Anda di halaman 1dari 146

B 849,131

DS
646.6
$ 46
SEJARAH DAERAH
MALUKU

MA
SIWA LI
,

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PUSAT PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA
PROYEK PENELITIAN DAN PENCATATAN
KEBUDAYAAN DAERAH
1976 / 1977
MICHIGAN
R S
NU IVE SITY M
OF
OF ICHE
JHL
THE

VIIA
1811
LIERARIES
SEJARAH DAERAH
MALUKU

M A
SIWA LI

DITERBITKAN OLEH :
PROYEK PENGEMBANGAN MEDIA
KEBUDAYAAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
9HS :
.
go949
se :
5 : 28.87
86-944670

PENGANTAR .

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah , Pusat Penelitian


Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , baru dimulai
dalam tahun anggaran 1976/1977 , yang meliputi 10 Propinsi :
1. Sumatera Utara ,
2. Sumatera Barat ,
3. Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ,
4. Daerah Istimewa Yogyakarta ,
5. Jawa Tengah ,
6. Jawa Timur,
7. Bali ,
8. Kalimantan Timur ,
9. Sulawesi Selatan ,
10. Maluku .

Proyek ini bertujuan :


" Mengadakan penggalian , penelitian dan pencatatan warisan buda
ya guna pembinaan , pengembangan dan ketahanan kebudayaan
nasional” .

Adapun sasaran proyek ini ialah :


Untuk menghasilkan 5 ( lima) buah naskah dari masing-masing
daerah yakni :
-

Sejarah Daerah ,
- Ceritera Rakyat Daerah ,
- Adat Istiadat Daerah,
- Ensiklopedi Musik / Tari Daerah, dan
- Geografi Budaya Daerah .
Kegiatan proyek ini dibagi atas dua yaitu :
Kegiatan di Pusat , meliputi :
Koordinasi , pengarahan/penataran , konsultasi , evaluasi serta pe
nyempurnaan naskah .
Kegiatan di Daerah meliputi :
Survai lapangan sampai dengan penyusunan naskah lima aspek
seperti tersebut di atas.
Pelaksanaan kegiatan dengan perencanaan dapat disesuaikan tepat pada
waktunya , sehingga pada akhir tahun anggaran 1976/1977, proyek ini
dapat menghasilkan 50 buah naskah dari 10 Propinsi tersebut di atas.
Meskipun demikian kami menyadari bahwa naskah -naskah ini belumlah
merupakan suatu hasil penelitian yang mendalam , tetapi baru pada tingkat
atau tahap pencatatan , sehingga disana -sini masih terdapat kekurangan
kekurangan yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian - penelitian
selanjutnya .
Kerja sama antara proyek dengan semua pihak, baik dari Perguruan
Tinggi , Kanwil Dep. P dan K. di daerah , Pemerintah Daerah , Pusat Penelitian
Sejarah dan Budaya , LEKNAS, LIPI , dan Tenaga ahli perorangan , telah dapat
dibuktikan dan diwujudkan dalam naskah - naskah ini,
Oleh karena itu dengan selesainya naskah Sejarah Daerah Maluku ini ,
kami perlu menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Kepala Kantor Wilayah , Bidang Kesenian , Bidang Permuseuman ,
Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen P dan K. Propinsi
Maluku .
2. Pimpinan Perguruan Tinggi di Ambon – Maluku .
3. Pemerintah Daerah Maluku
4. Pimpinan serta segenap staf Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah Maluku
5. Tim penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah propinsi Maluku .
6. Tim penyempurna naskah di pusat terdiri dari :
Konsultan : 1. Prof. Dr. I.B. Mantra
2. Dr. Astrid S. Susanto .
3. Abdurachman Suryomihardjo.
Ketua : Sutrisno Kutoyo.
Sekretaris : Soenjata Kartadarmadja .
Anggota : 1. Mardanas S.
2. Masjkuri
3. Surachman
4. Muchtaruddin
5. Sutjiatiningsih.
7. Editor yang terdiri dari :
1. Sutrisno Kutoyo
2. Soenjata Kartadarmadja.
8. Dan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam
penyusunan naskah ini .
Akhirnya perlu kami kemukakan bahwa dengan terbitnya naskah ini
mudah -mudahan ada manfaatnya terhadap bangsa dan negara kita.

Pemimpin Proyek Penelitian dan


Pencatatan Kebudayaan Daerah ,

( Bambang Suwondo)
NIP . 130117589 .
SEJARAH DAERAH
MALUKU

IM A
SIWA L

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PUSAT PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA
PROYEK PENELITIAN DAN PENCATATAN
KEBUDAYAAN DAERAH
1976 / 1977
UNI
THE IVERS
VER
U N
E S
TH

HO
E

LIBRARIES
MIC
HIG
MICHIGAANN
SEJARAH DAERAH
MALUKU

SIW LIMA
A

DITERBITKAN OLEH :
PROYEK PENGEMBANGAN MEDIA
KEBUDAYAAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
X
: 975 :
.
SE go949
se
·
58.87
86-944670

P E N G A N T A R .

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah , Pusat Penelitian


Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , baru dimulai
dalam tahun anggaran 1976/1977 , yang meliputi 10 Propinsi :
1. Sumatera Utara ,
2. Sumatera Barat ,
3. Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta,
4. Daerah Istimewa Yogyakarta ,
5. Jawa Tengah ,
6. Jawa Timur,
7. Bali ,
8. Kalimantan Timur ,
9. Sulawesi Selatan ,
10. Maluku .

Proyek ini bertujuan :


" Mengadakan penggalian , penelitian dan pencatatan warisan buda
ya guna pembinaan , pengembangan dan ketahanan kebudayaan
nasional" .

Adapun sasaran proyek ini ialah :


Untuk menghasilkan 5 ( lima) buah naskah dari masing-masing
daerah yakni :

Sejarah Daerah ,
- Ceritera Rakyat Daerah ,
- Adat Istiadat Daerah,
- Ensiklopedi Musik / Tari Daerah , dan
- Geografi Budaya Daerah.
Kegiatan proyek ini dibagi atas dua yaitu :
Kegiatan di Pusat , meliputi :
Koordinasi , pengarahan/penataran , konsultasi , evaluasi serta pe
nyempurnaan naskah .
Kegiatan di Daerah meliputi :
Survai lapangan sampai dengan penyusunan naskah lima aspek
seperti tersebut di atas,

Pelaksanaan kegiatan dengan perencanaan dapat disesuaikan tepat pada


waktunya , sehingga pada akhir tahun anggaran 1976/1977 , proyek ini
dapat menghasilkan 50 buah naskah dari 10 Propinsi tersebut di atas.
Meskipun demikian kami menyadari bahwa naskah-naskah ini belumlah
merupakan suatu hasil penelitian yang mendalam , tetapi baru pada tingkat
atau tahap pencatatan , sehingga disana-sini masih terdapat kekurangan
kekurangan yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian - penelitian
selanjutnya .
Kerja sama antara proyek dengan semua pihak , baik dari Perguruan
Tinggi , Kanwil Dep. P dan K. di daerah , Pemerintah Daerah , Pusat Penelitian
Sejarah dan Budaya , LEKNAS, LIPI , dan Tenaga ahli perorangan , telah dapat
dibuktikan dan diwujudkan dalam naskah -naskah ini .
Oleh karena itu dengan selesainya naskah Sejarah Daerah Maluku ini ,
kami perlu menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Kepala Kantor Wilayah , Bidang Kesenian , Bidang Permuseuman ,
Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen P dan K. Propinsi
Maluku .
2. Pimpinan Perguruan Tinggi di Ambon Maluku .
3. Pemerintah Daerah Maluku
4. Pimpinan serta segenap staf Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah Maluku
5. Tim penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah propinsi Maluku .
6. Tim penyempurna naskah di pusat terdiri dari :
-
Konsultan . 1. Prof. Dr. I.B. Mantra
2. Dr. Astrid S. Susanto .
3. Abdurachman Suryomihardjo.
Ketua : Sutrisno Kutoyo.
Sekretaris : Soenjata Kartadarmadja .
- Anggota
-
:. 1. Mardanas S.
2. Masjkuri
3. Surachman
4. Muchtaruddin
5. Sutjiatiningsih .
7. Editor yang terdiri dari :
1. Sutrisno Kutoyo
2. Soenjata Kartadarmadja.
8. Dan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam
penyusunan naskah ini .
Akhirnya perlu kami kemukakan bahwa dengan terbitnya naskah ini
mudah -mudahan ada manfaatnya terhadap bangsa dan negara kita .

Pemimpin Proyek Penelitian dan


Pencatatan Kebudayaan Daerah ,

(Bambang Suwondo)
NIP. 130117589.
11
Sambutan

Direktur Jenderal Kebudayaan


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Kita menyambut dengan rasa gembira, bahwa Proyek Penelitian dan


Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Dep.
P dan K. dalam tahun anggaran 1976/1977 telah berhasil menyusun
50 buah naskah dari 10 propinsi yang meliputi : Sejarah Daerah, Adat
Istiadat Daerah, Ceritera Rakyat Daerah, Ensi Musik / Tari Daerah dan
Geografi Budaya Daerah.

Selesainya naskah-naskah ini adalah disebabkan karena adanya kerja


sama yang baik dari semua pihak baik di pusat maupun di daerah, terutama
dari pihak Perguruan Tinggi, Kawil Dep. P dan K, Pemerintah Daerah
serta Lembaga Pemerintah /Swasta yang ada hubungannya.
Naskah -naskah ini adalah suatu usaha permulaan dan masih merupakan
tahap pencatatan , yang dapat disempurnakan pada waktu akan datang.
Usaha menggali, menyelamatkan, memelihara, serta mengembangkan
warisan budaya bangsa seperti yang disusun dalam naskah ini masih di
rasakan sangat kurang, terutama dalam penerbitan.
Oleh karena itu saya mengharapkan bahwa dengan terbitnya kelima
puluh naskah dari 10 propinsi ini berarti merupakan sarana penelitian dan
kepustakaan yang tidak sedikit artinya bagi kepentingan pembangunan
bangsa dan negara khususnya pembangunan kebudayaan.
Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu suksesnya proyek pembangunan ini.

Jakarta, 23 Juni 1977.


Direktur Jenderal Kebudayaan, Dep. P dan K.

Manta
Prof. Dr. I.B. Mantra.
is

1
‫ܕܐ‬

*
DAFTAR ISI
HALAMAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.
1. Tujuan penelitian 1.
2. Permasalahan 2.
3. Ruang lingkup 3.

4. Pertanggungan jawab ilmiah prosedure penelitian 4.

BAB II . ZAMAN PRASEJARAH 5.


1. Asal-usul penduduk yang pertama 5.

2. Migrasi penduduk dan penyebarannya 7.

3. Penyelenggaraan hidup 9.

4. Organisasi masyarakat 10 .

5. Kehidupan Seni-budaya 17 .
6. Alam pikiran dan kepercayaan 21 .

BAB III. ZAMAN KUNO (+ Abad I 1500 M) 22 .


1. Kehidupan Pemerintahan dan kenegaraan ( politik ) 22 .


1.1 . Pertumbuhan negara-negara dan perkembangannya 22 .

1.2 . Kepimpinan dan pengaturan pemerintahan 26 .

2. Penyelenggaraan hidup dalam masyarakat 29 .


1.1 . Pemenuhan kebutuhan hidup 29 .
2.2 . Pengaturan masyarakat dan hubungan antar golongan 32 .
3. Kehidupan seni- budaya 33 .

4. Alam pikiran dan kepercayaan 38 .

BAB IV. ZAMAN BARU (+ 1500 – 1800) 41 .

1. Kehidupan Pemerintahan dan kenegaraan 41 .


1.1 . Pertumbuhan dan perkembangan 42 .
1.2 . Kepemimpinan dan pengaturannya 43 .
2. Penyelenggaraan hidup dalam masyarakat 51 .

2.1 . Kehidupan perekonomian 51 .


2.2 . Pengaturan masyarakat dan hubungan antar golongan 52.

3. Kehidupan seni-budaya 55 .
4. Perkembangan agama dan pengaruhnya 58 .

4.1 . Perkembangan agama Islam dan pengaruhnya 59 .


59 .
4.2. Perkembangan agama Kristen dan pengaruhnya
5. Hubungan keluar 62 .

BAB V ABAD KE - 19 ( + 1800 – 1900) 70.

1. Kehidupan Pemerintahan dan kenegaraan 70 .


2. Kehidupan Sosial-ekonomi 72 .

3. Kehidupan Seni-budaya 74.

4. Kehidupan keagamaan 76 .

5. Hubungan keluar 76 .

BAB VI . ZAMAN KEBANGKITAN NASIONAL (+ 1900 1945 ) 77 .


1. Keadaan Pemerintahan dan kenegaraan 77 .
2. Kaum pergerakan di Daerah 78 .

3. Kehidupan Sosial-ekonomi dan hubungan keluar 80 .

4. Kehidupan Seni-budaya dan keagamaan 81 .

BAB VII. ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG ( 1942 – 1945 ) 83 .


1. Keadaan Pemerintahan dan kenegaraan 83 .
2. Kehidupan sosial-ekonomi 84 .

3. Kehidupan seni dan budaya 85 .

4. Kehidupan keagamaan dan intelektuil 85 .


5. Hubungan keluar 86 .

BAB VIII ZAMAN KEMERDEKAAN (1945 – ....) 87 .


1. Keadaan Pemerintahan dan kenegaraan 87 .
1.1 . Timbulnya Pemerintah R.I. di Daerah 87 .
1.2. Perjoangan mempertahankan kemerdekaan 88 .

1.3. Pengakuan Kedaulatan dan Pemberontakan R.M.S. 89 .


1.4. Pembentukan Daerah Tingkat I Maluku 92 .

2. Kehidupan sosial ekonomi 93 .


3. Kehidupan Pendidikan dan Seni-budaya 93 .

4. Kehidupan beragama 95 .

5. Kegiatan -kegiatan pembangunan dewasa ini 96 .

CATATAN BAWAH (FOOT-NOTES) 98 .


Bibliografis (Kepustakaan) 102 .

LAMPIRAN - LAMPIRAN
3
SEJARAH DAERAH MALUKU

BAB I

PENDAHULUAN

1. Tujuan Penelitian

Setelah proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 , maka bangsa


Indonesia bertekad untuk membangun dirinya dalam seluruh aspek kehidupan ke
manusiaan . Untuk pembangunan Bangsa dan Tanah Air itu, segala daya dan tenaga
dikerahkan .

Proses pembangunan sebagai proses perubahan yang berintikan perombakan


dan penciptaan bentuk -bentuk baru, merupakan kelanjutan daripada proses kehidupan
di masa lampau. Dengan kata lain proses pembangunan itu pada hakekatnya hanya
melanjutkan penciptaan sejarah kita yang ujudnya adalah suatu perjuangan untuk
menemukan dan menyempurnakan peri-kehidupan generasi-generasi yang mendahului
kita. Karena proses pembangunan atau proses pembaharuan itu merupakan proses
kelanjutan sejarah , maka tanpa pengertian dan kesadaran tentang sejarah , suatu keyakinan
untuk membangun dan melaksanakan pembaharuan kehidupan sukar dibangkitkan .
Perjoangan untuk melanjutkan sejarah sekarang ini sudah berlainan dengan ber
langsungnya proses sejarah di zaman lampau. Di zaman lampau proses sejarah ber
langsung seolah -olah tanpa banyak campur tangan manusia Indonesia. Sekarang proses
perubahan itu sudah harus ditujukan kepada suatu tujuan tertentu , yaitu penciptaan
suatu " Masyarakat Manusia Indonesia ” yang sejahtera. Dengan kata lain kita berjuang
untuk menegakkan dan membina suatu " Sejarah Nasional ” yang meliputi seluruh tumpah
darah Indonesia .

1
Akan tetapi bangsa Indonesia yang diemban oleh "Bhinneka Tunggal Ika” itu
terdiri dari berbagai jenis suku bangsa yang masing-masing memiliki sifat- sifat khas
yang tumbuh dan berkembang sepanjang sejarahnya, yaitu Sejarah Daerah, sejarah lokal
atau sejarah suku. Menyelami dan menyadari Sejarah Daerah sendiri akan membangkit
kan pengertian atas diri sendiri, serta mempertebal keyakinan atas kemampuan dan
harga diri. Jadi jelas bahwa Sejarah Daerah merupakan landasan pokok untuk dapat
menguasai proses pembaharuan menuju keluarga besar Indonesia Raya.
Dalam rangka penyusunan dan penulisan suatu Sejarah Nasional Indonesia, maka
peranan Sejarah Daerah sebagai penyumbang fakta sejarah adalah penting sekali.
Sebagai penyumbang fakta sejarah bagi penyusunan suatu sejarah nasional Indonesia,
maka Sejarah Daerah itu sendiri harus digali, diteliti dan dipelihara. Dengan demikian
maka tujuan khusus dari penelitian ini ialah menggali dan mencatat semua fakta- fakta
sejarah Daerah Maluku yang kemudian dapat dipergunakan bagi penyusunan suatu
Sejarah Nasional Indonesia,

2. Permasalahan

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini dijumpai beberapa masalah pokok


yaitu :
a. Bagaimana seharusnya menggali, meneliti dan menyusun fakta -fakta sejarah di
daerah Maluku
b. Bagaimana mengatasi beberapa problem metodologis yang dihadapi dalam pe
nelitian .
1

Untuk menggali, meneliti dan menyusun fakta -fakta sejarah maka perlu diketahui
lebih dahulu tentang kedudukan Sejarah Daerah Maluku dalam kerangka Sejarah
Nasional. Seperti diketahui kedua jenis sejarah itu pada azasnya tidak sama sebab menurut
istilahnya, Sejarah Indonesia adalah suatu macro-history, sedangkan Sejarah Daerah
Maluku sebagai suatu Sejarah regional hanya merupakan suatu micro-history. Akan
tetapi sesuai kenyataan Sejarah Daerah Maluku adalah suatu macro-history dalam arti
yang luas, sebab pengertian Maluku secara geografis tidak berbeda dengan pengertian
Indonesia.
Segi etnologis -antropologispun tidak banyak terdapat perbedaan secara strukturil.
Apalagi secara historis persamaannya tampak dengan nyata.
Dengan demikian untuk menyusun Sejarah Daerah Maluku harus digali, diteliti
dan dicatat fakta -fakta sejauh dari tiap -tiap daerah atau pulau di Maluku. Akan tetapi
kalau hal ini dilakukan maka dalam rangkaian nama- nama gugusan pulau -pulau itu
terdapat suatu kompleksitas dan kerumitan sejarah yang tidak terhingga. Padahal maksud
penelitian ini bukan untuk menggali dan mencatat fakta -fakta sejarah dari tiap -tiap
daerah atau pulau, melainkan sejarah antar- daerah atau sejarah Wilayah Maluku.
Kesulitan dihadapi karena penentuan suatu kategori yang diperlukan untuk menyusun

2
suatu rangkaian fakta Sejarah belum ada.

Selain itu beberapa problem metodologis dihadapi pula antara lain :


a, keadaan masyarakat daerah atau wilayah sample tidak selalu ideal untuk memberi
kan informasi/data yang tinggi reliabilitasnya.
b. keadaan komunikasi antar Kabupaten , antar pulau dan antar unit-unit kebudayaan
tidak mengizinkan terkumpulnya data yang extensif dari seluruh wilayah di Maluku.
C. keadaan waktu yang terbatas untuk mengadakan aktivitas pengumpulan data
yaitu pengumpulan data primer yang benar-benar representatif untuk seluruh
Maluku,
d. terbatasnya para peneliti dan pencatat yang berpengalaman menjadi hambatan
untuk mengcover semua Daerah Maluku .
e.
keadaan klimatologis yang tidak memungkinkan diadakannya penelitian dan
pencatatan dengan baik, antara lain musim penghujan dan laut bergelora di
seluruh Maluku .

Dengan demikian hasil-hasil penelitian dan pencatatan ini belum dapat dikatakan leng
kap dan sempurna .

3. Ruang Lingkup
Bahwa pengertian Sejarah Daerah dapat diartikan sebagai sejarah pada teritori
teritori tertentu yang telah mendapat pembatasan secara administratif.
Dalam hal ini yang menjadi perhatian pokok ialah " tempat”.
Dengan demikian yang dimaksudkan dengan Sejarah Daerah Maluku adalah sejarah dari
masyarakat yang mendiami Daerah Propinsi Maluku dewasa ini.
Dalam penelitian ini Daerah Maluku dibagi atas tiga daerah atau wilayah sample :
a. Maluku Utara dan Daerah Administratif Halmahera Tengah dengan wilayah
wilayah sample yaitu Kecamatan pulau Ternate , Kecamatan pulau Tidore , Kecama
tan Jailolo dan Kecamatan Kau di Halmahera Tengah
b. Maluku Tengah dengan wilayah sample yaitu Kecamatan Seram Barat (Piru) dan
Kecamatan Pulau Ambon .
C. Maluku Tenggara dengan wilayah sample yaitu Kecamatan Pulau Kei Kecil dan
Kecamatan pulau Kei Besar.

Pada wilayah -wilayah sample yang ditentukan ini diadakan penelitian dan pen
catatan data primer, sedangkan pada wilayah -wilayah lain di adakan pengumpulan
data sekunder . Selanjutnya dalam laporan ini dicoba untuk menulis Sejarah Daerah dari
segi yang lebih luas. Di dalamnya tidak hanya dikemukakan mengenai masalah politik,
tetapi juga segi-segi lain dari kehidupan masyarakat .

3
Segi-segi yang dibahas itu meliputi :
a. Kehidupan pemerintahan dan kenegaraan yang lazim diuraikan dalam sejarah
politik.
b. Penyelenggaraan hidup dalam masyarakat seperti yang lazim diuraikan dalam
sejarah sosial.
C. Kehidupan seni budaya
d. Alam pikiran dan kepercayaan masyarakat .
Dengan demikian pencatatan Sejarah Daerah Maluku disusun dalam bentuk suatu lapor
an yang berisi berbagai aspek kehidupan budaya masyarakat, sehingga dengan sepintas
dapat diketahui tentang masa lampau daerah "seribu pulau" ini.
Periodisasi masih mengikuti pembabakan waktu yang lazim. Tetapi di dalam tiap baba
kan waktu dicoba untuk menguraikan berbagai segi dari kehidupan pada masanya .

4. Pertanggungan Jawab Ilmiah Prosedur Penelitian


Dalam usaha pengumpulan data , maka sumber-sumber sejarah yang diteliti adalah
" sumber tertulis" dan " sumber lisan ” . Sumber tertulis berupa naskah -naskah masa
lampau dan karangan serta catatan-catatan pribadi yang dijumpai. Untuk mendapat
unsur kebenaran dari catatan-catatan yang diambil dari naskah-naskah dan karangan
karangan pribadi tersebut , dipergunakan pula sumber-sumber tertulis berupa buku -buku
dan dokumen-dokumen sejarah yang telah diterbitkan oleh ahli- ahli sejarah sebagai
bahan pembanding fakta-fakta sejarah. Selain itu sumber lisan yang dipergunakan adalah
berupa pencatatan tradisi lisan yang masih diketahui oleh penduduk setempat seperti :
adat , kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya. Gambaran fakta -fakta sejarah yang
jelas juga didapat dengan observasi langsung ke lapangan.
Selanjutnya metode pengumpulan data yang dipakai adalah :
a. Metode wawancara, yang dilakukan terhadap para informan yang dapat dipercaya
antara lain para Tua-tua Adat, Pemerintah Negeri /Desa dengan stafnya dan orang-orang
lain yang dianggap mengetahui sejarah setempat.
b. Metode questionaire, berupa pengisian daftar -daftar pertanyaan dan data sheet.
C. Pembuatan rekaman tape recorder dan foto - foto sebagai bahan pelengkap.
Pada wilayah -wilayah sample yang telah ditentukan dalam arti bahwa wilayah
wilayah tersebut merupakan pusat atau mewakili kehidupan budaya dari masyarakat
setempat , diadakan penelitian dan pencatatan data primer, sedangkan pada wilayah
wilayah lainnya diadakan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data sekunder di
lakukan oleh petugas-petugas tertentu di wilayah -wilayah yang tidak di cover oleh
peneliti dan pencatat lapangan. Data tersebut berupa bahan -bahan dokumentasi lainnya
yang diperoleh dari instansi Pemerintah maupun swasta. Setelah selesai dengan penelitian
dan pencatatan di lapangan, barulah dimulai dengan pengolahan data dan penulisan
naskah .

4
M A L U K U

5. HASIL AKHIR

Perlu dikemukakan, bahwa buku ini merupakan hasil akhir dari suatu
proses yang direncanakan seperti terdapat dalam Pola Penelitian dan Kerangka
Laporan Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah 1976/1977. Naskah
asli buku ini disusun oleh Team Peneliti di daerah dan selanjutnya dinilai da
lam suatu lokakarya oleh Team Pusat, Tenaga ahli maupun Team Peneliti daerah
sendiri . Tahap berikutnya ialah penyempurnaan menyeluruh, terutama sekali pa
da segi bahasa, yang diusahakan supaya menjadi lebih lancar dan lugas . Istilah
yang bercorak kedaerahan diberi pengertian yang lebih umum, demikian pula di
usahakan sejauh mungkin supaya mengikuti peraturan dari ejaan yang sudah di
sempurnakan .
Dalam menilai buku ini , segi pendekatan merupakan kriterium yang pen
ting. Penulisan sejarah daerah dengan menggunakan pendekatan regiosentris me
rupakan syarat yang sewajarnya. Tanpa pendekatan demikian hasilnya akan me
rupakan penulisan sejarah seperti yang lazim dijumpai pada buku -buku sejarah
selama ini .

Dalam buku ini tampak, bahwa pendekatan secara regiosentris itu su


dah diusahakan , seperti terbukti pada bagian yang membahas masalah pemerin
tahan adat daerah pada zaman kuno dan pada periode zaman kemerdekaan ,
yang jelas menggambarkan kesejarahan yang khas terjadi di daerah Maluku.
Selanjutnya cara penyajian bahan telah diusahakan cukup menarik, de
rigan gaya berkisah, sehingga data dan fakta tidak merupakan bagian yang le
pas-lepas dan berdiri sendiri, tetapi saling berkait dengan logis dan jelas sehing
ga membuat naskah ini lancar untuk dibaca.

Akhirnya perlu dikemukakan , bahwa buku ini pada hakekatnya hanya


merupakan identifikasi data dasar, meskipun demikian di dalamnya termuat cukup
banyak data dan fakta sejarah daerah Maluku, yang meliputi berbagai aspek
kehidupan masyarakat di masa lampau , dan di susun menurut kerangka seperti
dikehendaki oleh Terms of Reference itu sendiri .

Secara keseluruhan buku ini sebagai hasil Proyek Penelitian dan Pen -
catatan Kebudayaan Daerah 1976/1977 dapat diharapkan akan memberi doro -
ngan positif untuk usaha-usaha penggalian sejarah daerah di masa depan.
PE
B A B II.
ZAMAN PRA - SEJARAH .

1. Asal Usul Penduduk Yang Pertama


Tentang asal-usul penduduk Maluku yang pertama sampai sekarang belum dapat
ditentukan dan dipastikan oleh para ahli. Akan tetapi sesuai dengan kenyataan,
penduduk Maluku dewasa ini merupakan percampuran dari berbagai manusia yang
pernah berdiam dan memasuki daerah ini. Bertolak daripada kenyataan tersebut dapatlah
dikemukakan dua alternatif yaitu :
a.
Manusia Maluku mempunyai tempat kediaman asli di Maluku sendiri.
b. Manusia Maluku mempunyai tempat kediaman asal di luar Maluku ,
Untuk memberi jawaban terhadap kedua alternatif ini perlu ditinjau secara sepintas
tentang terjadinya kepulauan Maluku dan keadaan alamnya serta suatu gambaran singkat
tentang perkembangan pra-sejarah di Indonesia pada umumnya.
Seperti diketahui wilayah Daerah Maluku mempunyai posisi geografis memanjang
dari utara ke selatan dari 3° L.U. – 90 L.S. , dan dari barat ke timur dari 1240 B.T. :
137 B.T. Daerah Maluku terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di antara pulau Sulawesi
dan Irian dan di antara pulau Sangihe dan Timor. Di sebelah utara terbentang lautan
Pasifik , di sebelah selatan laut Timor dan Arafura dan di sebelah barat laut Maluku.
Luas Daerah Maluku + 85.728 KM2 dan terdiri dari kira-kira 999 buah pulau (Peta. 1 ).
Menurut penyelidikan geologi2), pembentukan pulau-pulau di kepulauan Maluku.
itu terjadi di antara zaman Messozoikum dan zaman Neozoikum (Pleistoceen) yaitu

5
antara 150 juta sampai satu juta tahun yang lampau .
Dari seluruh kepulauan di Maluku, ternyata pulau Seram adalah yang tertua struktur
geologisnya. Pada zaman Pleistoceen masih terdapat hubungan antara daratan Asia
Tenggara dengan kepulauan Indonesia bagian barat. Pada waktu itu permukaan laut
an beberapa kali menurun, terjadilah dataran Sunda dan kepulauan Indonesia dengan
daratan Asia Tenggara, di hubungi dengan tanah -tanah genting, Hal ini dapat di ketahui
dari dunia Fauna daratan Asia Tenggara dan beberapa pulau besar di kepulauan Indonesia
bagian barat.

Kepulauan Maluku pada masa Pleistoceen berada di luar daerah hubungan dengan
daratan Asia dan letaknya lebih dekat dengan suatu kesatuan Pleistoceen, yaitu daratan
Sahul yang berhubungan dengan kontinen Australia. memperlihatkan selanjutnya
evolusi manusia meninggalkan bukti-bukti di Indonesia yang perkembangan jenis
jenis manusia pertama di masa Pleistoceen . Jadi dimulai kira -kira 600.000 tahun yang
lalu. Khusus di pulau Jawa ditemukan sisa -sisa manusia pertama dalam urutan per
kembangan yang relatif, yaitu dimulai dari jenis yang paling sederhana sampai ke jenis
yang paling dekat dengan manusia yang hidup dewasa ini. Jenis yang paling sederhana
itu adalah " Megantropus Palaeojavanicus” dan “ Pithecantropus Erectus", sedangkan yang
paling dekat dengan manusia dewasa ini adalah Homo Wajakensis. Jenis manusia Wajak
rupanya mempunyai persebaran yang luas di Asia Tenggara dan dalam perkembangan
nya mencapai pula benua Australia. Bukti-bukti antropologis menunjukkan bahwa
manusia tertua di Australia kira -kira setingkat dan sejenis dengan Homo Wajakensis.
Salah satu dugaan para ahli menyatakan bahwa manusia Wajak menurunkan ras-ras
Austro -Melanesia dan Proto -Melayu. Kemudian ras Mongoloid mulai menyebar ke arah
selatan dan mencampurkan diri dengan ras-ras tersebut,
Pada permulaan zaman Holoceen , jadi kira-kira 10.000 tahun yang lalu sudah nampak
gerakan penyebaran yang dominan dari ras Austro – Melanesia di Asia Tenggara dan
Indonesia.

Dengan demikian ada kemungkinan besar bahwa, asal-usul penduduk Maluku yang
pertama adalah keturunan dari ras Austro Melanesia dan Proto – Melayu. Apakah ada
manusia Maluku asli yang muncul di bumi Maluku dalam hal ini di pulau Seram dengan
struktur geologisnya yang tertua, hal mana berarti bahwa di pulau Seram terdapat unsur
unsur hidup biologis, belum dapat di pastikan. Di Maluku sejak zaman kolonial sampai
sekarang belum pernah dilakukan penelitian arkeologis secara sistematis.
Meskipun belum ada bukti arkeologis yang menunjuk ke arah penemuan bentuk
bentuk manusia purba di daerah Maluku, namun masih ada ceritera -ceritera rakyat yang
tradisionil yang mengkisahkan tentang nenek -moyang atau manusia -manusia pertama
yang menurunkan penduduk asli di kepulauan Maluku. Ceritera -ceritera tersebut dijumpai
baik di Maluku Utara, Maluku Tengah maupun Maluku Tenggara.
Di Maluku Tengah terkenal ceritera mitos tentang Manusia Nunusaku.
Nunusaku adalah suatu tempat di puncak sebuah gunung di pulau Seram . Menurut

6
ceritera rakyat, di tempat ini terdapat sebuah sumber air/danau yang suci dan keramat.
Danau ini merupakan sumber-air yang menurunkan sungai Eti, sungai Tala dan Sungai
Sapalewa. Di situ tumbuh satu pohon beringin dengan tiga akar tunjangnya yang meng
arah ke sungai-sungai tersebut di atas. Menurut kepercayaan rakyat, dari tempat inilah
berasal manusia -manusia asli di pulau Seram yaitu orang Alifuru, yang kemudian me
nyebar dan mendiami pulau-pulau sekitarnya. Diduga Nunusaku itu letaknya pada per
temuan sungai Eti, Tala dan Sapalewa di Seram Barat. (Peta . 2).
Di Maluku Tenggara khususnya di kepulauan Kei terdapat ceritera rakyat tentang
adanya penduduk asli yaitu manusia yang berdiam di gua -gua dan pohon -pohon kayu.
Akan tetapi kemudian mereka menghilang dan lenyap karena di desak oleh para pen
datang. Menurut kepercayaan penduduk sekarang, manuisa -manusia asli ini tidak mati dan
lenyap tetapi masih berkeliaran sebagai mahluk -mahluk halus. Mereka di sebut dengan
istilah " Nuhuduan ” .

Demikian pula di Maluku Utara seperti di pulau Bacan , Ternate dan Tidore terdapat
ceritera-ceritera rakyat tentang asal-usul mereka dari "puteri-puteri kayangan ”. Pada
umumnya ceritera-ceritera rakyat tersebut sudah bersifat mitos . Namun begitu latar
belakang daripada ceritera-ceritera itu perlu diteliti lagi barangkali bisa ditemukan unsur
unsur historisnya.

2. Migrasi Penduduk Dan Penyebarannya


Penduduk Maluku yang dikenal sekarang merupakan percampuran dari beberapa
jenis bangsa yang merantau dari negeri asalnya. Mereka ini menyinggahi wilayah
wilayah di kepulauan Maluku untuk menetap atau melanjutkan perjalanannya.
Seperti telah dijelaskan di atas migrasi yang mula -mula sekali memasuki kepulauan
Indonesia adalah suku -suku bangsa Austro - Melanesia . Mereka adalah orang -orang
Negrito dan Wedda yang dianggap sebagai penduduk -penduduk tertua yang mendiami
daerah -daerah pedalaman. Kemudian masuk suku bangsa Proto -Melayu yang diikuti oleh
:

Deutero -Melayu dan suku bangsa Mongoloid. :


Suku - suku bangsa tersebut juga menyinggahi kepulauan Maluku terutama pulau Halma
hera, Seram dan pulau-pulau besar lainnya. Pulau Seram yang digelari penduduk Maluku
Tengah sebagai " Pulau Ibu” (Nusa Ina) dianggap sebagai pusat penyebaran penduduk
ke daerah- daerah / pulau -pulau sekitarnya .

Penduduk asli pulau Seram ini dikenal sebagai suku "Alifuru”. Mengenai arti kata
Alifuru terdapat berbagai pendapat, tetapi umumnya bagi penduduk setempat kata itu
berarti " Manusia awal”. Menurut antropoloog A.H. Keane, pulau Seram ini dari dahulu
telah didiami oleh suatu suku bangsa yaitu bangsa "Alfuros”. Bangsa ini lahir dari per
.

campuran antara bangsa Kaukasus, Mongol dan bangsa Papua. Di pulau Seram (Nusa Ina).
bangsa ini dikenal sebagai suku -suku " Alune " dan "Wemale”, yang mendiami daerah
pedalaman Seram Barat . Alune berpusat di sekitar desa Riring dan Wemale di sekitar desa
Hunitetu.

7.
Antropoloog F.J.P. Sachse dan Dr. O.D. Tauern berpendapat bahwa suku-suku
Alune berasal dari Utara yaitu kemungkinan dari Sulawesi Utara atau Halmahera.
Di pulau Halmahera juga terdapat suku Alfuros ini dan mereka semua mempunyai ciri
ciri fisik yang hampir sama yaitu berambut kejur dan berkulit agak kuning. Juga memiliki
persamaan kebiasaan antara lain cara-cara menguburkan mayat dengan meletakkan kepala
arah ke barat . Suku Welame menurut ka berasal dari arah timur dan kemungkinan dari
Melanesia. Di kalangan penduduk setempat suku Alune dan Wemale dianggap keturunan
langsung dari ”Manusia Nunusaku” yang telah dijelaskan di atas.
Sesudah perkembangan berjalan terus dan didesak oleh berbagai faktor, suku-suku Ali
furu ini mulai meninggalkan tempat kediaman semula yaitu pulau Seram dan Halmahera
kemudian menyebar ke pulau -pulau kecil sekitarnya.
Sampai sekarang ini hampir semua mata-rumah (Famili clan) di desa -desa pulau Ambon
dan Lease menjelaskan bahwa asal-usul atau nenekmoyangnya berasal atau datang dari
daerah ” Nunusaku ” atau dengan kata lain berasal dari suku-suku Alune dan Wemale.
Demikian juga dengan matarumah -matarumah di kepulauan Ternate, Tidore dan
sekitarnya menjelaskan bahwa moyang-moyang mereka berasal dari Halmahera. Di ke
pulauan Maluku Tenggara khususnya di kepulauan Kei ada kampung-kampung yang
menunjuk asal-usul moyang mereka dari pulau Seram dan Irian.
Sesudah abad pertama Masehi, arus migrasi penduduk ke kepulauan Maluku
makin meningkat. Hal ini berhubungan dengan bertambah ramainya jalan niaga Asia
Purba yang melewati Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia . Peranan Maluku
sebagai daerah penghasil rempah -rempah (cengkih dan pala ) merupakan kekuatan pe
narik bagi para pedagang dan perantau,

Berbagai suku bangsa di luar kepulauan Indonesia dan dari Indonesia bagian Barat
beramai-ramai menuju ke daerah Timur dengan titik konsentrasi Daerah Maluku. Dari
luar kepulauan Indonesia antara lain dijumpai orang -orang Arab , Persia, India , Malaka
dan Cina, sedangkan dari daerah Indonesia bagian Barat berdatangan suku -suku bangsa
Jawa, Melayu , Bali, Bugis, Makassar dan lain-lain. Sampai sekarang banyak sekali
matarumah -matarumah atau kampung-kampung di Maluku Utara, Maluku Tengah dan
Maluku Tenggara yang menjelaskan sejarah asal-usul mereka dari suku-suku bangsa ter
sebut di atas.

