli dengan
status sosilnya saat itu. Dimana dalam Situmorang (1995:62) bahwa kelompok
masyarakat selalu didasarkan pada Ie, pemikiran seperti ini dimulai pada
cara berpakaian. Oleh karena itu zaman Edo disebut juga sebagai zaman dimana
“Sebagai seorang yang lebih senang menutup diri, Kaze merasakan bahwa dirinya
sebenarnya menikmati kesibukan kota ini untuk beberapa alasan. Ada sesuatu
yang menular dari energi, rasa ingin tahu, serta optimisme Edokko yang tidak
pernah ia sadari sebelumnya bahwa itu dibutuhkannya dan menjadi angin segar
baginya. Itu karena selama beberapa tahun ini ia menghabiskan waktu kesendirian
Hampir selama tiga tahun, Kaze mencari putri tuannya. anak itu sekarang
usianya sembilan tahun dan Kaze tahu kalau anak itu dikirim ke Edo dari
Kamakura. Kaze bahkan tahu ke mana bocah itu dikirim. Edo Yakusa Kobanaya,
Analisis
Dari cuplikan cerita novel di atas terlihat keunikan dari tokoh Kaze.
dalam wataknya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk melakukan tugas yang
diperintahkan tuannya, namun tidak berpikir untung atau rugi terhadapnya. Satu
pikiran yang ada dalam benaknya yaitu mencari putri tuannya. Boleh dikatakan
bahwa setiap langkah dalam perjalanan hidupnya selama tiga tahun pencariannya
hanya telintas dan terngiang di pikirannya untuk melaksanakan tugas itu. Suatu
bentuk kesetiaan yang terakhir dilakukannya terhadap tuannya. Sungguh kesetiaan
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Sagara dalam Situmorang
waktu akan disebut dengan bushi pengecut. Kemudian apabila menunggu sampai
perintah tuannya.
(Di masa hidup Tuan/Daimyo yang menjadi atasan Kaze, terjadi pecakapan antara
Kaze dengan Tuannya untuk menanyakan alasan Kaze memukuli tamu tuannya,
Kaze : Tuan Okubo muda mengikat seekor anjing di panci panas berisi air
Tuan : Kalau begitu kenapa kau bersemangat untuk melindunginya? Apa kau
Tuan : Lalu, kenapa kau memukuli anak daimyo itu kalau dia melakukannya?
Kaze : karena itu bukan kekejaman yang dilakukan yang dilakukan atas
apapun. Cara untuk mati itulah yang penting. Direbus hidup-hidup untuk
memberikan kesengan pada pihak lain bukanlah cara mati yang baik,
di masa datang, tapi dia juga tamu klan kita. Dia seharusnya tunduk pada
kebiasaan klan kita. Itu termasuk tidak menyakiti untuk alasan yang tidak
Tuan : Tak diragukan lagi di Klan Okubo memiliki kebiasaan sendiri. Kau pikir
Kaze : Baik, Tuan. Saya yakin Tuan Okubo mengadu pada Tuan karena dia
pasrah menerima takdirnya sebagai anak buah. Dia harus menerima keputusan
Disituasi ini, terbersit rasa malu yang terlihat di wajah Kaze karena
memukuli anak daimyo lain yang menjadi tamu tuannya pada saat itu. Namun
sebagai seorang samurai di klan tuannya, Kaze setia dan tunduk kepada kebiasaan
Pada cuplikan dari cerita novel di atas, terlihat pada kasus seperti ini
melakukan kesalahan yang membuat malu Tuan, bahkan seluruh klannya pada
akhirnya. Namun Kaze tidak jadi dihukum karena dia melakukan itu untuk
menunjukkan kalau saju kebiasaan dan sikap dari klannya tidak dipatuhi orang
lain, bahkan anak daimyo sekali pun. Kaze pun tahu tuannya punya kuasa atas
hidup dan mati Kaze,keluarga Kaze dan semua orang di daerah kekuasaan
tuannya. karena itulah bentuk kesetiaan Samurai terhadap Tuannya. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan dalam Situmorang (1995), dikatakan bahwa salah
satu sikap yang harus dimiliki oleh bushi didalam mewujudkan moral pengabdian
membenarkan apa yang harus dibenarkan. Tidak boleh mengambil muka, dan
Momoko adalah gadis yang bekerja untuk teman lama Kaze tempat Kaze tinggal
sementara di Edo.
