Anda di halaman 1dari 57

Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp.

20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

SEJARAH PERJUANGAN
PAHLAWAN NASIONAL SISINGAMANGARAJA XII

Ir. Soekarno

“Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai sejarah, budaya maupun


jasa-jasa para pahlawannya”. Kutipan di atas mengingatkan kita akan
pentingnya peran pahlawan bangsa, yang berjuang tanpa pamrih, sekalipun
harus mengorbankan segenap kepentingan – termasuk sanak keluarga –
hanya demi membela kemerdekaan maupun kedaulatan tanah tumpah
darahnya, yakni Indonesia Raya. Maka dari itu, sudah seharusnyalah kita –
terutama genarasi penerus – tahu dan memaknai hakekat dari sebuah
kemerdekaan, yang kemudian mengisinya dengan cita-cita luhur pahlawan
bangsa, sesuai amanat UUD 1945.

Di sisi lain, presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, dalam


pidato kenegaraannya di Istana Negara, 17 Juni 1957, pada peringatan 50
tahun Gugurnya Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII mengatakan
bahwa, “Sisingamangaraja XII itu tidak hanya Pahlawan Nasional semata,
melainkan patut disejajarkan dengan Pahlawan Internasional lainnya
yang pernah ada, kendati penabalannya menjadi Pahlawan Nasional baru
berlangsung 9 November 1961. Maka dari itu sudah sepetutnyalah kita –
rakyat Indonesia – mengingat dan mengenang jasa-jasa kepahlawanan
Pahlawan Nasional tersebut, sekaligus memahami nilai-nilai luhur sejarah
perjuangannya.

Adapun nilai-nilai kepahlawanan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII


yang luar biasa heroic dan pantang menyerah itu – manakala melakukan
perlawanan terhadap Belanda yang ia sadari akan melakukan penidasan
atas bangsanya terutama bangso Batak – pun seyogyanya harus dijadikan
suri-tauladan generasi penerus, yang sekaligus juga menjadikannya sebagai
landasan perjuangan maupun pembangunan karakter bangsa – sesuai
himbauan presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno sebelum
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

dilengserkan regim orde baru, yakni Nation Character Building – yang


kemudian dilanjutkan pula oleh Presiden Republik Indonesia ke VII, bapak
Ir. Joko Widodo, dengan program Revolusi Mentalnya.

Dan sebaliknya, bangsa yang tidak menghargai sejarah, budaya maupun


jasa-jasa para pahlawannya, adalah bangsa kerdil, lemah, dan gampang
diadu-domba, karena tidak punya Jati-diri lagi, atau Karakter.

SISINGAMANGARAJA XII PUTRA BAKKARA

Bernama “Patuan Bosar Sinambela,” bergelar “Ompu Pulo Batu,” lahir 1849,
di Huta Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan, di usia mudanya telah
merantau ke Tanah Rencong, Aceh, memperdalam berbagai pengetahuan
termasuk ilmu perang. Sempat juga belajar bersama-sama dengan Teuku
Tjut Di Tiro, di Kampung Tiro, Aceh Pidi, sekaligus membangun hubungan
baik dengan beberapa panglima Kerajaan Aceh kala itu, yang kemudian
membantunya pada perang Toba pertama, 1878.

Ditabalkan menjadi Sisingamangaraja XII pada usia 26 tahun, 1875, setelah


berhasil mencabut Piso Gaja Dompak dari sarungnya – syarat utama bagi
calon memangku “Gelar Sisingamangaraja” selanjutnya.

Setelah ditabalkan menjadi pemimpin masyarakat Batak, Sisingamangaraja


XII tidak tinggal diam begitu saja di istana Bakkara karena diperhadapkan
dengan masalah-masalah yang sangat kompleks, seperti permasalahan
sosial, ekonomi, politik, militer dan lain sebagainya, yang sedang bergolak
di berbagai penjuru Sumatera bagian utara. Beliau terjun langsung ke
medan konflik dalam upaya membela dan mempertahankan harkat,
martabat, kedaulatan maupun kemedekaan bangsanya – bangso Batak –
dari upaya aneksasi Belanda, seperti yang terjadi atas Luat Silindung, pada
tahun 1871.

Langkah awal yang diambil kala itu melalui meja perundingan. Berkali kali
melakukan perundingan namun selalu kandas, karena Sisingamangaraja XII
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

tetap bersikukuh pada prinsifnya, yakni meminta Belanda meninggalkan


tanah Batak dan membiarkan kedaulatan rakyat Batak berlangsung –
merdeka. Bahkan suatu ketika, melalui perantara Dr. Nomensen, beliau
memberikan gambaran tegas mengenai eksistensi masyarakat Batak sejak
zaman dahulu, yakni ;

“MANDERA SIDUA RUPA NA MARSAHAP PISO SOLAM DEBATA I – SAHALA


TONDI NI NATOROP DO I. JADI NDANG BOI ADONG MANDERA NA GABE
IMBANGANNA.”