Di Maluku Tenggara khususnya kepulauan Kei , matarumah -matarumah ( Rahanjam )


yang berkuasa di Kampung-kampung (Raja, Orang Kaya , Kepala Soa) menganggap
asal mereka dari pulau Jawa, Bali dan Irian. Di Maluku Tengah dan Utarapun demikian.
Dari penjelasan sejarah migrasi penduduk yang digambarkan di atas jelas bahwa
manusia Maluku dewasa ini merupakan konglomerat dari beberapa jenis bangsa yang
merantau dari negeri-negeri asalnya untuk kemudian menetap dan hidup bersama dengan
penduduk asli.

8
7
3. Penyelenggaraan Hidup

Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan tertua di Indonesia di temukan pada


zaman Pleistoceen , yaitu kebudayaan Palaeolitik terutama di pulau Jawa . Kebudayaan
Palaeolitik itu berupa alat-alat dari batu yang terkenal sebagai " kapak genggam” dan
alat-alat dari tulang. Jenis manusia yang hidup pada zaman ini sudah berada pada per
mulaan kehidupan bermasyarakat. Mereka belum bertempat tinggal di gua-gua dan masih
mengembara , berburu binatang-binatang di samping mencari buah -buahan dan umbi
umbian. Mereka belum sampai kepada pemikiran untuk menimbun /mengumpulkan per
sediaan makanan untuk musim m- usim mendatang. Dengan demikian mereka hidup
sangat bergantung pada alam semata -mata . Tantangan alam dijawabnya lebih banyak
dengan kekuatan pisik daripada dengan akal, misalnya berburu, melawan binatang
binatang buas, menahan hujan dan hawa dingin hanya dengan badannya. Ada ke
mungkinan mereka sudah memakai semacam pakaian , barangkali berbentuk cawat atau
sekedar penutup aurat lainnya yang dibuat dari kulit binatang atau kulit kayu. Karena
belum bertempat tinggal di gua-gua, mungkin mereka berteduh di bawah pohon -pohon
besar yang rindang atau berdiam di atas pohon-pohon besar.
Pendukung kebudayaan Palaeolitik ini adalah manusia Pithecanthropus Erectus
dengan kebudayaan Pacitannya , kurang lebih 500.000 tahun yang lalu. Cara-cara kehidup
an seperti digambarkan di atas masih diteruskan di zaman berikutnya yaitu zaman
Mesolitik , akan tetapi pada akhir zaman ini sudah mulai berlangsung peralihan kepada
kehidupan serba menetap.
Di Daerah Maluku kebudayaan Palaeolitik dengan para pendukungnya yaitu ma
nusia Pithecanthropus dengan kebudayaan Pacitannya dan manusia Homo -Soloensis
dengan kebudayaan Ngandongnya belum ditemukan. Akan tetapi pecahan -pecahan
batu yang menyerupai kapak-kapak genggam yang tersebar di beberapa tempat me
merlukan penelitian khusus ke arah kemungkinan penemuan kebudayaan tersebut.
Pada permulaan zaman Holoceen dengan kebudayaan Mesolitik, kurang lebih
10.000 sampai 4.000 tahun yang lalu, penduduk Indonesia terdiri dari antara lain
nis- jenis manusia Australoida , Palaeo-Melannesoida , Weddoida dan Negrida. Jenis-jenis
manusia tersebut sudah berdiam di gua-gua dan mungkin di rumah-rumah bertonggak
apabila mereka bertempat tinggal di pantai atau dekat danau dan sungai . Dengan demikian
kehidupan mereka sudah menunjukkan peralihan dari kehidupan mengembara ke arah
kehidupan menetap. Mereka telah mendiami tepi-tepi danau dan sungai sehingga di
samping menangkap ikan masih dapat berburu. Pada umumnya alat-alat kebudayaan
berupa alat-alat dari batu dan tulang yang bentuknya masih kasar. Di daerah Maluku
kebudayaan Mesolitik ini dijumpai pula yaitu berupa kehidupan di gua-gua yang bekas
bekasnya terdapat di Seram dan Kepulauan Kei.
Pada zaman Neolitik , kurang lebih 3000 sampai 15000 tahun yang lalu, manusia
sudah bertempat tinggal secara tetap . Kehidupan mengembara serta berburu berubah

9
I
menjadi kehidupan bercocok tanam . Zaman ini merupakan dasar perkembangan ke
budayaan yang merata di seluruh Indonesia , termasuk Daerah Maluku .
4. Organisasi Masyarakat
Pada tingkatan pertama pertumbuhan kebudayaan , kehidupan bersifat " penghi
dupan gua ”. Manusia pada waktu itu hidup dalam kelompok-kelompok masyarakat
yang kecil berintikan suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, Lama kelamaan
kehidupan " masyarakat gua ” itu berkembang menjadi sistem hidup perkampungan de
ngan berbagai bentuk organisasi sosialnya.
Penemuan kapak-kapak batu yang berukuran lebih besar yang lebih tepat digolong
kan ke jenis pacul atau cangkul membuktikan bahwa pada zaman Neolitik masyarakat
sudah mengenal pertanian , meskipun semacam pertanian yang dapat dibanding -
kan dengan pengerjaan tanah tegalan atau huma. Jadi jelas bahwa manusia bercocok
tanam sudah menggantikan manusia berburu. Namun demikian kebiasaan berburu bi
natang di hutan dan penangkapan ikan di laut, sungai dan danau masih berlangsung terus.
Mata pencaharian bercocok tanam atau pertanian erat sekali hubungannya dengan
peternakan. Penggunaan binatang-binatang ternak oleh nenek moyang bangsa Indonesia
sudah dikenal seperti kerbau dan lain -lain . Pertanian adalah suatu corak kehidupan
manusia yang tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan bertempat tinggal yang tetap.
Pertanian mengharuskan manusia untuk memelihara tanam -tanaman dengan baik dan
merawatnya terhadap bahaya hama maupun terhadap serangan binatang-binatang perusak
seperti babi, burung dan lain-lain. Hal ini mengharuskan adanya suatu tempat pemukiman
di tempat-tempat tertentu dengan pembuatan rumah. Alat-alat peninggalan lain seperti
pahat dan gurdi membuktikan bahwa pada waktu itu sudah dimulai membantun rumah
dan mungkin pada permulaan berbentuk rumah gantung.
Dari penemuan jenis-jenis kapak dan bahan -bahan tembikar tertentu di duga, bahwa
masyarakat Neolitikum sudah mengenal perdagangan meskipun dengan cara tukar
menukar. Masyarakat pada zaman Neolitikum juga sudah mengenal pakaian yang dibuat
dari serat kulit kayu. Juga mereka sudah mengenal alat-alat rumah tangga seperti periuk
belanga dan alat-alat dari tembikar. Penggunaan api pada zaman ini sudah menjadi suatu
keperluan tetap. Kepercayaan terhadap kekuatan -kekuatan gaib seperti pada batu -batuan ,
pohon -pohon dan terutama terhadap ruh-ruh nenek moyang sudah pula diketahui
mereka . Dalam hubungan dengan kehidupan bercocok tanam , pengetahuan tentang waktu
dan musim yang lazim termasuk pengetahuan perbintangan atau astronomi.
Baik kehidupan bertempat tinggal tetap maupun bercocok tanam memerlukan
suatu pemerintahan yang teratur. Hanya seorang pemimpin dengan unsur-unsur ke
pemimpinan yang tetap (Primus-inter Pares) dapat mengurus kehidupan masyarakat
seperti yang telah dijelaskan di atas dan berlandaskan pula pada peraturan -peraturan
yang telah dibuat . Dan ini sudah di miliki pula pada masyarakat waktu itu.
Dapat disimpulkan bahwa nenek moyang kita yang berdiam di seluruh Daerah

10
Indonesia sekarang, pada zaman prasejarah itu sudah mengenal kebudayaan yang tinggi.
Kebudayaan Neolitikum merupakan pangkal bagi perkembangan kebudayaan kita,
khususnya di Maluku juga .
Selanjutnya kebudayaan mengenal logam dan akibat-akibatnya bagi perkembangan
kebudayaan sudah pula di miliki oleh masyarakat Indonesia. Seperti diketahui
kebudayaan perunggu-besi tumbuh dan berkembang di Asia Tenggara sekitar 500 atau
300 tahun sebelum Masehi. Hampir seluruh Indonesia hidup dalam kebudayaan ini.
Peninggalan -peninggalan kebudayaan perunggu -besi ini berupa kapak -kapak corong
(sepatu), nekara atau g: nderang, alat-alat perhiasan yang berupa gelang-gelang, kalung
dan arca.

Pengetahuan tentang logam dipergunakan untuk pembuatan alat-alat keperlu


an hidup baik yang bersifat ekonomis maupun yang bersifat relegius. Kenyataan ini
menunjukkan adanya perkembangan tehnik serta adanya perkembangan kehidupan ma
nusia secara sosial-ekonomi dan kulturil. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang
1
logam benar -benar mempercepat kemajuan kebudayaan manusia dan ini sudah dialaminya
juga oleh bangsa Indonesia sejak zaman prasejarah.
Di dalam gambaran umum perkembangan kehidupan masyarakat prasejarah Indo
nesia di atas, daerah Maluku juga menampilkan unsur-unsur penting.
Unsur-unsur yang ditemukan di daerah Maluku sudah ada dari tingkat epi-palaeolitik,
di mana corak penghidupan bersifat penghidupan gua. Beberapa gua di pulau Seram yaitu
di daerah Wai Tala dan Wailau Kecil dan di pulau Kei Kecil yaitu di daerah Ohoider
Tawun menurut lukisan -lukisan dinding gua dengan tipe lukisan yang unik , yaitu gambar
>

telapak tangan, bentuk-bentuk manusia, perahu , binatang melata, ikan , burung serta
>

simbol-simbol yang belum dapat dipecahkan maknanya. Gambar -gambar tersebut


mirip dengan lukisan - lukisan gua di Irian Jaya dan diterapkan dalam warna-warna
merah dan putih. Lukisan -lukisan gua yang ditemukan terutama di daerah Maluku
ini berbeda dengan lukisan -lukisan gua di Sulawesi Selatan yang hanya memuat
gambar-gambar telapak tangan dan babi rusa . Lukisan - lukisan di atas mempunyai arti
magis-religius dan berhubungan dengan situasi hidup sehari-hari serta menyangkut
kepercayaan tentang dunia kematian. Penduduk setempat menganggap gua-gua tersebut
sebagai tempat keramat yang tidak boleh dimasuki tanpa upacara adat .
Di daerah Maluku ditemukan pula kapak -kapak Neolitik antara lain Kapak Empat
persegi panjang yang di temukan terutama di Saparua dengan bentuknya yang agak
khusus yakni tebal dan berpenampang lintang trapesium , sedangkan jenis kapak lonjong
ditemukan di daerah Ambon , pulau Leti, Tanimbar dan Seram (Kairatu) .
Adanya dua jenis kapak ini menunjukkan bahwa Daerah Maluku merupakan daerah
pertemuan dua kompleks Neolitik Indonesia. Kapak -kapak tersebut disimpan dan di
hormati oleh penduduk sebagai benda yang mengandung kekuatan gaib. Umumnya
kapak -kapak yang ditemukan ini sudah di asah halus dan ada yang berbentuk besar
maupun berbentuk kecil. Tidak jauh berbeda dengan anggapan Rumphius, bahwa
kapak-kapak Neolitik adalah hasil dari kondensasi yang ditimbulkan oleh petir
11

I
1

di udara, maka penduduk setempat menyebutnya sebagai " batu guntur " atau "biji
guntur”

Jenis kapak dari zaman Neolitikum , jenis kapak lonjong, kapak persegi panjang,
umumnya sudah diasah halus.

Peninggalan -peninggalan kebudayaan perunggu dan besi banyak ditemukan pula


di daerah Maluku antara lain nekara atau genderang, kapak perunggu , gelang dan patung
patung . Nekara-nekara perunggu telah di temukan di pulau Leti, Gorong dan Ka
taloka di pulau Seram dan di kepulauan Kei yaitu di pulau Kur di desa Hirit dan pulau
Kei Kecil di desa Faan . Nekara-nekara ini dipelihara dan dianggap penduduk se
bagai benda-benda pusaka. Juga di anggap sebagai lambang masyarakat dan derajat
tinggi dari masyarakat setempat, atau dengan kata lain menjadi lambang kebesaran suku.
Daerah asal nekara ini diduga di daratan Asia Tenggara, khususnya di Cina Selatan
dan di daerah sekitar Tongkin .

12
D
C

Juga tampak topi dari perunggu dan gadin , gajah. Alat-alat ini ditemukan di
Saparua, Ambon, Leti, Tanimbar, Seram , Kairatu .

Sampainya nekara-nekara tersebut ke Maluku tentu berhubungan dengan per


dagangan di sekitar abad pertama Masehi yang bertambah ramai di Asia Tenggara,
Perdagangan tersebut berkisar pada hasil-hasil bumi dari daerah Maluku dan sekitarnya
dengan menggunakan antara lain nekara-nekara perunggu sebagai salah satu alat penukar
yang penting. Tempat penemuan kapak-kapak perunggu (kapak sepatu ) banyak ditemui
di kepulauan Banda. Kemungkinan masih ada di tempat-tempat lain lagi dan penduduk
menyimpannya sebagai benda pusaka.

13
1
SER

Gambar BATU PEMALI, termasuk jenis peninggalan zaman megalitikum .


Untuk daerah Maluku dianggap keramat dan menjadi lambang pertalian yang
erat antara masyarakat dengan datuk -datuknya yang telah meninggal. Biasanya
batu tersebut diletakkan di atas bukit atau dekat rumah baileu (tempat
bermusyawarah ).

Mengenai peninggalan -peninggalan Megalitik hanya sedikit dijumpai di daerah


Maluku. Umumnya yang dijumpai di sini memperlihatkan corak yang sama dengan
daerah -daerah lain di seluruh Indonesia yaitu suatu tradisi membangun tempat-tempat
pemujaan dari batu berbentuk meja batu, batu berdiri dan punden berundak . Tradisi
membangun tempat-tempat pemujaan dari batu tersebut biasanya ditujukan untuk
menghormati arwah-arwah nenek moyang atau orang yang telah meninggal. Biasanya di
tempatkan pada tempat-tempat bersejarah dan dianggap keramat seperti di puncak
puncak bukit-gunung dan dekat rumah-rumah Baileu ( rumah tempat bermusyawarah ).
Penduduk menganggap meja batu atau Dolmen sebagai " batu -pemali ” yang menjadi
lambang pertalian yang erat antara masyarakat dengan datuk -datuknya yang telah me
ninggal. Selain meja batu , terdapat pula bangunan-bangunan berupa " kuburan batu ”

11
15
Selain batu pemali juga terdapat bangunan dalam bentuk kubur batu, masih
merupakan peninggalan masa megalitik, di mana untuk daerah lain sering dina -
makan sarcophagos. Jenis Batu kubur berundak termasuk peninggalan masa
megalitikum . Ditemukan di daerah Kei Besar.

yaitu tempat pemakaman para pemimpin dan keluarganya. Kuburan-kuburan batu dari
para Raja dan pemimpin -pemimpin banyak dijumpai di pulau Kei antara lain di desa Faan,
pulau Kei Kecil. Punden berundak banyak dijumpai pulau di Kei dan terkenal dengan
nama " Siran ” dan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dari masyarakat desa.
दो

16
Gambar ini adalah kubur batu dari Raja pulai Kei di
desa Faan .

5. Kehidupan Seni Budaya


Tanda-tanda kehidupan seni di daerah Maluku ditemukan pada zaman Mesolitikum ..
Ekspresi seni dapat dilihat pula pada lukisan -lukisan di gua- gua. Pada gua-gua di Seram
dan kepulauan Kei lukisan -lukisan yang unik dijumpai dalam tata warna merah dan
putih yaitu lukisan -lukisan telapak tangan, bentuk manusia , perahu, binatang melata,
ikan , burung dan simbul-simbol yang penuh arti . Semuanya menyangkut alam ke
percayaan pada waktu itu. Suatu keistimewaan ialah tehnik melukiskan gambar-gambar
tersebut yaitu menggunakan cara menggores dan pemukulan garis-garis gambar.

17
Benda -benda peninggalan masa neolitikum berujud gelang kaki dan tangan,
terbuat dari kuningan dan perunggu . Ditemukan di Tanimbar dan Seram .

Kapak -kapak lonjong yang ditemui di Seram, Tanimbar telah dibuat dari batu yang
lebih bagus dari yang untuk perkakas-perkakas biasa dan dikerjakannya lebih halus dan
licin. Selain alat-alat kerja yang sudah dibuat dalam bentuk halus dan berukiran ,
masyarakat juga sudah mengenal berbagai perhiasan tubuh seperti gelang-gelang dan
kalung-kalung dari batu indah. Kadang-kadang gelang -gelang dan kalung -kalung itu di
kombinasikan dengan kerang dan siput. Alat penusuk konde (gelung rambut) dari
kerang dan tulang serta mahkota dari batu indah dan siput merupakan pula alat-alat
pelengkap pakaian kawin.

18
Jenis Periuk belanga dengan hiasan motif tenun terdapat
di kepulauan Kei.

Dari alat-alat pemukul kulit kayu yang di jumpai di Seram dan Tanimbar dapat
disimpulkan bahwa masyarakat sudah berpakaian. Alat-alat pemukul dari batu itu di beri
lukisan -lukisan bergaris. Dengan demikian pakaian - pakaiannya sudah di beri motif
motif bergambar. Kecuali membuat pakaian dari kulit kayu barangkali mereka
sudah pandai pula menenun tekstil yang agak halus. Karena tenunan tersebut dibuat
dari bahan tidak tahan lama maka bekas-bekasnya tidak dijumpai lagi. Akan tetapi
suatu petunjuk dapat diperoleh dari benda-benda periuk belanga yang memakai hiasan
tenun. Hiasan -hiasan sederhana yang umum ditemui adalah pola anyaman, garis -garis
miring dan lingkaran lingkaran kecil.

19
Kepandaian membuat patung juga telah dilakukan at Maluku masa lampau ,
baik dari kayu, batu dan menuang dari logam di sertai ukiran .

Selain alat-alat perhiasan dari batu -batu indah , tulang, siput , kerang, tembikar
dijumpai pula alat-alat perhiasan yang dibuat dari bahan perunggu dan kuningan seperti
gelang-gelang kaki dan tangan baik untuk pria maupun wanita.
Kepandaian memahat patung-patung dari kayu, batu dan menuang patung-patung
logam serta benda-benda keperluan kehidupan lainnya yang sudah diukir dapat di
katakan sudah menjadi milik jiwa seni mereka.
Penurunan jiwa seni dan ketrampilan dalam membuat barang-barang keperluan hidup
di atas tentu melalui suatu pendidikan tradisionil yang diturunkan dari orang tua kepada
anak -anak dan seterusnya .

20
6. Alam Pikiran dan kepercayaan

Mengenai kepercayaan pada permulaan pertumbuhan kebudayaan sukar untuk


mendapat suatu gambaran yang jelas. Gambar-gambar dan lukisan - lukisan dalam gua
semuanya penuh dengan arti simbolik, akan tetapi dapat diduga semuanya itu berkisar
pada alam atau kekuatan gaib dan dunia kematian . Kepercayaan kepada yang " Gaib ”
baru mencapai bentuk yang nyata pada zaman Neolitikum dan di zaman Perunggu -Besi,
yaitu pada saat masyarakat mengenal kehidupan menetap dan bercocok tanam dengan
suatu susunan pemerintahan semacam perkampungan.
Hidup bercocok tanam lebih mendekatkan manusia kepada hidup berkepercayaan .
Para petani selalu mengharapkan supaya roh- roh gaib selalu memberikan restu dan
kesuburan kepada hasil pertaniannya. Ilmu perbintangan yang erat hubungannya dengan
pelayaran sudah tentu mempengaruhi adanya suatu kepercayaan . Kapak-kapak yang
indah dan tidak ada bekas-bekas bahwa telah terpakai, baik yang dari batu maupun
yang dari perunggu menunjukkan akan adanya berbagai macam upacara yang tentu
nya berhubungan erat dengan kepercayaan atau keagamaan. Demikian juga dengan nekara
nekara yang dipakai semuanya berhubungan dengan upacara -upacara itu. Selain itu
bangunan-bangunan Megalitikum seperti tiang batu, meja batu (dolmen ) dan kubur batu
serta punden berundak memberi kesan, bahwa pemujaan roh nenek-moyang mengambil
peranan penting dalam kehidupan kerohanian pada waktu itu.

21
B A B III.
ZAMAN KUNO (+ Abad I - 1500 M)

1. Kehidupan Pemerintahan dan Kenegaraan


Pada zaman kuno sebelum datangnya bangsa -bangsa Eropah ke daerah Maluku,
pada umumnya penduduk Maluku berdiam di daerah -daerah pedalaman dan di gunung
gunung pada tempat yang strategis letaknya dari serangan musuh. Pemilihan tempat-tempat
kediaman tersebut berkenaan dengan sering terjadinya peperangan antar suku.
Penduduk hidup berkelompok dan membentuk masyarakat hukum geneologis
yang susunannya menurut garis keturunan ayah (patrilineal). .

Kelompok -kelompok sosial yang geneologis itu bertumbuh makin lama makin maju
dan sempurna, sehingga akhirnya berkembang menjadi bentuk struktur politik yang
nyata ,

Menurut Dr. J.C. van Leur, struktur politik itu berkembang terus, sehingga menjadi
suatu ” Patrician Republican " di bawah suatu kuasa rejim aristokrasi. Struktur ini terdapat
di Maluku Tengah terutama di Banda, Ambon , kepulauan Lease dan sekitarnya.
Republik -republik desa atau " Dorps Republieken ” ini dijumpai pula di daerah Maluku
Tenggara. Daerah Maluku Utara keadaannya agak berlainan . Bentuk pemerintahan bukan
aristokrasi, tetapi monarki,

1.1 . Pertumbuhan Negara-Negara dan Perkembangannya .


Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang kehidupan kenegaraan dan pemerin
tahannya, perlu terlebih dahulu dijelaskan secara singkat tentang proses pertumbuhan

22
daripada persekutuan -persekutuan sosial yang genealogis itu, yang di daerah Maluku ter
kenal sebagai "Negeri" atau kampung, yang merupakan basis dari masyarakat adat di
daerah Maluku.

Di daerah Maluku Utara sebelum terbentuk kerajaan -kerajaan dalam abad ke XIV
masyarakat sudah terorganisasi dalam kelompok-kelompok sosial yang genealogis.
Di pulau Tidore misalnya , terdapat kesatuan masyarakat terkecil yang disebut " Soa ” .
Mereka ini mendiami suatu wilayah yang di sebut ” Dukuh ” . Kepala atau pemimpin dari
Soa di sebut " Fomanyira ” yang artinya orang tertua. Beberapa Soa kemudian memben
tuk satu kampung yang dikepalai oleh seorang "Gemilaha " . Gemilaha kemudian mem
bentuk persekutuan yang lebih besar lagi disebut " Boldan ” . Boldan ini dikepalai oleh
seorang " Kolano ” . Keadaan yang sama juga terdapat di Ternate dan Bacan . Di Bacan ,
Kolano disebut juga dengan istilah " Jou ”. Jadi Boldan adalah suatu bentuk politik yang
dikuasai olen " Kolano " dan dapat dikatakan merupakan bentuk awal dari kerajaan
di Maluku Utara . Sebagian Boldan dan Kolano kemudian menghilang dan diganti
dengan sebutan " Sultan ” .

Dari sumber-sumber sejarah lama yaitu "Sejarah Ternate” yang dikarang oleh
pengarang " Naidah" dan "Kronik Kerajaan Bacan", dijelaskan bahwa dalam abad
ke - XIV Daerah Maluku Utara sudah ada empat kerajaan yaitu Ternate, Tidore, Jailolo
dan Bacan . Dari ke empat kerajaan tersebut , Ternate dan Tidore lebih terkenal dengan
wilayah-wilayah pengaruh yang luas di Indonesia bagian Timur. Kepala pemerintahan
berada dalam tangan Sultan dan dibantu oleh tiga orang pejabat tinggi lainnya yaitu
”Jogugu” atau wakil Sultan, "Kapita Lao” yang berurusan dengan armada kerajaan dan
" Hukom ” yang dapat disamakan dengan Hakim Tertinggi.
Selain itu terdapat pula suatu dewan bangsawan yang disebut " Soa -Siwa "
yang mempunyai kekuasaan besar sekali dalam pemerintahan . Pengangkatan seorang
Sultan baru adalah hak Soa-Siwa , demikian pula keputusan -keputusan penting yang
diambil oleh Sultan atau ketiga pegawai tinggi tersebut harus mendapat persetujuan
Soa -Siwa pula.

Pemerintahan di daerah dikepalai oleh seorang "Sangadji”. Setiap pulau dibagi


dalam beberapa distrik di bawah pimpinan mereka. Kebanyakan dari para Sangaji ini
berkedudukan di kota-kota pelabuhan sehingga tugas mereka sangat erat hubungannya
dengan perdagangan. Peranan mereka juga besar dan ini terlihat dalam perjanjian
perjanjian perdagangan di mana mereka turut menandatangani kontrak-kontrak dengan
bangsa-bangsa aisng, Kepala-kepala Desa dan pembantunya juga berperan dalam per
dagangan karena merekalah yang langsung mengumpulkan hasil-hasil perdagangan
( cengkih ). Oleh karena kedudukan Kepala-Kepala desa ini berjalin erat dengan per
dagangan cengkih maka mereka dinamai juga sebagai " Orang Kaya”.
Selain pemerintahan para Sangaji dan Orang Kaya itu , kerajaan Ternate dan Tidore
juga mempunyai beberapa daerah pengaruh. Sebagai kepala daerah pengaruh ini ialah

23
para " Gimalaha " yang berkedudukan sebagai Wakil Sultan . Mereka juga berkepentingan
dalam perdagangan cengkih. Oleh karena para Gimalaha dan Sangaji kebanyakan terdiri
dari bangsawan -bangsawan Ternate maka dapat dipahami bagaimana hubungan mereka
dengan Sultan. Sėring jabatan mereka diwariskan secara turun temurun.
Adapuh wilayah -wilayah atau daerah-daerah pengaruh kerajaan Ternate itu ialah
kepulauan Sula, pulau Makian, Jailolo dan wilayah Ambon (Seram Barat , Buru, Ambon,
Lease dan Banda), sedangkan kerajaan Tidore meluaskan kekuasaannya sampai ke pantai
Irian Jaya. Kerajaan Bacan tetap berpusat di pulau Bacan dan sekitarnya, sedangkan
kerajaan Jailolo di pulau Halmahera kemudian masuk dalam kekuasaan Ternate maupun
Tidore .

Di daerah Maluku Tengah terdapat républik-republik desa yang " patrimonial”.


Adapun proses perkembangannya dapat di jelaskan sebagai berikut : Mula-mula kelompok
masyarakat sosial yang genealogis bertempat tinggal di gunung -gunung/bukut-bukit
pada tempat-tempat yang aman dan strategis, terlindung dari serangan musuh. Setelah
penduduk bertambah banyak, terjadilah perkampungan yang terdiri dari beberapa
mata -rumah yang dalam istilah daerah disebut "Rumahtau” atau Lumatau ” .

Di pulau Seram, Ambon dan kepulauan Lease, Rumahtau ini merupakan basis dari
susunan masyarakat adat . Setiap Rumahtau dikepalai oleh seorang " Orang Tua".
Beberapa Rumahtau yang mempunyai hubungan genealogis- territorial menggabungkan
diri lagi menjadi sebuah " Soa " atau kampung kecil (Wijk ). Beberapa Soa yang berdekatan
membentuk sebuah "Hena” atau “ Aman ” , yang terletak di gunung hingga sekarang
terkenal dengan nama " Negeri Lama " . Karena perkembangan sosial, ekonomi dan politik ,
beberapa Hena atau Aman membentuk lagi perserikatan-perserikatan yang lebih besar
yang terkenal dengan nama ” Uli” . Sejak dahulu terkenal dua macam Uli yakni ” Uli-lima"
dan ”Uli-Siwa”. Uli-Lima artinya persekutuan lima negeri dan Uli-Siwa artinya persekutu
an sembilan negeri . Kedua bentuk Uli ini dijumpai baik di Maluku Utara , Maluku Tengah
maupun di Maluku Tenggara, dengan subutan /istilah yang berbeda , yaitu di Maluku
Utara dikenal dengan nama Uli-Siwa danUli- Lima, di Maluku Tengah dikenal dengan
nama Pata -Siwa dan Pata Lima, sedangkan di Maluku Tenggara dikenal dengan
nama Ur -Siu dan Lor -Lim .

Dari manakah tempat atau asal pembentukan perserikatan -perserikatan ini, apakah
dari Maluku Utara, Maluku Tengah atau Maluku Tenggara, kurang jelas. Yang pasti
ialah bahwa di Maluku Utara ; Ternate adalah Uli -Lima sedangkah di Tidore adalah Uli
Siwa. Ada kemungkinan pengaruh perserikatan dari Maluku Utara ini masuk ke Maluku
Tengah dan terus ke Maluku Tenggara, namun kebenarannya belum mendapat kata sepakat
dari para ahli.
Pada zaman Portugis dan terutama pada zaman V.O.C. (Belanda), penduduk
Negeri Lama diturunkan ke pesisir pantai dengan paksaan dan membentuk negeri -negeri
territorial yang dikenal sampai sekarang ini. Maksud diturunkannya Hena-hena itu ,

24
agar mempermudah pengawasan dan ditundukkan bila timbul pemberontakan terhadap
Belanda.

Pada umumnya negeri-negeri di Maluku Tengah mempunyai pola dasar pembentu


kan dan struktur pemerintahan yang sama, namun di antara beberapa pulau dan negeri
masih terdapat pula perbedaan-perbedaan atau kekecualian yang mungkin disebabkan
karena perkembangan dan pengaruh-pengaruh dari luar sesuai dengan kondisi negeri
dan pulau itu sendiri. Di pulau Ambon misalnya, terdapat perbedaan antara Jazirah
Leihitu dan Jazirah Leitimor. Di jazirah Leihitu terdapat suatu macam pemerintahan
yang dikepalai oleh Raja Hitu dan dilaksanakan oleh ”Empat Perdana Hitu ". Uli-uli yang
terdapat di jazirah itu diperintah langsung oleh sejumlah 30 orang Galarang yang berada
di bawah keempat Perdana Hitu itu. Jadi dapat dikatakan bahwa di Hitu terdapat
semacam kerajaan juga.
Selain itu di jazirah Hoamoal Seram Barat terdapat pula suatu pusat kekuasaan
yaitu di kota pelabuhan Luhu. Pusat kekuasaan ini adalah bagian dari kerajaan Ternate ,
karena Gimalaha yang berkedudukan di situ adalah turun-temurun dari bangsawan
Ternate . Daerah kekuasaannya meliputi pulau Buru dan pulau-pulau sekitarnya serta
sebagian dari pantai Seram Barat.

Di daerah Maluku Tenggara pada mulanya juga terdapat persekutuan -persekutuan


masyarakat berdasarkan ikatan genealogis dan teritorial. Masyarakat genealogis itu
berstatus "Hukum Bapak” atau patrilineal dan mereka menganggap dirinya sebagai suatu
clan . Sebagian daripada mereka itu adalah penduduk asli dan sebagian lagi ada
lah orang-orang luar bangsa Indonesia yang datang kemudian dan berhasil memegang
kekuasaan pemerintahan dusun. Tempat asal penduduk baru itu antara lain dari pulau
Jawa, Bali , Luang, Leti, Kisar, Gorom (Seram Timur), Banda , Ambon , Ternate , Tidore,
Halmahera, Aru dan Trian.

Adapun susunan dan struktur pemerintahan sebagai berikut :


1. Rinrahan atau Ub, yaitu persekutuan inti yang terkenal sebagai rumah tangga atau
keluarga.
2. Rahanjam , yaitu suatu persekutuan yang terbentuk dari penggabungan beberapa Ub .
3. Ohoirotun yaitu suatu persekutuan yang terjadi daripada beberapa Rahanjam .
4. Lor atau Ur, yaitu persekutuan terbesar yang terdiri daripada beberapa Choiratun.
Tiap-tiap persekutuan mempunyai seorang pemimpin, yang dipilih biasanya seorang
Tua Adat yang cakap dan di anggap mempunyai kesaktian . Kepala atau istilah daerahnya
" Teu Ya An” daripada persekutuan Rinrahan disebut " Yamab - Ab - Rin ” . Kepala Ra
hanyam di sebut "Halaai” årtinya orang besar atau penguasa setempat.
Di dalam struktur pemerintahan sekarang ini ternyata bahwa kekuasaan peme
rintahan yang tertinggi adalah di tangan seorang ” Raja” . Di bawahnya terdapat Raja

25
Patih, kemudian Orang Kaya , sesudah itu Kepala Soa dan Saniri dari tiap-tiap Rahanjam .
Gelaran Raja atau Rat dan Orang Kaya bukanlah suatu yang asli di kepulauan Kei, akan
tetapi mungkin pengaruh dari luar yaitu Jawa atau orang -orang Melayu yang datang
kemudian .
1.2. Kepemimpinan dan Pengaturan Pemerintahan .
Selama berada di pegunungan tiap-tiap rumahtau atau Rahanjam mengurus hidup
1
nya sendiri-sendiri . Lama kelamaan karena di desak oleh faktor keamanan dan kesejah
teraan bersama , timbullah kerja sama antar rumahtau itu. Supaya ada kesatuan gerak di
bawah satu komando , umpamanya dalam menghadapi musuh bersama, diperlukan se
orang pemimpin , yang di sebut " Kapitan ". Kewajibannya ialah mengurus segala sesuatu
yang berhubungan dengan masalah pertahanan dan keamanan (militer). Masyarakat
menganggapnya memiliki kekuatan magis tertentu dan kebal terhadap segala macam
senjata. Pembantu Kapitan ini adalah " Malessy ” . Kalau Kapitan berhalangan maka ia
yang mewakilinya. Selain Kapitan ada tokoh lain yang bertanggung jawab tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan dunia keagamaan dan adat , yaitu "Mauweng” la
bertindak sebagai "pendeta adat" dan berkewajiban memimpin segala upacara adat.
Kadang-kadang ia bertindak pula sebagai "dukun". Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya
ia selalu berhubungan dengan dunia dewata. Mauweng dibantu pula oleh seorang
pembantu yang bernama "Maatoke".
Seorang pemimpin lain yang tugasnya berdekatan dengan Mauweng adalah
" Tuan Tanah ” . Kadang-kadang ia di gelari pula ” Tuan Negeri atau Tuan Adat” . Umumnya
tokoh ini dari mata -rumah pertama yang datang dan membangun desa tersebut. Ia
dianggap pemilik tanah di kampungnya dan sering memangku jabatan "Latu Kewano "
( Kepala Kewang). Sebagai pesuruh yang akan menyampaikan berita kepada penghuni
kampung diangkat seorang yang bernama "Marinyo ”. Bidang perekonomian dipegang
oleh "Kewang", dengan tugas mengawasi dan menjaga batas-batas tanah, hasil-hasil hutan
dan laut dari petuanan negerinta, supaya tidak diganggu oleh orang asing atau pemakaian
yang tidak senonoh dari anak negeri sendiri . Kapitan , Mauweng dan Tuan Tanah di
wariskan turun temurun. Keahlian dalam fungsinya biasanya diajarkan kepada putera
sulung.

Kepala rumahtau yang memegang jabatan Kapitan utama dalam perkembangan se


lanjutnya dapat diangkat menjadi Kepala Soa dan dapat memimpin Hena. Jabatan
ini disebut " Tamaela Umi Haha ” artinya pemimpin yang utama. Ia dapat diumpamakan
dengan seorang primus-interparis. Setelah negeri diturunkan ke pesisir pantai, Tamaela
Umi Haha tetap memangku jabatan pimpinan dengan gelaran " Latu " , " Patih ” atau
" Orang Kaya". Dalam menjalankan tugas pemerintah negeri, para Latu , Patih atau
Orang Kaya dibantu sepenuhnya oleh seorang " Kepala Soa " . Ia merupakan pembantu
utama dari negeri. Ia adalah kepala dari suatu Soa yaitu suatu daerah bahagian dari suatu
negeri . Pembagian atas beberapa Soa didasarkan pada proses pengelompokan yang telah
terjadi sejak masih di negeri lama masing-masing. Pada mulanya jabatan Kepala Soa di
wariskan turun temurun. Dalam perkembangan selanjutnya melalui pemilihan oleh dan

26
di antara anak buah Soanya.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa dalam bidang administrasi pemerintahan
adat dan tugas-tugas rutin, pemerintahan dipegang oleh Latu, Patih, Orang Kaya, Kepala
Soa dan Marinyo . Bidang keamanan dipegang oleh Kapitan, sedangkan bidang pereko
nomian di jabat oleh Latu Kewano .

Selain pemimpin utama yang telah disebutkan di atas dengan fungsi mereka masing
masing, maka untuk mengatur dan memudahkan jalannya pemerintahan Negeri (Kam
pung), dibentuk lagi aparat-aparat pemerintahan yang berfungsi sebagai pembantu Raja.
Aparat-aparat pemerintahan itu adalah :
A. Badan Saniri Raja -Patti;
b. Badan Saniri Lengkap ;
C. Badan Saniri Besar .
ad a ) Badan Saniri Raja Patti, dapatlah dikatakan sebagai badan eksekutip yang me
laksanakan tugas sehari -hari dan keanggotaannya terdiri dari Raja, Kepala Soa,
Kepala Kewang (Latu Kewano ) dan dibantu oleh Marinyo.
ad b) Badan Saniri Lengkap, dapat dianggap sebagai badan legislatip yang mempunyai
tugas membantu dan memperlancar jalannya roda pemerintahan dan selanjutnya
merupakan badan pengontrol pemerintahan . Keanggotaan Badan Saniri Lengkap
terdiri dari anggota-anggota Badan Saniri Raja -Patti, Kapitan , Kepala Adat
(Mauweng) dan Tuan Tanah (Amanupunyo).
ad c) Badan Saniri Besar, dapatlah dikatakan merupakan badan tertinggi dan dapat
diumpamakan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang keanggotaannya
terdiri dari ; Badan Saniri Raja Patti, Badan Saniri Lengkap, Kepala-kepala
keluarga dan semua orang lelaki yang sudah dewasa. Badan ini bersidang se
tahun sekali, akan tetapi sewaktu -waktu dapat bersidang jika keadaan mendesak,
umpamanya terjadi persengketaan batas tanah atau peristiwa-peristiwa lainnya
yang menyangkut kepentingan negeri itu sendiri. Persidangan di dalam Saniri
Besar dapat dianggap suatu ” Demokrasi Langsung ” dan dilakukan pada rapat
terbuka di rumah ” Baileu ” .