Kaze : Tidak, kau tetap disini saja. Aku akan kembali lagi karena harus
menyelesaikan urusanku di Edo. Itu adalah sumpah suci dan aku harus
memenuhinya. Tapi, sebelum melakukan itu aku harus berpikir dan harus
Momoko : Tapi......
Analisis
Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa ada seorang wanita yaitu
Kaze menolak permintaan Momoko dengan halus untuk tidak melukai hati
seorang wanita yang perhatian kepadanya. Tidak bisa dipungkiri, seorang ronin
hal yang harus dialami setiap samurai. Namun kaze telah memilih jalan hidupnya
Terjadi percakapan antara Kaze dengan Bos Nobu, seorang tangan kanan
tidak sehat berpikir seperti itu, bawahan yang berpikir akan melawan
adalah daimyo utama Hideyoshi, tapi dia melawan anak lelaki Hideyoshi
Kaze : Ya, Tapi aku agak kuno. Itu hanya diriku saja. Tidak berarti kalau kau
Kaze : Mungkin, tapi mungkin juga iblis yang masuk akal, Bos Nobu....
Analisis
Edo yang kagum akan kesetiaan samurai ini. Kaze telah dianggapnya sebagai
orang yang istimewa, bekas samurai yang setia menjalankan tugas dari tuannya
rekannya ini tentang kesetiaan yang diterapkan oleh orang-orang besar hanya
untuk unsur kepentingan. Mereka mengabdi ataupun bergabung satu sama lain
yang disebut Jitotenno dimana transaksi yang blak-blakan dengan para hidung
Kaze : Kudengar kalian melayani, eh, selera khusus di tempat ini. Selera
segar. Muda
Jitotenno : Yah benar, Tuan. Tapi, Anda harus tahu kalau hiburan macam itu
Tapi karena anda belum pernah datang kesini sebelumnya, saya ingin
menyenangkan..........
Jitotenno : untung sekali Tuan datang sekarang, kami akan memperlihatkan
pertunjukan.
Kaze : pertunjukan...?
hidung belang)
Jitotenno : Kuharap Anda telah menemukan orang yang membuat anda senang
Lelaki 1 : Aku pilih peniup seruling mu, aku akan ambil dia....
Kaze : Aku bayar dua kali lipat (mengeluarkan uang dalam kantong serta
menguncang-guncangnya )
Analisis
Kaze adalah samurai dari Klan yang terhormat dan juga memiliki
kebiasaan yang terhormat pula. Dengan kebiasaan yang terhormat ini Kaze tentu
lagi yang tidak memungkinkan baginya mengukur harga diri seorang wanita itu
guncangnya adalah kebiasaan yang tidak pernah dibayangkan untuk sesuatu yang
dianggapanya sangat kasar dan hina ini. Tapi, Kaze merasa di tempat yang seperti
untuk menjadi pelacur. Ia rela menjadi orang yang dianggap hina di mata
masyarakat dengan pergi kerumah bordil layaknya hidung belang yang sakit jiwa
membiarkan anak-anak memuaskan nafsunya. Kaze tidak perduli dan bahkan ada
kelegaan dalam hatinya yang telah tercapai menemukan putri tuannya meskipun
hatinya hancur. Tidak hanya karena membayangkan barisan anak baru yang
datang ke rumah bordil ini, tetapi juga membayangkan jikalau posisinya digantika
urusana pembayaran atas pelayanan yang diberikan Kiku-chan, putri dari tuannya
Kaze.
Kaze : Masuklah
Jitotenno : Bagus. Pelayan akan melayani sarapan pagi Anda. Saya akan
mengajak Kiku-chan pergi dan kembali lagi saat Anda sudah selesai
sarapan.