Artinya; Bendera dua warna yang dihiasi Keris Solam Debata itu adalah jiwa, ruh, atau pusaka
peninggalan nenek moyang masyarakat Batak. Maka dari itu tidak boleh ada bendera lain yang
menjadi tandingannya di atas tanah Batak.

“Tegasnya,” ujar beliau menandaskan, “apabila saya bekerja-sama dengan


Belanda, sama saja saya menghianati SAHALA TONDI NI RAKYAT kami, dan
akan dicela masyarakat dengan cercaan, DIPAJEAJEA NA NIRAJAAN”.

Dalam perundingan selanjutnya Sisingamangaraja XII mengutus “Ompu


Jumollang Tampubolon” – salah satu anggota Lembaga Tota Junjungan –
mewakili dirinya. Ompu Jumollang Tampubolon menegaskan bahwa, “Dia –
Sisingamangaraja XII – tidak akan pernah berunding dengan fihak tentara
Belanda, karena dia bukanlah tentara. Jika Belanda hendak berunding,
biarlah Raja Belanda sendiri yang berunding dengannya, karena merekalah
yang RAJA. Sama-sama Raja. Merekalah yang tahu dan memahami apa arti
sebuah Kemerdekaan atau Berdaulat. Namun Belanda, yang sepertinya
tidak menggubris pesan-pesan perdamaian tersebut, justru memobilisasi
militernya, yang mengakibatkan situasi kian tegang.

Akhirnya Sisingamangaraja XII mengambil sikap tegas, dimana sembari


mempersiapkan pasukan, siasat pertamanya adalah membangun issue.
Tujuan utama membangun issue tersebut salah satunya untuk mengalihkan
perhatian supaya Belanda tidak terlalu memantau atau memperhatikan
upaya mobilisasi kekuatan yang sedang dibangunnya.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Adapun permasalahan yang dihadapi Pahlawan Nasional ini ternyata jauh lebih ruwet,
pelik dan kompleks dari apa yang pernah dihadapi ayah kandungnya sendiri yakni –
Sisingamangaraja XI. Sebab cara-cara diplomasi masih lebih diutamakan kala itu.

Selain Raja Imam (priester koning) Sisingamangaraja XII pun bertanggung-


jawab sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat (primus interpares),
yang bersifat Theocrasy, seperti pendahulunya Sisingamangaraja I - XI.

Sebagai pimpinan yang kehadirannya dinanti-nanti masyarakat banyak,


karena dikenal sebagai pembawa kebebasan bagi mereka yang terkekang,
membebaskan yang terpasung, tertawan, maupun yang diperbudak oleh
raja-raja lokal, karena hutang-piutang dan lain sebagainya, membantu yang
sakit, lemah, yang kesulitan ekonomi dan lain sebagainya, beliau pun
dikenal sebagai pemimpin anti penindasan, perang dan kekerasan. Dan itu
salah satu dari “karakter dasar” Sisingamangaraja sejak I hingga XII. Hal
tersebut terlihat jelas tatkala Sisingamangaraja XII melakukan penebusan
atas diri “Tuan Dolok Kahean” dari jeratan hutang-piutang – berdasarkan
sistim hukum Batak yang berlaku pada masa itu – yakni membayar
binsang dan ampang.

Di samping pemimpin anti kekerasan, penindasan maupun perbudakan,


beliau pun dikenal memiliki kepekaan sosial yang begitu tinggi, dermawan,
pengayom dan pelindung bagi kaum lemah. Maka dari itu tidaklah
mengherankan apabila masyarakat sangat mengelu-elukan kehadirannya.

PERSIAPAN PERANG
Melihat tanda-tanda fihak Belanda bernafsu sekali memperluas wilayah
kekuasaannya di tanah Batak, 1876, Sisingamangaraja XII mengajak para
Raja Bius beserta panglimanya bermusyawarah untuk menentukan sikap.
Menjelang akhir 1877 kesepakatan pun dicapai, untuk tidak membiarkan
Belanda menguasai seluruh wilayah tanah Batak. Maka diputuskanlah
untuk mengeluarkan PULAS.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Pulas adalah Surat Pernyataan Deklarasi Perang menurut aturan Adat dan Tradisi Batak
kuno. Itupun dikeluarkan dengan catatan, apabila fihak lawan – Belanda – masih tetap
melanjutkan niatnya menganeksasi Dataran Tinggi Toba.

Manakala perang issue berlangsung, justru issue yang berkembang di


kalangan masyarakat menyudutkan pasukan Sisingamangaraja XII, dimana
fihak Belanda meng-issuekan bahwa pasukan Sisingamangaraja XII beserta
bala tentara Aceh hendak menyerang Silindung untuk menghabisi orang-
orang Eropa, khususnya Zendeling Kristen.