Struktur pemerintahan yang di gambarkan di atas, umumnya merupakan suatu pola


>

umum yang dijumpai di seluruh Daerah Maluku Tengah. Di Maluku Tenggara dijumpai
keadaan yang hampir sama. Dalam menjalankan tugas pemerintahan negeri para Hilaai
dibantu oleh Tua-tua Adat dari persekutuan -persekutuan Rin-rahan. Setelah masuk
pengaruh -pengaruh dari luar pada permulaan abad ke XVI, maka status Hilaai, diting
katkan menjadi koja atau " Rat ” dan dalam pemerintahan sehari -hari ia di bantu oleh
suatu aparat pemerintahan seperti akan di jelaskan pada Bab berikut . Struktur ini tidak
mengalami banyak perobahan sesudah masuk pengaruh -pengaruh dari luar.
Di daerah Maluku Utara sebelum masuknya agama Islam pada kira -kira abad ke
XV, maka yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam Boldan -boldan (Kerajaan )

27
code

Gambar seorang Kepala Adat (Mauweng) Hiasan bulu


di atas kepala lambang Tiga Air Batang
(Eti, Tola Saparua ).

yaitu Kolano . Mereka dibantu oleh kepala-kepala kampung yaitu para Gimalaha.
Selanjutnya para Gimalaha menguasai para Famanjira yang merupakan Tua-Tua Adat dari
masyarakat Soa. Setelah masuknya agama Islam , maka dalam struktur pemerintahan lama
ini terjadilah beberapa perobahan . Seperti akan dijelaskan pada Bab berikut .

28
Makanan pokok rakyat Maluku adalah sagu . Dalam gambar menunjukkan
bagaimana caranya menokoh pohon sagu untuk mengambil sari patinya
untuk pembuatan sagu dan pepeda. Gambar ini diambil, dari daerah Masohi.

2. Penyelenggaraan Hidup Dalam Masyarakat


2.1 . Pemenuhan Kebutuhan Hidup.

Di daerah Maluku Tengah , khususnya di daerah Ambon dan sekitarnya, kehidupan


perekonomian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada umumnya masih
bergantung pada pemberian alam sekitar. Mereka masih memandang kekayaan alam
yang dianugerahkan Tuhan sebagai bahan yang cukup untuk keperluan hidupnya.
Kehidupan berburu binatang buruan seperti babi , rusa , burung, ikan dan lain -lain
masih tetap dijalankan seperti dahulu kala, bahkan mengumpulkan buah-buahan dan
sayur-sayuran yang dapat di makan masih dilakukan seperti biasa. Kepandaian menokoh
pohon sagu mengambil sari-patinya untuk pembuatan semacam roti ( sagu dan papeda)
masih tetap merupakan bahan makanan pokok.
Penduduk telah berkediaman tetap di Aman -aman (kampung) dengan patuanan -patuanan
yang jelas batas-batasnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka tentu sudah
mulai dengan sistem pertanian sederhana berupa huma atau kebun .
Tanaman -tanaman yang umum ditanam ialah ketela pohon, ketela rambat/ubi jalar,

29
talas dan lain -lain. Tanaman perdagangan pada waktu itu belum diusahakan. Jadi per
tanian yang diusahakan adalah semata-mata untuk memenuhi keperluan hidup sehari
hari. Pengawasan dan pengaturan terhadap tertib ekonomi, juga sudah dikenal oleh
masyarakat. Ini terbukti dari adanya lembaga "Kewano" yang berfungsi mengatur hal itu.
Kepala dari lembaga ini adalah "Latu Kewano ". Ia mengepalai petugas-petugasnya yang
disebut para ” Kewang ”. Fungsi dan tugas mereka adalah menjaga dan mengawasi batas
batas tanah (patuanan ), hasil-hasil hutan, kebun dan hasil-hasil laut. Para Kewang menjaga
jangan sampai ada orang asing yang menerobos masuk dan mencuri hasil-hasil hutan dan
kebun tanpa ketahuan pemimpin negeri, Juga mereka mengawasi anak negeri sendiri
jangan sampai mereka mengambil hasil hutan atau laut sebelum waktunya. Bila waktu
panen tiba, maka tugas mereka ialah membagi dan mengawasi sesuai peraturan adat yang
berlaku. Mengambil hasil-hasil hutan /laut sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan
itu erat hubungannya dengan suatu peraturan hukum adat yang disebut " Sasi” . Sasi
artinya larangan mengambil hasil hutan/laut sebelum waktu yang ditentukan . Pelanggaran
terhadap hal ini berarti menerima hukuman secara adat.
Selain pemenuhan kehidupan hidup dengan usaha -usaha sendiri tersebut, penduduk
masih mencukupi keperluan hidup mereka yang tidak dihasilkan sendiri, yaitu dengan
jalan memperoleh dari luar daerahnya melalui perdagangan dengan orang-orang asing.
Perdagangan pada masa ini mungkin masih dalam tingkatan tukar-menukar keperluan
hidup (sistem barter).
Di daerah Maluku Tenggara, khususnya di kepulauan Kei, dari segi mata penca
harian hidup tidak ada perbedaan yang besar dengan keadaan di Maluku Tengah sebagai
mana telah dijelaskan di atas. Mereka mewarisi pula tradisi- tradisi dari zaman prasejarah
dalam ketrampilan mengumpulkan buah -buahan di hutan , berburu, menangkap ikan ,
bercocok tanam, beternak, usaha kerajinan tangan yang sederhana dan perdagangan .
Beberapa bukti ke arah warisan tersebut misalnya :
1. Dimiliki beberapa alat berburu /menangkap ikan seperti;
Temar-rubil, yaitu busur dan anak panah.
Nganga, yaitu tombak dengan mata besi.
Jok, yaitu bambu runcing berfungsi tombak.
Kuara, yaitu sejenis sero batu.
I - tuf, yaitu alat pemabuk ikan dari akar-akar kayu dan buah -buahan,
2. Dimiliki beberapa alat pertanian seperti;
Saw (mencadu/kapak Kei), yaitu kapak bertangkai
Nger (parang) dan Ngiw ( pisau ).
Pada umumnya kebun-kebun mereka dipagari oleh pagar batu ( lutur) yang di susun
dan pagar kayu untuk melindungi tanaman-tanaman mereka dari gangguan binatang
(babi hutan ).

30
Motif ukiran dengan bentuk sulur gelung terdapat
pada bagian belakang lunas perahu dari Kei dan
Tanimbar yang disebut arumbai atau kole-kole.
3
.

Alat-alat Kerajinan :
Job -anamat, yaitu berjenis- jenis anyaman dalam berbagai bentuk.
Ub -uran , yaitu alat-alat pecah belah ( suram ). Alat-alat ini dibuat dari sejenis tanah
liat .
Ra -hobo ,yaitu kepandaian membuat perahu dari berbagai jenis dan bentuk
seperti perahu belang, arumbai dan kole-kole.

31
Perdagangan juga sudah dikenal dalam bentuk tukar menukar (barter) barang
barang yang dibutuhkan , baik antara mereka sendiri maupun dengan orang luar atau asing.
Di daerah Maluku Utara di jumpai cara pemenuhan keperluan hidup yang sama juga
dengan daerah -daerah lain di Maluku. Pada umumnya penduduk hidup daripada hasil
hasil perkebunan mereka seperti pisang, kelapa , umbi-umbian dan buah -buahan . Penang
kapan ikan dan berburu binatang buruan tetap di lakukan . Kepandaian menokoh pohon
sagu juga dimiliki penduduk. Berbagai bentuk kerajinan tangan seperti anyam -anyaman
dengan motif-motif yang bagus dengan tata-warna yang sesuai serasi juga sudah dikenal.
Suatu perdagangan yang sederhana antara mereka dan orang asing juga sudah dikenal.
Sesuatu yang unik pada kehidupan sosial masyarakat di daerah Maluku ini khusus
dalam bidang pemenuhan keperluan hidup atau perekonomian ialah penerapan azas
kegotong-royongan dengan keihlasan yang tinggi . Dalam usaha-usaha pertanian misalnya,
jika seseorang anggota keluarga merencanakan membuka hutan yang baru dibuat ladang,
maka pada saat yang telah ditentukan dalam rencananya itu tanpa memberitahukan
terlebih dahulu kepada anggota -anggota keluarga, secara serentak mereka sudah tiba di
tempat pekerjaan itu untuk turut bekerja bersama. Bantuan yang di berikan kepada
seseorang dirasakan sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi. Jasa -jasa sosial yang
di berikan kepada seseorang, serta perasaan berkorban , semuanya didasarkan pada azas
>

kekeluargaan.

2.2. Pengaturan Masyarakat dan Hubungan antar Golongan


Dari uraian -uraian di atas perihal proses pembentukan dan pertumbuhan masyara
rakat-masyarakat sosial genealogis yang kemudian berkembang menjadi kesatuan -kesatu
an politis jelas bahwa yang menjadi dasar dari susunan masyarakat itu adalah ” Rumah
Tau ” , ” Rahanjam ” atau " Soa ” . Kemudian untuk mengatur ketertiban dan kesejahteraan
bersama diangkatlah seorang pemimpin yang memegang kekuasaan tertinggi. Dalam
menjalankan tugas pemerintahan sehari -hari ia dibantu oleh aparat-aparat pemerintahan
adat lainnya .

Di dalam masyarakat adat ini faktor kekerabatan atau kekeluargaan memegang


peranan penting terutama dalam segi kehidupan sosial masyarakat. Yang menjadi
ukuran dan dasar kehidupan dalam masyarakat adalah keluarga . Di dalam masyarakat
tidak dikenal milik perseorangan , semuanya adalah milik bersama. Masyarakat memiliki
dan mengenal patuanannya (batas-batas tanah ) masing-masing. Patuanan berada di bawah
pengawasan satu dewan adat yang dikenal dengan nama " Saniri Negeri” . Segala sesuatu
di dalam masyarakat dilakukan bersama-sama. Sistem semacam ini dikenal dengan istilah
"Masohi” di Maluku Tengah atau " Maren” di Maluku Tenggara. Sifat masohi/maren inilah
yang menimbulkan tanggung jawab bersama terhadap seluruh masyarakat . Dengan adanya
unsur-unsur pengawasan dalam masyarakat, seperti Dewan Kewano, Dewan Saniri, Tua
tua Adat, dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial sangat teratur baik. Harta milik
adalah harta milik bersama yang dikuasai bersama di bawah seorang pemimpin yang
yang disebut ” Tua -Adat ” .

32
Kepemimpinan dalam masyarakat adalah kepemimpinan yang turun-temurun.
Hal ini menunjukkan sifat penghormatan terhadap pemimpin dan hak ketuanya yang
telah ditetapkan oleh datuk-datuk. Apabila terjadi penggantian kepemimpinan karena
meninggal umpamanya, maka yang berhak menggantikan ialah turunan dari pemimpin
yang telah meninggal itu, dalam arti anaknya atau yang masih ada hubungan keluarga.
Sampai sekarang hal ini masih berlangsung terus di daerah Ambon dan sekitarnya.
Akan tetapi sekarang tradisi ini sudah mulai ditinggalkan dan pengangkatan seorang
raja /kepala kampung sudah dilakukan melalui suatu pemilihan. Di kepulauan Maluku
Tenggara, khususnya di kepulauan Kei dan di daerah Maluku Utara tradisi tersebut
masih tetap utuh dan dipertahankan. Menurut anggapan masyarakat, pelanggaran terha
dap tradisi ini akan mendapat hukuman dari datuk-datuk mereka .
Perasaan kekeluargaan ditunjukkan pula kepada sesama suku, bahkan kepada war
ga yang berasal dari satu pulau. Walaupun tempat kediaman berjauhan , mereka masih
merasa sekeluarga. Tuan rumah akan menjamu tamunya sebagai kaum kerabat yang
terdekat. Sebagai contoh, solidaritas masyarakat Kei di Maluku Tenggara selalu di pupuk
dengan semboyan yang berbunyi : " It besa wu -ut ain mehene ngifun, manut ain mehe ni
tilur” yang artinya : ” Kami adalah telur-telur ikan yang berasal dari seekor induk ikan
atau telur-telur ayam dari seekor induk ayam ,” yang maksudnya bahwa semua orang Kei
adalah tergolong satu keluarga besar, Perasaan kekeluargaan dan persatuan dalam suku
sangat terasa. Namun sering juga terjadi peperangan -peperangan antar suku atau antar
"Negeri” , karena perluasan teritorial atau pelanggaran terhadap hak-hak pertuanan
masing -masing suku /negeri.

3. Kehidupan Seni Budaya.


Kehidupan seni-budaya yang sudah dimiliki penduduk Maluku sejak zaman pra
sejarah, berkembang terus sampai pada zaman kuno dan bertambah kaya setelah men
dapat pengaruh-pengaruh dari luar atau pengaruh-pengaruh asing. Rasa seni dan keindahan
dituangkan dalam berbagai segi kehidupan dan semuanya tidak terlepas daripada pe
ngaruh alam sekitar, serta kepercayaan dan pandangan hidup.
Kemajuan mulai nampak dalam berbagai bidang kesenian antara lain seni-suara,
seni-tari, seni-rupa dan seni hias. Meskipun ada terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal
khusus, namun suatu pola umum dan persamaan dapat dijumpai di semua daerah
kepulauan ini. Beberapa contoh dalam hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
Dalam segi berpakaian, masyarakat sudah mulai meninggalkan penutup badan atau
aurat lainnya dari kulit kayu dan kulit binutang dan beralih ke bahan -bahan tenun.
Suku Alune di Seram Barat sejak dahulu sudah memiliki alat-alat pembuat pakaian .
Alat-alat itu adalah ” Kanune ” dan ” Lia ” . Kanune yaitu semacam alat tenun dari kayu,
sedangkan Lia yaitu batu yang dipakai untuk menumbuk dan mencap cidaku atau cawat
dari kulit kayu.
Orang laki- laki memakai cidaku , sedangkan orang perempuan memakai kain yang

33
RUS
ar

Gambar motif hiasan pada barang anyaman dan bahan tembikar maupun tudung
saji. Kerajinan ini banyak ditemukan di pulau Tanimbar dan Kisar.

adalah hasil tenunan sendiri . Yang mengagumkan ialah bahwa cidaku dan pakaian
wanita tersebut sudah di beri motif-motif hiasan yang menarik , bahkan di beri pula
warna-warni . Pada suku-suku Alifuru di Seram dan Halmahera malah sudah terdapat
motif-motif hiasan khusus yang dimiliki masing-masing seperti suku Alifuru dari
perserikatan Pata-Siwa Hitam dan Pata -Siwa Putih .
Warna merah, hitam dan kuning merupakan warna-warna yang unik.

Motif-motif hiasan di jumpai pula pada barang-barang anyaman dan lukisan-lukisan pada
bahan-bahan tembikar. Kain-kain tenun yang halus dengan motif -motif hiasan yang
indah dan halus banyak dijumpai di kepulauan Maluku Tenggara , khususnya di
pulau Tanimbar dan Kisar. Kepandaian membuat bahan -bahan tembikar dari tanah
liat dengan di beri motif -motif hiasan yang menarik umpamanya pada benda-benda
periuk -belanga banyak dijumpai di kepulauan Kei .
Adapun jenis seni karya yang ada , antara lain :
?

Seni anyaman ; alat-alat dapur dan alat-alat rumah tangga lainnya dari rotan,
• bambu dan daun pandan dapat dijumpai di seluruh Daerah Maluku. Anyaman

34
Gambar bangunan rumah Baileu atau rumah raja di Ternate.

anyaman yang halus dengan warna-warni yang baik dan menarik dapat dijumpai
di daerah Halmahera, Seram dan di kepulauan Kei.
2 Seni Memahat: patung-patung dari kayu maupun batu sudah dikenal baik dalam
bentuk yang besar maupun yang kecil, bahkan ada kemungkinan mereka sudah me
ngenal tehnik menuang dan mencetak patung dari logam.
3. Seni Ukir: juga sudah mereka miliki seperti ukiran -ukiran yang dijumpai pada
perahu -perahu ( Belang ), Alat-alat senjata dan barang-barang rumah seperti pada
tiang-tiang dan dinding -dinding rumah.

4. Seni-Bangunan: sudah dikenal seperti membuat bangunan besar dan bersifat


umum seperti rumah "Baileu" dan " Rumah Raja ” serta rumah-rumah adat lain
nya .

35
Jenis alat musik yang mengiringi lagu - lagu dan tarian yang disebut Tifa
terbuat dari batang pohon sagu dengan kakinya berhias patung manusia.

5. Seni-suara : dapat didengar ketika melagukan syair-syair " Kapata " yaitu, nyanyi
an -nyanyian tanah (lagu daerah ) yang berhubungan dengan sejarah dan kepercayaan
(agama). Juga lagu-lagu bebas sebagai pujaan terhadap keindahan alam dan ke
kayaan, dilagukan waktu beristirahat dari bekerja di kebun atau di laut, baik
secara perorangan maupun secara berkelompok oleh " Jujaro -Mungare ” (Muda-mudi).
Alat-alat musik yang umum mengiringi lagu-lagu dan tari-tarian adalah tifa dan
gong (totobuang), di samping alat-alat dari bambu ( suling) dan kulit siput .

36
6. Dalam dunia seni-tari, dijumpai bermacam-macam jenis tari dengan berbagai gerak
an sesuai dengan isi , jiwa dan tujuan tari tersebut . Sifat dari tari-tarian itu ber
macam-macam , antara lain tari-perang, tari untuk menyambut dan menghormati
tamu, tari bebas (pergaulan ) muda -mudi dan tari yang berhubungan dengan
upacara-upacara adat dan keagamaan .

Beberapa contoh dapat di kemukakan sebagai berikut :


Dari Maluku Utara ( Ternate, Tidore dan Halmahera ):
Tari Ronggeng motifnya pergaulan .
Tari Tide-tide motifnya menghormat tamu,
Tari Kabata motiſ hiburan dan adat
Tari Moro -moro motif hiburan
Tari Lala motif nasihat / agama
Tari Cakalele motif tari perang
Tari Tuala hulo motif menghormat pemimpin .

Dari Maluku Tengah ( Seram , Ambon , Lease ):


Tari Cakalele motifnya tari perang
Tari Lenso motifnya tari pergaulan
Tari Maru-Maru motifnya tari pergaulan
Tari Sawat motifnya tari pergaulan .

• Dari Maluku Tenggara (Kei -Tanimbar)


Tari Panah motifnya tari perang
Tari Cakalele motifnya tari perang
Tari Sosoi motifnya menghormat tamu
Tari Sawat motifnya tari pergaulan
Tari Ular motifnya menghormat tamu.

Mengenai Seni-Sastera , juga dikembangkan dalam bentuk syair -syair dan pan
tun -pantun dalam bahasa daerah masing-masing suku. Cara mengucapkan syair-syair
itu umumnya dalam bentuk lagu yang dikenal sebagai " Kapata" atau "Legu”.
Syair-syair Kapata umumnya selalu berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sejarah dan
adat , sedangkan pantun-pantun umumnya berhubungan dengan suasana pergaulan
atau santai.

37
Adapun cara memelihara dan menurunkan ekspresi seni budaya ini ialah melalui
suatu pendidikan tradisionil yang diturunkan dari orang tua kepada anak-anak dan
dari orang -orang atau pewaris yang berhak menerimanya. Semuanya berjalan dan diatur
oleh norma-norma adat . Di beberapa kampung di kepulauan Kei , Seram dan Maluku
Utara terdapat jenis -jenis tari ( cakalele) atau Kapata yang hanya boleh di tarikan atau
dilagukan oleh kampung-kampung tertentu, orang-orang tertentu dan juga pada saat -
saat tertentu. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang sudah ada mendapat
sangsi berupa hukuman adat , bahkan kadang -kadang bisa menimbulkan perselisihan dan
peperangan antar suku .
Bentuk -bentuk kesenian asli yang dimiliki penduduk ini nanti mendapat pengaruh
pengaruh luar yang masuk dan lebih menambah kekayaannya, terutama pengaruh dari
seni budaya suku bangsa Indonesia lainnya dan seni-budaya Islam dan Eropah.

4. Alam Pikiran Dan Kepercayaan


Sama seperti suku-suku bangsa lain di Nusantara , maka di Maluku sebelum masuk
nya pengaruh agama-agama Islam dan Kristen , manusia pribumi sejak dahulu berada
dalam suasana pengaruh alam sekitar , yang turut membentuk cara berpikir dan pan
dangan hidupnya selaku manusia alamiah, yang menggantungkan hidup dan nasibnya
pada kekuatan-kekuatan alam ini . Keadaan yang demikian dengan sendirinya mengakibat
kan manusia itu tidak bebas dalam menghadapi segala tantangan alam. Timbulnya
rasa segan dan takut serta heran terhadap segala tantangan alam membuat dia mencari
jalan untuk menemui rahasia daripada segala yang terjadi itu . Gejala semacam inilah
yang di sebut " Againa atau Religi” , yaitu dorongan keinginan manusia untuk men
dapatkan hubungan dengan yang di luar dia.
Masyarakat Maluku sebelum masuknya agama Islam dan Kirsten, juga sudah
mempunyai agama yang dapat disebut sebagai " Kepercayaan setempat" atau " keper
cayaan asli” . Adapun inti daripada agama asli ini ialah kepercayaan terhadap animisme
dan dinamisme. Masyarakat masih menganut kepercayaan animisme yaitu kepercayaan
terhadap arwah orang-orang yang telah meninggal, kepada magi-magi . Mereka meng
anggap bahwa seluruh alam ini mempunyai "jiwa dan roh ” . Upacara-upacara adat
yang masih ada dewasa ini jelas memperlihatkan hal itu . Selain animisme, mereka
mengenal pula " dinamisme” , yaitu kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan tidak
berwujud yang menguasai segala sesuatu dan selalu menakutkan Kepercayaan dinamisme
ialah kepercayaan terhadap batu-batu , pohon atau benda lain tertentu yang di anggap
mempunyai kekuatan rahasia. Ada tempat-tempat yang di anggap suci , yang mengandung
hal-hal yang tahbis, tapi ada pula tempat-tempat yang menakutkan yang dari padanya
diperoleh kekuatan gaib . Beberapa contoh dari pulau Ambon misalnya: " Batu Marawael”
di desa Hatalae , ”Tompayang” di gunung Sirimau dekat Desa Soya , pemujaan terhadap
” Batu-Teong" di negeri-negeri Urimessing, pemujaan terhadap " Batu -batu -Pemali
di rumah-rumah Baileu dan tempat -tempat tertentu di " Negeri-Lama” di gunung
gunung. Semuanya itu sebagai tempat memohon kekuatan baik dari individu maupun
untuk seluruh warga desa. Tempat-tempat tersebut juga dipakai sebagai tempat

38
bertemu dan berbicara dengan roh datuk -datuk yang telah meninggal. Ucapan
ucapan magis yang disebut Tiup-tiup” dan pemakaian " Tali-Kaeng” (ikat pinggang)
sebagai jimat merupakan pegangan dalam hidup. Benda ini dipakai untuk meng
hindarkan diri dari bahaya dan menambah kesaktian. Tiup-tiup biasanya dipergu
nakan pada waktu mengobati orang sakit. Seseorang yang kebetulan jatuh sakit
atau pingsan dikatakan " Katagorang" atau " Takanal ” yaitu ia telah kemasukan roh
jahat atau kena kekuatan gaib pada tempat-tempat yang dianggap keramat atau angker.
Bekas-bekas kebudayaan Megalitik seperti meja-batu (Dolman ) dijumpai di mana
mana terutama di pusat-pusat Negeri Lama, semuanya berhubungan dengan kepercayaan
dinamisme dan animisme. Di daerah Maluku Tenggara, khususnya di kepulauan Kei,
1
kepercayaan animisme disebut dengan istilah " Ngu -mat ", sedangkan dinamisme dengan
istilah "Wadar Metu ” . Kedua kekuatan ini menguasai kehidupan masyarakat sepenuhnya,
terbukti adanya ber-macam-macam upacara adat yang dilakukan dalam bentuk pe
mujaan terhadap :
Nit - jamad - ubud ( Tete - Nenek - Moyang);
Ler Wuan (Matahari - Bulan );
Aiwarat (pohon-pohon) ;
Aiwat (Batu-Batu) ;
Rahanjam (mata - rumah );
Tun - lair ( tanjung - labuhan );
Nuhu -tanat (gunung-tanah) ;
Wamakasal (pusat negeri-desa);
Kubur - hat (kuburan).

Pada tempat-tempat ini masyarakat mengadakan " ensob enhof wok wangmet)
yaitu upacara -upacara adat , mengucapkan kata-kata magis serta mempersembahkan harta
benda . Yang memimpin upacara-upacara adat ini adalah seorang yang bernama
” Metuduan ” . Kalau di Maluku Tengah adalah para ”Mauweng ”.
Kepercayaan terhadap " Tete -Nenek-Moyang" ada dua macam yaitu :
1. Nit -Fayaut , yaitu arwah yang telah meninggal dunia.
2. Far-Wakat, yaitu arwah yang masih hidup dan mengembara.
Selanjutnya masyarakat di sini mengenal pula berbagai-bagai benda " Fetis ” . Jimat untuk
kekebalan diri terhadap senjata -senjata tajam disebut "Mamar ” .
Di daerah Maluku Utara , kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan animisme dan
dinamisme juga sangat terkenal. Penyembahan selalu dilakukan terhadap roh nenek
moyang yang di Ternate disebut "Gomanga”. Peraturan-peraturan yang berasal dari
nenek-moyang sampai sekarang dipegang teguh dan takut di langgar karena dapat men
datangkan malapetaka.

39
Berbagai-bagai bentuk roh jahat yang dikenal masyarakat antara lain : Hatemadubo,
Meki , Goda, dan masing-masing mendiami pohon-pohon , gunung dan gua. Berbagai
bagai benda yang didiami roh-roh tadi semuanya mempunyai kekuatan gaib dan ke
kuatan gaib itu dapat diturunkan kepada manusia .
Selain kepercayaan terhadap kekuatan -kekuatan animisme dan dinamisme, masya
rakat Maluku dahulu juga sudah mengenal konsep -konsep tentang adanya satu roh
tertinggi sebagai pencipta segala sesuatu . Jadi kepercayaan terhadap semacam Tuhan .
Masyarakat Ternate dahulu punya anggapan , bahwa dunia ini dengan segala isinya
diciptakan langsung oleh suatu roh tertinggi yang disebut " Gikirimoi” . Gikiri artinya
pribadi dan Moi artinya satu. Jadi Gikirimoi artinya suatu pribadi tertinggi yang tidak
kelihatan . Masyarakat berpendapat bahwa Digirimoi setelah selesai bertugas menciptakan
bumi dengan segala isinya, maka ia tidak berperanan lagi , Kekuasaannya lalu di serahkan
kepada manusia pertama yang diciptakannya dan manusia inilah yang menjadi nenek
moyang mereka yang selalu dipuji.

Di Tidore masyarakat mengenal roh tertinggi ini dengan istilah " Jou Wonge”
artinya yang " aih ” . Menurut mereka Jou Wonge itulah yang menurunkan kekuatan
dan kesaktiannya kepada seseorang, terutama kepada "Momale ” yaitu orang yang
biasanya menjalankan upacara-upacara adat. Untuk mencapai sukses dalam segala usaha
hidup misalnya dalam usaha -usaha pertanian dan lain -lain , orang selalu meminta
kekuatan dan perlindungan dari Jou-Wonge.

Di Maluku Tengah, Yang Maha Kuasa dan pencipta segala sesuatu ini dikenal
sebagai "Upu-Lanite” atau Upu -Umi”. Orang yang selalu berperanan dalam upacara
upacara agama dan selalu berhubungan dengan Illah-Illah dan roh-roh halus dan
Tete-Nenek -Moyang adalah para "Mauweng".
Dapat disimpulkan bahwa seluruh kehidupan masyarakat penuh dengan per
buatan-perbuatan keagamaan. Tiap kejadian yang luar biasa selalu dihubungkan dengan
soal agama. Umpamanya kecelakaan , penyakit , panen yang gagal, pencaharian di laut
>

yang tidak berhasil dan bahaya -bahaya alam lainnya , semuanya itu disebabkan karena
orang tidak menjalankan sebaik -baiknya upacara-upacara keagamaan atau ada pelanggaran
adat. Jadi seluruh hidupnya diliputi oleh hidup keagamaan dan segala perbuatan boleh
dikatakan adalah perbuatan keagamaan .

40
BAB IV .

ZAMAN BARU (+ 1500 – 1800 )

1. Keadaan Pemerintahan dan Kenegaraan


Seperti telah dijelaskan pada zaman kuno, jadi jauh sebelum masuknya pengaruh
agama Islam pada pertengahan abad ke XV dan masuknya pengaruh bangsa Eropah
pada pertengahan abad ke XVI , di Maluku sudah ada kesatuan -kesatuan masyarakat
sosial yang teratur yang kemudian berkembang menjadi kesatuan -kesatuan politis
yang berkuasa .

Di daerah Maluku Utara Kesatuan-kesatuan politis itu terkenal sebagai " Boldan
boldan ” dan dikepalai oleh seorang pimpinan tertinggi yang disebut " Kolano ” .
Para Kolano disebut juga dengan gelar "Maloko". Dalam perkembangannya muncul
empat buah Boldan, yang terkenal ialah ; Maloko Boldan Ternate, Maloko Boldan Tidore,
Maloko Boldan Bacan dan Maloko Boldan Jailolo. Sebelumnya keempat Boldan ini
lebih terkenal dengan nama Gapi, Duko, Seke dan Tuanane, yaitu tempat kedudukan
atau ibu-kota dari para Kolano masing m- asing. Selain keempat Boldan yang besar ini,
terdapat juga beberapa yang lain tapi kurang berpengaruh, yaitu Motel, Makian ,
Kayoa dan Labuha yang masing-masing terkenal dengan nama Motil , Masa , Malisa dan
Kasirua. Dari gelaran-gelaran para Kolano jelas bahwa mereka sudah mempunyai wilayah
kekuasaan yang luas, tidak saja meliputi beberapa desa atau soa melainkan juga
meliputi beberapa kelompok desa, yaitu Uli.
Di daerah Maluku Tengah, kesatuan -kesatuan politis terkenal sebagai " Republik
‫وو‬
Desa " atau " Dorps Republieken " yang dikenal dengan nama " Negeri " atau " Kampung" .

41
Negeri-negeri ini dikepalai oleh seorang Raja dengan gelar " Upu Latu” , ” Upu Patih"
atau "Orang Kaya”. Negeri-negeri ini juga mempunyai batas-batas patuanan yang
tertentu pula .
Di daerah Maluku Tenggara, khususnya di kepulauan Kei, kesatuan-kesatuan politis
itu juga adalah "Negeri" yang disebut dalam bahasa daerahnya "Ohoiratun”.
Ohoiratun dikepalai oleh seorang Raja atau ” Rat", " Orang Kaya" atau " Kepala Soa".
1.1 . Pertumbuhan dan Perkembangan.
Masuknya agama Islam di Maluku Utara dan sejak mundurnya kekuasaan Majapahit
di Jawa, muncullah kerajaan -kerajaan Ternate, Tidore , Bacan dan Jailolo. Istilah
” Kolano” diubah menjadi " Sultan ” .
Sejak abad ke XV kerajaan -kerajaan di Maluku Utara ini mulai mengadakan per
luasaan kekuasaan. Dari ke empat kerajaan itu , yang mana dapat dianggap yang
mula-mula memegang peranan, belum dapat dipastikan oleh sumber-sumber seja
rah yang ada. Menurut Kronik Kerajaan Bacan, Boldan yang pertama adalah "Mo
loku Bacan” dan ini sesuai pula dengan ceritera asal-usul raja-raja ke empat kerajaan
tersebut di atas. Menurut sumber " Sejarah Ternate”, yang dikarang oleh Naidah
dijelaskan, bahwa ke empat kerajaan saling merebut kekuasaan dan akhirnya Ternatelah
yang menang dan berkuasa berkat bantuan dari V.O.C. (Belanda). Akan tetapi bagai
manapun fakta-fakta sejarah kemudian menunjuk bahwa Ternate dan Tidore-lah yang me
mainkan peranan penting dalam perluasan daerah dan kekuasaan . Kerajaan Bacan tetap
berpusat di pulau Bacan dan sekitarnya, sedangkan Kerajaan Jailolo di pulau Halmahera
yang kemudian dimasukkan dalam kekuasaan kerajaan Ternate maupun kerajaan Tidore.
Dalam abad ke XVII kerajaan Ternate menganggap dirinya berkuasa sampai di
Sulawesi Utara dan Maluku Selatan, sedangkan kerajaan Tidore menganggap dirinya
berkuasa atas wilayah pantai utara dan Barat Irian Jaya. Namun sampai di mana
tepatnya batas-batas daerah/wilayah kekuasaan mereka tersebut tidak disebut dengan
pasti dalam sumber-sumber sejarah lama mereka , apabila daerah -daerah yang dianggap
sebagai daerah kekuasaan itu tidak pernah di sebut dengan istilah " Maluku ” yaitu suatu
istilah yang umumnya dipakai sebagai nama atau gelaran dari ke empat kerajaan di atas.
Di dalam berhadapan satu dengan yang lain untuk merebut hegemoni di daerah
Maluku, baik kerajaan TErnate maupun kerajaan Tidore masing-niasing membentuk
perserikatan-perserikatan dengan sekutu-sekutunya . Ternate membentuk perserikatan
" Uli Lima ” dan Tidore perserikatan ” Uli-Siwa ”. Sejak inilah kedua kerajaan tersebut
mulai bertarung sampai dengan masuknya bangsa-bangsa Eropah di daerah Maluku.
Kesatuan-kesatuan politik di daerah Maluku Tengah sejak abad ke XV juga me
ngalami perkembangan. Pusat-pusat perdagangan dan politik seperti pulau Ambon ,
Banda, Buru dan Seram jauh sebelum abad ini sudah berhubungan dengan kerajaan
kerajaan di pulau Jawa, terutama pada zaman kerajaan Majapahit. Kemungkinan
besar daerah-daerah ini sudah mempunyai hubungan politik dengan kerajaan Majapahit..

42
Republik -republik Desa (Dorps-Republieken) karena perkembangan politik /perda
gangan pergabung lagi dalam perserikatan-perserikatan desa yang lebih besar yang disebut
" Uli ” . Di Maluku Tengah , semua negeri atau kampung itu tergabung dalam dua
persekutuan Uli yang terkenal yaitu perserikatan " Pata-Siwa" dan "Pata Lima".
Di pulau Ambon umumnya perserikatan Pata-Siwa terdapat pada negeri-negeri di
jazirah Leitimur dan perserikatan Pata Lima pada negeri-negeri di jazirah Leihitu,
Pada permulaan abad XV di jazirah Leihitu pulau Ambon , berkembang suatu bentuk pe
merintahan yang dikepalai oleh Raja Hitu dan dilaksanakan oleh " Empat Perdana Hitu ”.
Ketujuh buah Uli di jazirah itu diperintah langsung oleh 30 orang " Galarang" (Orang
Kaya ) yang langsung di bawah perintah keempat Perdana Hitu tersebut . Kesatuan
politik ini semacam kerajaan yang dapat berkembang menjadi besar dan kuat ka
lau tidak dihalangi dan dimusnahkan oleh Pemerintah Belanda pada pertengahan abad
ke XVI .
Adapun nama-nama Uli di Maluku Tengah sebagai berikut :
Di jazirah Leitimur dijumpai beberapa buah Uli yang sangat berpengaruh dan
berkuasa , antara lain Uli Soya , Kilang , Urimessing dan Nusaniwe
Di pulau Haruku terkenal dua buah Uli, yang satu di bawah pimpinan negeri Hatuhaha
dan yang lain di bawah pimpinan negeri Oma .
Di pulau Nusalaut dijumpai dua buah Uli pula yaitu, " Ina Haha " di bawah pimpinan
negeri Titawai dan ” Ina Luhu ” di bawah negeri Ameth.
Di pulau Saparua dijumpai beberapa buah Uli pula dan sebuah di antaranya ber
kembang menjadi semacam kerajaan pula yaitu " Negeri Iha " .
Di daerah Maluku Tenggara, khususnya di kepulauan Kei , sekitar permulaan abad
ke XV juga muncul sebuah kerajaan yang mencoba mempersatukan negeri-negeri
(Ohoiratun ) di sana , yaitu kerajaan Ohoiwur di pulau Kei Kecil. Di kepulauan
Kei negeri-negeri bergabung pula dalam dua perserikatan besar yaitu perserikatan
” Ursiu ” (Siu -Ivaak ) dan perserikatan " Lorlim ” (Lim-itel). Bilamana dan sebab apakah
sehingga terbentuk kedua perserikatan politik besar di ketiga daerah wilayah Maluku
Tenggara itu sukar diketahui . Demikian pula dengan asalnya dari Daerah Maluku
yang mana sehingga kemudian berpengaruh di daerah lainnya, sukar juga untuk
dibuktikan . Akan tetapi kemungkinan besar perserikatan -perserikatan ini terbentuk
karena perkembangan dalam politik perdagangan.