Kaze : Tentu saja (sambil menyerahkan sebuah kantung kain berisi kepingan
uang)
Jitotenno : Pasti ada kesalahan, Sebagian besar uang di kantung ini adalah uang
tembaga. Hanya tiga keping uang emas. Anda bilang akan membayar dua kali
lipat dari tarif Kiku-chan. Uang di kantung ini bahkan tidak sanggup membayar
tarif biasanya.
Jitotenno : Masuk, (dua orang penjaga yang bertubuh besar, berotot dan
bertampang sangar langsung masuk ke dalam kamar) ....Hajar anjing ini.....! Kalau
bunuh dia.
beberapa tinju dan tendangan ke tubuh Kaze yang tanpa perlawanan, salah
seorang pengawal berkata pada beberapa pedagang dan pejalan kaki yang
(Kaze berjalan mendekati seorang lelaki tinggi besar yang berdiri di pintu
Analisis
Dari cuplikan cerita novel di atas menunjukkan bahwa rencana Kaze untuk
orang yang seharusnya bisa ia kalahkan dengan sekejap mata bahkan tanpa
pedangnya sekalipun. Namun Kaze tahu dirinya hanya akan berakhir memar-
memar. Jadi ia hanya duduk di atas tikar tatami dan menerima pukulan tidak
Maksud dari Tokoh Kaze tidak melakukan perlawanan adalah agar tidak
berada di luar rumah bordil. Bos Nobu lah yang akan membawa Kiku-chan keluar
nantinya. Nobu adalah orang yang memungkinkan bisa melakukan apa saja di
daerah kekuasaan Bosnya. Termasuk membawa Kiku-chan dari rumah bordil itu.
yang paling dicari Tokugawa karena dituduh sebagai orang yang mencoba
membunuh shogun ini bertemu langsung dengan Ieyasu-sama dan terbukti bahwa
Kaze bukan lah dalang dari semua ini melainkan Yoshida, salah seorang Daimyo
dijalankan oleh Okubo-san saat ini. tapi, itu hanya karena dia menaklukkannya,
bukan aku yang menghadiahinya. Aku butuh orang sepertimu untuk menciptakan
Ieyasu) ...maafkan saya, Ieyasu sama, Tapi, itu bukanlah imbalan yang
kuinginkan.
Shogun : Kau yakin tidak menerima tawaranku? Yagyu adalah guru pedangku,
Kaze : Mungkin pedangku terlalu tajam Ieyasu-sama . Karena itu aku harus
dengan begitu mudahnya, maka aku akan terjatuh dari pedang itu, terjungkal
kesalah satu sisinya dan tidak akan pernah kembali ke titik keseimbangan lagi.
Analisis
Dari cuplikan percakapan yang ada dalam cerita novel di atas ditunjukkan
berupa imbalan yaitu daerah kekuasaan yang dipegang oleh penasehatnya, Okubo.
Dari cuplikan diatas terlihat pembelaan diri yang dilakukan oleh Shogun
tuannya Kaze.
kepada tuan) yang diwujudkan dengan giri (balas budi). Kaze harus menerima
imbalan dari tuannya dan bukan dari klan lain yang juga musuh tuannya. Kaze
yang begitu mudah tersebut. Bukan juga sesuatu yang diharapkan tuannya Kaze
tuannya tersebut.
Kaze : Maafkan saya, Ieyasu- sama, tapi itu bukanlah imbalan yang kuinginkan
Okubo.)
Shogun : Bawa senjatamu dan masuklah ke hutan itu. Tak jauh dari situ, kau akan
(di dalam hutan, tepatnya di padang rumput berwarna hijau lembut keemasan )
Okubo : Kau... (terkejut dan penuh kebencian) Aku sudah menungu-nunggu saat
Kaze : Dan kali ini anak buahmu tidak di sini untuk menyuapku...Malam sebelum
antara kedua klan kita diserahkan ke klan kami kalau aku membiarkanmu
Okubo : Kehormatan! Seharusnya ku ambil saja tawaran itu. Begitulah cara dunia
(pertarungan pun terjadi di padang rumput yang hanya dihuni oleh mereka
terbalaskan.)