Sisingamangaraja XII membantah keras issue tersebut, dan mengatakan


dalam surat lanjutannya kepada Residen Boyle bahwa, tidak ada niatnya
menyerang Silindung maupun para Zendeling. “Issue tersebut adalah
fitnah,” tandasnya dalam surat itu. Akan tetapi Belanda yang sepertinya
mempunyai rencana tertentu, tidak menggubris surat-surat tersebut. Malah
mendatangkan pasukan tambahan dari Sibolga, Padang maupun Singkel.

Setelah pasukan dari Padang pimpinan Kontelir van Niewkuijk membawa 2


perwira dan 60 prajurit, menyusul Kapten Scheltens beserta pasukannya
dari Singkel, termasuk pasukan yang datang dari Sibolga, tiba di Pearaja 7
Februari 1878, barulah surat-surat Sisingamangaraja XII dibalas oleh fihak
Belanda.

Di sisi lain, Ompu Mardopan yang didesas-desuskan orang yang menjemput


pasukan Aceh, secara pribadi datang menghadap Kontelir G.W.W.C Baron
van Hoevell, di Sipaholon. Beliau bersumpah, mengatakan bahwa, tokoh-
tokoh Aceh yang datang itu bukanlah untuk menyerang Silindung maupun
para zendeling, melainkan untuk membantu upaya perdamaian beberapa
raja huta yang sedang bertikai di Samosir. Namun fihak Belanda tetap tidak
mempercayainya.

Adapun hasil penelitian J.H.Meerwaldt, tentang sebab-musabab terjadinya


perang, tahun 1878, adalah rekayasa Belanda semata. Kedatangan orang-
orang Aceh, yang sesungguhnya rekan-rekan Sisingamangaraja XII ketika
belajar di Aceh itu, justru dijadikan alasan oleh Belanda untuk dimulainya
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

peperangan. Mengapa demikian..? Karena, pada 15 Februari 1878, pasukan


Belanda sudah sibuk memasang tenda-tenda militernya di sekitar benteng
pertahanan sementara mereka, di kisaran Seminari, Sipoholon, Pintu Bosi.
Nah, ini adalah bagian dari persiapan yang telah direncanakan sebelumnya,
yaitu untuk melakukan serangan dadakan, frontal dan besar-besaran. Dan
semua itu terjadi berkat jasa besar dari Partaon Angin, 17 Februari 1878,
dimana serdadu-serdadu Belanda sudah mendahului berada di Bahal Batu
dan bersembunyi di antara pebukitan.

Di pihak lain, Sisingamangaraja XII yang kecewa sekali ketika menerima


balasan surat dari Residen Boyle – setelah pasukan Belanda bergerak ke
Bahal Batu – di hadapan khalayak ramai, di tengah-tengah Onan Raja (Onan
Na Marpatik/pokan/pasar) Balige, surat itu ia koyak-koyak. Tekadnya
berangkat ke Bahal Batu sudah tidak tergoyahkan lagi. Sebagian dari raja
Bius maupun raja-raja Huta bergegas mempersiapkan pasukannya untuk
membantu perjuangan Sisingamangaraja XII dalam penyerbuan Bahal Batu.

PERANG BAHAL BATU DAN TANGGA BATU

Tampak jelas tanda-tanda bahwa pihak Belanda berniat kuat menganeksasi


Dataran Tinggi Toba dan Humbang Hasundutan ke wilayah kekuasaannya
hingga mempersiapkan kekuatan besar untuk menggapai kemenangan.
Sisingamangaraja XII yang sudah membaca gelagat tersebut langsung
mengadakan HORJA BIUS.

Horja Bius adalah rapat besar para raja Bius (seperti rapat paripurna masa kini). Dan
Horja Bius kala itu – secara kebetulan – dihadiri oleh tokoh-tokoh Aceh dan juga para
panglima Sisingamangaraja XII. Dilaksanakan di alun-alun, yang berhadapan langsung
dengan Onan Raja (onan na marpatik/pokan/pasar) Balige.

Adapun rapat besar para raja Bius tersebut untuk memutuskan agar segera
dikeluarkan PULAS. Pulas adalah surat penyataan deklarasi perang yang
dikeluarkan pada 16 Februari 1878, dan diantar langsung oleh Ompu ni
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Mardopan, Alapiso Laban Siahaan beserta tiga Pengetua Toba lainnya –


selaku utusan perang – ke pihak Belanda.

Secara fisik Pulas itu punya bentuk tersendiri. Bentuknya adalah “Sebuah Ubi” yang diukir
menyerupai patung manusia, ditusuki oleh tombak-tombak kecil dan berlampirkan surat
pernyataan perang, yang dituliskan di tiga potong bambu. Ubi yang menyerupai patung
manusia tersebut diikatkan pada sebatang kayu bekas bakaran, yang artinya MUSU TIBUS
(musuh total di siang maupun malam hari). Semua unsur yang terkait dangan pernyataan
Pulas tersebut digantungkan pada ujung sebatang bambu panjang supaya dapat dilihat dan
dibaca semua orang, termasuk calon lawan. Sedangkan peristiwa penggatungan disertai
upacara tembakan salvo, menyatakan perang telah dimulai.