1.2. Kepemimpinan dan Pengaturannya .


Masuknya pengaruh kerajaan Majapahit dan agama Islam dalam abad ke XV
serta pengaruh Eropah dalam abad ke XVI , membawa pengaruh pula bagi pertumbuhan
dan perkembangan kepemimpinan dalam kerajaan -kerajaan di daerah Maluku Utara .
Pimpinan tertinggi dalam kerajaan dipegang oleh para Sultan .
Dari sumber-sumber sejarah lama dan ceritera-ceritera rakyat tradisionil tercatat
bahwa semua sultan yang memerintah keempat kerajaan utama di Maluku Utara
berasal dari satu keturunan. Inti ceritera atau hikayat tersebut adalah bahwa Djafar

43
Sadek , seorang bangsa Arab turunan Nabi Muhammad S.a.w. kawin dengan Nursafah,
puteri dari kayangan . Perkawinan mereka dikaruniai delapan orang anak, empat putera
dan empat puteri. Keempat putera itulah kemudian menjadi sultan-sultan pertama
dari empat kerajaan . Mereka adalah :
a. Kaitjil Buka Sultan pertama di kerajaan Bacan ;
b Daradjati Sultan pertama di kerajaan Jailolo ;
C. Sehadjati Sultan pertama di kerajaan Tidore dan
d. Masjhur Malamo Sultan pertama di kerajaan Ternate .
Tetapi menurut catatan sejarah dari Tidore , Djafar Sadek bersama istrinya Nur
safah tiba di Ternate pada tanggal 10 Muharam 470 H. Mereka mempunyai delapan
orang anak di antaranya empat anak laki-laki tersebut yang pertama-tama menjadi
Sultan di daerah Maluku Utara yaitu :
4
a. Tjita Dewi wanita ;
b. Kaitjil Buka - laki-laki;
c. Sanawi wanita ;
d. Darajati · laki- laki;
e. Saharnawi wanita ;
f. Sahadjati laki -laki;
g. Sahnawi wanita ;
h. Masjhur Malamo laki- laki.
Untuk jelasnya, lihat skema terlampir pada halaman berikut. Selanjutnya menurut
catatan sejarah tersebut , para sultan yang memerintah kerajaan Tidore, mulai dari
>

Sultan pertama Sahadjati sampai sultan terakhir sekarang, yaitu sultan Zaenal Abidin
Alting, semuanya berjumlah 35 orang. Sultan Sahadjati alias Muhammad Bakil ,
memerintah pada tahun 502 - H , 12 Rabiul-awal, Sultan Zaenal Abidin Alting di angkat
di Denpasar pada 14-12-1946 , dan dinobatkan di Tidore pada 27-2-1947 atau
26 Rabiul-awal 1366 H. Yang memerintah kerajaan Ternate semuanya berjumlah 44
orang. Sultan pertama adalah Masjhur Malamo dan terakhir adalah Iskandar Muhammad
Djabir, yang dinobatkan pada tahun 130.
Kesultanan Jailolo sampai dengan masa dikuasai oleh sultan Ternate dan Kompeni
Belanda (V.O.C.) pada tahun 1866 atau 1293-H , mempunyai 16 orang Sultan. Yang
pertama adalah Sultan Darajati dan terakhir adalah Tolobuddin. Sultan Ternate seba
gai pucuk pimpinan tertinggi, dalam pemerintahan sehari -hari dibantu oleh suatu a
parat pemerintahan yang disebut " Bobato Madopolo ” yang terdiri dari:
a.
Yogugu, yaitu mengkubumi
b. Kapita Lao, yaitu Menteri Pertahanan
C. Hukum Soa-Sio, yaitu Menteri dalam negeri

44
d. Hukum Sangaji, yaitu Menteri dalam negeri
d. Tulilamo , yaitu Sekretaris negara.

Yogugu artinya pemegang kuasa raja artinya sewaktu-waktu dapat ditunjuk me


wakil Sultan. Ia dapat diumpamakan dengan seorang Perdana Menteri.
Kapita Lao adalah panglima angkatan laut yang bertugas memimpin dan mengkordinasi
armada perang (kora -kora ).
Hukum Soa - Sio adalah menteri dalam negeri dan sewaktu-waktu bertindak sebagai
ketua pengadilan .

Sayidina Awal Wal Akhir Zaman Nabiuna


MUHAMMADIN
SITI FATIMAH TIL DJUHRA

SAID IMAMUL HUSAIN


SAIDNA ALIE
SAID BAKIL

SAIDNA SJEH DJAAFAR SADEK (KAWIN DENGAN NUR SAFA)


dan beroleh keturunan anak-anak seperti di bawah ini , dan anak-anak yang laki-laki
memegang jabatan Raja-Raja (Sultan ) yang pertama di Maluku Utara ini

1. TJITRA DEWI 3. SADNAWI 5. SAHARNAWI 7. SAHNAWI

2. KAITJIL BUKA 4. DARADJATI 6. SAHADJATI 8. MASJHUR


MALAMO

KETERANGAN :
No. 2. Kaitjil Buka, adalah Sultan Batjan Pertama
4. Daradjati, adalah Sultan Djailolo
,6. Sahadjati, adalah Sultan Tidore
8. Masjhur Malamo , adalah Sultan Ternate .

Di samping aparat pembantu Sultan , masih terdapat pula suatu lembaga adat yang di
kenal dengan nama "Bobato Adat". Lembaga adat ini biasanya terbagi -bagi dalam
dua bagian , yaitu Bobato Dunia dan Bobato Ahirat. Bobato Dunia berfungsi sebagai
badan legislatif dan memberi nasihat tentang hal-hal yang menyangkut politik peme
rintahan , sedangkan Bobato Ahirat tentang hal-hal yang menyangkut soal-soal ke
agamaan . Urusan kemiliteran dipegang dua "Soa" (warga) yaitu Soa Heku dan Soa Cim.
Panglima perang urusan Dalam Negeri disebut Kapita Kiye. Urusan Kerohanian di
pegang oleh Qadhie yang disebut Yo Kolem dan dibantu para Imam dan Khatib.
Urusan rumah tangga istana (kraton ) terdiri dari :
a. Imam Sudoho, yaitu Ajudan pribadi
b. Sowohi, yaitu Protokol istana
C. Tulilamo , yaitu Sekretaris istana .
Tulilamo dibantu oleh Stafnya yang disebut " Soseba - Yotuli ” Urusan perdagangan
atau pelabuhan dipegang oleh Syahbandar .
Panji-panji yang ada berupa panji kerajaan dan panji armada laut . Panji kerajaan
berbentuk segi empat yang sama besarnya yang menunjukkan empat warga (Soa-Sio , Sang
aji, Heku dan Cim). Di tengahnya berwarna putih (Sultan), warna kuning oranye
harum bangsawan (Soa-Siu dan Sangaji). Pinggirannya merah, yang menunjukkan
angkatan perang ( Heku dan Cim ).
Panji Armada Laut terdiri dari :
a, Panji Nyoa (ikan pari)
b. Panji Ori (ikan penyu)
C. Panji Kai Marau (daun pisang)
d. Panji Gue -Gue (daun kelapa ),
Kedua panji tersebut pertama , selain menggambarkan kekayaan laut, juga mengandung
unsur keampuhan armada , di mana ikan nyoa (pari) mempunyai alat-alat penyerang
yang ampuh dan berbisa, sedangkan penyu (ori ) mempunyai kesanggupan untuk
hidup di laut maupun di darat serta sanggup menjelajah samudera luas. Kedua panji
terakhir mengandung pengertian unsur kekayaan alam (darat dan laut) serta unsur
keutuhan wilayah/ketahanan armada (karena tidak mudah layu) .
Daerah -daerah kerajaan diperintah oleh seorang Sangaji dan para Sangaji ini
memerintah beberapa orang Gumalaha (kepala kampung). Mereka semuanya tunduk
di bawah pimpinan sultan. Pada negeri-negeri atau Uli-uli di Maluku Tengah umumnya
tidak terdapat banyak perobahan dalam struktur pemerintahan . Kepala pemerintahan
yang tertinggi dari sebuah Uli adalah seorang Raja yang bergelar Upu -Latu . Di
bawahnya terdapat seorang Upu Pattih yang memerintah negeri-negeri yang lebih
kecil kedudukannya. Apakah ia merupakan wakil dari Upu Latu adalah kurang jelas.
Di bawahnya lagi terdapat pimpinan yang dikenal sebagai Orang Kaya dan Kepala Soa
yang mengepalai kampung-kampung kecil atau bagian dari sebuah negeri. Dalam pe
merintahan sehari-hari Raja dibantu oleh Dewan Saniri Negeri dan sebuah Dewan Pe
nasehat Adat.

Hanya di " Tanah Hitu ”, sebuah kesatuan politik yang berkembang menjadi
semacam kerajaan yang kita jumpai di jazirah Lei-Hitu -pulau Ambon-, struktur pe
merintahannya agak berbeda dengan pulau -pulau lainnya. Yang memegang pimpinan
46
pemerintahan tertinggi di Tanah Hitu pada akhir abad ke XV ialah empat orang
Perdana yang melaksanakan tugas mereka secara kolegial. Presidium ini diketahui
oleh yang tertua usianya di antara mereka . Mereka berempat adalah para pendatang
dari luar yang kemudian mendirikan negeri masing-masing di Tanah Hitu. Keempat
Perdana itu adalah :

a. Pati Selan Binaur atau Zamanjadi, yang bergelar Totohatu. Berasal dari Tanunu
Seram Barat dan mendirikan negeri Sopele.
b. Mulai yang bergelar Tanah -Hitumesen , berasal dari Tuban -Jawa dan mendirikan
negeri Waipoliti.
c. Jamilu yang bergelar Nusatapi artinya pendamai nusa (pulau ), sebab ia telah
mendamaikan perdana Totohatu dan Tanah-Hitumesen waktu mereka berperang.
la berasal dari Jailolo dan mendirikan negeri Latim .
d. Pati Lian , Kipati atau Kyai Pati yang bergelar Pati Tuban. Semula ia bergelar
Pati Tuha atau Pati Tua dan berasal dari Goram Seram-Timur Laut. Ia mendirikan
Olan.

Di bawah para Perdana ini terdapat tujuh orang Penggawa sebagai kepala dari tujuh
buah Uli yang ada di tanah Hitu yaitu :
a. Siatu, berkedudukan di Hitu (Uli Helawan) ;
b. Latuhelu berkedudukan di Lima (Uli Nau Binau )
C. Helalatu berkedudukan di Seith (Uli Ala) ;
d. Heilessi berkedudukan di Kaitetu (Uli Hutunuku) ;
e. Titawahitu berkedudukan di Wakal (Uli Sawani) ;
f. Maatitauen berkedudukan di Hila (Uli Solemata );
h, Pikassao berkedudukan di Tomo (Uli Selosi).
Ketujuh Penggawa tersebut menguasai 30 orang Gelaran atau Gulungan (Orang
Kaya ) yang mengepalai 30 buah negeri di dalam ketujuh uli tersebut. Tiap-tiap Uli
terdiri dari lima buah negeri. Jadi Tanah Hitu termasuk perserikatan Pata-Lima.
Pada awal abad ke XVI muncul suatu lembaga baru, yaitu "Raja-Hitu". Lembaga
ini sebenarnya tidak mempunyai sesuatu kekuasaan pemerintahan , hanya sebagai
lambang kerajaan saja . Kurang lebih 20 tahun kemudian timbul satu lembaga lain,
yaitu " Kapitan -Hitu ".
Sampai dengan tahun 1633 , lembaga ini dijabat oleh Perdana Nusatapi. Sesudah
itu jabatan ini dipisahkan dari jabatan Perdana Nusatapi dan dijabat oleh orang
lain dari keturunan Jamilu. Gelar Kapitan Hitu semula diberikan oleh orang -orang
Portugis kepada Perdana Jamilu sebagai gelar kehormatan . Dalam menghadapi orang
asing, khususnya orang Eropah , jabatan ini dalam perkembangannya lebih penting
daripada kedudukan para Perdana.
Di samping lembaga Kapitan Hitu , masih ada lagi suatu jabatan yang menjadi hak
turun-temurun perdana Jamilu, yaitu jabatan "Hukum " (semacam hakim ) Jabatan
Kapitan Hitu tidak sama dengan jabatan " Kapitan" sebagai panglima perang pada
umumnya , melainkan sama dengan pendekar perang tetapi bukan hulubalang perang.
Yang menjadi hulubalang atau panglima perang di Tanah Hitu bergelar " Tubanbesi",
yaitu jabatan yang menjadi hak turun-temurun Perdana Tanah Hitumesin.
Setelah berakhir Perang Kapaha dalam tahun 1543 , Belanda menghapuskan sistem
pemerintahan yang telah menjadi adat di tanah Hitu selama kurang lebih 150 tahun
dan pemerintahan di sana disamakan dengan sistem pemerintahan di jazirah Lei
Timor dan pulau-pulau lainnya. Lembaga Perdana dan Kapitan Hitu di tiadakan
dan lembaga Raja Hitu di aktifkan menjadi suatu lembaga pemerintahan biasa ber
kedudukan di negeri Hitu Lama.

Di daerah Maluku Tenggara, khususnya di kepulauan Kei, karena pengaruh


pengaruh yang masuk dari luar terutama dari pulau Jawa dan Bali, struktur pemerintahan
adat yang lama juga mengalami pertumbuhan dan perobahan , walaupun bukan
merupakan suatu perobahan dasar daripada struktur masyarakat dan pemerintahan yang
sudah ada. Seperti diketahui , persekutuan-persekutuan politis yang telah ada yaitu,
Ohoiratun ( negeri) yang dikepalai oleh seorang pemimpin yang di sebut Halaai.
Beberapa Ohoiratun bergabung lagi dalam persekutuan-persekutuan politis yang lebih
besar disebut " Lor" atau " Ur” , yaitu semacam Uli di Maluku Tengah. Kepala atau
pemimpin dari Ur ini bergelar " Rat" , yang dapat disamakan dengan seorang Raja atau
>

Upu Latu di Maluku Tengah . Di kepulauan Kei dalam struktur pemerintahan Adat di
>
kenal enam orang raja dari persekutuan "Lorlim” (Lim - itel) dan delapan orang dari
persekutuan ”Ursiu” ( Siu -ivaak ), dengan susunan sebagai berikut :
a. Lorlim terdiri dari : Tuble , yaitu raja negeri (Ratschap) Tual
Jarbadan yaitu raja negeri Tetoat
Ibes , yaitu raja negeri Nerong
Ramaf, yaitu raja negeri Fer
Songli, yaitu raja negeri Rumat
Kirkes, yaitu raja negeri Ibra
B. Ursiu terdiri dari : Ar Nuhu, yaitu raja negeri ( Ratschap) Danar
Sakmas, yaitu raja negeri Wain
Baldu, yaitu raja negeri Dulah
Wahadat, yaitu raja negeri Ohoitahait
Katel, yaitu raja negeri Ohoinangan
Elkel, yaitu raja negeri Jamtel
48
Borman Somlain yaitu raja negeri Watlaar
Bentar, yaitu raja negeri Ohoilimwaf
Di bawah raja-raja (Ratschap ) terdapat kepala -kepala kampung kecil yaitu
" Orang Kaya” ( Orangkaya-schap) dan " Kepala Soa " . Struktur pemerintahan yang
berkembang di atas akhirnya mengambil bentuk yang tetap sampai sekarang ini,
yaitu bahwa kekuasaan pemerintahan yang tertinggi adalah di tangan Raja (Rat),
di bawahnya terdapat Raja Patih , kemudian Orang Kaya dan Kepala Soa. Raja atau
Rat adalah Kepala Lor atau Ur, Patih atau Orang Kaya adalah kepala kampung atau
negeri (Ohiratut) dan Kepala Soa adalah kepala kampung, yang lebih kecil. Dalam
pemerintahan sehari-hari Raja, Patih dan Orang Kayu dibantu oleh Saniri yang
anggotanya terdiri dari kepala tiap-tiap Rahanyam (mata-rumah). Selain dewan Saniri ,
Raja /Orang Kaya dalam pemerintahan sehari -hari dibantu pula oleh seorang jurutulis
atau sekertaris negeri. Di samping Dewan Saniri negeri terdapat pula suatu lembaga yang
disebut Dewan Tua-tua Adat. Fungsinya sebagai penasehat dalam hal-hal yang
menyangkut kehidupan adat-istiadat,

Selanjutnya mengenai perserikatan " Ur-Siu ” dan "Lor-Lim” di mana semua


negeri di kepulauan Kei merupakan anggota dari salah satu perserikatan ini , masih
menimbulkan problema terutama mengenai asal-usul pembentukannya. Apakah per
serikatan ini asli dari kepulauan Kei atau pengaruh yang masuk dari Daerah Maluku
Tengah atau Utara belum dapat dibuktikan oleh sumber-sumber sejarah secara je
las. Sesuai ceritera rakyat tradisionil , pembentukan Lor-Lim dimulai oleh Raja Tabtut
dari negeri Ohoiwur, sedangkan Ur-Siu dimulai oleh Raja Ar Nuhu dari negeri Danar.
Kedua raja ini dengan negerinya terdapat di pulau Kei Kecil. Mengenai perserikatan
Lor- Lim masih terdapat problema karena negeri yang Lerohoilim di pulau Kei Besar
menklaim bahwa pembentukan perserikatan ini berasal dari mereka.
Adapun pembagian daerah Lor-Lim dan Ur-Siu di kepulauan Kei sebagai berikut :
A. Kei Kecil (Nuhu Roa ) :
1. Lor Lim terdiri dari : a. Lim -Itel, meliputi desa-desa Rumat , Ibra, Sat
hean Letfuan , Ewu, Dian, Debut , Tetoat , Ngu
sir , Madwat . Desa -desa ini berada di bawah
kekuasaan tiga orang raja yaitu masing m- asing
raja Tetoat , Rumat dan Ibra.
b . Ohoiwur, meliputi desa-desa Tual, Taar, Lang
gur, Kolser, Faan, Rumadian , Namar , Ngilngof,
Waerlilir dan Ohoililir. Desa-desa ini berada
di bawah kekuasaan Raja Tual, Faan dan
Rumadian .

2. Ur -Siu terdiri dari :


a. Karbawsiu, di koordinasi raja Danar dan Wain,
terdiri atas :

49
1. Nufit- Tahait, meliputi desa-desa Ohoidertu
tutu, Somlain , Ohoira, Tanimbar Kei, Pulau
Ur , Warba dan Tam .

2. Nufit-Nangan, meliputi desa - desa Yatwaw ,


Ohoinol, Wuar, Uf dan Marfun .
b. Utantel, meliputi desa -desa Dullah, Ohoitahait,
Watraan dan Ohoitel. Desa -desa ini di bawah ke
kuasaan raja Dullah dan Ohoitahait.
B. Kei Besar (Nuhu - Yut ):
1. Lor -Lim terdiri dari : a. Tababyamlim , meliputi desa -desa di bawah
kelompok desa -desa Fer-ohitel, Yamfak dan
Tababyamlim. Semuanya di bawah kekuasaan
raja Fer.
b. Lo Ohoitel, meliputi desa -desa di bawah kelom
pok desa -desa Lo-Ohoitel, Balsomnaik, dan
Ub -Ohoivaak , Semuanya di bawah kekuasaan
raja Nerong.
2. Ur- Siu terdiri dari : a. Maur Ohoiwut, dikuasai raja Watlaar dan ter
bagi pula atas kelompok desa- desa Ref -Un -waf,
Ref-Un -Rat dan Ohoitelwarat .
b . Meumfit, dikuasai raja Yamtel dan terbagi atas
kelompok desa -desa Meumfit Timur dan Me
umfit Barat ,

Dalam perkembangan selanjutnya desa-desa yang tergabung dalam tiap-tiap per


sekutuan sudah bertambah banyak. Kecuali itu terdapat dua buah desa yang samasekali
tidak tergabung dalam salah satu dari kedua persekutuan besar Lor-Lim atau Ur-Siu itu,
Kedua desa itu adalah Werka di Kei Besar yang dikuasai oleh seorang kepala bergelar
Patih, sedangkan yang lain yaitu Matwaer di Kei Kecil di bawah kekuasaan seorang raja.
Kemungkinan besar kedua desa ini tergabung dalam suatu status Non-Blok dan yang di
sebut dengan gelar "Lor-Labai".
Struktur pemerintahan adat di atas dalam permulaan abad ke XX dirubah (ditambah/
dikurangi) dan disesuaikan dengan politik Pemerintah Kolonial Belanda. Demikian pula
dengan daerah-daerah Maluku Tengah dan Maluku Utara.

1.3 . Hubungan antar Negara


Pada permulaan pertumbuhan daripada kesatuan -kesatuan politis, ternyata terdapat
suatu hubungan kemasyarakatan dan politik yang baik antara mereka masing-masing.
Keadaan ini umumnya terdapat pada kesatuan -kesatuan yang lebih kecil, yaitu pada
negeri-negeri yang mempunyai keterikatan genealogis. Mereka hidup damai dalam suatu
50
ikatan territorial pula , apalagi kalau diperkuat oleh kepentingan -kepentingan sosial
ekonomis yang sama . Namun demikian kalau terdapat hal-hal yang bertentangan dengan
kepentingan persekutuan seperti dimaksud , umpamanya pelanggaran adat atau pertuanan
persekutuan , maka segera terjadi perselisihan-perselisihan yang menjurus kepada pe
perangan antar suku (negeri). Akan tetapi setelah berdamai diadakan perjanjian
perjanjian perdamaian dalam bentuk persekutuan yang di sebut " Pela” (Maluku Tengah)
atau "Taibet” (Maluku Tenggara-Kei). Desa-desa yang terikat oleh perjanjian perdamaian
bersama-sama memelihara hubungan baik , sehingga tidak akan terjadi lagi perselisihan sam
pai kepada turun-temurunnya . Perjanjian -perjanjian ini biasanya di perkuat dengan upaca
ra-upacara adat. Selanjutnya dalam perkembangan sejarah , hubungan antar negara (kesa
tuan-kesatuan politis) itu makin meluas sampai jauh dari ikatan-ikatan genealogis dan
territorial. Hubungan -hubungan baru ini meningkat ke stadium hubungan perdagangan
yang lebih luas , walaupun membawa berbagai resiko pula. Sering terjadi persaingan
perdagangan yang memancing ke arah peperangan perdagangan terutama antara kesatuan
kesatuan politis yang besar seperti Boldan , Uli dan kerajaan -kerajaan. Masing-masing
ingin merebut hegemoni dalam perdagangan dan pelayaran . Akibatnya mereka ber
gabung lagi dalam perserikatan-perserikatan politik yang lebih besar untuk saling ber
hadapan dalam peperangan
Di Maluku Utara, sering dijumpai pertarungan politik dan peperangan di antara
keempat kerajaan besar yaitu Ternate , Tidore , Bacan dan Jailolo, Daerah ini terbagi
dalam dua perserikatan politik yang saling berhadapan yaitu , perserikatan Uli-Lima
di bawah pimpinan Ternate dan perserikatan Uli-Siwa di bawah pimpinan Tidore .
Persekutuan hegemoni di antara kedua kerajaan ini berjalan terus sampai datangnya
bangsa-bangsa Eropah di kepulauan Maluku.
Di Maluku Tengah dan Tenggara, dijumpai keadaan yang sama pula. Peperangan
yang hebat sering terjadi antara perserikatan Pata -Siwa dan Pata Lima, yaitu dua
perserikatan besar di Maluku Tengah , sedangkan di Maluku Tenggara khususnya di ke
pulauan Kei semua negeri -negeri terlibat dalam peperangan peperangan Lor-Lim dan
Ur-Siu , yaitu dua perserikatan politik yang muncul pula di daerah ini.
Keadaan bertambah rumit lagi pada waktu bangsa -bangsa Eropah mulai ikut campur
tangan dalam percaturan politik di daerah Maluku pada umumnya.
2. Penyelenggaraan Hidup Dalam Masyarakat
2.1 . Kehidupan Perekonomian .
Untuk pemenuhan kebutuhan hidup, maka mata pencaharian yang di usahakan
penduduk tidak banyak berbeda dengan zaman sebelumnya. Pada umumnya penduduk
hidup dari mengumpulkan buah -buahan dan hasil -hasil hutan , verburu, menangkap ikan ,
bercocok tanam (berkebun ) , mengusahakan kerajinan tangan dan perdagangan terbatas.
Namun demikian dalam beberapa bidang usaha seperti , pertanian , perindustrian dan
perdagangan sudah mulai terdapat peningkatan (kemajuan ).

51
Di bidang pertanian , penduduk sudah mulai membuka hutan untuk mengusahakan
perladangan dan kebun yang dapat ditanami cengkih dan pala. Tanaman tersebut pada
mulanya adalah tanaman liar yang tumbuh di hutan-hutan . Sekarang sudah muali
diusahakan dalam bentuk perkebunan. Usaha penduduk ini mula m- ula banyak dijumpai
di Maluku Utara sebagai daerah penghasil tanaman cengkih. Di pulau Banda dan daerah
sekitarnya dijumpai perkebunan pala. Setelah orang-orang Belanda berhasil menanamkan
politik kolonialnya dalam bidang perekonomian dan menjalankan sistem monopoli,
maka tanaman cengkih mulai disebarkan ke daerah Ambon dan sekitarnya.
Di bidang perdagangan, sudah terdapat peningkatan, yaitu dari perdagangan yang
berupa penukaran barang-barang keperluan hidup sehari-hari ke perdagangan yang
bersifat kapitalistis. Perdagangan yang bersifat kapitalistis ini menurut Dr. J.C. van Leur,
sudah terdapat di kepulauan Indonesia sejak dahulu dan merupakan bagian daripada
perdagangan Asia Purba. Kemajuan dalam bidang perdagangan ini tidak terlepas dari
kemajuan -kemajuan yang dicapai dalam bidang pelayaran . Ini terbukti karena sudah da
pat dibuat perahu-perahu atau jung-jung dalam ukuran besar, seperti kora-kora dan
perahu belang yang dijumpai di daerah Maluku Utara, Tengah maupun Maluku
Tenggara.
Di bidang kerajinan /perindustrian , penduduk sudah mengusahakan kerajinan anyaman
anyaman , pembuatan bahan-bahan tembikar dan kerajinan tekstil.

2.2. Pengaturan Masyarakat dan Hubungan antar Golongan


Struktur masyarakat adat yang sudah ada sejak Zaman Kuno , sebagai akibat dari
perkembangan baru mengalami pula perobahan - perobahan, lebih -lebih setelah masuk
pengaruh agama Islam dan pengaruh bangsa-bangsa Eropah. Namun sifat hakiki daripada
kehidupan masyarakat seperti kegotong-royongan , kekeluargaan dan ketaatan kepada para
pemimpin tetap hidup dan dipertahankan oleh masyarakat. Perobahan-perobahan yang
terjadi hanya di sesuaikan dengan perkembangan . Pada umumnya perobahan -perobahan
dalam struktur kemasyarakatan itu berhubungan erat dengan perobahan -perobahan
struktur pemerintahan .

Di daerah Maluku Utara , dengan masuknya agama Islam membawa banyak pero
bahan dalam struktur kemasyarakatan yang sudah ada disesuaikan dengan kehidupan
keagamaan itu sendiri . Di kalangan masyarakat, Jafar Sadek, dianggap sebagai tokoh
pembaharu dan peletak dasar masyarakat keraton dan kerajaan. Seperti diketahui sebelum
kedatangan Jafar Sadek , masyarakat telah mengenal sistem pemerintahan yang ditangani
oleh para Kolano. Hirarkhi kepemimpinan dalam masyarakat adat adalah sebagai
berikut ; Kolano merupakan pimpinan tertinggi, di bawahnya terdapat kepala-kepala suku,
sesudah itu Tua-Tua Adat dan akhirnya rakyat biasa . Sistem ini kemudian diubah oleh
Jafar Sadek menjadi demikian ; kedudukan Kolano diganti menjadi Sultan, di bawahnya
terdapat suatu aparat pemerintahan yang terdiri dari Yogugu, Kapitahao , Hukum Soa-Sio,
Hukum Sangaji, Tulilimo. Aparat ini dibantu oleh suatu Dewan Legislatif yaitu "Bobato

52
18 ” yang terdiri dari 18 orang anggota. Kedelapanbelas anggota ini terdiri dari para
18 orang anggota. Kedelapanbelas anggota ini terdiri dari para Kiloloka, Fanyira
dan Sangaji. Anggota -anggota dari aparat pemerintahan ini semuanya terdiri da
ri para bangsawan . Sesudah itu terdapat rakyat biasa atau " Bala ” . Meskipun pada per
mulaannya terdapat tantangan , tetapi akhirnya diterima oleh masyarakat juga.
Selanjutnya karena perkembangan dalam bidang pemerintahan , masyarakat mulai
mengenal penggolongan -penggolongan sebagai berukut :
a. Golongan Sangaji ;
b. Golongan Manjira dan
C. Golongan Mahimo.
Golongan Sangaji, adalah golongan tertinggi dalam masyarakat dan mereka terdiri dari
keluarga sultan dan para bangsawan keraton.
Golongan Manjira, adalah golongan menengah dalam masyarakat dan terdiri dari
kaum bangsawan bukan keraton termasuk di dalamnya putera-putera dari selir.
Golongan Mahimo, adalah golongan terendah dalam masyarakat. Mereka ini terdiri
dari para pedagang, petani, budak keraton dan bangsawan serta rakyat dari daerah
takluk . Golongan ini tidak berhak sama sekali untuk memegang pucuk pimpinan dalam
masyarakat.
Dalam dunia kepemimpinan , Sultan adalah pucuk pimpinan tertinggi dan dibantu
oleh Yogugu dan Jurutulis. Sebagai pimpinan tertinggi dalam masyarakat dan pemerintah
an, sultan mempunyai pengaruh sangat besar. Masyarakat sangat segan terhadap Sultan,
sehingga apa yang di instruksikan tidak pernah dibantah karena dianggap benar semua
nya . Selain itu Sultan dianggap pula sebagai pelindung rakyat karena di anggap memiliki
kekuatan sakti yang dapat dipergunakan guna membebaskan rakyat dari berbagai mara
bahaya. Akibat daripada anggapan yang demikian, maka Sultan dianggap pula sebagai
dewa sehingga ia selalu disembah.

Di samping Sultan terdapat Yogugu yang berfungsi sebagai pembantu utama Sultan
maupun wakilnya . Yang berhak menjadi Yogugu ialah mereka yang berasal dari
golongan Sangaji. Tugasnya ialah mengatur dan mempertanggung jawabkan setiap
pekerjaannya kepada Sultan , baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang
sosial-ekonomi .

Perobahan -perobahan yang terjadi lebih banyak menyangkut struktur pemerintahan


dan kepemimpinan, sedangkan pola-pola kemasyarakatan asli yang dianggap menguntung
kan bagi masyarakat itu sendiri tetap dipertahankan antara lain, sifat toleransi,
kekeluargaan dan kegotong-royongan .
Di daerah Maluku Tenggara , masuknya pengaruh -pengaruh dari luar juga membawa
perobahan dalam struktur masyarakat dan pemerintahan yang sudah ada. Tabtut,
raja Ohoiwur, dianggap masyarakat Kei sebagai seorang tokoh pembaharu dan peletak

53
dasar hukum yang mengatur ketertiban masyarakat dan pemerintahan. Kehidupan
masyarakat adat sebelumnya masih sederhana dan jika ditinjau dari beberapa segi,
terutama segi kesusilaan kurang dapat dipertanggung jawabkan. Kehidupan promiskwitet
masih merupakan adat kebiasaan . Dalam hal inilah raja Tabtut berusaha memperbaharui
kehidupan masyarakat adat itu dengan usaha -usaha antara lain: $

a. Memperkenalkan peraturan dasar yang di sebut "Hukum Larwul-Ngabal”.


b. Membagi susunan masyarakat atas golongan -golongan atau kasta.
c). Mengangkat raja-raja di kepulauan Kei .
d. Memperkenalkan Balwarin yaitu tanda-tanda dan peraturan Sasi.
Hukum Larwul-Ngabal pada umumnya berisi norma-norma yang mengatur kesusilaan
hak-milik, soal-soal kepercayaan , kepemimpinan dan soal-soal kriminil misalnya larangan
>

terhadap perzinahan , pembunuhan , pencurian, fitnahan .


Pelanggaran terhadap norma-norma tersebut di kenakan hukuman yang keras.

10
Gambar dari lela (meriam kecil) terbuat dari tembaga serta topi baja 1

dari kuningan ditemukan di kepulauan Kei Kecil. Alat-alat tersebut biasanya


dipakai sebagai tanda legalisasi pengangkatan raja.

54
Masyarakat dibagi atas golongan -golongan /kasta-kasta sebagai berikut :
a. Mel -Mel, yaitu golongan bangsawan atau atasan ;
Ren-Ren, yaitu golongan menengah dan
c. Iri-Ri, yaitu golongan bawahan atau budak .
Yang tergolong dalam golongan Mel-Mel adalah para pemimpin dan golongan bawahan
adalah para budak . Selanjutnya kedudukan dari para Kepala-kepala desa (Hilaai) di
tingkatkan sejajar dengan kedudukan Raja yang disebut " Rat" . Pengangkatan raja-raja
dilegalisasi dengan pemberian gelar dan tanda legalisasi seperti pemberian Lola, Gong,
Pedang dan benda-benda emas serta menanam pohon Ngobol (pohon beringin ).

Untuk melindungi hak -milik perseorangan diadakan tanda-tanda atau lambang


lambang yang menyatakan larangan pengambilan hak -milik orang lain . Tanda tanda
larangan ini disebut Balwarin misalnya tanda larangan yang dibuat dari daun kelapa
dan lain-lain .

Di dalam proses pembaharuan itu, diadakan penyesuaian dengan pola kehidupan


lama sehingga idee-idee pembaharuan akhirnya menjadi milik masyarakat Kei sampai
sekarang ini.

Di daerah Maluku Tengah , pola masyarakat adat yang sudah terbentuk itu tidak
banyak mengalami perobahan . Hirarki kepemimpinan dalam pemerintahan adat tetap
dipelihara oleh tradisi-tradisi adat. Golongan pemimpin dalam masyarakat dihargai
dan dijunjung tinggi karena mereka dianggap mempunyai kharisma dalam kepemimpin
an
Hubungan kekerabatan tetap dipelihara dan diperkuat dengan ikatan-ikatan
persaudaraan yang terkenal sebagai " Pela ” . Sifat -sifat kegotong-royongan yang terkenal
sebagai ” Masohi ” menjiwai setiap usaha-usaha sosial ekonomis. Jelasnya bahwa stelsel
masyarakat adat tetap kokoh dalam kehidupan masyarakat meskipun mendapat banyak
pengaruh dari luar , seperti agama Islam , Kristen dan kebudayaan Eropah.

3. Kehidupan Seni Budaya .


Kehidupan seni-budaya yang sudah dimiliki masyarakat sejak dahulu, dengan
masuknya pengaruh -pengaruh kebudayaan Islam dan Eropah, juga mengalami per
kembangan. Di daerah Maluku Utara, pengaruh kraton sangat dirasakan dalam lapangan
kesenian seperti seni-tari , seni-bangunan dan pendidikan keagamaan. Dalam seni-tari
>

nampak adanya variasi- variasi dalam gerak dan cara berpakaian. Sebagai contoh tari
ronggeng misalnya ; Ronggeng adalah jenis tarian yang memperlihatkan susunan keindahan
gerak badan terutama lengan tangan tanpa memakai bantuan benda lain . Tari-tarian ini
biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian dan dilakukan pada waktu ada upacara-upacara
adat , seperti pesta perkawinan dan lain-lain. Dengan masuknya pengaruh Kraton ke
dalam masyarakat , maka tari ronggeng inipun turut berubah. Kalau tadinya tidak

55
mempergunakan bantuan suatu benda , maka sekarang sudah mempergunakan saputangan
( lenso ). Kalau dahulu wanita yang pertama-tama harus mengangkat tangan kiri dan pria
menyusul dari belakang, maka sekarang sama - sama mengangkat tangan dan bagi yang
sudah kawin harus memakai cincin pada jari tangan kanannya. Selain itu tarian "Tujuh
Puteri ” juga termasuk tarian adat yang terkenal mendapat variasi-variasi pula. Tarian ini
biasanya di tarikan oleh tujuh orang puteri dan seorang pria. Wanita memakai pakaian
panjang putih seperti jubah dan tutup kepala sebagai bidadari , sedangkan pria memakai
pakaian yang sama dengan sorban . Tarian ini mengisahkan kisah Jafar Sadek dengan
Boki Mustafa sebagai orang -orang yang mula-mula sekali membawa agama Islam di Maluku
Utara. Kesenian istana atau kedaton juga menampilkan tari-tarian khusus. Pada upacara
adat Kesultanan, selalu di iringi dengan kesenian antara lain : dodansa dan legu serta tari
tarian lainnya di Istana . Yang disebut dodansa adalah tari patriotik /tari perang yang di
bawakan oleh pria sebanyak 22 orang, sedangkan legu oleh 22 orang wanita yang gerak
langkahnya di iringi dengan nyanyian-nyanyian moro dan tifa, hal mana merupakan
dialog langsung dengan Sultan mengenai kepemimpinannya.

‫مسعود‬ou ‫بن‬
‫ل‬l
‫او ویککرا‬
es

Ragam hias pada lengkung pintu mesjid dalam ujud . hiasan bunga padma.

56
Dalam seni-bangunan nampak pula kemajuan, terutama dalam seni hias.
Kalau dahulu yang dipentingkan adalah kekuatan dari suatu bangunan , sekarang di
pentingkan juga keindahannya, seperti penambahan ukiran-ukiran pada tiang-tiang rumah .
Seni-rupa pada bangunan -bangunan kraton dan mesjid menjadi contoh bagi bangunan
bangunan yang lain .

Selain pengaruh seni-budaya Islam , masih terlihat pula pengaruh -pengaruh seni
budaya Hindu -Jawa dari kerajaan -kerajaan di Jawa , terutama kerajaan Mojopahit.
Pengaruh ini nampak dengan jelas di daerah Maluku Tengah dan Tenggara. Sebagai
contoh dalam seni-musik dapat disebut musik " Totobuang”, yaitu sejenis alat pe
rangkat " gamelan ” yang diiringi dengan pululan " Tifa ” . Selain itu pengaruh seni
budaya Hindu -Jawa nampak juga dalam seni-ukir dan seni-pahat . Motif -motif ukiran
dengan bentuk-bentuk salur-gelung banyak yang menghiasi perahu -perahu belang
di Maluku Tenggara ( Kei dan Tanimbar) dan benda-benda lainnya .

Motif ragam hias pada seni bangunan keraton


dikenal dengan nama motif sva kalao. Biasanya
terdapat pada pintu .