Analisis
melaksanakan salah satu moral pengabdian diri bushi dengan melaksanakan balas
pada masa pemerintahan Tokugawa pada saat itu. Menurut Situmorang dalam
melarang adanya pengabdian yang rasional dari anak buah terhadap tuannya di
daerah. Seperti melakukan Junshi (bunuh diri mengikuti kematian Tuannya) dan
di masa lalu. Kaze menolak tawaran dari klan musuh yang bermaksud untuk
menyuap Kaze supaya memberikan kemengan kepada peserta dari Klan lain
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Situmorang (2006 : 86)
moral pengabdian diri bushi menunjukkan ikatan hubungan tuan dengan pengikut
yang harus siap mengorbankan diri melewati batas hidup dan mati. Kemudian
bushi yang mengabdikan dirinya terdiri dari dua moral pengabdian diri bushi yaitu
bunuh diri mengikuti kematian tuannya (Junshi) dan melaksanakan balas dendam
4.1 Kesimpulan
Melihat dari uraian sebelumnya maka di dalam akhir penulisan skripsi ini
yang memakai latar belakang masa lampau, tepatnya di zaman Edo yang
yang pada zaman Edo, Kaze adalah seorang samurai yang tidak bertuan
kepada musuh tuannya. Jelas sekali hal ini pun akan dilakukan Kaze
kesetiaan inilah dia rela melakukan apa saja dan terjepit dalam kondisi
moral dan pengabdian diri bushi pada masa sebelum zaman Edo dengan
pelajaran moral dan pengabdian diri bushi pada periode zaman Edo yang
sebenarnya secara sepintas dalam gaya hidup yang tidak terpisahkan dari
budaya malu.
tersebut.
4.2. Saran
Selain untuk pengetahuan bagi pribadi, kita juga dapat menjadikan karya
arti positif bagi kita atau tidak. Namun pembaca akan lebih tahu, sampai
sekarang kesetiaan yang berisikan balas budi dan pengabdian anak buah
dengan baik dan benar dan didukung oleh data yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Pressindo.
Press
Luxemburg, Jan Van 1992. Pengantar Ilmu Sastra .Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
University Press.
Mada
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Gramedia.
Zen, Yala Awlya Perkasa. 2005. Skripsi Analisis Psikologis Tokoh dalam Cerpen
http://articlesarchive.desihanara.com
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedi
a.org/wiki/Confucianism
http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi
http://sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/sosiologi-sastra.html
http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2009/07/pendekatan-sosiologi-sastra-
