Anda di halaman 1dari 8

Suku Dayak Kayan,Desa Miau Baru

21.31 Jhoenathan Yohanes 96


A. Suku Dayak Kayan
Suku Kayan adalah suku Dayak dari rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal
dari Sarawak. Ketika memasuki Kalimantan Timur suku Kayan pertama-tama menetap di
daerah Apau Kayan di daerah aliran sungai Kayan, karena alasan perang antar suku dan
mencari daerah yang lebih subur serta daerah asal (Apau Kayan) yang sangat tertinggal dan
terisolir, suku Kayan meninggalkan Apau Kayan yang telah mereka tempati
selama 300 tahun dan bermigrasi menuju daerah-daerah yang lebih maju agar dapat lebih
berkembang kehidupannya, yaitu sekarang menetap di daerah aliran sungai Wahau
(daerah Suku Wehea) diKabupaten Kutai Timur terutama di Desa Miau Baru sejak
tahun 1969. Diperkirakan pada zaman Kerajaan Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman),
suku Kayan belum memasuki Kalimantan Timur. Kemungkinan suku Kayan ini termasuk
salah satu suku yang belakangan memasuki pulau Kalimantan dari pulau Formosa (Taiwan).
Suku Kayan juga terdapat di sungai Mendalam, Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat, pada
sekitar tahun 1863, suku Iban bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rejang,
dan menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke
timur. Perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya.
Suku Kayan merupakan 1,4% dari penduduk Kutai Barat.

Sebuah Lamin Dayak Kayan,Desa Miau Baru

B. Mengenal Desa Miau Baru di Kecamatan Kung Beang, Kutai Timur

Desa Miau Baru merupakan salah satu desa di Kecamatan Kung Beang/Kong Beng yang
mayoritas masyarakatnya berasal dari Suku Dayak Kayan (Uma Lekan) dan sejak tahun
1969 sudah mulai menetap di lokasi perkampungan yang ada saat ini.

Perkampungan Desa Miau Baru sebelumnya bernama Long Kejiak (Long=Sungai ;


Kejiak=nama sungai) dalam bahasa Suku Dayak Wehea dan lokasi perkampungan saat ini
juga merupakan bekas perkampungan dan perladangan dari masyarakat Suku Dayak Wehea
yang sebelumnya juga mendiami wilayah tersebut.
Sejak tahun 1969, perladangan dan perkampungan Long Kejiak kemudian dihuni oleh
Masyarakat Dayak Kayan Uma Lekan yang kemudian pada tahun 1974, perkampungan
Long Kejiak kemudian dijadikan proyek resetelmen penduduk (respen) yang merupakan
program dari Pemerintah Pusat dalam paket pembinaan masyarakat dan suku terasing di
Kalimantan Timur dan mereka diberikan bantuan berupa pembangunan perumahan, hewan
peliharaan, tanaman keras, sayur mayur.

Selain itu, mereka juga difasilitasi dengan pengadaan tenaga guru, pelatihanan kerajinan dan
pertukangan termasuk peralatan pandai besi. Proyek ini diakhiri pada tahun 1978, dan
kampung Long Kejik diubah menjadi Desa Miau Baru dengan status Desa Persiapan. Pada
tahun 1997 Desa Miau Baru diresmikan sebagai desa definitif.

Menurut beberapa warga Suku Dayak Wehea yang bermukim di Nehas Liah Bing,
menyatakan bahwa pada saat ini masih dapat dirunut keturunan warga Dayak Wehea yang
pernah bermukim di Long Kejiak dan Miau Baru saat ini maupun yang kembali dan menetap
di Nehas Liah Bing.

Masyarakat Dayak Kayan Uma Lekan adalah penduduk pendatang yang bermigrasi ke
wilayah Wehea. Mereka berasal dari tiga kampung di daerah Apo Kayan (Kabupaten
Malinau sekarang), yaitu kampung Long Hiban, Long Belerang dan kampung Pura. Cerita
perpindahan mereka dari Apo Kayan ke Wahau bermula dari tahun 1962 dan 1963, ketika
beberapa tokoh masyarakat dari kampung Long Hiban dan Long Belerang datang melakukan
perjalanan panjang dari Apo Kayan menuju Kabupaten Kutai untuk mencari kawasan
permukiman baru. Mereka ingin mencari tempat permukiman baru agar lepas dari berbagai
kendala ekonomi, sosial dan komunikasi yang menghambat mereka karena lokasi kampung
yang terpencil di balik perbukitan dan jauh dari pusat-pusat kemajuan.