Semenjak pulas dikeluarkan sikap Sisingamangaraja XII terhadap Belanda


sudah tidak tergoyahkan lagi, kendati di relung hatinya yang dalam masih
membuka ruang ke arah pintu perdamaian. Itupun jika Belanda bersedia
mengurungkan niatnya berperang dan mengakui kedaulatan tanah Batak
serta masyarakatnya. Dan sikap tersebut terus beliau pertahankan hingga
akhir hayatnya.

Pada 19 Februari 1878, hampir 6000 orang mengepung Bahal Batu, terdiri
dari pasukan Ompu ni Marnap, Ompu ni Mardopan (Si Raja Deang), Ompu
Salabean (Sianjur), Pejuang dari Padang Bolak, Pejuang dari Pesisir Danau
Toba, dari Asahan serta pasukan Aceh. Sementara pemuda-pemudi yang
berjiwa satria ikut membantu mempersiapkan ransum maupun logistik
para pasukan.

Suasana menjelang perang benar-benar merakyat, karena sebagian besar


dari para pejuang masih menggunakan golok, lembing, pentungan, panah,
ambalang, bodil dan lain sebagainya sebagai senjata tradisionil, apalagi saat
rombongan bergerak menuju medan perang yang disambut hangat oleh
kaum ibu dari pekarangan rumah dengan suport “horas..horas..horas..”
sebagai upaya mendukung semangat.

Sekalipun tekad Sisingamangaraja XII sudah bulat untuk berperang, namun


usaha menghindari pertumpahan darah masih tetap diupayakannya yakni
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

minta dipertemukan dengan Residn Boyle – melalui perantara Nomensen –


tapi tidak kunjung terjadi. Sekalipun demikian Sisingamangaraja XII masih
tetap berupaya mencari jalan lain ke arah perdamaian, kendati pada
akhirnya sia-sia.

Berhubung jalan perundingan dan perdamaian telah buntu, yang artinya


perang terbuka tidak dapat dihindarkan lagi, membuat Sisingamangaraja
XII berpasrah dan siap menghadapi kenyataan. Maka perang pun dimulai.

Dentuman meriam dan ledakan geranat yang belum pernah mereka dengar
sebelumnya benar-benar mengejutkan. Dan dalam keterkejutan tersebut
korban-korban pun mulai berjatuhan. Kendati demikian, semangat juang
para patriot bangsa yang tidak mengenal surut terus berlangsung gigih
sehingga memakan korban lebih banyak. Namun mereka tidak perduli.
Bahkan mobilisasi kekuatan semakin bertambah dan berdatangan ke Lobu
Siregar.

Tapi lambat laun, menyadari persenjataan lawan sedemikian kuatnya yakni


senjata-senjata modern yang tak sebanding dengan kekuatan persenjataan
mereka yang hanya menggunakan senjata-senjata tradisional, yakni bodil-
bodil rakitan dan lain sebagainya, Sisingamangaraja XII pun
memerintahkan pasukannya mundur sesaat, dalam upaya menyusun
kekuatan dan strategi baru – pada 20 Februari 1878.

Keesokan harinya pasukan Sisingamangaraja XII melakukan serangan baru


dengan kekuatan seribu orang lebih. Serangan ke dua ini justru memakan
korban lebih banyak di pihak pejuang. Ini di luar perhitungan para pejuang,
dimana pada malam harinya sebelum penyerangan itu terjadi, tambahan
kekuatan di fihak Belanda berdatangan, yaitu 6 perwira dan 223 serdadu –
lengkap dengan persenjataan berat.

Peperangan meluas kemana-mana. Desa-desa dan perkampungan yang


ada di sekitar benteng Bahal Batu dibakar habis oleh serdadu Belanda.
Anak kecil dan ibu-ibu menjerit kucar-kacir ke sana-kemari melihat rumah
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

mereka dibakar habis serdadu-serdadu Belanda. Yang pasti lima kampung


rata dengan bumi. Betapa biadabnya..!

Residen Boyle yang merasa di atas angin kemenangan ingin menyaksikan


langsung pertempuran tersebut. Ia datang bersama Overste F.T. Engel,
disertai 200 serdadu lagi yang didatangkan dari Padang, 9 Maret 1878.
Justru dalam keadaan seperti itulah Sisingamangaraja XII melakukan
serangan ketiganya yang mengakibatkan korban di fihak Belanda lebih
banyak berjatuhan. Meskipun korban di fihak Belanda terus berjatuhan,
namun karena unggul dalam persenjataan, strategi maupun tak-tik perang
modern, akhirnya Belanda memenangkan juga peperangan tersebut.

Ternyata semangat juang berapi-api saja tidaklah cukup kuat menandingi


tehnologi modern yang dipergunakan fihak lawan. Begitulah kira-kira
kesimpulan Sisingamangaraja XII kala itu.