sebagai.html
http://www.anakkendari.co.cc/2009/03/definisi-sosiologi-menurut-para-ahli/v
http://nurrohim.wordpress.com/2010/05/18/zaman-edo-edo-jidai/
要旨
ようし
忠 実の分析
ちゅうじつ ぶんせき
文化の要素の一つは言語である。言語はいつも人間の生活にあるものである。
ぶんか ようそ ひと げんご げんご にんげん せいかつ
文学の作品は言語または文化にある人間の 考 えたことである。ある文学の作品はもし、
ぶんがく さくひん げんご ぶんか かんが ぶんがく さくひん
形 と中身が適合する場合、それは文学の価値があると言える。また、言語構造がよくて、
かたち なかみ てきごう ばあい ぶんがく か ち い げんごこうぞう
話 の順 番や中身は読者達には、呆れて、感激させることができる。
はなし じゅんばん なかみ どくしゃたち あき かんげき
ある文学の作品にある主人公の忠 実について話していると、その文学の作品
ぶんがく さくひん しゅじんこう ちゅうじつ はな ぶんがく さくひん
の外要素について話しているわけである。文学の作品では、その文学の作品にない要素
がいようそ はな ぶんがく さくひん ぶんがく さくひん ようそ
の作品にある主人公の忠 実は社会学的な視点とセミオティックの視点から見
さくひん しゅじんこう ちゅうじつ しゃかいがくてき してん してん み
たものである。だから、作家によって書かれた 話 の順 番と主人公は互いに適合
さっか か はなし じゅんばん しゅじんこう たが てきごう
社会学的な視点から見ると、文学は基本的に社会の描 写である。文学
しゃかいがくてき してん み ぶんがく きほんてき しゃかい びょうしゃ ぶんがく
とは、メッセージに伝達された言語の 美 しさを含んでいる人間の気持ちまたは 考
でんたつ げんご うつく ふく にんげん き も かんが
じたりしたりしたことを伝達するだけではなく、作家が読者達にもどのような道徳的な
でんたつ さっか どくしゃたち どうとくてき
メッセージを伝達するのかも呼び掛けている。それに関して、文学の作品は一般的
め っ せ じ でんたつ よ か かん ぶんがく さくひん いっぱんてき
に、フィクションとノンフィクションと分けられている。フィクションの例は例えば、
わ れい たと
小 説や短編やロマンスやエッセイや民話である。また、ノンフィクションの例は例えば、
しょうせつ たんぺん みんわ れい たと
詩やドラマや歌である。
し うた
ある文学の作品を建設するために、二つの影 響 力 のある要素がある。それは、
ぶんがく さくひん けんせつ ふた えいきょうりょく ようそ
とは、外の方から文学の作品を建設する要素である。例えば、社会学的な要素や
そと かた ぶんがく さくひん けんせつ ようそ たと しゃかいがくてき ようそ
心理学的な要素などである。
しんりがくてき ようそ
は、日本―アメリカの第3の世代である。あるいは、三世と言われている。家族は広島の
にほん だい せだい さんせい い かぞく ひろしま
南 側の小島から来た。おじいさんとおばあさんは1896年に砂糖工場での 働 く人
みなみがわ こじま き ねん さとうこうじょう はたら ひと
として Hawaiiから来た。だが、おじいさんは
契約を取り消して、 魚 を飼うビジネスに励
けいやく と け さかな か はげ
むことはもっと成功したからである。
せいこう
この小 説はカゼという主人のいない 侍 の生活について話している。カゼは
しょうせつ しゅじん さむらい せいかつ はな
主人に対して、たいへん忠 実な 侍 である。それに対して、主人が亡くなってから、お
しゅじん たい ちゅうじつ さむらい たい しゅじん な
江戸(日本の新都)に行った。運が悪くて、合っていない時間と間違った場所
え ど にほん しんと い うん わる あ じ かん まちが ばしょ
にいたばかりに、将 軍を殺してみたことで非難されて、おたづねものになった。歌舞伎の
しょうぐん ころ ひなん か ぶ き
出 演 者として変装することで、カゼは将 軍の 侍 達 の追跡を逃れた。彼は殺害者
しゅつえんしゃ へんそう しょうぐん さむらいたち ついせき のが かれ さつがいしゃ
徳川の兵員によって、主人がなくなった。主人に対して、武士の自分奉仕と道徳的な
とくがわ へいいん しゅじん しゅじん たい ぶ し じぶんほうし どうとくてき
学 習から学んだ忠 実である。それは例えば、自分を奉仕したり、主人が亡
がくしゅう まな ちゅうじつ たと じぶん ほうし しゅじん な
くなったことで自殺をしたり、主人の敵に遺恨を晴らしたりする忠 実である。 侍
じさつ しゅじん てき いこん は ちゅうじつ さむらい
として、カゼが絶対しなければならない。また、主人に対して、最後の忠 実な気持ちを
ぜったい しゅじん たい さいご ちゅうじつ き も
表 すために、せめて強奪されたお姫様を捜しに行くことで主人の家族の完全を維持
あらわ ごうだつ ひめさま さが い しゅじん かぞく かんぜん い じ
しくてもずっとファイトした。
この小 説は社会的なメッセージを伝達した。特に、日本にいる 侍 の忠 実
しょうせつ しゃかいてき でんたつ とく にほん さむらい ちゅうじつ
であって、主人公として、カゼである。
しゅじんこう