57
Selanjutnya pengaruh seni-budaya bangsa Eropah yaitu, orang -orang Portugis
dan Belanda sangat terasa di dalam kehidupan seni masyarakat , terutama terlihat
di daerah Maluku Tengah di kepulauan Ambon dan Lease. Aspek -aspeknya menonjol
misalnya di dalam bahasa, tari-tarian , cara berpakaian dan lain-lain .
Dalam bidang pendidikan , peranan dimainkan pula oleh pengaruh -pengaruh agama
Islam dan Kristen. Pada fase permulaan pendidikan dalam masyarakat lebih banyak
bersifat pendidikan agama , terutama pada Kraton, Madrazah dan Gereja.
4. Perkembangan Agama dan Pengaruhnya
Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen di kepulauan Maluku, masyarakat
Maluku sudah mengenal semacam kepercayaan yang di sebut " Agama asli ” . Agama asli
.

atau kepercayaan asli ini pada umumnya adalah kepercayaan kepada animisme dan dinamis
me. Selain itu masyarakat juga sudah mengenal kepercayaan kepada satu roh atau
zat tertinggi yang menciptakan segala sesuatu . Pola kepercayaan lama ini masih tetap
hidup pada penduduk di daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh agama
Islam dan agama Kristen .

Bahkan pada fase permulaan penyebaran agama islam dan agama Kristen, terpaksa
harus menyesuaikan diri dengan beberapa aspek kehidupan kepercayaan lama itu.
Barulah dalam fase perkembangan selanjutnya agama Islam dan Kristen dapat dihayati
sepenuhnya oleh masyarakat.

4.1 . Perkembangan Agama Islam dan Pengaruhnya.


Agama Islam memasuki kepulauan Maluku jelas melalui pedagang-pedagang dan
mubaliq-mubaliq Islam yang ikut bersama-sama mereka . Mengenai waktu yang tepat dan
di daerah mana mula m- ula agama ini masuk dan berkembang belum dapat dipastikan .
Namun yang jelas ialah kira-kira pada pertengahan abad ke XV agama Islam sudah dianut
dan bertumbuh pada kerajaan -kerajaan di Maluku Utara. Dari sumber-sumber sejarah
kerajaan Ternate dan Bacan serta ceritera - ceritera tradisionil rakyat sampai sekarang, *

menyatakan bahwa yang menurunkan raja -raja Maluku yang beragama Islam ialah
Jafar Sadek , seorang yang berasal dari Arab. Hikayat ini dapat dihubungkan dengan
kegiatan pedagang-pedagang Islam yang disertai mubalig-mubalignya sekurang -kurangnya
sudah langsung mendatangi daerah Maluku pada abad ke XIV dan XV. Pedagang-pedagang
Islam ini datang baik dari Jawa maupun dari Sumatera Utara dan Malaka .
Di dalam kitab "Sejarah Ternate ” dan catatan-catatan sejarah dari kerajaan Tidore
di katakan , bahwa Sultan Zaenal Abidin dari Ternate adalah sultan yang mulai
mengalami pertukaran agama kafir dengan agama Islam , sedangkan dari Tidore adalah
sultan Tjirililijah yang setelah masuk Islam mengganti nama menjadi ” Jamaluddin ” .
Agama Islam ini mula-mula dianut oleh pejabut-pejabat di istana , mulai dari para Kolano
sampai pejabat-pejabat lainnya bersama keluarga mereka . Kemudian baru diikiti oleh
lapisan lainnya dalam masyarakat , mulai dari para bangsawan dan keluarga mereka.

58
Di daerah Maluku Tengah, masuknya agama Islam juga melalui para pedagang
Islam yang datang dari Jawa Timur, Pusat Islam di Jawa Timur sesudah runtuhnya
Mojopahit adalah Gresik. Dari Gresik inilah datang mubaliq-mubaliq Islam bersama
para pedagang ke pulau Ambon , dan mereka semuanya berpusat di kota pelabuhan
Hitu . Jadi Hitu merupakan daerah pertama masuknya Islam dan selanjutnya menjadi
pusat penyebaran Islam di daerah sekitarnya, sekitar tahun 1500.
Di Hitu dijumpai banyak pedagang-pedagang Jawa yang kemudian menetap dan ber
mukim disana,

Penyebaran agama Islam ke daerah Maluku Tenggara juga melalui pedagang. Ke


mungkinan melalui pegangan -pegangan dari Jawa , Ternate maupun Hitu. Diduga
masuknya agama Islam khusus di kepulauan Kei sekitar tahun 1500. Di Kei Kecil agama
Islam mula-mula dipeluk oleh penduduk negeri Dullah. Kemungkinan yang membawa
nya adalah para pedagang atau perantau dari Maluku Utara khusus dari Kesultanan
Tidore sesuai dengan ceritera tradisionil tentang asal-usul raja -raja negeri Dullah.
Di Kei Besar agama Islam mula-mula masuk di Negeri Langgiar-Fer dan menurut ceritera
rakyat setempat dibawa oleh Abu Rabu seorang mubaliq dari Bukittinggi.
Diperkenalkannya agama Islam kepada penduduk -penduduk di pelabuhan Hitu,
Ternate dan tempat-tempat lainnya di kepulauan Maluku, mengakibatkan timbulnya
proses Islamisasi. Proses religius-kulturil tersebut juga berpengaruh kepada bidang politik ,
sehingga terbentuklah kerajaan -kerajaan bercorak Islam di Maluku Utara dan sangat
berpengaruh di bidang politik, pelayaran dan perdagangan. Proses ini jelas terlihat dalam
perkembangan agama Islam itu sendiri. Syariat-syariat agama Islam memperkaya hukum
adat setempat. Seringkali terlihat unsur-unsur hukum Islam bergandengan dengan hukum
hukum adat. Bersamaan dengan perkembangan Islam itu sendiri, bahasa dan huruf Arab
lambat laun dipakai sedikit demi sedikit oleh raja-raja, bangsawan-bangsawan dan pen
duduk penganut Islam hingga memperkaya bahasa-bahasa daerah. Mesjid sebagai
bangunan-bangunan sakral dari agama Islam mulai dikenal di Maluku, meskipun corak
bangunannya itu sendiri mempunyai corak Indonesia dengan atap bersusun . Dengan
demikian dilihat dari sudut kultur , maka agama Islam turut menentukan corak
kebudayaan di daerah Maluku, yaitu kebudayaan yang bercorak Islam .

4.2. Perkembangan Agama Kirsten dan Pengaruhnya.

Masuknya agama Kirsten di kepulauan Maluku bersamaan dengan masuknya


bangsa-bangsa Eropah ke daerah ini . Proses penyebaran agama Kristen di Maluku dapat
dibagi dalam dua tahap atau periode ; yaitu : a. Tahap penyebaran oleh orang Portugis
b. Tahap penyebaran oleh orang Belanda
Penyebaran oleh orang Portugis.
Kehadiran orang -orang Portugis di Maluku pada permulaan abad ke XVI merupakan
pertemuan pertama antara bangsa Barat dengan orang-orang Maluku. Pertemuan ini

59
membawa konsekwensi baru pula setelah beberapa saat sebelumnya mereka berkenalan
dengan agama Islam yang telah banyak mempengaruhi kehidupan orang-orang di Maluku
terutama di jazirah Lei Hitu pulau Ambon.
Di samping melakukan perdagangan orang-orang Portugis juga menyebarkan agama
Kristen karena mereka yakin sebagai tugas suci dan kelanjutan tujuan Perang Salib
yang berlangsung di dunia Barat, Jadi mereka ikut membawa aliran kepercayaan baru.
di daerah Maluku , yaitu agama Kirsten .
Dengan demikian kehadiran mereka di Maluku seolah-olah melibatkan Maluku dalam
iklim Perang Salib , di samping usaha mereka menguasai rempah-rempah yang merupakan
sasaran ekonomi mereka. Walaupun tujuan Perang Salib merupakan tujuan utama,
tetapi tujuan ekonomi juga menjiwai mereka. Seorang raja muda dari Goa mengungkap
kan bahwa , " Orang -orang Portugis telah memasuki India dengan pedang di tangan kanan
dan salib di tangan kiri. Akan tetapi ketika mereka menemui terlampau banyak emas,
maka salib itupun dilepaskan supaya tangan mereka dapat mengisi saku -saku mereka”.
Ucapan ini mengandung pengertian , bahwa di samping tujuan agama , tujuan ekono
mi memegang peranan penting dalam kehadiran orang Portugis di dunia Timur.
Memang benar bahwa tujuan Perang Salib merupakan tujuan utama , akan tetapi tujuan
ekonomi dan politik makin lama makin mendesak tujuan utama itu.
Seperti telah dijelaskan di atas, kehadiran mereka di Maluku tepat dan bersamaan
dengan adanya ketegangan -ketegangan politik dalam usaha perebutan hegemoni dan
supremasi kekuasaan di daerah ini antara kerajaan -kerajaan di Maluku , antara raja -raja
Islam yang telah lebih dahulu menguasai beberapa daerah .
Di tengah -tengah ketegangan politik itu, Portugis turut melibatkan diri. Hal ini me
ngakibatkan pula pemberitaan Injil dan pembentukan Gereja Kristen terlibat pula dalam
ketegangan -ketegangan itu.

Sebagai akibat dari keterlibatan Portugis, maka timbullah pertentangan -perten


tangan dan ketegangan -ketegangan yang terus menerus berlangsung antara rakyat di
Ambon, baik rakyat Lei Hitu melawan Lei Timur maupun antara penduduk dengan
Portugis sehingga Injil yang ditanamkan tidak berhasil mendapat tempat yang wajar.
Dualisme tampak dalam tugas mereka. Tugas yang harus mereka laksanakan memerangi
orang-orang Islam dan pedagang -pedagang di mana saja dan penyebaran agama Kristen
(Roma Katolik), dihadapkan dengan keharusan berdagang dengan pedagang-pedagang
Islam dan bersekutu dengan Sultan-sultan Islam atau dengan Kepala-kepala yang beragama
Islam. Politik mencari untung dicampur baurkan dengan politik menyebar agama.
Namun demikian tidak dapat disangka bahwa agama Kristen telah berhasil ditanamkan
di pulau Ambon, sebagai tempat penabur Injil yang pertama . Melalui " Citade Amboina "
maka missionaris-missionaris Portugis telah berhasil menyebarkan agama baru ini di -
antara rakyat setempat . Penyebaran ini dilaksanakan oleh suatu organisasi Misi yang
didukung sepenuhnya oleh Raja Portugis. Usaha penanaman pertama dilakukan melalui
loji Portugis di negeri Hitu pulau Ambon dan Negeri Hila berhasil di Kristenkan .

60
Selain orang-orang Portugis, maka pegawai-pegawai pribumi dalam tugas sebagai buruh
Portugis turut menyebar luaskan berita Injil. Karena sudah ada orang -orang Kristen yang
bertambah banyak , maka didirikan sebuah gereja di negeri Hila. Agama Kristen Roma
Katolik kemudian berkembang dengan pesat di pulau Ambon dan daerah-daerah
sekitarnya, berkat usaha yang keras dari paderi terkenal yaitu Fransiscus Xaverius yang
yang tiba di Ambon dari Malaka pada tahun 1546.
Setelah orang Portugis diusir dari Hitu dan berpindah ke jazirah Lei-Timur,
maka Ambon dijadikan pusat kegiatan penyebaran agama Kirsten di samping pusat
kegiatan politik dan perdagangan . Pengkristenan dilakukan dengan tanda baptisan secara
massal oleh paderi-paderi terhadap penduduk yang sudah bersedia menjadi Kristen.
Mereka yang dibaptis secara massal adalah mereka yang mempunyai tempat tinggal dekat
benteng " Kota Laha" dan di sekitar "Citade Amboina".
Setelah berakhirnya kekuasaan Portugis di Maluku , maka kelanjutan agama ini
akan berlangsung di dalam situasi polik yang baru, yaitu penguasaan orang -orang
Belanda dan tugas-tugas penyebaran selanjutnya adalah tanggung jawab bangsa Belanda.
Penyebaran oleh orang Belanda.
Setelah berakhirnya kekuasaan Portugis di Maluku dengan penyerahan benteng
” Kota Laha” kepada Belanda, maka tugas-tugas penyebaran agama beralih pula dari
tangan bangsa Portugis dengan Misinya ke tangah bangsa Belanda . Berbeda dengan
orang Portugis, maka tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia khususnya Maluku
semata-mata untuk berdagang. Urusan agama terjadi oleh karena dilaksanakan oleh
keadaan dan kebiasaan pada waktu itu yang terkenal dengan semboyan " Cuius regio
ejus religio " yang artinya, ” Barang siapa punya daerah berlakulah agamanya. " Berdasar
kan semboyan tersebut , maka kedatangan orang-orang Belanda di Ambon telah me
rubah sama sekali ke-kristenan di Ambon , baik secara lahir maupun secara batin.
Agama Roma Katolik yang telah ditanamkan oleh orang Portugis diganti dengan agama
Kristen Protestan oleh orang Belanda.
Atas dasar kuasa dan wewenang yang diterima dari Pemerintah Belanda, maka
V.O.C. sebagai penguasa agama Protestan menuntut penganut-penganut agama Katolik
supaya berpindah ke agama Protestan . Setelah penyerahan Ambon kepada Belanda oleh
orang Portugis, maka para paderi mendapat izin dari van der Haghen untuk tetap
melakukan tugas mereka . Tetapi kemudian penggantinya yaitu Frederik de Houtman
mengusir semua paderi Portugis. Dengan tindakan ini, maka semua orang Katolik
sekaligus telah menjadi Protestan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa, " reformasi ”
di Indonesia telah terjadi dengan satu keputusan Pemerintah .
Sebagai jasa orang Portugis ialah bahwa mereka meninggalkan orang -orang Kristen
pertama di Ambon. Tetapi jamaat-jamaat ini tidak dapat berkembang karena berbagai
tantangan antara lain : a. Pengaruh kepercayaan dan adat lama masih mendalam atau
dapat dikatakan jamaat masih berada dalam suatu masa

61
transisi .
b. Pengaruh dan perkembangan agama Islam yang berada di
sekitarnya dengan segala proses perkembangannya baik di
bidang politik maupun religi.
Jadi permulaan timbulnya ke Kristenan di Maluku khususnya di Ambon sangat 3

terpengaruh oleh berbagai faktor, baik faktor politik, ekonomi , kebudayaan. Dan hal
ini nanti nampak dalam isi dan ujud dari ke Kristenan itu di kemudian hari. Proses
pengalihan kepercayaan Roma Katolik kepada Protestan merupakan proses yang me
nentukan perkembangan agama di Ambon. Rumah Gereja yang dibuat oleh orang
Portugis di ubah dan disesuaikan dengan bentuk rumah Gereja di negeri Belanda.
Ambon dijadikan pusat pekabaran Injil di Indonesia. Dapatlah dikatakan bahwa
jejak -jejak pertama dari pekerjaan Gereja di Indonesia didapati di Ambon.

5. Hubungan ke Luar
Karena rempah -rempah , maka Daerah Maluku menjadi pusat perhatian dan tujuan
pelayaran dan perdagangan internasional. Jauh sebelum bangsa-bangsa Eropah ber
lumba-lumba mencari dan menemukan Daerah Maluku dalam abad ke XVI , maka
Maluku sudah dikenal di dunia internasional . Berita-berita tentang kepulauan Maluku
sebelum abat ke XVI antara lain dapat dicatat sebagai berikut :
Berita pertama dan tertua tentang Maluku tercatat dalam tambo dinasti Tang di
negeri Cina (618-906 ) yang menyebutkan tentang "Miliku " , yaitu suatu daerah
yang dipakai sebagai patokan penentuan arah ke kerajaan Holing ( Kalingga)
yang ada di sebelah Barat .
W.P. Groeneveldt memperkirakan "Mi-li-ku” ini sebagai Maluku. Jika hal ini benar,
maka Daerah Maluku sekurang -kurangnya sudah dikenal di negeri Cina pada abad
ke - VII .

Menurut Dr.. J.C. van Leur, sejak abad pertama Masehi, Indonesia sudah turut
mengambil bagian dalam perdagangan Asia Purba dengan jalan niaga yang mela
lui Asia Tenggara dari negeri Cina di Timur ke Laut tengah di bagian barat . Pada
waktu itu Indonesia terkenal sebagai pengekspor rempah-rempah, bahan obat-obatan,
kayu-kayu berharga , hasil-hasil hutan, binatang dan burung yang indah. Sejak abad
ke VII sampai abad ke XIII , perdagangan di Indonesia dan Asia Tenggara dikuasai oleh
kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Kerajaan ini sudah berhubungan dengan India
dan Cina. Waktu itu rempah-rempah merupakan salah satu hasil bumi Indonesia yang
diperdagangkan. Cengkih adalah satu-satunya tanaman yang hanya terdapat di Maluku
waktu itu. Dengan demikian pedagang-pedagang dan pelaut-pelaut Cina sudah mengetahui
Daerah Maluku sebagai daerah penghasil cengkih , akan tetapi mereka selalu merahasiakan
jalan pelayarannya. Barulah dalam abad ke XIV annaal Cina dari dinasti Ming ( 1368 -
1643) dengan jelas menceriterakan Maluku di laut Tenggara , sebagai suatu daerah yang
sangat subur. Dikatakan bahwa daerah ini mempunyai "gunung dupa” ( incense
mountain ) dan jika telah turun hujan , maka dupa itu berjatuhan menutupi tanah sehingga

62
penduduk tidak mampu menghimpunnya karena banyaknya . Tempat menyimpannya
banyak dan kemudian dibawa ke perahu-perahu pedagang untuk dijual. W.P. Groe
neveldt berpendapat pula, bahwa yang disebut " incense mountain " itu adalah bukit
bukit di mana tumbuh tanaman cengkih . Katanya hanya di negeri ini saja dihasilkan
cengkih . sehingga banyak pedagang-pedagang Cina datang ke sana .
Mengenai arti nama Maluku itu sendiri dengan batas-batasnya dijelaskan oleh
sumber -sumber sejarah yang ditemukan di kerajaan Ternate dan Bacan , bahwa yang
dimaksudkan dengan Maluku itu hanya meliputi kerajaan -kerajaan Ternate , Tidore ,
Jailolo dan Bacan . Hal ini diperkuat pula oleh Mpu Prapanca dalam buku Negara
Kertagama, di mana pengertian Maluku hanya terbatas pada Ternate sedangkan
Ambon dan Banda disebut tersendiri .

Pada abad ke XIV kerajaan Majapahit di pulau Jawa memegang peranan penting
dalam politik maritim di Indonesia. Perdagangan rempah-rempah dari kepulauan Maluku
dikuasai pula oleh pedagang-pedagang dari Jawa dengan berpusat pada pelabuhan
pelabuhan Mojopahit di Tuban, Gresik, Sedayu dan Ujung Galuh. Peranan pedagang
pedagang Jawa terhadap pengangkutan rempah-rempah dari Daerah Maluku disebut
pula dalam hikayat-hikayat sejarah Ternate dan Bacan.
Jadi dapat dikatakan bahwa, sekitar abad ke XIV Maluku sudah mengambil
peranan penting dalam pelayaran dan perdagangan internasional yang meliwati Asia
Tenggara dan kepulauan Indonesia.
Sejak abad ke -XVI bangsa -bangsa Eropah berhasil menemukan jalan dagang ke
Maluku , yang pertama-tama adalah orang-orang Portugis. Mereka adalah rombongan
pedagang dan tentara yang dipimpin laksamana d'Abreau dan tiba di Banda , pada
permulaan tahun 1512 , Setelah berhasil membeli pala, mereka kembali ke Malaka,
Sebagian dari mereka yang dipimpin oleh Fransisco Serrau mencoba mencari jalan ke
Maluku Utara untuk membeli cengkih. Akan tetapi karena nasib malang, mereka di
temukan oleh nelayan -nelayan orang Hitu dengan kapalnya yang karam di pulau
Penyu (Nusa Telu). Mereka diterima dengan baik oleh penguasa -penguasa Hitu, ke
mudian meneruskan perjalanan ke Ternate. Sejak saat itu berdatanganlah orang-orang
Portugis yang semakin banyak ke Maluku.
Pada tahun 1522 orang-orang Tidore berhasil pula berhubungan dengan orang
orang Spanyol yang tiba dari Pilipina. Pada tahun 1599 Ambon dikunjungi oleh
armada dagang Belanda yang dipimpin admiral Warwijk, dan berhasil mengadakan
hubungan dagang dengan Hitu. Kemudian dalam tahun 1601 tiba kembali satu armada
yang dipimpin van der Haghen yang disusul dengan armada van Heemskerck.
Bangsa -bangsa Eropah ini kemudian berlomba-lomba untuk menguasai perdagangan
rempah -rempah. Dalam usaha ini mereka tidak saja membatasi diri pada perdagangan
tetapi juga mengadakan peperangan yang akhirnya dilawan oleh penduduk Maluku.
Sejarah Maluku sejak abad ke- XVI sampai abad ke-XIX mempunyai ciri khusus,

63
dan salah satu aspek dari ciri itu adalah peperangan melawan penjajahan dari bangsa
bangsa Barat .

Adapun peperangan yang pernah terjadi di Maluku ialah :


1 . Peperangan melawan Portugis.

Pada permulaan kedatangannya, orang -orang Portugis diterima baik oleh masyarakat
Maluku, baik di Ternate maupun di Ambon . Mereka mulai mengadakan hubungan
dagang dan bergaul dengan masyarakat setempat. Akan tetapi hubungan yang baik ini
kemudian menjadi retak , karena dua hal penting :
a. Orang Portugis berusaha merebut dan menguasai perdagangan rempah
rempah dengan memaksakan politik monopolinya. Hal ini ditentang oleh
raja-raja dan pedagang-pedagang bangsa Indonesia.
b. Adanya perbedaan pandangan hidup antara orang -orang Portugis dan sebagian
orang-orang Maluku yang bersumber pada agama masing-masing. Orang
Portugis adalah penganut agama Roma Katolik dan sebahagian masyarakat
Maluku terutama pada kerajaan -kerajaan di Maluku Utara dan Hitu di
pulau Ambon adalah penganut agama Islam. Dengan demikian cara pergaulan
hidup antara kedua belah pihak kadang-kadang salah ditanggapi. Selain itu su
atu hal penting juga ialah bahwa pada masa itu terdapat perbedaan
yang tajam antara kedua agama ini . Pada satu pihak sultan -sultan dan
kerajaan -kerajaan Islam berusaha menyebar-luaskan agama Islam , pada
pihak lain peng -Injilan dari Paderi-paderi Portugis meluas pula. Kedua belah
pihak sama-sama fanatik sesuai dengan latar belakang historis yang telah di
jelaskan di atas. Dengan demikian peperangan yang tadinya terjadi antara
penduduk Maluku yang beragama Islam melawan Portugis, sekarang ber
cabang lagi menjadi peperangan agama antara penduduk Maluku sendiri,
yaitu penduduk Islam melawan penduduk yang memeluk agama Roma
Katolik .

Politik mencari untung di campur-baurkan dengan politik penyebaran agama.


Dualisme ini akhirnya melemahkan dan melenyapkan kedudukan mereka di Ternate
dan menimbulkan peperangan hebat dengan Hitu.
1
2. Peperangan di Ternate.
Pada permulaan terjadi ketegangan-ketegangan antara para paderi Portugis de
ngan pihak Kraton Ternate , hampir meledak menjadi peperangan . Tetapi dapat
diatasi oleh kedua belah pihak/pemimpin yang bijaksana yaitu, Antonio Galvao,
kepala orang Portugis di Ternate dan Sultan Hairun. Keadaan ini kemudian menjadi 4

buruk dan tegang lagi , pada waktu Sultan Hairun mulai diperlakukan dengan tidak sopan
oleh pimpinan Portugis yaitu de Eca. Setelah merendahkan martabat Sultan dengan
64
mengharuskan rakyat Makian menjual cengkih mereka kepada Portugis padahal hasil
cengkih di pulau Makian itu adalah milik pribadi Sultan , akhirnya ia menawan Sultan
dan memenjarakannya bersama ibunya pula. Perlakuan yang menghina Sultan ini di
susul pula dengan penuntutan raja muda di Goa agar Sultan Harun mengakui ke
dudukannya sebagai vazal Portugis.

Penghinaan tersebut dibalas Hairun dengan mengirim armada di bawah pimpinan


Kaicili Leliato menggempur desa-desa Kristen di Maluku Tengah.
Peperangan hebat terjadi melawan perserikatan negeri-negeri Oma , Kilang dan Hatiwe
di pulau Ambon . Leliato memang dalam peperangan melawan negeri Nusaniwe di
pulau Ambon . Untuk mengatasi keadaan yang gawat di Maluku Tengah , Paez diangkat
menjadi pimpinan Portugis di Ambon dan membangun sebuah benteng pertahanan,
Sultan Hairun mengirimkan puteranya Baab Ullah menggempur Maluku Tengah. Pepe
rangan hebat terjadi melawan Portugis dan penduduk Kristen . Untuk sementera
waktu terjadi gencatan senjata antara Portugis dan Ternate , akan tetapi kemudian
peperangan berlangsung lagi, karena pada tanggal 28 Pebruari tahun 1570 terjadi peng
hianatan dari Portugis yaitu de Mesquita pemimpin Portugis di Ternate menyuruh
membunuh Sultan Hairun .
Antoni Prinentel saudara de Mesquita berhasil membunuh Sultan Hairun di istananya.
Sejak saat itu Baab Ullah putera Sultan Hairun mengumumkan perang total terhadap
Portugis. Benteng Portugis di Ternate dikepung rapat selama lima tahun ( 1570-575).
Akhirnya Portugis menyerah dan di ultimatim segera meninggalkan kerajaan Ternate ,
lalu pergi ke Ambon dan Malaka , sebagian ke Tidore .
2

3. Peperangan di Ambon
Sejak tahun 1515 orang Portugis sudah mempunyai loji di Hitu dan berdagang di
sana. Akan tetapi karena kelakuan yang buruk mereka diusir dan mendirikan lagi di
Hatiwe -Tawiri, yaitu di pantai selatan jazirah Lei-Hitu pulau Ambon . Penduduk Hatiwe
Tawiri berhasil di Kristenkan . Kemudian terjadi pertengkaran antara Hatiwe- Tawiri
dengan Hitu yang meluas menjadi peperangan . Portugis membantu Hatiwe- Tawiri dan
Hitu dibantu oleh Jepara, Makassar dan Banda. Permulaan pertempuran dimenangkan
oleh Portugis, tetapi kemudian dalam perang tahun 1538 Hatiwe -Tawiri kalah. Suasana
perang berjalan terus melawan Portugis. Di Maluku Utara Baad Ullah terus mendesak
Portugis dan memberi bantuan pula kepada Hitu . Sebuah armada di bawah pimpinan
Kalasingko bersama-sama orang Hitu menyerang Portugis dan mengepung benteng
mereka. Pertempuran sengit berkobar dan akhirnya dimenangkan oleh Portugis ber
sama-sama penduduk Kristen . Kalasingko tewas dalam peperangan itu. Tidak lama
kemudian Hitu menyerang benteng Portugis dan menghancurkannya. Portugis mundur
ke jazirah Lei-Timor dan mendirikan benteng baru di Urtetu . Dari benteng ini mereka
melakukan offensif dan menyerang penduduk Islam . Perang hebat terjadi dengan
negeri Hatuhaha tahun 1571 .

65
Sebaliknya Sultan Baab Ullah mengirim armada di bawah pimpinan Rubohongi
untuk menyerang Portugis, Masa-masa antara tahun 1571-1575 penuh dengan peperangan
di bawah Ambon dan sekitarnya. Orang Portugis bertahan dalam benteng mereka
yang baru di Honipopu dan dibantu oleh penduduk Kristen di sekitarnya. Setelah
mereka diusir sama sekali dari Ternate oleh Baab Ullah tahun 1575 , mereka ke
Ambon dan memperkuat benteng ini . Di Ambon , Portugis dapat bertahan sampai
tahun 1605 karena pada tahun ini mereka menyerah kepada Belanda yang dibantu oleh
Hitu .

4. Peperangan melawan Belanda .


Pada tahun 1605 admiral Steven van der Haghen dapat mengalahkan benteng ” Kota
Laha” , Pusat pertahanan terakhir orang Portugis di Ambon . Sejak saat itu Maluku
berada di bawah pengawasan bangsa Belanda . Sejak tahun 1602 pedagang-pedagang
Belanda yang berdagang di Asia sudah terorganisasi dalam suatu persekutuan dagang
yang disebut V.O.C. Oleh Pemerintah Belanda V.O.C , diserahi wewenang dan tugas
untuk menaklukkan daerah -daerah dan mengatur perdagangan Belanda di Asia. Seperti
diketahui pada masa ini bangsa -bangsa Eropah berlomba-lomba untuk menduduki
kepulauan Maluku dan menguasai perdagangan rempah -rempah. Selain Portugis dan
Spanyol, bangsa Inggeris juga mengintip kepulauan Maluku Pada tahun 1609 mereka
sudah mendatangi kepulauan Banda dan pulau-pulau lainnya. Berkenaan dengan itu
pimpinan V.O.C. merencanakan segera menduduki pulau- pulau yang terutama mempunyai
pelabuhan dan menjadi pusat perdagangan rempah -rempah. Pelaksanaan rencana ini :
menimbulkan peperangan melawan V.O.C.

5. Peperangan di Banda.
Perlawanan pertama yang dilancarkan oleh penduduk Maluku melawan imperialis
me Belanda di mulai oleh penduduk Banda . Pada tahun 1609 armada V.O.C. di
bawah pimpinan armiral Verhoeff dan Wittered mencoba menduduki kepulauan Banda.
Ekspedisi ini gagal karena Verhoeff sendiri tewas dalam pertempuran melawan penduduk
Banda. Untuk melaksanakan politik monopoli perdagangan , V.O.C. melakukan prinsip
kekerasan yaitu perang Konseptornya adalah Jan Pieterszoon Coen yang menjadi
Gubernur Jenderal V.O.C. pada tahun 1619. Pada tahun 1621 ia memutuskan
menaklukkan Banda dengan kekerasan . Dengan suatu armáda yang besar ia ber
tolak dari Ambon dan langsung menyerang penduduk Banda. Rakyat Banda berjuang
dengan gagah mempertahankan tanah airnya. Akan tetapi karena kurang persatuan
di antara mereka ditambah dengan senjata yang tidak seimbang, akhirnya mereka
menyerah kepada Coen . Dalam peperangan ini hampir semua penduduk Banda dengan 8

kejam dan tidak berperi kemanusiaan dimusnahkan Coen.Penddudukyang masih hidup


menyingkir ke pulau-pulau di sekitarnya antara lain kepulauan Kei , Gorom , Hatuhaha
dan sebagian ke Makassar.

66
Kepulauan Banda kemudian dinyatakan sebagai milik V.O.C. tanah-tanah pertani
an orang Belanda dibagi-bagikan kepada pengusaha -pengusaha perkebunan orang asing
(Jerman , Belanda, Cina) yang disebut perkeniers. · Perken atau kebun-kebun itu
dikerjakan oleh para budak dan semua keuntungan bagi V.O.C. Sejak saat itu Banda
menjadi daerah terpencil.

6. Peperangan di Ambon.
Sejak Ambon diduduki Belanda pada tahun 1605 , politik monopoli perdagangan
langsung dijalankan . Monopoli itu biasanya ditentukan melalui perjanjian -perjanjian
atau kontrak. Kontrak yang pertama kali diadakan dengan kerajaan Hitu . Bagi
penduduk dan raja -raja, kontrak-kontrak itu ditafsirkan hanya sebagai usaha untuk
mengatur soal perdagangan saja. Tetapi bagi V.O.C., kontrak itu dipakai sebagai dasar
untuk mengatur seluruh kehidupan penduduk . Dengan demikian jelas bahwa , kegelisahan
dan ketegangan terjadi di kalangan penduduk yang ingin kebebasan. Ketegangan ini
memuncak terus menjadi peperangan pada waktu V.O.C. memaksakan keinginan
keinginannya.
Perlawanan pertama pecah di Hitu dipimpin oleh Kakiali. Pejuang ini adalah
putera Kapitan Hitu yaitu Tepil yang berasal dari keluarga pimpinan Perdana Nusa
tapi. Peperangan di Hitu pecah, karena Kakiali dan masyarakat Hitu tidak tahan
melihat perlakuan yang tidak senonoh dari pimpinan V.O.C. yaitu Speult terhadap
ayahnya dan penghancuran kebun-kebun cengkih penduduk Hoamoal dan Seram Selatan
oleh armadha Hongi ( Hongitochton ). Untuk menghadapi peperangan dengan Belanda ,
Kakiali segera menyusun kekuatan dengan mengorganisasi pasukan inti yang terdiri dari
penduduk Islam di jazirah Hitu , Seram Selatan , Hatuhaha ( Haruku) dan Iha ( Saparua) .
Bantuan utama diperoleh dari Gimalaha Luhu dan Hoamoal , yang bermarkas di benteng
Lesiela. Markas Kakiali sendiri berpusat di benteng Wawani di jazirah Hitu (Hila ).
Peperangan di Hitu melawan V.O.C. dapat dibagi dalam dua fase, yaitu :
a. periode tahun 1634-1643 , yang disebut Perang Hitu I ;
b. periode tahun 1643–1646 , yang disebut Perang Hitu II .

Peperangan pecah pada tahun 1634 pada waktu Gubernur Gijsels dengan
armada hongi-nya menyerang penduduk. Kakiali meminta bantuan ke Makassar dan
benteng Wawani diperkuat. Tetapi pada suatu kesempatan Gubernur Deutecom ber
hasil menawan Kakiali dengan tipu muslihat, dan dibuang ke Batavia. Peperangan
ternyata tidak berhenti , malah di mana-mana penduduk bangkit melawan Belanda
sebagai tanda dukungan terhadap Kakiali. Penduduk pulau Buru dan Ambalau me
nyerang dan menduduki benteng-benteng V.O.C. di sana. Demikian pula dengan pen
duduk pulau Haruku dan Saparua. Bahkan sejak tahun 1636 penduduk negeri-negeri
Kristen di jazirah Leitimur, pulau Ambon bangkit menentang V.O.C. Pimpinan peperang
an dipegang oleh panglima Hitu yaitu Pattiwani dibantu oleh Gimalaha Luhu dan
Gimelaha Leliato dari benteng Lesiela di Hoamoal .

67
Usaha-usaha pendamaian diadakan dengan jalan mengajak sultan Hamzah dari
Ternate sebagai penengah oleh Gubernur Jenderal van Diemen. Akan tetapi ternyata
gagal. Taktik lain dijalankan dengan membebaskan Kakiali kembali dari pembuangan di
Batavia. Ternyata semua usaha ini juga gagal. Penduduk serentak mengadakan perlawanan
lagi. Kakiali kembali meminta bantuan ke Makassar. Semangat peperangan dikobarkan
terus oleh Imam Rijali. V.O.C. mengangkat Gubernur Gerard Demmar, seorang tokoh
keras untuk mengimbangi keadaan yang sedang kacau Demmar berhasil merebut dan men
duduki benteng Wawani yang sudah dikosongkan . Tapi setelah ditinggalkan Belanda,
benteng ini kembali diduduki pejuang- pejuang Hitu .
Belanda terus berdaya upaya membuhuh Kakiali tetapi dengan jalan ksatria
sulit di laksanakan . Akhirnya ditempuh cara tidak ksatria yaitu penghianatan melalui
penyuapan . Pada tanggal 16 Agustus 1643 Fransisco de Toira, seorang Spanyol
kenalan Kakiali setelah disuap , berhasil menyelundup dan menikam mati pahlawan
Wawani itu .

Setelah Kakiali meninggal , perjuangan diteruskan dengan markas baru dengan


benteng di bukit Kapahaha. Benteng ini dikawali kapitan Pattiwani wakil dari Kakiali.
Perang Hitu !I di mulai sejak tahun 1643 di bawah pemimpin baru, Tulukabessy seorang
pejuang berasal dari Tanah Hitumessing. Tulukabessy adalah kapitan yang digelari
” Tubanbesi” . Pada tahun 1644, Demmer menyerang benteng Kapahaha, tetapi di
gagalkan rakyat Hitu . V.O.C. mengepung kekuatan Hitu dengan memblokade Seram
Selatan sebagai sumber penyediaan bahan makanan . Dalam usaha mematahkan blokade
itu, Pattiwani gugur dalam pertempuran laut yang hebat . Serangan-serangan diteruskan
terhadap Kapahaha. Hitu meminta bantuan ke kerajaan -kerajaan Aceh, Tidore dan
Makassar , tetapi mereka hanya dapat memberikan bantuan moril . Untuk mematahkan
semangat joang rakyat Hitu, Demmar membubarkan seluruh stelsel pemerintahan Hitu
yang ada dan melakukan siksaan -siksaan keji terhadap pemimpin -pemimpin masyarakat
yang ditangkap sebagai sandera bagi Tulukabessy. Akibatnya pejuang ini menyerahkan diri
pada Demmar setelah benteng Kapahaha berhasil diterobos tentara Belanda. Pada tanggal
3 September ia mati dihukum gantung di halaman benteng Victoria di kota Ambon
sebagai pahlawan Hitu yang besar.
Untuk mencegah peperangan yang mungkin timbul lagi, V.O.C. mengasingkan
pemimpin-pemimpin rakyat Hitu ke Batavia dan menurunkan penduduk -penduduk dari
kampung -kampung di pegunungan ke pesisir pantai . Ikatan -ikatan adat dalam masyarakat
adat di Hitu dihancurkan . Pulau Ambon dimaklumkan sebagai milik V.O.C. dan tanah
tanah rakyat dijual kepada pengikut-pengikut V.O.C. sebagai tanah dati. Penduduk di
haruskan menanami tanah-tanah ini dengan cengkih untuk dijual kepada V.O.C. Sejak
itu tanaman cengkih mulai dijalankan di pulau Ambon , dan pulau -pulau Lease. Untuk
sementara rakyat Ambon tunduk kepada V.O.C. untuk nanti bangun kembali dalam
perjoangan hebat di permulaan abad ke- 19 .