Akhirnya Sisingamangaraja XII memilih mundur kembali dan merubah


stategi perangnya, dari perang frontal – terbuka – menjadi perang gerilya
dan sektoral. Konsep perang gerilya ini pun disesuaikan dengan kondisi
geografi medan perang yang berpebukitan dan hutan belantara.

Catatan ;
Sekalipun pasukan Sisingamangaraja XII berhasil dikalahkan, namun kerusakan benteng
pertahanan Belanda di Bahal Batu cukup parah, karena beberapa Loji dibakar habis oleh
para pejuang. Hal tersebut mulai menggentarkan fihak Belanda.

Kendati perang Bahal Batu telah selesai tidak berarti perlawan rakyat
berhenti begitu saja. Di mana-mana terjadi perang – secara sektoral – dan
rakyat terus bergerilya keluar masuk hutan. Adapun wilayah yang dikuasai
Belanda masih sebatas Desa Bahal Batu. Mata-mata dan para penghianat
berkeliaran dimana-mana, kasak-kusuk di Balige, Laguboti, dan daerah
lainnya yang masih merdeka. Mereka ditugasi memata-matai pergerakan
Sisingamangaraja XII maupun para pengikutnya.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Pembakaran perkampungan yang masih tetap mempertahankan hak-hak


dan kedaulatannya terus berlangsung hingga Siborong-borong. Serdadu-
serdadu Belanda terus bergerak menuju Balige. Sembari bergerak terus
melakukan pembakaran atas perkampungan-perkampungan yang mereka
lalui.

Suatu ketika, saat rapat dengan para pendukungnya yang diperkirakan


berjumlah seribu orang, di Lobu Siregar, Sisingamangaraja XII mendapat
kabar tentang kedatangan bala-tentara Belanda ke arah mereka. Mereka
putuskan menunggu di Tangga Batu. Pertempuran sengit pun terjadi di
sana dan menewaskan beberapa perajurit Belanda beserta seorang calon
perwira muda. Keadaan semacam ini membuat serdadu Belanda kian
mengganas. Menangkapi tokoh-tokoh masyarakat – raja-raja huta –
menawan serta mewajibkan mereka membayar denda jikalau ingin tetap
mempertahankan kemerdekaannya. Di sisi lain, raja-raja huta di Sipaholon,
Silindung maupun Bahal Batu – yang telah ditahlukkan – diharuskan
bersupah-setia kepada pemerintahan Belanda. Jika tidak, mereka akan
disiksa. Tak jarang hingga tewas.

MEDAN PERANG

Mengingat sulitnya kondisi medan perang yang dipenuhi ngarai dan jurang
terjal, menjadi salah satu penyebab Belanda meminta dan mendatangkan
bantuan dari Padang, sebanyak 300 prajurit beserta meriam dan peralatan
perang lainnya, untuk mendukung rencana peng-aneksasian tanah Batak.
Nah, di saat seperti ini Raja PONTAS (Obaja) Lumbantobing minta bertemu
Sisingamangaraja XII, di Tangga Batu. Namun di saat Raja Pontas tiba di
tempat itu – seperti yang terjadi sebelumnya di Bahal Batu – pasukan
Belanda sudah berada di tempat itu, sehingga pertempuran tidak dapat
dihindarkan.

Dokumen Raja Buntal Sinambela (salah satu putra Sisingamangaraja XII) mengungkap
percakapan antara Sisingamangaraja XII dengan Raja Pontas Lumbantobing, yang isinya;
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

“Hai, Raja Pontas Lumbantobing, mengapa engkau menembaki aku? Kalau pun aku mau
datang ke tempat ini, hanya ingin menanyakan saja. Apa sebenarnya persengketaanmu
dengan kaummu sehingga engkau bersikap seperti ini? Kau membawa serdadu untuk
melawan kaummu sendiri. Apakah itu patut? Menurutku hal itu tidak patut untuk dilakukan
karena masih ada aku rajamu, yaitu tempatmu mengadu. Itulah sebabnya aku datang ke
tempat ini.”
“Tentang itu, Raja kami, aku sudah berdamai dengan mereka saudara sekaumku itu,” sahut
Raja Pontas.
“Kalau begitu jawabmu, berarti engkau tidak mengingat Rajamu lagi rupanya. Maka aku
pun kembalilah,” demikianlah dialog mereka.

PERANG TOBA PERTAMA

Dalam peperangan Balige ternyata Raja Pontas berada di sana menyertai


Belanda. Jika perlawanan di Sipintu-pintu maupun Tangga Batu agak
kurang seimbang maka berbeda dengan peperangan Balige, Laguboti, huta
Gurgur dan daerah lainnya. Bahkan perlawanan meluas hingga Habinsaran,
Uluan, Tomok, Ambarita dan Smosir.