Tiba di Wehea, mereka menemui kepala adat dan tokoh-tokoh masyarakat Dayak Wehea di
Nehes Liah Bing, kelompok etnis yang sudah lebih dahulu menempati wilayah Muara Wehea
(Lebeng Wehea), dan meminta izin untuk diberikan tempat membangun kampung. Orang
Dayak Wehea menerima permintaan itu dan mengalokasikan kawasan di muara Sungai Miau
sebagai cikal bakal perkampungan orang Dayak Kayan Uma Lekan yang akan pindah
tersebut. Pada tahun 1963 kedua kelompok suku ini membuat ikrar persaudaraan menurut
adat Dayak untuk hidup secara harmonis di wilayah adat Dayak Wehea.

Rombongan pertama orang Kayan tiba di Wehea pada tahun 1969 setelah melalui perjalanan
panjang dari Apo Kayan selama kurang lebih lima tahun. Ada sebanyak 852 orang warga dari
kampung Long Hiban dan Long Belerang yang menjadi rombongan pertama berangkat ke
Wehea pada tahun 1964, mengikuti alur sungai, menyeberang perbukitan, membawa
perbekalan pangan, dan pada sebagian masa perjalanannya harus membuka ladang beberapa
kali untuk mendapatkan pasokan makanan.

Mereka menuju Sungai Kelay di daerah Berau dan kemudian mudik di Sungai Mayung, dan
menuju Merapun sampai kemudian tiba di hulu Sungai Psab. Di tempat ini mereka tinggal
beberapa lama untuk berladang, dan perkemahan terakhir mereka berada di bagian hulu
Sungai Psab di sebelah utara kantor Distrik PT. SHJ I. Dari tempat itu kemudian rombongan
mengikuti aliran Sungai Psab menuju kampung Long Kejiak, tiba pada tahun 1969.

Mereka mendirikan kampung di pinggir Sungai Wahau (lokasi RT-01 sekarang). Pada tahun
1982, tiba pula rombongan kedua dari kampung Pura yang dipimpin oleh Pai Iding (kepala
adat desa Miau Baru sekarang), berjumlah 68 KK atau 380 jiwa, setelah menempuh
perjalanan selama 14 bulan. Mereka juga mengikuti alur Sungai Psab menuju muara Wahau,
dan sebagian lainnya diangkut oleh truk logging milik PT. Grutti dari arah Kelai menuju
muara sungai Miau. Ketika itu, jalan logging sudah mulai dibuka di kawasan Wehea, antara
lain oleh PT. Gruti, PT. Kiani dan PT. Basuimex .

Perjalanan kehidupan warga suku Kayan Uma Lekan yang pindah dari Apo Kayan tersebut
selanjutnya menjadi bagian dari sejarah berdirinya Desa Miau Baru yang sekarang. Mata
pencaharian utama mereka di tempat baru adalah berladang, dengan memanfaatkan jalur
sungai sebagai akses masuk membuka lahan. Dari keterangan warga Miau Baru yang sudah
dewasa pada masa perpindahan tahun 1960an itu diketahui bahwa mereka membuka areal
perladangan di daerah aliran Sungai Psab, mudik dari muara sungai mengikuti alur yang
pernah mereka lalui ketika datang dari Apo Kayan.

Sebagian yang lain membuka ladang ke arah hulu muara Sungai Pesab, baik di pinggiran
Sungai Wahau, maupun ke arah hulu mengikuti aliran Sungai Miau. Sebelum adanya
aktivitas perusahaan kayu di daerah ini, kedua jalur sungai tersebut, berikut anak-anak sungai
di dalamnya, menjadi alur utama pembukaan areal perladangan bagi orang Dayak Kayan
Uma Lekan dari desa Miau Baru. Mereka sudah membuka ladang di bagian hulu Sungai
Miau sebelum perusahaan kayu datang, yaitu di tempat yang berdekatan dengan Simpang
Tujuh sekarang.

Sebelumnya, Desa Miau Baru, sebelum pemekaran Kabupaten Kutai Timur masuk dalam
wilayah Kecamatan Muara Wehea (Lebeng Wehea dalam bahasa Suku Dayak Wehea) dan
sejak pemekaran Kecamatan Muara Wehea menjadi Kecamatan Muara Wehea, Kung Beang
dan Telen, akhirnya Desa Miau Baru masuk dalam wilayah Kecamatan Kung Beang (sesuai
dengan bahasa asli dalam Suku Dayak Wehea).

Pada saat ini, penduduk Desa Miau Baru yang mayoritas masyarakatnya berasal dari Suku
Dayak Kayan Uma Lekan berjumlah 5.066 jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan adalah 2.697 jiwa berbanding 2.371 jiwa.