68
7) Peperangan di Seram
Perlawanan penduduk di Seram berpusat pada jazirah Hoamoal yang terkenal
sebagai pusat tanaman cengkih . Daerah ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan
Ternate, Yang mewakili sultan Ternate di sini adalah para Gimalaha yang berpusat
di desa Gamsungi dekat kota pelabuhan Luhu .
Beberapa pulau lain yaitu Buru , Manipa , Kelang dan Buano berada pula di bawah
pengaruh Ternate dan yang berkuasa di sini adalah para Sangaji. Mereka membawahi
desa -desa yang dikepalai oleh para Kipati . Dengan demikian peperangan -peperangan
yang meletus di daerah ini tidak terlepas dari pengaruh kerajaan Ternate . Sebab pokok
peperangan di daerah Seram ini bersumber pada monopoli V.O.C. terhadap perdagangan
cengkih yang sudah di mulai sejak tahun 1609 .
Peperangan mulai berkobar dalam tahun 1615 pada waktu Gubernur Blok dengan
armada Honginya menyerang kota pelabuhan Kambelo. Keadaan dapat didamaikan
dengan perjanjian -perjanjian yang diadakan V.O.C. dengan Sultan Ternate . Namun
pelanggaran -pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh Gubernur V.O.C. di Ambon
mengakibatkan pecah peperangan terus-menerus .
Di jazirah Hoamoal terjadi peperangan dipimpin oleh Gimelaha Luhu dan Gimelaha
Leliato yang mendapat bantuan dari orang-orang Makassar. Pertahanan berpusat pada
benteng-benteng Lesiela dan Kambelo. Pada tahun 1637 Gubernur Jenderal van Diemen
dengan ekspedisinya dapat menghancurkan benteng-benteng tersebut . Peperangan berjalan
terus dan dibantu pula oleh pejuang-pejuang Hitu.
Pada tahun 1643 V.O.C. dengan armada besar menyerang Hoamoal setelah sebelumnya
berhasil mendikte Sultan Hamzah untuk memecat Gimelaha Luhu .
Pada tahun itu juga Gimelaha Luhu menyerahkan diri kepada V.O.C. dan kemudian
dihukum mati bersama keluarganya. Peperangan masih berjalan terus dipimpin Gimela ha
Majira dengan pusat pertahanan di benteng Loki .
Pada tahun 1651 para pejuang secara serentak menyerang dan menduduki benteng
benteng V.O.C. di mana-mana. Untuk menumpas perlawanan Hoamoal , Pemerintah
V.O.C. mengirimkan Gubernur Arnold de Vlaming dengan diberi kekuasaan luar
biasa untuk menjalankan perang hongi . Setelah terlebih dahulu membuat perjanjian
dan mendikte Sultan Mandar Syah , ekspedisi hongi de Vlaming menyerang Hoamoal
dan menjalankan ekstorpasi di sana sejak tahun 1652 , tetapi Majira dan para pejuang
terus bertahan . Akan tetapi karena pengepungan yang ketat dan penyerahan yang
terus menerus pada tahun 1655 , pertahanan terakhir di Asahude di kosongkan dan
Majira dapat menyingkir ke Makassar. Semua penguasa di daerah Hoamoal ditangkap
dan dibuang ke Jawa .

Sejak saat itu perlawanan-perlawanan di Seram dan Ambon dapat dilumpuhkan


oleh V.O.C. dengan sistem honginya. Untuk sementara penduduk Maluku Tengah
berdiam diri untuk nanti bangkit kembali

69
BAB V.

ABAD KE- 19 ( +1800 – 1900 )

1. Kehidupan Pemerintahan dan Kenegaraan


Seperti telah dijelaskan, bahwa sejak permulaan abad ke XVII penduduk Maluku
mengadakan perlawanan bersenjata melawan V.O.C. (Belanda) yang berusaha menja
jadi penguasa tunggal dalam dunia perdagangan di Maluku dan mencoba menguasai dan me
mengadakan perlawanan bersenjata melawan V.O.C. (Belanda ) yang berusaha menjadi
penguasa tunggal dalam dunia perdagangan di Maluku dan mencoba menguasai dan
menjajah kerajaan -kerajaan di Maluku. Dengan cara menumpang pada legitimitas kerajaan
kerajaan di Maluku , V.O.C. berhasil meluaskan kekuasaannya. Melalui perjanjian -perjanji
an dengan para Sultan dan Raja-raja, V.O.C. berusaha menguasai perdagangan inter
nasional di Maluku dan campur tangan dalam urusan -urusan kerajaan -kerajaan di Maluku.
Pada tahun 1683 kerajaan Terante dipaksakan menjadi " leenstaat ” (negara
vazal) dari V.O.C. Perkembangan serupa terjadi pula dengan kerajaan -kerajaan lain
nya di Maluku Utara . Di daerah Maluku Tengah kerajaan -kerajaan yang kalah
dalam peperangan melawan V.O.C. dimaklumkan sebagai milik V.O.C. seperti Banda ,
Hitu dan lain-lain. Sejak pertengahan abad ke XVII sampai tahun 1799 V.O.C. dapat
dikatakan berkuasa mutlak di Maluku terutama di Banda dan Amahai .

Untuk kepentingan perdagangan dan campur tangan tersebut sejak semula V.O.C.
telah membentuk suatu badan administratif yang dinamakan "Gouvernment der
Molukken ” berpusat di pulau Ternate, Di Ternate terdapat seorang Gubernur sedang
di tempat-tempat lainnya diangkat seorang Residen dan seorang Posthouder. Di daerah

70
Maluku Tengah dan Tenggara di bentuk pula pusat-pusat koordinasi pemerintahan
VO.C. Di kepulauan Ambon -Lease, Seram dan pulau-pulau sekitarnya terdapat suatu
koordinasi yang dipimpin pula oleh seorang Gubernur V.O.C. yang berkedudukan di
Ambon . Badan administrasi pemerintahan ini disebut " Gouvernement van Amboina ” .
Selanjutnya di kepulauan Banda , Kei , Aru, Tanimbar serta Teun , Nila , Serua di bentuk
suatu koordinasi tersendiri yang juga dipimpin oleh seorang Gubernur dan berkedudukan
di Banda . Badan ini disebut " Gouvernement van Banda ” .
Pada akhir abad ke-XVIII dan permulaan abad ke -XIX terjadi perkembangan
perkembangan pclitik di Eropah yang juga menyangkut tanah -tanah jajahan bangsa
Eropah di Asia Peristiwa -peristiwa politik itu antara lain adalah peperangan antara
kerajaan Inggeris dengan kerajaan Perancis, serta pecahnya revolusi Perancis , disusul
dengan munculnya Napoleon Bonaparte . Suasana peperangan antara Inggeris dan
Perancis di mana negeri Belanda turut terlibat merembes pula ke Indonesia. Pada
tahun 1796 , Inggeris di bawah laksamana Rainier merebut dan menduduki Ambon .
Pada tahun 1799 V.O.C. dibubarkan dan Indonesia langsung diperintah oleh Pe
merintah Belanda ( Republik Battaf). Berdasarkan persetujuan perdamaian antara Inggeris
dan Belanda pada tahun 1802 Ambon diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak
tahun 1800, Inggeris terus memblokade kepulauan Indonesia dan menyerang daerah
daerah di luar pulau Jawa yang mempunyai kedudukan penting, Ambon , Banda dan
Ternate diserang. Pada tahun 1810 Inggeris kembali menyerang dan menduduki Ambon
sewaktu berlangsung peperangan dengan Napoleon di Eropah.
Pertahanan Belanda di Ambon yang dipimpin oleh seorang kolonel Perancis
yaitu Filz menyerah kepada Inggeris. Berdasarkan " Kapitulasi Tuntang" pada tanggal
18 September 1811 , Indonesia secara resmi menjadi jajahan Inggeris. Kepulauan
Maluku dikuasai Inggeris dan di sini ditempatkan seorang Residen Jenderal yaitu
Bryant Martin . Selama hampir enam tahun ( 1811-1817 ) Maluku mengalami penjajahan
Inggeris. Sifat-sifat pemerintahan Inggeris tidak jauh berbeda dengan penjajahan Belanda
meskipun di sana-sini diadakan beberapa perobahan dan keringanan atas beban yang
dipikul rakyat V O.C. antara lain : pengurangan wajib hongi ; sedikit kebebasan dalam per
dagangan dan pengurangan wajib kerja rodi.
Peperangan Perancis melawan negara-negara sekutu Eropah diakhiri dengan
Konventie London tahun 1814 dan Konggres Wina tahun 1815 antara lain memutuskan
Inggeris menyerahkan Indonesia kembali kepada Belanda . Pada tanggal 19 Agustus
1816 John Fendall yang mewakili pemerintah Inggeris menyerahkan Indonesia kepada
Belanda yang diterimakan oleh para ”Komisaris Jenderal ” yang mewakili pemerintah
Belanda di Indonesia .

Pada tanggal 21 Pebruari 1817 berangkatlah sebuah armada Belanda menuju


Ambon dipimpin Kapten Laut P.M.Dietz. Dalam ekspedisi tersebut turut pasukan
infanteri Belanda dan sejumlah pegawai sipil . Di antara pegawai-pegawai itu terdapat
dua orang Komisaris Belanda masing-masing Nicolaas Engelhard dan Jacobus Albertus

71
van Middelkoop yang kemudian ditunjuk menjadi Gubernur kolonial Belanda di Maluku.
Pada tanggal 18 Maret 1817 para Komisaris Belanda itu tiba di Ambon dan menerima
Maluku dari tangan Inggeris di dalam suatu upacara penyerahan bertempat di Batugajah
Ambon yang dilangsungkan oleh Gubernur Inggeris Bryout Martin . Dengan demikian
Maluku kembali di bawah pemerintahan Belanda. Pemerintahan yang baru ini bernama
pemerintahan " Nederlandsch Indie" atau Hindia Belanda.
Segera setelah dilakukan penyerahan dari Inggeris, Belanda mulai mengatur
pemerintahannya di daerah Maluku . Berdasarkan pertimbangan pokok bahwa Maluku
tidak boleh jatuh ke dalam tangan kekuasaan Barat lainnya, maka ketiga " gouvernement"
yang dibangun oleh V.O.C. sejak awal adab ke- XVII itu disatukan menjadi "Gau
vernement der Moluken ” dengan pusatnya di Ambon .

2. Kehidupan Sosial Ekonomi


Praktek -praktek kolonialisme Belanda sangat menekan kehidupan rakyat. Mereka
kurang merasakan kebebasan dalam usaha-usaha penyelenggaraan hidup dan dapat
dikatakan bahwa, mereka hidup dalam suatu keadaan ekonomi yang menyedihkan ,
penuh dengan kewajiban membayar pajak dan ketidak -adilan .
Adapun praktek -praktek kolonialisme tersebut dapat dilihat pada hal-hal sebagai
berikut :

a. Kewajiban mengikuti armada " Hongi ” yang diperintahkan para gubernur setiap
saat. Pelaksanaannya meminta banyak korban dan waktu serta perasaan harga
diri . Berbulan-bulan para pengikut armada Hongi harus meninggalkan keluarga
mereka. Mereka kurang mempunyai waktu untuk mengasuh kebun -kebun cengkih
dan menanam kebun untuk memperoleh makanan setiap harinya. Mereka tidak
diupah, tidak mendapat bayaran atas kora -kora yang telah dibuat untuk suatu
ekspedisi. Dalam ekspedisi tersebut sering perasaan kemanusiaan mereka ter
singgung karena sikap -sikap dan perlakuan serdadu -serdadu V.O.C. yang buruk.
Kewajiban tiap-tiap kampung untuk menyediakan dan mendayung kora-kora
untuk gubernemen Belanda dirasakan sebagai suatu beban hidup yang sangat
berat . Akibatnya sering timbul perlawanan terhadap Belanda.
b. Kewajiban mentaati politik monopoli dalam perdagangan mengakibatkan hampir
tidak ada kemajuan dalam bidang ekonomi. Mereka tidak bebas mendapat barang
barang keperluan hidup yang dibutuhkan, karena dilarang berdagang dengan pe
>

dagang-pedagang asing lainnya. Barang-barang kebutuhan pokok seperti pakaian


hanya dapat diperoleh pada loji -loji V.O.C. Semuanya harus dibayar dengan uang
logam . Pada waktu terjadi krisis uang logam pembayaran dilakukan dengan uang
kertas. Akibatnya rakyat merasa curiga dan tidak puas.
.
c

Suatu faktor dalam dunia perekonomian yang juga menggelisahkan rakyat ada
lah politik perdagangan V.O.C. yang merugikan dan mengancam kehidupan rakyat .
Turun-naiknya harga rempah-rempah di pasaran Eropah selalu dibarengi dengan

72
politik pengaturan hasil produksi yang seimbang. Penebangan pohon-pohon
cengkih yang berlebihan menimbulkan amarah penduduk. Sebaliknya perintah
penambahan penanaman pohon -pohon cengkih jika dibutuhkan, menimbulkan
beban yang berat pula . Kehidupan perekonomian rakyat dapat dikatakan tidak
stabil dan menimbulkan fluktuasi di kalangan masyarakat .
d. Dalam hubungan kemasyarakatan antara penduduk dan orang-orang Eropah
nampak adanya suatu masyarakat kolonial yang mempunyai batas-batas rasial di
mana orang-orang kulit berwarna dibedakan dari orang-orang kulit putih. Pe
jabat-pejabat pemerintah dan tentara Belanda berbeda status dan kebangsaan
nya dengan penduduk setempat. Kepada penduduk selalu dibebankan kewajiban
mengurus kebun-kebun cengkih untuk kepentingan Belanda. Namun mereka
harus punya perhatian pula pada seluk beluk kehidupan sehari-hari dalam
keluarga. Akibatnya terdapat suatu hubungan kemasyarakatan yang berjalan
kurang baik mulai dari abad ke- XVII sampai abad ke -XVIII dan ke-XIX.
Semua gejala-gejala sosial ekonomi yang buruk di atas menimbulkan jurang pe
misah antara kehidupan masyarakat pribumi dengan kaum penjajah. Perlawanan
perlawanan bersenjata yang timbul di mana-mana dalam abad ke-XIX itu pada pokoknya
berpangkal pada hubungan penduduk dengan orang -orang penjajah yang digambarkan
diatas

Akibat daripada situasi politik dan sosial ekonomi yang buruk sekitar akhir
abad ke - XVIII dan permulaan abad ke - XIX itu timbullah gerakan -gerakan perlawanan
terhadap pemerintah kolonial Belanda di berbagai tempat di Maluku. Pada tahun
1817 pecahlah suatu peperangan besar yang berpusat di daerah Maluku Tengah,
yaitu perang " Pattimura” yang dipimpin oleh Thomas Matulessy, seorang pemuda
yang banyak berpengalaman dalam bidang kemiliteran. Ia adalah bekas seorang
perwira bawahan dalam tentara milisi Inggeris yang pernah menduduki Maluku
tahun 1812–1816. Thomas Matulessy adalah seorang pemimpin perang yang ber
asal dari rakyat biasa , yang dipilih oleh para " Latu Patih ” (Kepala-kepala kampung)
untuk memimpin perlawanan melawan Belanda . Pembantu-pembantu utamanya antara
lain saudaranya Johannes Matulessy dan kawan -kawannya seperti Philips Latumahina,
Anthony Rhiebok , Said Perintah , Arong Lisapaly dan lain-lain.
Dari markas besar yang berpusat di desa Haria pulau Saparua, para pejuang me
ngadakan persiapan -persiapan dan menyusun taktik dan strategi untuk menggem
pur Belanda . Peperangan diawali dengan suatu insiden di negeri Porto pada tang
gal 14 Mei 1817 , yaitu percokcokan mengenai sewaan perahu .
Pada tanggal 15 Mei 1817 pagi serangan besar-besaran dilancarkan terhadap
benteng Duurstede di kota Saparua. Residen van den Berg dan semua orang Belanda
mati terbunuh . Sedang yang hidup hanyalah anak laki-laki kecil dari Residen yang
diselamatkan Thomas Matulessy. Peperangan di Saparua ini dalam waktu singkat

73
menggema dan menjalar ke seluruh kepulauan Maluku. Di mana-mana muncul penye
rangan-penyerangan terhadap pos-pos dan benteng-benteng Belanda. Di pulau Nusalaut
peperangan berkobar dipimpin Paulus Tiahahu bersama puterinya Martha Christina.
Benteng pertahanan Belanda yang kuat di pulau Haruku berkali-kali mendapat serangan
pasukan -pasukan Pattimura, Kapitan Ulupaha yang sudah lanjut usia, dengan ditandu
di medan perang menggempur posisi-posisi pasukan Belanda di pulau Ambon dan bersiap
untuk menyerang benteng Victoria di kota Ambon . Di daerah Seram Selatan , pasukan
pasukan Pattimura menyerang pos-pos Belanda dan menghancurkan tentara Belanda.
Di daerah Maluku Utara Sultan Ternate dan Tidore bersiap-siap pula untuk me
nyerang Belanda dan memberikan bantuan pula kepada Pattimura, Perjuangan Pattimura
juga mendapat simpati dari kerajaan -kerajaan di Jawa dan Sulawesi . Dengan demikian
peperangan ini sudah menjangkau semangat nasionalisme Indonesia yang meluas di
Nusantara .

Pimpinan tertinggi militer Belanda yaitu laksamana Buyskes terpaksa harus turun
lapangan secara langsung untuk menghadapi Pattimura. Ekspedisi mayoor Beetjes
di pantai Waisisil Saparua dihancurkan sama sekali dalam pertempuran seru. Dengan
susah payah, tentara Belanda dengan bantuan armada lautnya merebut kembali benteng
Duurstede di kota Saparua. Dengan aksi-aksi Vandalisme, mereka berhasil merebut
kembali kampung-kampung di pulau Lease dari tangan pasukan Pattimura. Akhirnya
dengan tipu muslihat dan cara tidak ksatria, Thomas Matulessy dan pembantu-pembantu
nya dapat ditangkap dan dihukum mati gantung di depan benteng Victoria kota Ambon .
Peperangan besar di Maluku Tengah melawan Belanda ini mengakibatkan pemerin
tah Belanda mulai menaruh perhatian terhadap tuntutan-tuntutan rakyat demi kesejahtera
an hidup mereka. Beberapa perubahan mulai diadakan dalam bidang pemerintahan dan
ekonomi oleh Gubernur Jenderal Van der Capellen yang dalam tahun 1824 langsung
datang ke Ambon. Namun perubahan-perubahan yang diadakan itu tidak mempunyai
arti bagi kehidupan masyarakat, karena prinsip eksploitasi rakyat dan tanah jajahan
tetap dipegang teguh. Sampai dengan permulaan abad ke-XX, perlawanan-perlawanan
masih terus dilakukan terhadap Belanda , baik di Maluku Tengah (pedalaman pulau Seram)
maupun di Maluku Utara .

3. Kehidupan Seni Budaya


Sejak abad ke-XVI dan ke - XVII telah terjadi pertemuan kebudayaan antara
masyarakat Maluku dan kebudayaan asing terutama kebudayaan orang -orang Barat.
Bahkan pada abad sebelumnya pengaruh kebudayaan Islam pun telah masuk di tengah
tengah pergaulan masyarakat. Akibat daripada pertemuan tersebut , telah terjadi
perobahan -perobahan sosial kulturil. Persentuhan sosial kulturil itu telah menjurus
ke arah suatu sintese atau integrasi sosial kulturil baru, yang terdiri dari unsur-unsur
yang sebagian berasal dari luar dan sebagian dari dalam. Perobahan -perobahan sosial
kulturil jelas terlihat dalam lembaga-lembaga pemerintahan, keagamaan, bahasa dan
ekonomi dari masyarakat adat . Selanjutnya masuk dan berkembang pula beberapa

74
lembaga baru ke dalam masyarakat, yaitu gereja dan jemaat, mesjid dan tempat
tempat melakukan sholat , serta sekolah -sekolah .

Pada abad ke -XVIII dan ke-XIX, pengaruh dan akibat dari pada kejadian
kejadian dan perobahan-perobahay yang telah dialami masyarakat Maluku itu, berkem
bang terus. Pola-pola kemasyarakatan dan kebudayaan yang berkembang dari korrak
dengan dunia luar, dan sifat-sifat kejiwaan tumbuh bersama dengan proses tersebut di
kembangkan bentuk -bentuknya serta disesuaikan dengan fungsi-fungsi baru yang di
haruskan oleh penguasa kolonial yang memerintah . Sesuai dengan politik kebudayaan
pemerintah kolonial Belanda , maka unsur-unsur budaya Barat mendapat tempat yang
utama di kota -kota sedang di desa-desa atau daerah yang terpencil di mana adat istiadat
dan ikatan batin masih kuat , kebudayaan masih terlihat dalam bentuk yang asli.
Dalam bidang pendidikan terjadi perobahan -perobahan sesuai politik pemerintah
kolonial. Sekolah-sekolah yang telah didirikan oleh V.O.C. diambil alih oleh Pemerintah.
Belanda . Semua sekolah dibebaskan dari pengaruh-pengaruh agama dan dijadikan sekolah
negara . Tujuan sekolah-sekolah lebih banyak diarahkan pada tujuan -tujuan umum
yang berhubungan dengan pengembangan politik penjajahan, dan bukan untuk tujuan
tujuan penyebaran agama seperti pada zaman V.O.C. Namun masih ada lembaga
pendidikan maupun sekolah -sekolah yang diselenggarakan serta diasuh oleh Badan - Badan
Zending dan Missi dalam hubungan dengan pendidikan agama Kristen. Usaha-usaha
yang terkenal misalnya dari pendeta Joseph Kam yang mendirikan sebuah sekolah
guru Injil di Ambon pada tahun 1821 .
Di kalangan agama Islam usaha pendidikan agama dipelihara dan diasuh terus
melalui pendidikan pesantren dan tempat-tempat ibadah lainnya. Di daerah pemeluk
agama Islam , bahasa Arab dipakai dalam segala hal yang menyangkut agama dan di daerah
pemeluk agama Kristen bahasa Melayu lama kelamaan menggantikan ”bahasa-tanah”
( bahasa daerah) hampir di semua bidang pendidikan. Selain itu pengaruh yang besar
dari bahasa -bahasa penjajah Portugis dan Belanda nampak dalam pergaulan masyarakat.
Dalam bidang kesenian terjadi pula perkembangan-perkembangan terutama dalam
bidang musik dan tari-tarian . Lagu -lagu asli yang mengandung nilai tradisionil dan historis
magis (lagu kapata ) mulai didesak oleh lagu-lagu yang mengandung perasaan gembira
seperti lagu-lagu bersuka-ria , percintaan dan penerimaan tamu. Lagu -lagu yang disebut
terakhir ini mendapat pengaruh besar dari suasana lagu-lagu Barat . Lagu -lagu kerohanian
berkembang dan dipupuk dalam kebaktian-kebaktian di gereja . Sehubungan dengan
lagu-lagu tersebut terdapat pula perkembangan dalam alat -alat musik. Selain alat-alat
musik tradisionil seperti tifa, gong, totobuang, rebana, suling, penduduk mulai mengenal
dan mempergunakan alat -alat musik baru seperti biola, gitar , sasando dan alat-alat ti
up dari logam . Orkes-orkes gesek mulai berkembang di kampung-kampung di samping
orkes-orkes suling dan orkes kulit siput .
Dalam bidang seni-tari terdapat pula perkembangan antara lain : tari-tarian

75
pergaulan yang populer yaitu tari-sawat dan tari-lenso tetap menjadi tarian masyarakat
umum meskipun mendapat saingan dari tari " dansa” yang diperkenalkan oleh budaya
Barat . Dalam seni berpakaian, maka pakaian-pakaian adat masih tetap bertahan meskipun
mendapat pengaruh dari cara -cara berpakaian ala Barat.

4. Kehidupan Keagamaan
Dengan masuknya agama Islam dan Kristen di Maluku , maka kepercayaan lama me
ngalami pengaruh. Baik pemeluk agama Islam maupun Kristen masing-masing memandang
kepercayaannya sebagai sesuatu yang sangat luhur. Dapat dikatakan bahwa bagi orang
Maluku dalam hal keagamaan mereka amat tinggi dan tebal perasaan keimanannya
kesalah fahaman keagamaan pada abad-abad sebelumnya kalaupun ada didamaikan
dalam hubungan -hubungan kemasyarakatan yang disebut " pela" . Dalam perkembangan
abad ke- XIX selalu diusahakan untuk menghindari pertentangan -pertentangan keagamaa
an demi tercipta stabilitas pemerintahan , sehingga suasana kerukunan keagamaan benar
benar tercipta sampai sekarang. Perluasan agama Islam ke daerah -daerah yang belum
berkenalan dengan Islam dalam abad ini dapat dikatakan kurang aktif. Kegiatan
Zending Protestan dan Missi Katholik kelihatan tetap berjalan selama abad XIX
ini.

5. Hubungan ke Luar
Akhir abad ke-XVIII dan permulaan abad ke-XIX, Daerah Maluku telah terputus
sama sekali dari dunia luar. Hubungan perdagangannya putus, baik dengan pulau
pulau lainnya di Indonesia maupun hubungan antar pulau . Dalam hal penyediaan
bahan-bahan kebutuhan hidup sehari-hari pelabuhan Makassar memegang peranan
penting. Hal ini bukan saja berlaku bagi hubungan-hubungan yang dibina oleh
pemerintah , tetapi juga dalam perdagangan tradisionil. Dalam hal perdagangan tradisi
onil ini yang utama adalah pedagang-pedagang Bugis dan Mandar yang berhasil
membina suatu mata-rantai perdagangan antara pulau-pulau yang terpencil di Maluku.
Peranan orang-orang Cina juga mulai muncul. Selain itu hubungan kerajaan -kerajaan
serta tempat-tempat lainnya di Maluku yang penduduknya beragama Islam juga terputus
dengan pusat-pusat agama Islam di pulau Jawa. Satu-satunya hubungan adalah dengan
Belanda. Pada pertengahan abad ke-XIX penduduk dibebaskan untuk menjual cengkih
mereka kepada siapa saja dan larangan menanam cengkih dan pala di daerah-daerah
lain dicabut , kecuali di Ambon , Lease dan Banda . Hal ini terjadi setelah timbul perlawan
an hebat dari penduduk Maluku pada permulaan abad ke-XVII yaitu peperangan
Pattimura melawan Belanda. Namun suatu hal yang penting lagi ialah bahwa pada
abad ke - XIX itu telah terjadi perobahan -perobahan dalam dunia perekonomian dan
perdagangan Belanda, di mana rempah -rempah tidak lagi merupakan barang dagangan
penting. Pusat perhatian Belanda mulai diarahkan ke pulau Jawa dengan kemungkinan
kemungkinan baru yang lebih menguntungkan Belanda. Maluku mulai ditinggalkan
sebagai daerah yang kurang penting.

76
BAB VI .

ZAMAN KEBANGKITAN NASIONAL ( + 1900 – 1945 )


1. Keadaan Pemerintahan dan Kenegaraan
Ketiga " gouvernement" yang dibangun oleh V.O.C. sejak awal abad ke - XVII
yaitu Gouvernement der Molukken , Goubernement van Amboina dan Gouvernement van
Bond , pada permulaan abad ke- XIX telah disatukan menjadi "Gouvernement der
Molukken dibagi dalam dua keresidenan (afdeeling) yaitu Residensi Amboina dan
Residensi Ternate . Masing-masing keresidenan diperintah oleh seorang Residen. Kereside
nan Amboina membawahi 15 onderafdeeling dan Keresidenan Ternate membawahi 12
onderafdeeling. Masing-masing onderafdeeling diperintah oleh seorang Asisten Residen.
Di samping itu terdapat pula Staatsgemeente Amboina yang diperintah oleh se
orang Burgemeester. Pada waktu itu terdapat pula satu dewan pemerintahan yaitu
Ambonraad yang membawa suara dari para Latupatih yang tergabung dalam Regenten
bond .

Termasuk pula dalam wilayah pemerintahan Gouvernement der Molukken ini ialah
bagian -bagian dari Irian Jaya , yaitu Zuid Nieuw Guinea (Irian Jaya bagian Selatan)
dan West Nieuw Guinea Irian Jaya bagian Barat). Maluku Utara terbagi pula dalam
tiga daerah Swapraja yaitu Kesultanan Ternate, Tidore dan Bacan yang menjalankan
pemerintahan berdasarkan Zelfbestuur Regeling tahun 1938. Keadaan pemerintahan
tersebut di atas berlangsung hingga masuknya pemerintahan militer Jepang.

77
2. Kaum Pergerakan di Daerah
Perjuangan secara modern untuk membebaskan bangsa dan tanah air Indonesia
dari penjajahan Belanda pada permulaan abad ke-XX terkenal sebagai " Pergerakan
Nasional”. Perjoangan baru ini memakai cara yang sangat berbeda dengan cara - cara
perjoangan abad -abad yang terdahulu . Untuk membina persatuan Nasional, maka
wadah yang dipakai adalah dengan pembentukan partai-partai dan perserikatan -perseri
katan . Yang dapat mempergunakan cara - cara perjoangan secara modern ini adalah
golongan intelek yang lahir dari politik pendidikan kolonial. Mereka lebih mengerti akan
cara-cara perjoangan secara modern dan memberikan bimbingan dan pimpinan nyata
kepada rakyat . Merekalah yang kemudian mendirikan organisasi-organisasi modern itu.
Dalam hubungan dengan berdirinya organisasi-organisasi politik itu, orang Maluku
juga mulai sadar terutama golongan intelek yang berada di pulau Jawa. Pada tanggal
9 Mei 1920 seorang tokoh politik yang terkenal yaitu Alexander Jacob Patty mendirikan
" Sarekat Ambon " di Semarang. Inilah organisasi pertama dari orang -orang Ambon
yang bersifat politik . Tujuannya untuk memajukan kemakmuran penduduk Ambon .
Untuk rnencapai tujuan ini perlu diperjuangkan adanya suatu wadah semacam parlemen
untuk membina persatuan bagi orang -orang Ambon Lease.
Perjuangan Sarekat Ambon ini berhasil mendesak Pemerintah Belanda, sehingga pada
tahun 1921 didirikan "Ambon Raad ” . Setapak demi setapak Alexander Jacob Patty
membawa Sarekat Ambon lebih mendekati idee-idee nasionalisme Indonesia seperti
yang telah ditanamkan oleh ” Indische Partij”. Ia terus meyakinkan dan berusaha
mempersatukan idee-idee yang berbeda-beda dari tokoh -tokoh Sarekat Ambon lainnya
seperti, dr . Kayadu , dr . J.D. Siahaya , dr. Westplat , P.R. de Queljoe, J.M.M. Hatharia dan
A.E. Kayadu. Sarekat Ambon dalam perkembangannya makin menjadi revolusioner
dan menganut paham radikal terhadap Pemerintah Belanda. Pada tahun 1922 , Sarekat
Ambon masuk dalam "Radicale Consentrasi” . Sifat -sifat radikal dan revolusioner
dari A.J. Patty ditentang oleh kawan-kawannya yang menganut politik moderat,
terutama dari Ambonsch -Studiefonds. Di pulau Jawa, Sarekat Ambon makin maju dan
di kota -kota besar lainnya dibuka cabang -cabangnya. Idee-idee Sarekat Ambon terus
disiarkan melalui majalah "Mena Muria". Sarekat Ambon juga mempunyai bagian khusus
untuk wanita yang terkenal sebagai organisasi "Ina-Tuni" atau "Wanita Mulia ”.
Di daerah Maluku idee-idee Sarekat Ambon disambut pula oleh masyarakat melalui
tokoh-tokoh daerah yang pada mulanya telah mendirikan organisasi-organisasi sosial.
Pada tahun 1923 Alexander Jacob Patty tiba di Ambon dan menjumpai beberapa
organisasi sosial yang sudah ada antara lain , " Christelijk Ambonsch Volksbond”
Sou Maloeka, Inlandsch Leeraarsbond , Persatuan Goeroe Hindia Belanda ( PGHB ),
Nusa Ina, Panji Nederland, Ambonsche Studiefonds cabang Ambon dan Christelijk
Ambonsche Studiefonds. 45) Inilah semua organisasi di Ambon yang terus dihubungi
A.J. Patty. Selain itu terdapat pula suatu Ambon Raad yang didirikan pada tahun 1921 .
Dengan secara A.J. Patty mengelilingi negeri-negeri di Ambon dan Lease, mem

78
propagandakan idee-idee Sarekat Ambon . Karena pandai berpidato, ia mendapat sambutan
hangat dari rakyat . Di mana-mana mulai berdiri " kring-kring ” Sarekat Ambon.
Akan tetapi ternyata usaha A.J. Patty ini mula -mula mendapat tantangan dari para
regenten (Kepala Negeri) yang merasa takut dan terancam wibawa mereka di kalangan
rakyatnya . A.J. Patty dan kawan -kawannya berjuang terus dan berusaha memasuki
wadah Ambon Raad , walaupun mendapat tantangan pula karena sebagian besar dari
anggota dewan ini terdiri dari para regenten .
Sarekat Ambon ternyata makin mendapat simpati rakyat . Dalam pemilihan calon-calon
anggota Ambor; Raad tahun 1924 A.J. Patty dan pembantu -pembantu utamanya yaitu
J. Tupamahu dan J. D. Poetiray terpilih dengan sukses . Namun pihak lawan berju
ang terus , dengan jalan memfitnah A.J. Patty dan Sarekat Ambon dan menuduh mereka
melanggar hukum. A.J. Patty ditangkap dan diadili oleh Raad van Justitie di Makassar
tahun 1924. Kesalahannya tidak terbukti, namun kekuasaan diktatorial dari Gubernur
Jenderal, memutuskan pada tahun 1925 A.J. Patty dibuang ke Bengkulu. Kawan
kawan terdekat A.J. Patty juga terancam bahkan ada yang sampai meninggalkan
Sarekat Ambon. Meskipun sudah meninggalkan Sarekat Ambon, tetapi idee- idee
A.J. Patty tetap menjiwai mereka.
Ketika A.J. Patty meninggalkan Ambon , tokoh -tokoh Sarekat Ambon di Ambon
mengambil tindakan darurat untuk menyelematkan organisasinya . Pada 19 Oktober
1924 dibentuk suatu badan pengurus luar biasa dari Komite Sarekat Ambon yang
ditinggalkan A.J. Patty . Ketuanya adalah J.L. Matulatuwa dibantu oleh kawan
kawannya antara lain A.A. Parera, de Queljoe, C.F. Rhibok, R.M. Mochtar, Abraham
Barnella dan D. Ayawaila. Dengan surat kabar "Soeara Ambon ” , Sarekat Ambon tetap
9

memelihara persatuan anggota-anggotanya dan terus menyebar-luaskan idee-idee Sarekat


Ambon . Untuk sementara keadaan Sarekat Ambon di Ambon ini lesu , anggotanya hidup
terancam , namun mereka masih tetap berpengaruh.
Pengurus besar Sarekat Ambon di Jawa (Jakarta) juga mengalami perobahan
perobahan dan perkembangan -perkembangan baru dengan pimpinan tokoh intelektuil
muda yaitu Mr. J. Latuharhary. Dengan kepintaran dan bijaksana ia dapat mengemudikan
dan membawa Sarekat Ambon bersama-sama dengan pimpinan -pimpinan lainnya melalui
berbagai kesulitan dan tantangan , sehingga Sarekat Ambon dapat bergabung dengan
organisasi politik lainnya di pulau Jawa . Semuanya tegas dengan satu tujuan , yaitu
Indonesia Merdeka .
Di Ambon, Sarekat Ambon kembali bersemangat ketika mendengar bahwa pimpinan
pusat telah dipegang oleh Mr. J. Latuharhary. Pada tahun 1929 diadakan reorganisasi
dalam badan pengurus cabang Ambon dan D. Ayawaila menjadi pemimpinnya .
Tokoh ini ternyata bijaksana dan radikal juga. la memimpin Sarekat Ambon sesuai
politik di pusat ( Mr. J. Latuharhary ) dan membawanya melalui berbagai tantangan,
yang terutama datangnya dari Regenten Bond, salah satu organisasi politik yang
kuat di Ambon Raad dan pengaruh-pengaruh dari dr. Apituley dengan organisasi
Moluksche Politiek Verbond yang bertentangan dengan cita-cita politik Sarekat Ambon .

79
Selain itu Ayawaila juga melibatkan Sarekat Ambon di Ambon dalam persoalan -persoalan
yang bersifat Nasional Indonesia yaitu, turut melancarkan protes terhadap " Wilde
Schoolen Ordonantie (WSD ) ".

Di bawah pimpinan D. Ayawaila , Sarekat Ambon tetap merupakan suatu unsur po


litik yang kuat di Ambon dan berperanan sekali dalam Ambon Raad. Pada tanggal
27 Desember 1937 , tokoh pejuang ini meninggal dunia . Ambon kehilangan seorang
nasionalis yang sangat dihormati. Seorang tokoh yang rela berjuang di daerah Ambon
sendiri dan hal ini yang dijumpai di kalangan para intelektuil Maluku , yang semuanya
berdomisili di tanah Jawa . Di kalangan orang Ambon ia merupakan tokoh kedua se
sudah Alexander Jacob Patty .

Pengganti Ayawaila adalah E.M. Pupella , juga seorang Nasionalis. Selain me


mimpin Sarekat Ambon , ia giat dalam soal-soal pendidikan dan kebudayaan. Sebagai
seorang partikulir yang bebas, ia sering mengoreksi Pemerintah dengan tegas dan
aktif dalam Ambon Raad . Di Ambon ia mendirikan perguruan " Balai Pendidikan"
yang sejenis dengan Taman Siswa di Jawa . Unsur-unsur Budaya daerah sangat diperhati
kan dan diwajibkan kepada murid-muridnya untuk mengenal kebudayaan tersebut.
Pupella dan Ayawaila adalah tokoh-tokoh yang memperkenalkan dan menghidupkan
kembali pakaian daerah di antara wanita-wanita Ambon . Sejak saat itu pakaian daerah
tidak dianggap lagi sebagai lambang kekunoan dan keterbelakangan , tetapi merupakan
ciri kebudayaan nasional.

3. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Hubungan ke Luar


Kehidupan sosial-ekonomi rakyat Maluku pada permulaan zaman pergerakan ini
dapat dikatakan tidak banyak mengalami perobahan dan perkembangan. Perubahan
perubahan dalam tata masyarakat juga tidak banyak yang terjadi. Hubungan per
dagangan secara meluas dan bebas dengan orang-orang luar tidak ada . Segala sesuatu
yang menyangkut kehidupan perekonomian diatur oleh pemerintah Belanda dengan
berbagai peraturan , sehingga inisiatif di kalangan rakyat kurang nampak. Suatu bentuk
perekonomian modern seperti di pulau Jawa tidak diadakan oleh pemerintah kolonial
Belanda di Maluku. Maluku dapat dikatakan ditinggalkan dalam suatu kehidupan ter
pencil. Dengan demikian untuk mempertahankan kehidupan , maka rakyat tetap mengu
sahakan pertanian biasa yaitu membuka kebun-kebun . Di kampung -kambung, sagu
tetap merupakan makanan pokok . Usaha- usaha penangkapan ikan dan peternakan kecil
kecilan serta kerajinan tangan (siput mutiara , kulit lokan dan penyu) tetap diusahakan
masyarakat desa. Berbeda dengan masyarakat desa, maka taraf hidup rakyat kota jauh
lebih tinggi. Di kota-kota pada umumnya beras merupakan makanan pokok. Perdagangan
pada umumnya dipegang orang-orang Cina, Arab dan penduduk pendatang lainnya
(Sulawesi , Sumatera).