Apa yang menjadi penyebab perlawan meluas dan merata di daratan Toba
kala itu? Kemungkinan besar karena adanya ikatan kekerabatan. Ikatan
kekerabatan yang sangat kuat, yang terrangkai dalam DALIHAN NA TOLU.
Apalagi sebahagian besar masyarakat Toba terdiri dari klan-nya Tuan
Sorimangaraja.

Berbondong-bondong rombongan para pejuang berdatangan ke Onan Raja


Balige menjumpai Sisingamangaraja XII. Pasukan-pasukan yang pernah
mundur di peperangan Tangga Batu seperti Alapiso Siahaan, yang adalah
Datu, sekaligus panglima setia Sisingamangaraja XII, juga terlihat di sana.
Raja Partahan Bosi Hutapea dengan kuda benggalanya, para raja Bius dan
raja-raja Huta pun ikut bekumpul. Dan pertemuan tersebut salah satu dari
upaya konsulidasinya rakyat Batak kala itu.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Ternyata Balige dan Laguboti menjadi poros kekuatan Sisingamangaraja


XII, terutama dari sisi kemiliteran. Andaikata Balige dan Laguboti dapat
dijatuhkan kemungkinan besar perlawanan akan lebih ringan. Demikianlah
kira-kira perhitungan Belanda manakala mengevaluasi kekauatan lawan.
Maka dari itu Belanda pun mulai mengkonsentrasikan diri membangun
kekuatan militernya, yakni mendatangkan pasukan tambahan beserta
peralatan-peralatan yang lebih canggih – menuju Toba.

Pada 17 April 1878, datanglah 7 orang perwira dan 282 prajurit, menyusul
kemudian seorang perwira dengan 11 pasukan altilerinya – membawa
meriam dan mortir. Selanjutnya disusul 188 pasukan infatri, 12 serdadu
perawat dan 150 pekerja paksa, bergabung dengan Letnan J.G. Spandow,
yang lebih dahulu tiba di Tangga Batu.

Penyerbuan pertama dipimpin oleh Kapten L.M.M. Genet Kontelir Welsink,


yang juga kepala intelijen Belanda, disusul masuknya pasukan besar dari
Bahal Batu pimpinan Overste Engel dalam upaya menambah kekuatan.
Akan tetapi sebelum pertempuran dimulai, terrekam kembali dialog antar
Sisingamangaraja XII dengan Raja Pontas Lumbantobing ;

“Hai, Raja Pontas Lumbantobing, semua orang tahu kalau serdadu yang kau bawa itu
adalah untuk menyerang saudara-saudara kaummu sendiri. Padahal akulah musuhmu yang
sebenarnya. Oleh karena itu marilah kita bertempur sekarang..!” hardik Sisingamangaraja
XII, menantang.

Pertempuran terjadi di berbagai tempat. Banyak serdadu Belanda yang


terluka, bahkan mati. Situasi itu membuat Residen Bayle marah sekali.
Serdadu-serdadu Belanda yang mulai kelihatan panik menghadapi strategi
perang sektoral yang diterapkan para pejuang maupun Sisingamangaraja
XII terpaksa memilih mundur dan berkumpul di centra kekuatan.

Di sisi lain serdadu-serdadu bayaran yang didatangkan dari luar Sumatera


oleh Belanda menjadi kalap menghadapi keadaan semacam itu, sehingga
menembak dan membakari rumah-rumah penduduk tanpa memperdulikan
siapa pun yang menjadi korban, terutama di huta Gurgur. Masyarakat yang
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

rumahnya terbakar lari tunggang-langgang, berusaha menyelamatkan diri,


terutama dari peluru-peluru nyasar yang ditembakkan serdadu-serdadu
yang kalap dan panik tadi. Dan mereka yang berusaha melarikan diri ke
arah danau, bermaksud menggunakan perahu, ditembaki hingga terwas.

Belanda yang unggul dalam persenjataan lagi-lagi berada di atas angin.


Selain unggul dalam persenjataan, bala bantuan terus berdatangan dari
Sibolga, Padang maupun tempat lain, membuat perlawan para pejuang
semakin berat dan kucar-kacir, kendati jumlah mereka jauh lebih banyak.
Mereka kalah persenjataan. Itulah sebabnya Sisingamangaraja XII meminta
Amardopang (salah satu panglimanya) berangkat ke Bakkara dan Aceh .
Akan tetapi, Amardopang yang sudah lama dimata-matai pihak Belanda
tertangkap saat melakukan perjalanan menuju Bakkara, lalu ditawan di
Sibolga hingga akhir hayatnya.

Pada 29 April 1878, serangan balasan tiba-tiba datang dari para pejuang.
Serangan tersebut ditujukan kepada Belanda maupun antek-anteknya. Raja
Partahan Bosi Hutapea, Raja Sijorat Panjaitan dari Sitorang beserta para
pasukannya menyergap mereka-mereka yang sudah tunduk pada Belanda,
dan meminta supaya tidak menjadi penghianat lagi.