Sebagai sebuah desa eks program respen, Desa Miau Baru cukup tertata baik terutama dalam
penataan permukiman kampong dan di desa tersebut terdapat sebuah lamin (rumah adat) yang
menarik dan dipenuhi motif ukiran khas Suku Dayak Kayan termasuk sebuah lumbung padi
yang juga dipenuhi ukiran.

Saat melintasi jalan trans Kalimantan Timur, sangat mudah mengetahui keberadaan Desa
Miau Baru, dimana pada jalan masuknya terdapat sebuah plang yang menunjukan nama desa
serta sebuah gapura besar yang juga bermotif khas Suku Dayak Kayan, sehingga tidak salah
apabila Desa Miau Baru kemudian ditetapkan sebagai salah satu desa budaya di Kabupaten
Kutai Timur dan Kalimantan Timur.

Sebagai sebuah desa yang kini menjadi pusat kecamatan Kung Beang (hasil pemekaran dari
Kecamatan Muara Wehea), Desa Miau Baru semakin berkembang dan hal tersebut ditandai
dengan keberadaan Kantor Camat yang berada dalam wilayah desa serta UPT Puskesmas
Kung Beang dan juga didukung oleh adanya beberapa sekolah mulai dari tingkat pendidikan
dasar hingga menengah atas, diantaranya adalah TK Uyang Lahai dengan jumlah siswa
sebanyak 99 orang dan didukung oleh 4 tenaga pengajar yang terdiri dari 4 rombel, SDN 001
yang terdiri dari 12 rombel dengan jumlah siswa sebanyak 158 orang dan didukung oleh 12
tenaga pengajar (11 PNS dan 1 honorer) dan SDN 008 yang terdiri dari 9 rombel dengan
siswa sebanyak 234 orang dan 15 orang tenaga pengajar (10 PNS dan 5 honorer).

Sedangkan pada tingkat pendidikan menengah terdapat sebuah SMP dan SMA, yaitu SMPN-
2 Kung Beang yang terdiri dari 6 rombel dengan siswa sebanyak 180 orang dan tenaga
pengajar sebanyak 16 orang (14 PNS dan 2 honorer) serta SMA Negeri-1 Kung Beang yang
terdiri dari 6 rombel dengan siswa sebanyak 145 orang dan didukung tenaga pengajar
sebanyak 18 orang (9 PNS dan 9 honorer).

C. Adat Istiadat Dayak Kayan Miau Baru

Dayak Kayan Miau Baru merupakan suku yang masih memegang teguh adat
istiadatnya,walaupun tidak primitif seperti dulu. Ini dikarenakan Masyarat Dayak Kayan
Miau Baru 97% memeluk agama Kristen Protestan,dan sisanya 3% memeluk agama lain.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Kayan Miau Baru hidup dalam bercocok
tanam mulai dari berladang,berkebun,bersawah dan ada juga berburu. Di desa Miau Baru
juga ada tempat yang paling istimewa yaitu Kampung babi,dikatakan kampung babi karena
sekitar 5000 babi kampung ada disana,kampung ini ada diseberang Desa Miau Baru yang
dipisahkan dengan sungai Bahau.
Dalam Adat dayak Kayan Miau Baru menjunjung tinggi yang namanya persatuan dan
gotong royong,ini terlihat dari acara kematian,acara nikah,dan acara keagamaan. Salah satu
dari acara tersebut masyarakat Dayak Kayan menyempat diri untuk ambil bagian dari acara
tersebut,jadi setiap orang dilarang melakukan aktivitas sehari-harinya kecuali yang
mengajar,PNS,dan yang sekolah.
Gambar diatas merupakan tradisi yang selalu menjadi ciri khas Dayak Kayan yaitu seni tato
dan memanjangkan telinga,walau tradisi ini sudah mulai berkurang.

selain itu ada juga kerajinan yang sering menjadi andalan Dayak Kayan Miau Baru seperti dibawa ini:
Manik-manik
Alat Musik dan Senjata Tradisional
Dan Tari-tarian Tradisional

Dari Kerajinan,kesenian,dan tradisi diatas masih banyak lagi yang menjadi bagian dari Suku Dayak Kayan
Miau Baru,seperti lomba perahu panjang 35 m Tradisional,seni ukir dan masih banyak lagi.
Dari penjelasan diatas apakah anda berminat datang berkunjung di Desa Miau Baru,Kec.Kong
Beng,Kutai Timur,Kalimantan Timur.

Anda mungkin juga menyukai