Kehidupan dan pergaulan masyarakat dengan daerah lain terutama daerah -daerah
lain di Indonesia sangat terbatas. Hubungan komunikasi dengan negeri lain sangat sulit.

80
Akhirnya perkembangan politik di luar Maluku jarang diketahui dan diikuti masyarakat.
Hanya melalui pemimpin-pemimpin dan pemuka -pemuka masyarakat dari golongan
intelek gerakan -gerakan politik di Jawa dapat diikuti masyarakat seperti idee -idee dan
gerakan-gerakan dari Sarekat Ambon . Pada waktu tokoh pergerakan nasional dan
pemimpin Sarekat Ambon yaitu Alexander Jacob Patty tiba untuk mempropagandakan
idee-idee nasionalisme Indonesia , ia disambut dengan hangat oleh masyarakat , meskipun
dihalangi oleh tokoh-tokoh bukan kaum pergerakan .
Sejak tahun 1939 keadaan pergerakan menjadi sangat suam , karena tokoh-tokoh
pergerakan nasional diawasi dengan ketat oleh pemerintah Belanda . Di antara mereka
timbul semacam ketakutan , karena yang dianggap berbahaya bagi kepentingan pemerin
tah Belanda akan disingkirkan . Timbul suara-suara , bahwa organisasi-organisasi politik
yang berada di luar Jawa sebaiknya dihapuskan saja , karena berbahaya . Pemerintah
Belanda akhirnya melarang kegiatan Sarekat Ambon di Ambon. Pupella sebagai pemimpin
Sarekat Ambon waktu itu, akhirnya lebih mengarahkan kegiatannya ke dalam bidang
pendidikan dan aktif dalam cabang Taman Siswa yang didirikan di Ambon . Menjelang
Perang Dunia ke-Il tidak nampak lagi kegiatan organisasi-organisasi pergerakan nasional,
Meskipun begitu, cita -citanya nanti muncul kembali pada perjoangan kemerdekaan tahun
1945 .

4. Kehidupan Seni Budaya dan Keagamaan


Kehidupan seni-budaya masyarakat dapat dikatakan tidak banyak mengalami
perobahan dan perkembangan . Dalam bidang kesenian nampak bahwa kesenian asli
penduduk masih tetap dipelihara terutama di desa -desa . Hanya di kota-kota pengaruh
kebudayaan asing terutama kebudayaan Eropah lebih nampak dalam pergaulan ma
syarakat . Melalui politik pendidikan , pemerintah Belanda berusaha memasukkan pengaruh
kebudayaan Barat , meskipun politik ini sangat terbatas ruang lingkupnya.
Seperti diketahui sudah sejak permulaan abad ke - XVII Belanda memberi pelajaran
kepada anak-anak rakyat secara Barat , walaupun masih terbatas pada sekolah-sekolah
agama. Akibat daripada politik pendidikan yang kolonial itu yang tidak membuka
perspektif kepada rakyat , maka setiap tahun beratus-ratus pemuda pelajar meninggalkan
Daerah Maluku untuk belajar ke kota-kota besar di luar Maluku. Setelah mereka tamat ,
ternyata mereka tidak dapat kembali , karena pemerintah Belanda tidak menciptakan
obyek-obyek ekonomi dan pekerjaan di Maluku untuk penampungan mereka . Dari desa
desa pemuda-pemuda ditarik untuk menjadi serdadu , polisi dan marine . Dengan demikian
Maluku kehilangan tenaga-tenaga pembangunan masyarakat pada waktu itu.
Sebelum Perang Dunia ke- 11 di Maluku terdapat Sekolah -Sekolah Dasar yang ber
bahasa Melayu dan ada pula yang berbahasa Belanda yaitu Hollands Inlandse School
(H.I.S.) . Sekolah berbahasa Melayu disediakan bagi anak -anak rakyat biasa , sedangkan
yang berbahasa Belanda bagi anak-anak golongan atas, orang-orang kaya dan pegawai
negeri . Ada S.D. 3 tahun , 5 tahun dan 6 tahun . Tidak di semua desa terdapat sekolah.
Ada sekolah -sekolah negeri , ada pula sekolah - sekolah swasta milik Gereja Protestan ,

81
Gereja Katholik dan beberapa badan swasta lain . Pendidikan bagi masyarakat Islam
kurang mendapat perhatian baik dari pihak pemerintah maupun pihak masyarakat Islam
sendiri . Anak-anak hanya mengunjungi langgar-langgar . Presentasi buta huruf di kalangan
golongan Islam sangat besar pada waktu itu . Pada umumnya di Maluku sebelum Perang
Dunia ke - II , hanya rakyat Kristen yang memperhatikan kemajuan -kemajuan melalui
pendidikan. Pendidikan lanjutan sangat terbatas, sehingga rata-rata rakyat hanya tamat
Sekolah Dasar saja. Sekolah kejuruan seperti pertukangan , sekolah kerajinan puteri hanya
beberapa buah saja. Sekolah menengah umum hanya satu-satunya terdapat di kota
Ambon yaitu M.U.L.O. Sekolah ini menerima lulusan dari H.I.S. Pendidikan keguruan
antaranya Normaalschool dan Sekolah Guru Negeri ( Kweekschool). Sekolah ini me
nampung pemuda-pemuda yang berhasrat untuk menjadi guru di H.I.S. Di dalam
pendidikan agama terdapat dua sekolah dari Gereja Protestan Maluku yaitu STOVIL dan
Sekolah Guru Jumaat .

Dalam bidang gama dan kepercayaan terdapat perkembangan terutama dalam


agama Kristen dan Gereja. Kegiatan missi Roma Katholik dan Zending masih selalu giat
ke daerah -daerah penduduk yang belum mengenal agama Kristen di Halmahera, Seram
dan Maluku Tenggara serta Irian Jaya . Khusus dalam Gereja Protestan terjadi perubahan
perubahan dalam soal status gereja. Sejak tahun 1863 hingga tahun 1916 diusahakan
oleh pemerintah untuk mengadakan suatu pemisahan antara negara dan gereja. Maksudnya
supaya gereja dimungkinkan untuk mengurus dirinya sendiri. Usaha tersebut akhirnya
berhasil . Pada tahun 1935 terwujudlah pemisahan administrasi antara gereja dan negara.
Hanya dalam bidang keuangan untuk sementara belum ada pemutusan hubungan.
Di dalam tubuh Gereja Protestan Indonesia muncul pula perkembangan-perkembangan
baru yaitu gereja-gereja setempat (wilayah) mulai melepaskan diri dan berdiri sendiri.
Pada tanggal 6 September 1935 Gereja Maluku berdiri sendiri dengan nama Gereja
Protestan Maluku (G.P.M.) yang merupakan wadah untuk menampung penganut
penganut Protestan di seluruh Maluku dan Irian Jaya bagian Selatan . Di Halmahera,
Maluku Utara penganut agama Protestan tergabung dalam wadah Gereja Injili Halmahera .
Penganut agama Katholik diorganisasi oleh gereja dan pusat keuskupan di Ambon
dengan cabangnya di Langgur (Tual) . Para penganut agama Islam diasuh pada pusat
pusat dakwah agama Islam yaitu Mesjid -mesjid dan langgar-langgar yang dijumpai di
setiap negeri ( desa ). Pada waktu itu belum ada suatu organisasi pusat yang mengorganisasi
dakwah Islam, sehingga pemeliharaan rokhani dipegang oleh Imam masing -masing negeri
( desa ).

--o0o-

82
.

BAB VII.

ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG

( 1942 – 1945 )

1. Keadaan Pemerintahan dan Kenegaraan


Pada zaman pendudukan Jepang , Daerah Maluku merupakan salah satu dari
ke empat wilayah pemerintahan di Indonesia bagian Timur dengan pusatnya di kota
Makassar. Keempat wilayah itu adalah Kalimantan dengan ibukota Banjarmasin ,
Sulawesi dengan ibukota Makassar, Nusatenggara dengan ibukota Denpasar di Bali
dan Maluku dengan ibukota Ambon. Masing-masing wilayah ini dikuasai seorang Gubernur
Militer. Daerah Indonesia Timur berada langsung di bawah Komando Angkatan Laut Jepang
(Kaigun ).
Selama pendudukan Jepang tidak terdapat perobahan-perobahan yang penting di
dalam tata pemerintahan. Pemerintahan lebih bersifat militer atau disesuaikan dengan
kepentingan militer. Pada waktu itu terdapat juga aparat-aparat pemerintahan sipil yaitu
Minseibu Chokan , semacam kepala daerah yang berkedudukan di Ambon , Tual dan
Ternate. Namun dalam banyak hal kekuasaan pemerintahan sipil ini dibatasi atau tunduk
kepada kekuasaan militer, sehingga wewenang pemerintahan sipil hampir tidak ada
sama sekali. Keadaan tersebut berlangsung hingga menyerahkan Jepang pada sekutu
tahun 1945 .

Pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun mengubah seluruh struktur


masyarakat kolonial yang dibina oleh Belanda . Dalam waktu yang singkat semua

83
orang kulit putih dihilangkan dari pandangan masyarakat . Mereka semua ditawan
dalam kamp-kamp konsentrasi. Sebagai pengganti mereka dan untuk mengisi jabatan
jabatan pemerintahan sebagai pegawai , Jepang mengangkat orang -orang Maluku secara
langsung. Pegawai-pegawai bekas pemerintahan Belanda dan guru -guru sekolah tetap
bekerja sebagai semula akan tetapi gerak - gerik mereka diawasi dengan ketat. Meskipun
mereka boleh memegang pemerintahan sendiri , namun mereka tidak bebas sama sekali
dalam geraknya. Malah kebebasan itu lebih dipersempit lagi daripada di zaman kolonial
Belanda. Masyarakat sangat takut terhadap aparat pengamanan dan dinas rohasia atau
mata-mata Jepang yaitu Kempetai, semacam polisi militer yang mempunyai kekuasaan
tidak terbatas. Organisasi-organisasi sosial hanya dapat didirikan kalau dibentuk sendiri
oleh Jepang. Semua organisasi dan gerakan politik, berupa partai politik , organisasi
pemuda atau apapun yang berbau politik dan bertentangan dengan ideologi Jepang
dilarang sama sekali. Sejak saat itu organisasi pergerakan nasional yang sudah ada di
Ambon dan tempat-tempat lain tidak lagi menampakkan diri. Untuk membantu tentara
Jepang,memenangkan peperangan melawan Sekutu , maka bekas tentara KNIL dijadikan
Heiho yaitu pembantu prajurit Jepang dan dikirim ke daerah-daerah perang sebagai
pekerja. Pengawasan yang ketat juga dilakukan terhadap masyarakat, terlebih di kota
kota. Dapat dikatakan bahwa kehidupan pada waktu itu serba menakutkan.

2. Kehidupan Sosial Ekonomi


Kehidupan sosial dan ekonomi merosot sama sekali. Kehidupan rakyat , terutama
mereka yang tidak mempunyai hubungan resmi dengan pemerintah militer Jepang
tidak menyenangkan. Penduduk diatur sedemikian rupa sehingga mudah diawasi.
Mereka yang mempunyai anggota-anggota keluarga yang dicurigai Jepang, selalu
hidup dengan perasaan bahwa sewaktu-waktu Kempetai akan menangkap mereka dan
pasti membunuhnya. Suasana yang demikian terdapat di kota-kota maupun di desa -desa .
Keadaan ekonomi dapat dikatakan macet sama sekali dan ini mengakibatkan
kemelaratan . Semua kegiatan ekonomi ditujukan untuk membantu angkatan perang
Jepang. Para petani dan buruh memikul beban ekonomi yang berat . Mereka dijadikan
" Romusha" yaitu pekerja-pekerja paksa yang tidak digaji, kadang -kadang diberi makan
tidak cukup dan kesehatannya sama sekali tidak terjamin. Banyak yang meninggal
dunia karena sakit , kelaparan dan disiksa oleh tentara Jepang. Para petani dan nelayan
tidak luput dari pemerasan . Sebahagian hasil panen harus diserahkan pada Jepang,
bahkan sering dipaksakan menyerahkan seluruhnya . Kalau dibayar itupun dengan
harga yang tidak memadai . Bagi golongan menengah , bangsawan dan hartawan jelas
bahwa mereka tidak dapat mempertahankan kedudukannya seperti pada zaman sebelum
tibanya Jepang. Semua harta kekayaan mereka diambil oleh Jepang. Selanjutnya golongan
buruh lainnya tidak luput dari siksaan . Mereka dipaksa bekerja untuk kepentingan
Jepang. Kadang-kadang mereka harus berpisah dengan keluarganya ke tempat-tempat
kerja yang jauh dengan risiko yang besar.
Tindakan-tindakan Jepang bukan saja merampas harta benda , memperkosa hak

84
hak rakyat , akan tetapi mereka juga menghukum rakyat di luar perikemanusiaan
Selain itu berbagai perbuatan asusila dilakukan oleh prajurit -prajurit Jepang, terutama
terhadap para wanita dan gadis-gadis.
Masa pendudukan tiga setengah tahun itu sebenarnya tidak terlalu lama, akan
tetapi bagi rakyat Maluku dianggap cukup lama karena penderitaan yang dialami
benar-benar cukup berat .

3. Kehidupan dan Seni Budaya


Khusus dalam bidang pendidikan , sekolah -sekolah masih berjalan seperti biasa ,
akan tetapi fungsi sekolah tak ubahnya sebagai tempat propaganda Jepang.
Masyarakat dilarang keras mempergunakan bahasa Belanda, bahkan buku-buku berbaha
sa Belanda diharuskan dibakar. Semua sekolah-sekolah Belanda (H.I.S., M.U.L.O.)
ditutup. Sebagai bahasa pengantar untuk sementara dipergunakan bahasa Indonesia.
Selanjutnya bahasa Jepang diajarkan di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor. Bagi
pegawai negeri diadakan ujian. Yang lulus dalam ujian mempergunakan bahasa Jepang
(membaca dan menulis) mendapat hadiah tambahan gaji. Setiap pagi sebelum bekerja
dan belajar, semua pegawai dan murid-murid harus melakukan senam pagi (taiso).
Latihan -latihan jasmani secara Jepang seperti sumo (bergulat), yudo (silat) , kendo (silat
memakai pedang) diajarkan di sekolah-sekolah . Para pemuda diharuskan mengikuti
latihan -latihan kemiliteran yang kemudian dipakai membantu tentara Jepang. Me
reka diorganisasi dalam barisan Keibodan (Barisan Bantu Polisi), Seinendon ( Barisan
Pemuda ), Sui Sin Tai ( Barisan Pelopor) dan lain-lain . Selain itu Heiho dipersenja
tai untuk tugas-tugas keamanan dan pertahanan . Untuk memperkuat mental masyarakat
yang pro Jepang, diadakan propaganda-propaganda yang mengambil hati rakyat seperti :
Nippon adalah pelindung Asia ; Nippon adalah saudara orang Indonesia ; hancurkan
Belanda dan Inggeris serta lain-lain semboyan.
Dalam bidang kesenian , pemerintah Jepang dan para prajurit Jepang berusaha pula
memperkenalkan seni budaya Jepang. Pada setiap kesempatan dan acara-acara tertentu
dipertunjukkan tari-tarian Jepang dan didengungkan lagu-lagu Jepang. Cara -cara sikap dan
sopan-santun serta berpakaian juga dibawakan mengikuti cara dan sikap Jepang. Semua
orang diwajibkan mengetahui bahasa Jepang, menghormati bendera dan lagu kebangsaan
Jepang. Pengaruh seni-budaya Jepang ini dalam waktu singkat berhasil ditanamkan
dalam masyarakat , karena melalui paksaan dan pendidikan khusus terhadap murid
murid sekolah dan para pemuda .

4. Kehidupan Beragama dan Intelektuil


Dalam segi kehidupan beragama dan intelektuil terdapat pula tekanan-tekanan
dan pengawasan yang keras dari pihak Jepang . Perkumpulan-perkumpulan ibadah
masih berjalan seperti biasa akan tetapi selalu diliputi suasana ketakutan dan ketidak
bebasan . Dalam keadaan -keadaan darurat tentara Jepang tidak segan -segan memperguna
kan rumah-rumah ibadat yaitu mesjid dan gereja sebagai gudang-gudang dan pusat-pusat

85
penampungan tentara. Kehidupan beragama dapat dikatakan tidak berkembang, baik
agama Kristen maupun agama Islam .
Pada zaman pendudukan Jepang, Gereja mengalami kesulitan-kesulitan yang luar
biasa . Dengan ditangkapnya para tenaga Belanda oleh pemerintah militer Jepang,
maka para pendeta suku Maluku sendiri menjalankan pimpinan atas Gereja Maluku
sejak tahun 1942. Keadaan pada masa itu menunjukkan bahwa Gereja juga ke
hilangan kemerdekaannya dan hendak dipergunakan sebagai alat propaganda pe
merintah Jepang. Undang-undang dan peraturan dikeluarkan agar Gereja melepas
kan semua hubungannya dengan luar negeri . Ditegaskan bahwa Gereja harus bekerja
di bawah pengawasan pemerintah dan senantiasa melaporkan kegiatan-kegiatannya .
Pejabat-pejabat Gereja banyak pula yang harus ikut dalam sekala macam jabatan dan
pekerjaan pemerintah. Cara beribadat hendak diubah , demikian pula bentuk-bentuk
khotbah dengan alasan bahwa itu semuanya berbentuk dan berbau Eropah. Tidaklah
dapat disangka lagi bahwa pada waktu itu Gereja: lemah , tak berani mengeluarkan suara
nya, bahkan seolah-olah tak berdaya sama sekali. 46) Demikian pula dengan dakwah
Islam di Mesjid-mesjid dan Langgar-langgar mendapat pengawasan keras dari Jepang.
Perkumpulan-perkumpulan agama dianggap berbahaya bagi stabilitas pemerintahan
Jepang. Ibadah Islam tidak dapat dijalankan secara baik dan sempurna. Rukun Islam
yang kelima yaitu ibadah Haji tidak diberi kesempatan oleh Jepang karena hubungan
dengan dunia luar ditutup sama sekali .
Kehidupan intelektuil juga dibatasi kebebasan dan bidang geraknya. Para cen
dekiawan ditugakan untuk memutar roda pemerintahan sehari -hari membantu Jepang. 1
Ada dari golongan ini mati dibunuh karena dianggap mata-mata dan pro pemerintah
Belanda . Tokoh -tokoh pergerakan nasional di Ambon dan tempat-tempat lain mengubah
taktik mereka dan bekerja sama dengan Jepang terutama dalam bidang-bidang sosial
kemasyarakatan. Karena penganiayaan dan tekanan -tekanan fisik yang keras kadang
kadang timbul perlawanan terhadap Jepang, terutama dari para Heiho. Mereka dikejar
kejar dan keluarganya dibunuh. Setelah kapitulasi tahun 1945 banyak di antara mereka
yang selamat .

5. Hubungan ke Luar
Hubungan dengan dunia luar tertutup sama sekali. Alat-alat komunikasi dan
media massa dapat dikatakan tidak ada . Siaran -siaran radio diawasi dan hanya
kemenangan-kemenangan Jepang di medan perang yang disiarkan ke dalam masyarakat .
Hubungan kaum pergerakan dengan tokoh-tokoh pergerakan Nasional di pulau Jawa
sangat sulit . Mereka hanya dapat berhubungan melalui gerakan -gerakan di bawah
tanah . Melalui mata-mata Sekutu , mereka dapat menganalisa situasi dan keadaan
perang untuk mempersiapkan diri bagi perjuangan Kemerdekaan. Dengan sangat hati.
hati mereka berusaha melatih dan mengorganisasi para pemuda dan masyarakat lainnya
dalam sarana - sarana yang telah diciptakan Jepang untuk perjuangan mereka . Setelah
Jepang menyerah pada bulan Agustus tahun 1945 persiapan -persiapan dan latihan
latihan tersebut diarahkan ke perjuangan Kemerdekaan melawan Belanda .

86
BAB VIII .

ZAMAN KEMERDEKAAN

( 1945 .........)

1. Keadaan Pemerintahan dan Kenegaraan


1.1 . Tumbuhnya Pemerintahan R.I. di Daerah
Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan berdirinya
Negara Republik Indonesia, maka secara de jure Daerah Maluku sudah termasuk
wilayah Negara Republik Indonesia. Secara de facto Daerah Maluku pada permulaannya
belum dapat diduduki oleh Pemerintah R.I. beserta aparatnya , karena segera setelah
Jepang menyerah pemerintah Belanda atau NICA sudah menduduki Daerah Maluku
dengan membonceng tentara Sekutu. Untuk sementara dibentuk pemerintahan Propinsi
Maluku yang berkedudukan di ibukota Negara yaitu Jakarta kemudian di Jogjakarta
dan Mr.J. Latuharhary, seorang tokoh pergerakan nasional dan seorang nasionalis
Indonesia asal Maluku diangkat menjadi Gubernur Maluku.
Di daerah Maluku Pemerintahan NICA (Nederlands Indies Civil Administration )
masuk bersamaan dengan tibanya tentara Sekutu setelah menyerahnya Jepang Kc
mudian mereka menjalankan kekuasaan pemerintahan masing-masing dengan seorang
Chief Conica yang juga menjabat Residen untuk Meluku Utara dan Maluku selatan.
Di Maluku Selatan Chief Conica tersebut merangkap pula sebagai Ketua Dewan
Maluku Selatan . Dewan Maluku Utara diketuai bukan oleh Residen tetapi seorang
Asisten Residen . Setelah Negara Indonesia Timur ( N.I.T. ) terbentuk maka Daerah
Maluku menjadi bagian pula dari negara menurut konsep Belanda ini .
87
Pembagian Maluku Utara dan Maluku Selatan serta pembentukan Dewan Perwakilan
merupakan realisasi dari Undang -Undang Negara Indonesia Timur No. 44 tahun
1950 mengenai pembinaan otonomi daerah . Wilayah Maluku Selatan meliputi Ma
luku Tengah dan Maluku ter-Selatan (Tenggara sekarang). Sesudah pengakuan kedaulatan
dan pembentukkan negara Republik Indonesia Serikat ( R.I.S.) serta peleburannya pa
da tanggal 17 Agustus 1950 menjadi negara kesatuan R.I. , maka dikeluarkan berbagai
Undang-Undang dan peraturan yang mengatur status otonomi Daerah Maluku.

1.2. Perjoangan Mempertahankan Kemerdekaan .


Perjoangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Maluku juga berkobar dan di
sambut oleh masyarakat terutama para pemuda. Selain para pejuang di daerah,
terdapat pula para pejuang orang-orang Maluku di pulau Jawa. Mereka ini ingin
kembali dan berjuang secara langsung di daerah untuk mempertahankan Proklamasi
Kemerdekaan . Mereka itu tergabung dalam apa yang dikenal sebagai " Ekspedisi Merah
Putih ke daerah Maluku”. Ekspedisi dipimpin oleh Bram Matulessy, salah seorang pejuang
terkenal di Jawa . Pada permulaan tahun 1946 ekspedisi menuju Namlea di pulau Buru
dan diantar oleh dua buah kapal Angkatan Laut Indonesia yaitu kapal Sindoro dan
Semeru , di bawah komando Letnan ' Ibrahim dan Letnan Mulyadi. Mereka berhasil
menanamkan Sang Saka Merah Putih di pulau Buru dan mengorganisasi perlawanan
rakyat melawan pemerintah Belanda. Perlawanan rakyat di Buru dipimpin oleh Adam
Pattisahusiwa dengan kawan-kawannya . Akan tetapi banyak dari pejuang-pejuang ter
sebut dapat ditangkap tentara K.N.I.L. dan dipenjarakan di Ambon.
Berita tentang proklamasi diterima pula oleh para pemuda di Ambon, tetapi
mereka tidak bisa segera bertindak secara bersenjata, akan tetapi jalan yang ditempuh
disesuaikan dengan kondisi politik dan militer di Ambon . Yang mula-mula mengambil
inisiatif adalah E.M. Pupella, tokoh pergerakan Nasional yang banyak dikenal masyarakat
Ambon . Bersama-sama dengan teman seperjuangannya yaitu Ot Pattimaipau mereka
mengorganisasi para pemuda yang telah dibimbing sejak zaman Jepang dan mendirikan
Partai Indonesia Merdeka (P.I.M. ) , yang bertujuan mempertahankan negara R.I.
Banyak pemuda-pemuda suku Ambon yang beragama Islam memasuki P.I.M. dan
berjuang bersama-sama pemuda Ambon yang beragama Kristen di dalamnya. . Orientasi
partai ini sudah jelas menuju Indonesia merdeka. Perjoangan parlementer ditempuh
oleh Pupella . Pada bulan Juli tahun 1946 ia berhasil dipilih menjadi Anggota Dewan
Maluku Selatan . Suaranya dalam dewan tersebut sangat mempengaruhi semangat
nasionalisme para pejuang. Kemudian setelah Negara Indonesia Timur didirikan, Pupella
dipilih menjadi salah seorang anggota untuk mewakili Maluku Selatan.

Selain Pupella dan Pattimaipau , P.I.M. juga mempunyai seorang tokoh revolusi
oner dan radikal yaitu Wim Reawaru. Pejuang ini mempunyai suatu keunikan dalam
taktik perjuangannya. Kalau Pupella sering menempuh jalan parlementer, inaka Reawaru
lebih condong ke arah perlawanan bersenjata. Ketika pergerakan di Indonesia Timur
mulai meruncing dengan tercapainya perjanjian K.M.B., Reawaru segera membentuk

88
semacam laskar rakyat yang terdiri dari anggota-anggota P.I.M. Juga dibentuk organisasi
pemuda yang dinamakan Persatuan Pemuda Indonesia (P.P.I. ).
Pada waktu itu berdatangan pula tokoh-tokoh pejuang dari pulau Jawa antara
lain M. Ruhupatty seorang tokoh pejuang Maluku di Jawa Tengah (Magelang). Bersama
sama dengan organisasi-organisasi pemuda lainnya mereka berkampanye di mana-mana
untuk mempertahankan kemerdekaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945. Di mana -mana
di daerah Maluku bangkit pejuang-pejuang yang menyiarkan dan memperkenalkan
Proklamasi. Di daerah Maluku Tenggara (Tual) muncul pula tokoh-tokoh pejuang
seperti Mohammad Fogi Renwarin dan kawan-kawannya . Demikian pula di daerah
Maluku Utara.

Sejak tahun 1946 perjoangan mempertahankan Proklamasi dan memperkenalkan


Negara R.I. berjalan terus sampai dengan penumpasan Republik Maluku Selatan
( R.M.S.) pada akhir tahun 1950. Pada waktu pemberontakan R.M.S. banyak di
antara para pejuang yang menjadi korban antara lain Wim Reawaru.

1.3 . Pengakuan Kedaulatan dan Pemberontakan R.M.S.


Untuk mengakhiri peperangan antara RI dan Belanda , maka diadakan Konperensi
Meja Bundar di Den Haag (Negeri Belanda) pada tanggal 23 Agustus sampai 2 Nopember
1949. Hasilnya adalah pengakuan Negara Belanda terhadap kedaulatan R.I. dan disusul
dengan pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (R.I.S.). Negara Indonesia Timur
(NIT) dibubarkan . Daerah Maluku kembali menjadi salah satu propinsi dari R.I.S.
Republik Indonesia Serikat ternyata mengalami banyak kesulitan, terutama yang
menyangkut soal-soal politik dan keamanan dalam negeri. Perkembangan politik berjalan
terus . Kemudian Parlemen R.I.S. memutuskan pembentukan suatu Negara Kesatuan
yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mulai direalisasi pada tanggal
17 Agustus 1950. Dengan demikian cita-cita Proklamasi terwujud di seluruh Indonesia .
Negara kesatuan RI yang baru terbentuk kembali pada tanggal 17 Agustus 1950
harus menghadapi ujian lagi yaitu timbulnya pemberontakan RMS . Sebenarnya pem
berontakan ini merupakan kelanjutan dari pertentangan antara golongan nasional
republikein dengan golongan federalis ekstrim yang telah berkembang sejak tahun
1946. Selain itu pemberontakan ini juga merupakan bagian dari pergolakan di Makassar
sejak pemberontakan Andi Aziz pada permulaan bulan April 1950, juga disebabkan
keadaan yang sangat tidak stabil di Maluku khususnya di kota Ambon setelah K.M.B.
Peralihan pemerintahan Indonesia yang berwujud R.I.S. itu banyak menimbulkan
ketegangan di antara pegawai negeri di daerah ini. Di Ambon juga terdapat pihak yang
pro Republik maupun yang pro Belanda dan tidak ada badan yang dapat mengatasi
ketegangan -ketegangan itu secara damai . Di antara pihak -pihak yang bertentangan itu
terdapat organisasi-organisasi pemuda semimiliter (laskar-laskar) yang sewaktu-waktu
bisa menimbulkan bentrokan pisik. Dalam keadaan yang demikian masyarakat merasa
tidak aman .

89
Dalam keadaan yang demikian pada permulaan tahun 1950 kesatuan-kesatuan
KNIL dari suku Ambon dipindahkan ke Ambon , terutama dari Kesatuan-kesatuan
"Baret Merah" dan "Baret Hijau " yang merupakan kesatuan-kesatuan komando yang
berkemampuan tempur tinggi. Mereka ini merupakan kesatuan KNIL yang paling banyak
mengalami indoktrinasi sebagai pengawal kolonialisme Belanda yang paling gigih.
Mereka sama sekali tidak dapat membayangkan adanya suatu Negara Indonesia merdeka
yang dapat diperintah oleh orang Indonesia sendiri. Dengan keadaan mental yang demi
kian tidaklah mengherankan mengapa sering terjadi perkelahian -perkelahian antara
mereka dengan golongan yang berpaham nasionalisme . Selain mereka , ikut pula anggota..
anggota kesatuan Polisi Negara ciptaan Mr. Dr. Soumokil di Makassar.
Untuk mengatasi pemberontakan ini, Pemerintah Indonesia c.q. Kementerian
Pertahanan sudah mempunyai policy tertentu , bahwa Pemerintah R.I. melihat per
soalan R.M.S. ini sama saja dengan persoalan Andi Azis di Makassar, yaitu sebagai suatu
taktik pengacauan bersenjata dari kolonialisme . Usaha -usaha yang akan dilakukan
pertama -tama menjalankan politik berunding. Kemudian jika gagal, diadakan blokade
terhadap pulau Ambon yang merupakan titik konsentrasi KNIL. Jika ini tidak berhasil
juga , maka rencana terakhir ialah pendaratan APRIS . Akan tetapi maksud APRIS untuk
membebaskan rakyat Maluku dari terror kaki tangan kolonialisme itu tidak dipahami
oleh sebagian masyarakat. Sebabnya ialah mereka sebelumnya telah termakan oleh
propaganda kaum petualang politik itu yang melemparkan issue-issue terhadap T.N.I.,
antara lain bahwa T.N.I. akan memusnahkan suku Ambon dan meng-Islamkan orang
orang Kristen dan bahwa I.N.I. adalah tentara merah (P.K.I.). Propaganda ini ternyata
berhasil juga karena mengingat keadaan di Ambon waktu itu sangat gawat berhubung
kesulitan komunikasi dengan dunia luar, sehingga orang kurang mendapatkan informasi
yang jelas tentang keadaan sebenarnya di Indonesia waktu itu . Selain itu peranan R.I.
di daerah Maluku pada fase pertama belum terlalu terlihat. Situasi yang demikian sangat
menguntungkan kaum pemberontak .
Usaha-usaha Pemerintah Indonesia dan APRIS segera dilakukan dengan mengada
kan perundingan-perundingan , yaitu dengan Belanda untuk mengungsikan pegawai
pegawai Belanda dan meyakinkan tentara KNIL di Ambon untuk taat kepada atasan
mereka dan tidak mencampuri urusan R.M.S. Akan tetapi usaha -usaha itu gagal,
bahkan tentara KNIL mengumumkan bahwa mereka adalah angkatan perang R.M.S.
Dengan demikian jelas bahwa mereka telah terlibat dalam pemberontakan R.M.S.
Maka usaha kedua dijalankan , yaitu memblokade pulau Ambon .
Masyarakat Maluku di luar Daerah Maluku bereaksi keras dan menolak R.M.S. Me
reka mengadakan persiapan-persiapan untuk membantu APRIS . Tokoh-tokoh Maluku
dalam Pemerintah Pusat segera juga bertindak , dengan mengirim suatu misi perdamaian
untuk berunding dengan pihak RM.S. Misi tersebut dipimpin dr . J. Leimena . Tetapi
usaha untuk menemui pemimpin -pemimpin R.M.S. gagal sama sekali . Kini tidak ada
jalan lain bagi pemerintah R.I. selain mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan kekuatan senjata.

90
Petualangan R.M.S. itu sebenarnya adalah suatu penciptaan alam pikiran dari
beberapa orang-orang Ambon yang berkuasa pada masa N.I.T. ( 1947 - 1950).
Partai atau kelompok orang yang memilih alam pikiran separatisme itu adalah
"Gabungan Sembilan Serangkai" dipimpin Dolf Metekohy dari Makassar dan orang
orang yang tergolong dalam " Partai Timur Besar" yang juga berpusat di Makassar .
dan memang berorientasi terhadap kolonialisme Belanda yang sedang runtuh. Kaum
separatis itu didukung oleh beberapa tokoh intelektuil yang tidak pernah ikut dalam
pergerakan nasional. Mereka ini disebut oleh masyarakat sebagai orang-orang ” Blandis ”,
yaitu orang-orang yang ke-Blanda- Blanda-an dalam sikap dan perbuatan . Dari mereka
ini terkenal dua tokoh utama yaitu , Ir . J. Manusama dan dr. Ch.R.S. Soumokil .
Selain tokoh-tokoh Blandis, terdapat pula anggota-anggota KNIL seperti telah dijelaskan
di atas .

Pandangan politik beberapa kaum intelektuil Ambon yang Blandistis serta


ketidak puasan anggota -anggota KNIL tersebut bertemu di kota Ambon pada tahun
1950. Dengan alasan yang dibuat -buat mereka memproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan ( R.M.S.) pada tanggal 25 April 1950 dengan ibukota Ambon. Suatu
staf pemerintahan disusun . Anehnya di dalam staf pemerintahan itu tidak terdapat
nama Ir. Manusama dan Dr. Soumokil . Kedua tokoh ini bersembunyi hanya sebagai
actor intelectualis R.M.S. Tokoh yang paling terkenal sebagai otak pembentukan
R.M.S. ini adalah Dr. Ch.R.S. Soumokil .

Setelah menduduki pulau Buru dan memblokade pulau Ambon dengan ketat ,
APRIS lalu mengadakan pendaratan di berbagai tempat strategis di pulau ambon .
Pasukan-pasukan APRIS terdiri atas batalyon-batalyon T.N.I. yang belum mengalami
pendidikan dan latihan , belum begitu menguasai taktik-taktik peperangan apalagi
pendaratan dari laut . Mereka belum terlatih baik dalam mengemudikan kendaraan
tempur , sedangkan pelaut -pelaut dan penerbang -penerbang kita sesungguhnya masih
dalam tahap belajar navigasi . Karena itu jalannya operasi tidak selancar yang direncana
kan dan memakan korban yang relatif banyak . Operasi penumpasan di mulai pada
tanggal 14 Juli 1950 dan berakhir dengan dibebaskannya kota Ambon pada tanggal 8
Nopember 1950. Dalam operasi -operasi pembebasan Daerah Maluku Tengah itu telah
gugur tiga orang perwira menengah yang telah berjasa banyak dalam Perang Kemerdekaan
yakni Letkol Ign . Slamet Riyadi , Letkol Sudiarto dan Mayoor Abdullah .
Setelah kota Ambon dibebaskan APRIS, maka segera pemerintahan Propinsi
Maluku berfungsi di bawah pimpihan Gubernur Mr. J. Latuharhary dan pimpinan mili
ter dipegang oleh Letkol Sukowati . Pimpinan R.M.S. berhasil melarikan diri ke pulau
Seram . Dalam waktu yang singkat, beberapa pemimpin R.M.S. yakni Manuhutu
( Presiden ) , Wairisal ( Perdana Menteri ), Gaspersz (Menteri Dalam Negeri) dan lain-lain
tertawan di pulau Seram , sedangkan Ir. J. Manusama melarikan diri terus ke negeri
Belanda. Akhirnya Pimpinan , tokoh R.M.S. Dr. Seumokil tertangkap pula , diadili oleh
Mahkamah Militer Luar Biasa dan dijatuhi pidana mati .

91
Proses pembersihan sisa-sisa gerakan R.M.S. di pedalaman pulau Seram tidak
lah mudah, karena beberapa suku di pulau itu telah ditunggangi serta dijadikan
umpan dan perisai mereka . Dengan prinsip menghindari kerugian dan korban yang
banyak dari pihak rakyat yang tidak bersalah , maka operasi-operasi pemulihan keamanan
terpaksa berjalan lambat sekali. Akan tetapi akhirnya sekitar awal tahun enam puluhan
seluruh Daerah Maluku Tengah telah pulih kembali keamanannya .

1.4. Pembentukan Pemerintahan Daerah Tingkat 1 Maluku


Dengan dileburnya R.I.S. menjadi Negara Kesatuan R.I. pada tanggal 17 Agustus
1950 dan setelah R.M.S. dilumpuhkan , maka sejak tahun 1952 dikeluarkan Undang
undang dan peraturan-peraturan mengenai pembentukan daerah-daerah otonom di
Maluku .