Ternyata pada masa itu banyak sekali putra-putri Batak Toba telah menjadi penghianat.
Itulah barangkali salah satu penyebab – alasan kuat – mengapa pahlawan Nasional
Sisingamangaraja XII hijrah ke Dairi, dan melakukan perlawanan dari sana, hingga akhir
hayatnya. Karena di Toba sudah dipenuhi penghianat.

Berhubung situasi memang sudah sangat genting, Belanda sudah berada di


mana-mana, siap menyongsong keberadaan mereka, peperangan pun tidak
dapat dihindarkan lagi. Serangan demi serangan dilancarkan para pejuang,
yang dibalas dengan dentuman meriam serta tembakan mortir, maupun
ledakan-ledakan geranat, yang akhirnya membubarkan perlawanan para
pejuang. Lagi-lagi upaya perjuangan rakyat dipukul mundur oleh peralatan
canggih yang digunakan serdadu-serdadu Belanda – ke arah Laguboti.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Di tempat lain Sisingamangraja XII mengevaluasi kembali kekuatannya,


yang selanjutnya mengambil keputusan untuk menghindar dahulu ke
Bakkara, dengan kesepakatan perang terus berlanjut, sekalipun hanya
secara sporadis. Apalagi menurut informasi bahwa, dalam waktu dekat
bantuan tentara terhadap Belanda akan segera tiba. Artinya, keputusan
menghindar tersebut adalah salah satu cara untuk mencegah jatuhnya
korban lebih banyak. Karena apabila Sisingamangaraja XII masih tetap
dekat dengan medan perang (Balige) semangat berperang para pejuang
akan terus berkobar, tetapi semua akan sia-sia karena kalah persenjataan.

Pertempuran frontal secara besar-besaran memang sudah berakhir, sekali


pun serangan-serangan sporadis acap kali terjadi di berbagai tempat.
Seperti penyerangan 7 Mei 1878, di huta Gurgur, yang menewaskan 2
serdadu, seorang opsir beserta 8 orang pengikut Belanda. Sementara
perlawanan di Lintong Nihuta, Tarabunga, Tambunan dan daerah lainnya
masih terus berlangsung, kendati hanya serangan-serangan sporadis dan
sektoral, memperlihatkan kalau masyarakat Batak sangat anti penjajahan.
Yang pasti suhu peperangan sudah mulai menurun. Sebanyak 156 Huta di
sekitar Balige – yang telah takluk terhadap Belanda – dipaksa mengikuti
peraturan-peraturan yang diterapkan oleh Belanda. Jika tidak, akibatnya
sangat berat karena akan mendapat siksaan sangat berat. Dan tak jarang
hingga tewas.

Pembakaran-pembakaran Huta – perkampungan-perkampungan – yang


belum mau tunduk terhadap peraturan yang diterapkan oleh Belanda
terjadi di mana-mana. Raja-raja huta yang tadinya ikut dalam melakukan
permelawanan dipaksa membayar denda sangat berat. Jika tidak mampu
atau tidak dapat memenuhinya mereka akan disiksa – tak jarang hingga
tewas. Sungguh biadabnya..!

PERANG BAKKARA

Sepanjang iring-iringan berjalan tentara Belanda yang berangkat menuju


Bakkara, sejak dari Balige, Gurgur, Tarabunga, Meat, Paranginan dan Muara
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

melakukan operasi bersih. Adapun tujuan utama mendatangi Huta Bakkara


adalah untuk menghacur-leburkan istana Sisingamangaraja XII di Bakkara,
yang menjadi icon dan kebanggaan bangso Batak, khususnya masyarakat
Bakkara. Jika upaya tersebut berhasil, Belanda berkeyakinan perlawanan
rakyat Batak – di Tanah Batak umumnya – akan berakhir.

Peperangan sengit pun terjadi di Bakkara. Masyarakat Bakkara melakukan


perlawanan mati-matian dalam upaya mempertahankan tanah tumpah
darah dan wilayah kedaulatannya. Perang benar-benar sengit. Penduduk
Bakkara yang dihuni orang-orang gagah perkasa melakukan perlawanan
mati-matian. Mereka tidak takut mati sekalipun ditembaki meriam maupun
mortir. Tak sedikit serdadu Belanda tewas tertimpa bongkahan-bongkahan
batu besar dari arah pegunungan, dimana secara kebetulan huta Bakkara
berada di lereng pegunungan Toba, dan dari sanalah sebahagian besar
pasukan Sisingamangaraja XII melakukan perlawanan, menyerang dengan
menjatuhkan bongkahan-bongkahan batu besar ke arah bawah, yang
langsung menimpa pasukan Belanda yang datang berkelompok. Itupun
setelah pasukan Belanda berhasil digiring masuk ke dalam jebakan untuk
dijadikan sasaran empuk bongkahan batu-batu besar tersebut. Dan strategi
jebakan ini sudah dirancang sedemikian rupa, mengingat fihak Belanda
tidak mengetahui sama sekali kondisi geografi medan perang sehingga
tidak pernah membayangkan kalau dari atas pebukitan dapat dilakukan
penyerangan. Meski demikian, lagi-lagi karena kalah dalam persenjataan,
para pejuang yang terus melakukan perlawanan akhirnya gugur satu per
satu, dan perlawanan pun berakhir.