Daerah Maluku Tengah dan Tenggara dijadikan Daerah otonom Tingkat II


berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 1952. Wilayah Daerah Ambon di
bentuk dengan Undang-undang No. 15 tahun 1956. Setahun kemudian dikeluarkan
Undang-undang Darurat No. 22 tahun 1957 tentang pembentukan Daerah Swatantra
Tingkat I Maluku. Undang -undang Darurat ini dikeluarkan sebagai pelaksanaan Undang
undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, yang menentukan
pusat pemerintahan daerah berkedudukan di Ambon . Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dibentuk dan terdiri dari 30 orang, sedangkan Dewan Pemerintah Daerah
(D.P.D) beranggotakan lima orang tidak terhitung Kepala Daerah Dengan Undang
undang No. 20 tahun 1958 yang menggantikan Undang-undang Darururat No. 22 tahun
1957 ditetapkan pembentukan Daerah Otonom Tingkat 1 Maluku .
Adapun Gubernur-Gubernur yang telah memimpin daerah ini ialah Gubernur
Mr. J. Latuharhary ( 1945 – 1955 ), S.M. Djosan ( 1956 -- 1960), Mohammad Padang
( 1960 - 1965 ), Kolonel G. J. Latumahina ( 1966 - 1968) , Kolonel Sumitro ( 1969 -

1973) dan Brigadir Jenderal Sumeru ( 1974 - 1976 ). Dewasa ini , Mayor Jenderal
Hasan Slamet dipercayakan Pemerintah Pusat untuk memimpin Daerah ini .
Di samping lembaga eksekutif terdapat pula lembaga Legislatif yaitu DP.R.D.
yang terdiri dari D.P.R.D. Tingkat 1 Maluku dan masing-masing D.P.R.D. Tingkat
II dari ketiga Daerah Tingkat II lainnya dan Kotamadya Ambon .
Di samping jabatan Gubernur, terdapat Sekretaris Daerah, Wakil Gubernur tidak ada.
Dewasa ini Daerah Tingkat 1 Maluku mempunyai empat Daerah Tingkat II dan 1
Daerah Administratif yaitu : a . Daerah Tingkat II Maluku Utara , ibukota : Ternate
b . Daerah Tingkat II Maluku Tengah, ibukota : Masohi
c. Daerah Tingkat II Maluku Tenggara, ibukota Tual.
d . Daerah Tingkat II Kotamadya Ambon , ibukota :
Ambon
e . Daerah Administratif Halmahera Tengah , ibukota :
Soa -Siu .

92
Selanjutnya sesuai dengan perkembangan pemerintahan di daerah, maka berdasar
kan memorandum D.P.R.D. Tingkat 1 Maluku tertanggal 28 Agustus 1972 dikeluarkan
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Maluku tertanggal 7 Maret 1973 No. KPTS.
40/GMAL/73 tentang pembentukan Daerah Koordinator pulau Buru dengan ibu
kota Nam Lea .

2. Kehidupan Sosial Ekonomi


Kehidupan sosial-ekonomi pada zaman Revolusi Pisik ( 1945 - 1950) dan pada
masa sesudah pengakuan kedaulatan dapat dikatakan sangat merosot dan tidak terdapat
kemajuan Hal ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik pada masa itu , di
mana suasana revolusi kemerdekaan meliputi semua segi kehidupan masyarakat .
Masyarakat hidup dalam suasana genting dan peperangan sehingga tidak mungkin
mengusahakan suatu kehidupan ekonomi yang stabil dan maju. Hubungan ekonomi
dengan dunia luar terputus sama sekali , sehingga untuk mempertahankan hidup masya
rakat kembali mengusahakan kebun-kebun pertanian . Bahan makanan pokok yaitu
beras dan bahan-bahan keperluan hidup lainnya tidak dapat dimasukkan dari luar
daerah . Keadaan bertambah parah lagi pada waktu pecah pemberontakkan R.M.S.
Blokade militer dan ekonomi oleh APRIS terhadap pusat perlawanan R.M.S. di pulau
Ambon dan sekitarnya menyebabkan habisnya persediaan bahan makanan , sehingga
terjadi bahaya kelaparan yang mengancam penduduk khususnya di pulau Ambon .
Akan tetapi dalam waktu yang tidak terlalu lama kesulitan- kesulitan tersebut dapat
diatasi dengan dilumpuhkannya R.M.S. pada akhir tahun 1950. Segera Pemerintah
Pusat turun tangan dan merehabilitasi daerah ini dari krisis sosial-ekonomi yang parah itu.
Setapak demi setapak disiapkan kondisi-kondisi yang mantap bagi daerah ini .

3. Kehidupan Pendidikan dan Seni Budaya


Selama periode revolusi pisik ( 1945-1950 Daerah Maluku yang merupakan bagian
dari Negara Indonesia Timur, mengalami juga masa transisi dalam pendidikan yaitu
pendidikan kolonial ke pendidikan nasional Perkembangan pendidikan nasional mulai
berjalan sejak tahun 1951 dengan disusunnya suatu organisasi pendidikan oleh Departe
men Pendidikan dan Kebudayaan yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan
kebudayaan di Maluku . Organisasi pendidikan baru ini secara sentral mengatur semua
gerak pendidikan ke seluruh pelosok daerah dengan Ambon sebagai pusat kegiatan.
Perwakilan Departemen P. & K menyelenggarakan urusan -urusan pendidikan, mulai
dari pendidikan pra sekolah , pendidikan dasar , pendidikan menengah baik umum
maupun kejuruan , pendidikan masyarakat seperti pemberantasan buta huruf, kegiatan
kegiatan umum seperti olahraga , pendidikan kebudayaan dan kesenian serta pengadaan
tenaga pengajar.
Kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dapat diukur pula dari tumbuhnya
yayasan -yayasan yang menyelenggarakan pendidikan mulai dari pendidikan rendah,
menengah maupun pendidikan tinggi . Di sesa -desa yang dulunya tidak ada pendidikan
pra sekolah, sekarang mempunyai Sekolah -sekolah Taman Kanak-kanak. Sekolah Dasar

93
terdapat di mana-mana sampai pada tempat yang terpencil. Gedung-gedung Sekolah
dibangun atas inisiatif dan kegotong-royongan masyarakat . Masalah buta huruf dengan
persentase yang besar dahulu, sekarang telah dapat diatasi. Juga perbedaan yang besar
di dalam pendidikan antara yang beragama Kristen dan Islam sudah tidak ada.
Kemajuan dalam bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari bertambahnya
jumlah sekolah-sekolah, jumlah murid , perluasan jenis sekolah dan meningkatnya
aktivitas masyarakat terhadap kebutuhan pendidikan akademis dengan dibukanya
perguruan-perguruan tinggi baik pemerintah maupun Swasta.
Keadaan pendidikan dewasa ini dapat dikatakan maju dan berkembang dengan pe
sat . Majunya pendidikan dapat dililiat dari jumlah sekolah. Pada zaman penjajahan
yaitu sebelum Perang Dunia ke - II hanya ada sebuah sekolah menengah umum
yaitu M.U.L.0 . yang terdapat di kota Ambon . Sesudah Perang Dunia ke - II berakhir,
M.U.L.O. yang tadinya merupakan satu -satunya sekolah lanjutan umum dijadikan
M.S. (Middelbare School) pada tahun 1947. Sekolah ini masih memakai bahasa Belanda,
tapi sudah dapat dimasuki oleh anak-anak dari rakyat biasa . Pada tahun 1946 sudah
dibuka Sel :olah Menengah ( S.M.) yang pertama. Sekolah yang sama dibuka pula di
Saparua , Tual dan Ternate . Sekolah tersebut memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar . Pada tahun itu juga dibuka Sekolah Menengah Atas yaitu A.M.S. ( Algemeene
Middelbare School) yang pertama di kota Ambon yang menggunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar untuk menampung para lulusan M.U.L.O. (M.S.). Tidak lama
sesudah itu dikirakan dari tahun 1951 , sekolah -sekolah menengah pertama tersebut
telah diganti kedudukannya oleh 104 buah S.M.P. yang terdiri dari 44 buah S.M.P.
Negeri , 47 S.M.P. Swasta, 8 S.M.P. bantuan dan 5 S.M.P. Subsidi. Dalam tahun itu
yang dibuka sekolah -sekolah lanjutan atas seperti S.M.A. maupun sekolah lanjutan atas
kejuruan, yang tidak saja terbatas di ibukota Propinsi Maluku Ambon tetapi juga di
ibukota-ibukota Tingkat II maupun kota penting lainnya . Sekolah -sekolah ini sudah cukup
memberikan input untuk mendirikan satu perguruan tinggi, mengingat berbagai ke
sulitan yang dihadapi para pelajar untuk melanjutkan studi ke luar Maluku.
Pada bulan Juli 1955 didirikan di kota Ambon Jayasan Perguruan Tinggi Maluku .
Sebagai langkah pertama pada tanggal 3 Oktober 1966 dibuka Fakultas pertama
yaitu Fakultas Hukum . Pada tahun 1959 disusul dengan pembukaan Fakultas Sosial
Politik, sedang Yayasan Perguruan Tinggi Maluku diubah menjadi Yayasan Perguruan
Tinggi Maluku Irian Barat . Setelah 6 tahun sebagai suatu Universitas yang dibangun oleh
rakyat , maka dengan keputusan Menteri Perguruan Tinggi & Ilmu Pengetahuan No. 19
tahun 1962 , terhitung 1 Agustus 1962 Universitas ini dinegerikan . Dengan keputusan
Presiden No. 66 tahun 1963 , terhitung 23 April 1963 Universitas ini diberi nama
>

" Universitas Pattimura" dan sekaligus pengesahan Fakultas-Fakultas yang ada yaitu
Fakultas-Fakultas Hukum, Sosial Politik , dan FAkultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
( F.K.I.P.). Dengan keputusan Menteri Perguruan Tinggi & Ilmu Pendidikan No. 60
tahun 1963 , tanggal 13 Juni 1963 , terhitung tanggal 1 September 1963 di buka
Fakultas-Fakultas baru yaitu Fakultas Eksakta yang terdiri dari Fakultas Pertanian/

94
Kehutanan dan Fakultas Peternakan . Pada bulan Juni 1964 F.K.I.P. memisahkan diri
dari Universitas Pattimura dan menjadi cabang dari 1.K.I.P. Jakarta . Dengan Keputusan
Menteri P.T.I.P. tanggal 1 September 1965 No. 180 di buka Fakultas Ekonomi.
Tanggal 7 Juli 1969 ex I.K.I.P. Jakarta cabang Ambon dengan keputusan Dirjen
Perguruan Tinggi No. 161 tahun 1967 dan Instruksi No. 2 tahun 1968 kembali
diintegrasikan ke dalam Universitas Pattimura dengan dua Fakultas yaitu Fakultas
Keguruan dengan 8 Jurusan dan Fakultas Ilmu Pendidikan dengan 4 jurusan. Dengan
keputusan Menteri P & K. No. 0173 tahun 1969. tanggal 31 Desember 1969 terhitung 1
Januari 1970 dibuka dengan resmi Fakultas Tahnik Jurusan Perkapalan . Dengan demikian
sampai sekarang Universitas Pattimura Ambon memiliki delapan buah Fakultas.
Selain Universitas Negeri Pattimura, terdapat tiga buah perguruan tinggi Swasta
yaitu Institut Theologia dari Gereja Protestan Maluku di Ambon , Universitas Hairun
di Ternate dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang didirikan Yayasan Perguru
an Tinggi Maluku Tenggara di Tual . Fakultas terakhir ini dibuka pada tahun 1970,
akan tetapi karena berbagai kesulitan baru satu tahun berjalan sudah ditutup. Di samping
perguruan tinggi tersebut terdapat pula dua buah Akademi Negeri yaitu A.P.D.N.
(Akademi Pemerintahan Dalam Negeri ) Ambon dan A.A.N. Negeri Ambon (Akademi
Administrasi Niaga) . Pada tahun 1974 A.A.N. secara resmi telah ditutup .
Dengan kemajuan dan perkembangan di atas dapat dilihat betapa besar hasrat
rakyat Maluku terhadap pendidikan terutama setelah bangsa Indonesia memasuki zaman
kemerdekaan .

Kehidupan seni budaya sesudah Daerah ini mencapai stabilisasi politik dan
ekonomi dapat dikatakan telah mengalami perkembangan sesuai kemajuan zaman.
Khusus dalam bidang kesenian , maka seni tari , seni musik dan seni suara mendapat
tempat yang penting dan dibina serta dikembangkan juga di sekolah-sekolah. Seni
tari belum mencapai tingkat modernisasi yang diinginkan . Seni suara merata sampai
kepada rakyat biasa , di mana golongan tua dan muda bergabung dalam perkumpulan
perkumpulan seni- suara . Band-band musik mengembangkan seni musik yang digemari
oleh muda-mudi, sesuai dengan perkembangan zaman . Bagi penduduk kota, khususnya
ibukota Ambon sudah mulai bertambah pusat -pusat rekreasi berupa gedung-gedung film
dan gedung kesenian serta pusat-pusat hiburan lainnya .
Perkembangan dalam bidang Olahraga juga maju dengan pesat. Beberapa cabang
olahraga yang mendapat perhatian besar terutama pada masyarakat kota adalah
sepak bola, atletik, basket-ball, bulu tangkis , tinju dan yudo /karate. Cabang-cabang
olahraga ini umumnya digemari para pemuda . Usaha-usaha olahraga ini umumnya di
kordinasi oleh Kantor Daerah Direktorat Olahraga.

4. Kehidupan Beragama
Penduduk Maluku sangat religius . Islam dan Kristen dewasa ini melakukan
ibadah menurut keyakinan masing m- asing secara damai , tentaram dan toleran . Kehidupan

95
beragama yang rukun sekarang ini kemungkinan sudah terbina sejak dihidupkannya
tradisi persaudaraan secara adat pada masa lampau yaitu yang dikenal sebagai ikatan
” Pela ” . Selain itu masyarakat dewasa ini telah lebih insyaf dan sadar akan arti
keyakinan agama masing-masing sesuai apa yang dikehendaki oleh falsafah Negara
Pancasila . Golongan agama yang besar adalah Kristen dan Islam . Penganut animis
me masih dijumpai pada beberapa suku terasing di pedalaman pulau Seram, Buru,
Halmahera dan beberapa pulau di Maluku Tenggara. Sejak zaman kemerdekaan tercatat
di Maluku 12 gereja dari berbagai aliran kepercayaan Kristen, belum termasuk agama
Katholik .

Pendidikan agama mendapat tempat yang utama di sekolah-sekolah dan diawasi


oleh Kantor Wilayah Departemen P. & K. dan Kantor Wilayah Dep. Agama. Untuk
membina para pengasuh agama, maka Gereja Protestan Maluku (G.P.M.) mempunyai
sebuah Perguruan Tinggi Agama Kristen yaitu " Institut Theologia” Ambon . Pada
tahun 1970 dibuka I.A.I.N. (Institut Agama Islam Negeri) di kota Ambon dan Ternate.
Akan tetapi karena berbagai kesulitan maka lembaga ini tidak berfungsi lagi. Usaha
usaha Sosial juga mendapat perhatian dari gereja -gereja terutama dibidang Kesatuan
dan perawatan sosial antara lain pendirian rumah sakit, balai-balai pengobatan , rumah
bersalin dan panti asuhan .

5. Kegiatan-kegiatan Pembangunan Dewasa Ini


Selama seperempat abad terakhir ini Pemerintah Propinsi Maluku memimpin
pembangunan kehidupan spiritual dan materiil rakyat berdasarkan ideologi negara
Pancasila . Kehidupan politik dan sosial ekonomi dibina dan dikembangkan terus. Akan
tetapi berjenis- jenis halangan dan kesulitan timbul sebagai akibat belum adanya
suatu kesadaran yang betul-betul terhadap pembangunan itu sendiri , baik dari Pusat
maupun di daerah sendiri. Akibatnya rakyat belum bisa sepenuhnya menikmati kekayaan
alamnya . Sejak tahun 1950 memang sudah dimulai dengan pembangunan, akan tetapi
sasarannya belum tepat dan mendapat tekanan yang sempit pula . Namun sejak tahun
1966 sudah dimulai dengan suatu masa yang baru bagi Indonesia , Usaha -usaha pem
bangunan mulai ditekankan dan diprioritaskan pada pembangunan ekonomi , dan usaha
usaha ini dilakukan dengan perencanaan yang teliti.
Di dalam suasana pembangunan nasional dewasa ini , Daerah Maluku turut aktif
pula mengambil bahagian. Melihat letak geografis kepulauan Maluku, maka faktor
yang paling utama yang harus mendapat perhatian adalah faktor transportasi (perhubung
an laut) serta (sarana) komunikasi lainnya . Selanjutnya pembangunan infrastruktur
Daerah Maluku adalah persoalan pokok dan menjadi dasar untuk pembangunan di bidang
lainnya. Menurut data-data yang ada , maka Daerah Maluku mempunyai potensi alamiah
yang besar . Sumber -sumber alam yang terdapat meliputi : hasil-hasil hutan, hasil laut ,
hasil pertanian dan pertambangan yang berlimpah -limpah. Sumber -sumber alam di
Maluku ini belum seluruhnya diolah, dan bila telah diolahpun, cara pengolahannya
>

belumlah berjalan sebagaimana yang diharapkan . Dalam bidang perindustrian masih

96
dalam bentuk gagasan -gagasan . Kekurangan-kekurangan modal, fasilitas dan technical
E skill adalah hambatan -hambatan dalam bidang pembangunan industri. Di samping
kegiatan -kegiatan ekspor, terhadap pula kegiatan-kegiatan perdagangan interinsuler dalam
jumlah yang cukup besar. Mengenai perkembangan perdagangan impor di daerah ini dapat
dikatakan kurang menarik, bila dibandingkan dengan hasil-hasil ekspor .
Melihat hasil-hasil ekspor Maluku dan hasil-hasil perdagangan interinsuler , serta
potensi-potensi yang ada yang belum dikembangkan , maka sesungguhnya daerah ini
mampu mencapai tingkat perkembangan yang lebih daripada yang telah dicapai
sekarang. Dan untuk mengembangkan potensi-potensi ekonomi serta penggalian sumber
sumber alam , tentu saja diperlukan kerja sama yang saling menguntungkan antara
Pemerintah Daerah dengan penanaman -penanaman modal , pengusaha-pengusaha Nasional,
Swasta maupun asing.

Dewasa ini Daerah Maluku juga sedang menjalankan Pembangunan Lima Tahun
(PELITA) dan kini sedang memasuki Pelita Tahap II . Pada Pelita I yang dimulai
pada 1 April 1969 di Maluku terdapat 66 proyek dan sub-sub proyek. Sedangkan
sebagai komplementasi dari Pelita Nasional itu , terdapat pula 26 proyek pembangunan
Daerah yang seluruhnya dibiayai oleh Daerah , Jumlah proyek digolongkan dalam tujuh
sektor yaitu :
a. Sektor pertanian
b. Sektor prasarana produksi dan perhubungan
c. Sektor pembangunan desa
d. Sektor sosial

e. Sektor agama
f. Sektor lain-lain .

Pembiayaan Proyek -proyek Pelita Nasional untuk Daerah Tingkat I Maluku pe


nyalurannya melalui Kantor Bendahara Negara Ambon . Proyek-proyek yang penanggung
jawabnya berada di Pusat , penyalurannya melalui Bank atau langsung diterima oleh
penanggung jawab proyek .

Sebagai komplementasi dari Pelita Nasional tersebut proyek-proyek pembangunan


Daerah meliputi : a. Sektor pertanian
b. Sektor prasarana produksi dan perhuoungan
c. Sektor pendidikan
d. Sektor sosial .

Pelita Nasional maupun Daerah yang sekarang sedang dilaksanakan mengandung


harapan bagi rakyat dan masa depan daerah ini , asal orang betul-betul mau bekerja
secara jujur untuk menjadikan daerah ini makmur bagi rakyatnya .

97
CATATAN BAWAH (FOOTNOTE )
1 ) Dr. Taufik Abdullah ; "Masalah Sejarah Daerah dan Kesadaran Sejarah ”, Buletin
Yayasan Perpustakaan Nasional Th. I , No. 2 , Agustus 1974 .
2) Penyelidikan geologi di daerah Maluku pernah dilakukan oleh ahli-ahli terkenal
bangsa Barat pada akhir abad ke - XIX dan permulaan abad ke - XX antara lain:
Knuttel , Yunghun , Molengraaf, Verbeek , Brouwer , Rutten , van der Valk , van der
>

Sluis dan van Bemmelen. Ahli-ahli bangsa Indonesia antara lain : S. Sigit, MJ. Rachmad,
Kusumadinata (team ekspedisi Baruna 1964).
Lihat buku " Bahan -bahan Galian di daerah Propinsi Maluku ” oleh Kendarsi Marjono.
3 ) S.J.M. Syauta Ing; "Asal Manusia Maluku " , Prasaran pada seminar Sejarah
Maluku I , tahun 1971 , dalam " Hasil-hasil dan Materi Seminar Sejarah Maluku I,
5 s/d 10 Oktober 1972 , oleh panitia Seminar Perwakilan Departemen P dan K
Propinsi Maluku, Ambon , 1972 halaman 315 - 324.

4) Ceritera-ceritera tradisionil tentang "Nunusaku” sangat menarik, sehingga para


antropolog bangsa Barat terkenal datang ke Seram antara lain ekspedisi dari Universitas
Frankfurt yang dipimpin Prof. Dr. Jensen tahun 1937 ; J.P. Sach tahun 1909–1819 ;
Dr. O.D. Tauern , tahun 1909-1918.
5 ) F.J.P. Sachse ; " Het Eiland Seram on zijne Bewoners” , Leiden, E.J. Brill , 1907
halaman 59 – 60 .
6) Ad.E. Jensen : " Die Drei Sröme Züge aus dem geistigen und religiosen Leben
der Wemale einem Primitive Volk in den Molukken ” , Otto Harrassowitz, Leipzig,
1948 .

7) Prof Dr.D.H. Burger - Prof. Dr.Mr. Prajudi Atmosudirjo ; " Sejarah Ekonomis
Sosiologis Indonesia”, Pradjna Paramita, Jakarta , 1960 hal. 15–28 .
8) B. zn Ter Haar ; " Azas-azas dan Susunan Hukum Adat" terjamahan K.Kg. Subekti
Poespanata, Pradina Paramita, d/h J.B. Wolters, Jakarta , 160 hal. 35–42 .
9 ) Dr. J.C. van Leur; " Indonesian Trade and Society”, Penerbit Sumur Bandung,
N.V. Mij Vorkink -van Hoeve , Bandung, 1960 , hal. 116.
10) I b i d ; hal . 117
11 ) Gelar " Sultan " dipakai pada waktu para " Kolano " dari kerajaan -kerajaan di Maluku
Utara masuk agama Islam .
12) Hikayat kerajaan -kerajaan di Maluku terdapat dalam sumber sejarah yang disebut
” Kronik -Kronik ” . Empat buah Kronik yang sudah diterbitkan adalah :
a . Sejarah Ternate, dikarang Naidah , diterbitkan oleh v.d. Grab, 1878 .
b . Kronik Bacan , diterbitkan oleh Coolhaas, 1924, pengarangnya tidak diketahui .

98
c . Hikayat · Tanah Hitu, oleh Rijali abad ke - XVII , diringkas Valentijn dalam Oud
en Nieuw Oost Indie , II , 2 , 1-14.
d. Gedenkschrift Marasaoli ( Valentijn , I , 3 ).

13) Valentijn , Oud en Nieuw Oost Indie , I 3


14) Dr. F.L. Cooley ; " Alter and Throne in central Moluccan Societies” ; disertasi pada
Faculty of the Department of Religion - Yale University, September 1961 , hal . 29–51 .
15) Mengenai pemerintahan di Hitu dalam abad ke- XVI dan ke - XVII lihat karangan
Z.J. Manusama : " Sekelumit Sejarah Tanah Hitu dan Nusalaut serta STRUKTUR PE
MERINTAHANNYA , sampai pertengahan abad ketujuhbelas " , Bunga Rampai sejarah
Maluku I , hal . 14–35 .
16) B.Zn. Ter Haar ; op cit , hal . 36
17) R. Firth ; "Human Types" ; diterjemahkan oleh B. Mochtar dan S. Puspanegera,
Sumur Bandung, 1963, hal . 82 .
18 ) Periksa motif m- otif menghias dari Seram dan Halmahera dalam "Ornamented
Bark -cloth in Indonesia", oleh Dr. S. Kooyman , Leiden, E.J. Brill , 1963 , hal. 29–55 .
>

19) Abdul Rasjid Badarudin - Jogugu Swapraja Tidore : Peringatan terjadinya Sejarah
Kebudayaan Tidore ", Soa-Siu/Tidore , 25 Mei 1956 .
20) I b i d. hal . 2.
21 ) Periksa catatan tentang para Sultan dari kerajaan -kerajaan di Maluku Utara
dalam : Bijdragen Tot de Kennis der Residentie Ternate ” , oleh F.S.A. De Clercq, Leiden ,
E.J. Brill , 1890 .
22 Lihat F.S.A. De Clercq dalam ; "Bijdragen Tot de kennis der Residentie Ternate ” ;
Leiden , E.J. Brill , 1890, hal . 351-353 .
23). Lihat karangan Z.J. Manusama ; " Sekelumit Sejarah Tanah Hitu dan Nusalaut
serta Struktur Pemerintahannya sampai pertengahan abad ke tujuhbelas”, dalam
Bunga Rampai Sejarah Maluku 1 , hal . 14–35 .
24) Prof. Dr. D.H. Burger ; op cit , hal. 24.
25 ) Catatan tertulis dari Kedaton Ternate ; " Struktur Pemerintahan Adat Kesultanan
Ternate ” .

26) Penggolongan dalam masyarakat terjadi karena fungsi-fungsi kepemimpinan dalam


pemerintahan adat , sedangkan sistem ” Kasta ” tidak dikenal di daerah ini .
27) Tabtut adalah seorang turunan bangsawan yang berasal dari Jawa ( Bali).
Ia berhasil mempersatukan kepala-kepala suku (Ha-laai) dan mendirikan suatu pusat
pemerintahan di bukit Wamarer sebelah Barat pantai pulau Kei Kecil pada teluk Sorbai .
Wamarer berkembang menjadi satu kerajaan dan kemudian bernama " Ohoiwur ”
(Negeri dibukit ).

99
28 ) Masyarakat Adat dari persekutuan " Lor-Lim ” mempunyai peraturan adat yang disebut
” Ngabal”, sedangkan persekutuan ” Ur-Siu ” mempunyai peraturan adat yang disebut
" Larwul” . Raja Tabtut kemudian mempersatukan kedua persatuan adat tersebut dan
diwajibkan kepada masyarakat dan raja -raja untuk ditaati. Karena peraturan ini mempu
nyai sangsi hukum, maka itu disebut " Hukum Larwul-Ngabal.
29) Lihat karangan Paramita R. Abdurachman ; " Peninggalan -peninggalan yang berciri
Portugis di Ambon ” ; dalam Bunga Rampai Sejarah Maluku I , 1959 , hal. 66–75 .
30) Dr. Th. Muller Krüger; " Sejarah Gereja di Indonesia" ; B.P.K. , Jakarta 1959 , hal. 19 .
31 ) I b i d ; hal . 20 .
32) 1.0 . Nunulaitta ; " Timbulnya Militerisme Ambon " ; Bhratara , Jakarta, 1966 , hal. 15 .
33 ) Benteng ” Kota Laha” adalah benteng Portugis yang terkuat pertahanannya
di daerah Honipopu ( Kota Ambon sekarang) . Wilayah di sekitar benteng tersebut
mendapat status " Kota ” (Previleges) dari raja Portugis pada tahun 1600 dan disebut
" Citade Amboina”.

34) Dr. Th. Müller Kruger; op cit , I al . 29.


35) W.P. Groeneveldt ; Historical Notes on Indonesia & Malaya Compiled from
Chinese Sources " ; Bhratara, Jakarta, 1960, hal. 117 .
36) Naidah; " Sejarah Ternate " ; diterbitkan oleh N.D. Grab, tahun 1878 dan Kronik
Bacan , diterbitkan oleh Coolhaas tahun 1924.
37 ) Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum, hal. 356–359 .
38) Mr. J.A. van der Clys , De vertiging van het Nederlandsch Gezag Over de Banda
Eilanden , 599-1621 , Weltevreden , 1886.
39) Inggeris memegang dan menduduki Indonesia karena Belanda adalah negara
satelit dari Perancis. Sejak tahun 1806 Republik Bataaf dihapus Napoleon Bonaparte
dan dijadikan sebuah kerajaan (Koninkrijk Holland ) di bawah raja Lodewijk Napoleon
adik Napoleon Bonaparte).

40 ) Lihat R.Z. Leirissa, " Kebijaksanaan V.0.C. untuk mendapatkan monopoli per
>

dagangan Cengkili di Maluku Tengah antara Tahun -tahun 1615 dan 1652 , dalam
Bungi Rampai Sejarah Maluku I , Jakarta , 1973 , hal . 84-112 .
41 ) Pela adalah suatu bentuk atau ikatan persaudaraan antara dua buah negeri
(kampung) atau lebih. Semua warga masing-masing desa wajib bergotong royong
dan saling menolong dalam segala hal . Mereka dilarang kawin mawin dan bermusuhan /
berperang, satu dengan yang lain. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan adat dalam
ikatan pela ini dikenakan sangsi hukum adat yang berat . Ikatan pela terjadi antara
negeri -negeri yang seagama dan tidak seagama seperti Negeri Kristen dengan negeri
Kristen atau Islam dengan Islam dan Kristen dengan Islam .
42 ) Dalam usaha -usaha pemeliharaan rokhani Jemaat ini terkenal pendeta Joseph Kam

100
yang tiba di Ambon pada abad XIX . Karena jasa -jasanya dalam membina kembali gereja
dan Jemaat Kristen di Maluku maka ia digelari ”rasul Maluku” .
43) A.J. Beversluis, Mr. A.H.C. Gieben , " Het Gouvernement der Molukken ”, Weltevreden,
1929 , Hal. 101.- 120.
44 ) R.Z. Leirissa, " Maluku dalam perjuangan Nasional Indonesia ” Lembaga Sejarah
Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1975 , hal. 65-66.
45) Johannes A. Pattikayhatu , " Tindjauan terhadap Sedjarah Geredja di Maluku",
Skripsi Sarjana Pendidikan I.K.I.P. Kristen Satya Wacana, Salatiga, 1968, Hal. 126-128.

101
KEPUSTAKAAN

Abdullah Taufik , Dr; Masalah Sejarah Daerah dan kesadaran Sejarah, Bulletin Yayasan
Perpustakaan Nasional I , No. 2 , Agustus 1974.
Abdurachman Paramita R ; Peninggalan -peninggalan yang berciri Portugis di Ambon,
Bunga Rampai Sejarah Maluku I , Jakarta, 1969.
Abdul Rasjid Badaruddin ; Peringatan terjadinya Sejarah Kebudayaan Tidore, Soa-Siu/
Tidore , 25 Mei 1956 , tidak diterbitkan .
Burger D. H, Prof. Dr. - Prayudi Atmosudirdjo, Prof. Dr. Mr ; Sejarah Ekonomis Sosiolo
gis Indonesia , I, Pradnya Paramita d/h J.B. Wolters, Jakarta, 1960.
Beversluis A.J. ; - Gieben A.N.C. Mr ; Het Governement der Molluken , Weltevreden,
1929 .
Cooley F.L, Dr ; Alter and Throne in Central Moluccan Societies, Dissertai pada Faculty
of the Department of Religion – Jale University, September 1961 .
De Clercq F.S.A ; Bydragen tot de kennis der Residentie Ternate, Leiden, E.J. Brill,
1890.
De Vries. G ; Bij de berg -Alfoeren of West- Seran , Zutphen, W.J. Thiemes & Cie
M.C.M XXVII .
Firth . R ; Human Types, terjemahan B. Mochtar & S. Puspanegara, Sumur, Bandung,
1963 .
Groeneveldt W.P ; Notes on the Malay Archipelago and Malacca, compiled from
Chinese Sources, Batavia, 1876.
Jensen Ad. E ; Die Drei Strome, Zuge aus dem geistigen und Religiosen Leben der
Wemale, einem primitiv- volk in den Molukken, Otto Harrassowitz, Leipzig, 1948.
Koentjaraningrat R.M. Dr ; Beberapa metode Antropologi dalam penyelidikan
masyarakat dan kebudayaan di Indonesia , Jakarta, 1958 .
Kooyman S, Dr ; Ornamented Bark -Cloth in Indonesia, Leiden, E.J. Brill, 1963 .
Leirissa R.Z ; Maluku dalam perjuangan nasional Indonesia, Lembaga Sejarah Fakultas
Sastra Universitas Indonesia , Jakarta , 1975 .
Leirissa R.Z ; Kebijaksanaan V.O.C. untuk mendapatkan monopoli perdagangan
Cengkih di Maluku Tengah antara tahun 1615 dan 1652, Bunga Rampai
Sejarah Maluku I , Djakarta, 1969 .
Manusama Z.J ; Sekelumit Sejarah Tanah Hitu dan Nusalaut serta Struktur pemerintahan
nya sampai pertengahan abad ketujuhbelas, Bunga Rampai Sejarah Maluku I, Dja
karta, 1969.
Muller Kruger Th ; Sedjarah Geredja di Indonesia, B.P.K., Jakarta , 1959.
Nanulaitta 1.0O ; Timbulnya militirisme Ambon , Brathara , Jakarta 1966.
Pattikayhatu J.A ; Tinjauan terhadap Sedjarah Geredja di Maluku , Skripsi Sardjana
Pendidikan pada IKIP Kristen Satya Wacana, Salatiga, 1968 .

102
Slametmuljono, Prof. Dr ; Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara , P.N. Balai Pustaka,
Jakarta 1964 .
Sachse E.J.P ; Het eiland Seran en Zijn bewoners, E.J. Brill, Leiden , 1907.
Syauta S.J.M, Ing ; Asal Manusia Maluku, Hasil-hasil dan materi Seminar Sejarah
Maluku I, Ambon, 1972.
2

Ter Haar B.Zn ; Azas-azas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K. Kg Soebekti Poes
panata, Pradnja Paramita d/h J.B. Wolters, Jakarta, 1960.
van Heeheren H.R ; The Stone Age of Indonesia, ' S Gravenhage, 1957.
van Heeheren H.R ; The Bronse -Iron Age of Indonesia ,'s Gravenhage, 1958 .
van der Hoop Th ; Praehistorie, Geschiedenis van Nederlandsch Indie, o.l.v. F.W. Stapel,
Amsterdam , I, 1938.
van Leur J.C , Dr ; Indonesian Trade and Society , Sumur, Bandung, 1960.
van der Chys J.A, Mr ; De Vestiging van het Nederlansch Gezag Over de Banda
Eilanden , 1599-1621 , Weltrevaden , 1886.
Valentyn, Oud en Nieuw Oost Indie, I, II.

--o0o

103
||
Peta 1 .
1280 T

PROPINSI MALUKU
skala : 1 : 6.400.000 4°
Keterangan :
00 Batas Propinsi
Batas Kabupaten /
Daerah Administratif

Daerah Sample

1320
т

1
00

go

40

80
.

w
a

1280 T 132° T
2.
Peta
MALUKU
TENGAH
1.000.000
Skala:1:
Keterangan:
Δ=
Nunusaku

D
Timur
arah=
batas
garis
WEMALE
Suku)(
Barat
Suku
arah()
ALUNE
Taniwel
S'EUTLA
RAM ta
Lisabu
SERAM
P.
Riring;
30
Piru
P.
Boano S
WETI samanuwe
ManuO:
Tel.
Kaibatu
Nomlea Piru
o
Hoamoal
Honitàtu
P.
Kelang
Tela
W.
P.
Mampa Kaimatu a
Latu
Rumahkai
SAPARUA
P.
BURU
P.
oSaparua
Kitu
HarukuO So
AMBON
P.
Haruku
P.
AM BON
LAUT
NUSA
P.
P.
AMBALAN
LAUT
BAND A
127T° 1290
T
Peta 3 .

MALUKU UTARA
skala : 1 : 3.280.000
Keterangan : P. MOROTAI
1. =
Kerajaan Ternate
2. Kerajaan Tidore
3. Kerajaan Jailolo
4. = Kerajaan Bacan

P. HALMAHERA

Jailolo

TERNATE
TIDORE

Ma kian

o Moti

8. 00

Kasiruta

P. BACAN

P. OBI
an

KEP . SULA
2° S

1250 T

1270 T 1290 T
Peta 4.

KEI BESAR
sakala : 1 : 330.000 Wair

Keterangan : Hoirat
0+ Negeri Kedudukan
Har
Raja LORLIM
+ Hor
Negeri Kedudukan
DOO

Raja URSIU
= LORLABAI Ad
Kampung LORLIM o Rerfar
Kampung URSIU
Muil 0
Banda Eli
Ohoitudun
Ohoier
Q

+0 5030
Uwat Wat / laar S
olHolat

alohoi wirin
Ohoiwaer
a

JAWatmar
Wer
o Kilwaer

Elralang
Refamru

D Ngat
Q Fako
TUAL Bombai

Elat

to Ohoinangar
+ Yamtel
Lerohoilim

Werka

Nerong P. KEI BESAR

(NUHU YUT)

KEI KECIL
(NUHU ROA ) Tamngil

Ngafar

Rercar

Fer

Langgiar Fer
Weduar Fer 60

1330 T
1
.
Peta 5 .

KEI KECIL (NUHU ROA)


skala : 1 : 330.000
Keterangan :
0+ = Negeri Kedudukan
Raja LORLIM
D+ Negeri Kedudukan
OOO

Raja URSIU
C = LORLABAI
Kampung LORLIM
Kampung URSIU
.
5 ° 30
S

‫کرے ح‬
o

P. DUROA
0+
Dullah
D 0+
Ohoita hait

Ohoitel

Ohoider Tual
0+
tawun

Ngilngot Langgur

Namar
0+ Far

Debut

Rumadia
80i

B
Tetoat
Diar
Letfuar
Ibra
Wab

+
P.UM Wain
P. Warka ' Warwut
Ohoira O+
Rumat

P. NUHU - ROA
P. MANIR +

! Daura P. UTIR
Somlain

Mat waer
Mastur

Elar
Danar
D +

132°30' T
.
LIBRANES
OF
MICHIGAN
UNIVERSITY
IHE
UNIVERSITY OF MICHIGAN

3 9015 02706 6334

DO NOT REMOVE
OR
MUTILATE CARD

Anda mungkin juga menyukai