Menurut catatan Shchoder (Memorie van Overgave) peperangan Bakkara


salah satu peperangan yang paling berat bagi Belanda. Jumlah pejuang
yang gugur kala itu hanya 20 orang dan 6 orang terluka. Namun di fihak
Belanda jauh lebih banyak – lebih banyak dibanding perang Balige
sebelumnya – sekalipun pada akhirnya memenangkan juga peperangan
tersebut.

Penduduk yang mengungsi ke pebukitan sangat tersayat perasaannya kala


melihat rumah dan perkampungan mereka dibakar habis oleh serdadu
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Belanda yang sangat beringas. Praktek pembumihangusan yang pernah


dilakukan Belanda di Balige, Bahal Batu, Lobu Siregar, Gurgur, Laguboti dan
lain sebagainya, pun dilakukan atas Bakkara. Sebanyak 13 perkampungan
(Huta) dibakar habis oleh serdadu Belanda. Sungguh prilaku BIADAB yang
sangat tidak MANUSIAWI..! (Memorie van Overgave ; Shchoder).

PERSIAPAN PERANG TOBA KE DUA

Paska perang Bakkara Sisingamangaraja XII membawa keluarga mengungsi


ke Huta Paung, Lintong. Setahun lebih di sana, hingga akhirnya kembali lagi
ke Bakkara untuk mendirikan rumah baru di sana. Selanjutnya mengatur
kekuatan baru, dengan cara menghubungi rekan-rekan seperjuangannya di
berbagai daerah, termasuk meningkatkan hubungan dengan Aceh, yang
sedang panas-panasnya melakukan perlawanan. Melakukan kunjungan ke
Singkel – selama sekian bulan – dalam upaya membangun kekuatan baru.

Seiring berjalannya waktu, Sisingamangaraja XII terus melakukan


kunjungan ke berbagai daerah yang diyakini bersedia mendukung
perjuangannya, seperti Lumban Bakara, Ambarita, Tomok, Bius-Bius klan
Sorimangaraja yang ada di Samosir, hingga Simalungun.

Awal Mei 1883, Sisingamangaraja XII berlayar bersama rombongan menuju


pesisir Horsik dan Sigappiton. Rombongan tersebut terdiri dari 40 solu,
yang setiap solunya bisa memuat 80 orang. Dari Horsik dan Sigapiton naik
ke dataran tinggi Motung. Masyarakat Motung yang sangat hormat dan
patuh terhadap kepemimpinan Sisingamangaraja XII langsung bergabung.
Demikian pula Sibisa, Lumbanjulu, Girsang, Sipanganbolon dan Sopiak
(Perapat). Sebagian dari rombongan diarahkan ke Uluan, sebagian lagi
menyusuri pantai menuju Sigaol. Dari Sigaol dan Uluan inilah direncanakan
penyerangan besar-besaran, mengnginat benteng pertahanan Belanda
berada di Laguboti dan Balige yang berdekatan dengan Sigaol dan Uluan.
Kekuatan para pejuang kala itu diperkirakan mencapai 8000 orang.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Sejak perang Toba I, 1878, Belanda telah menguasai Balige dan Laguboti.
Sebagai pertahanan, Belanda membangun benteng-benteng pertahanan di
kota tersebut, khususnya Laguboti. Tujuannya adalah untuk menahan
serangan rakyat, yang kemungkinan besar datang dari arah Porsea maupun
Uluan. Benteng pertahanan tersebut dikepalai Kontelir Welsink, dibantu 50
orang prajurit pimpinan Letnan J. G. Spandaw. Belanda membangun juga
barak-barak militer di sekitar benteng itu, yang dilengkapi lobang-lobang
pertahanan di antara barak, tidak jauh dari Onan Laguboti.
Benar, perlawanan mulai terjadi di mana-mana – secara sektoral – seperti
di Sorkam, 1879. Perlawanan yang dipimpin oleh Si Hulalang membuat
pasukan Belanda kucar-kacir hingga akhirnya terselamatkan bantuan besar
yang datang dari Sibolga, pimpinan H.G.K. Frackers.

- Posisi Sorkam di antara Sibolga dan Barus.

Secara profsional konsentrasi pertahanan Belanda memang sangat solid,


disiplin dan selalu cepat dalam mengantisipasi setiap serangan yang datang
dari para pejuang. Mungkin inilah salah satu penyebab mengapa Belanda
selalu mampu mengantisipasi sekaligus memenangkan setiap peperangan.
Di samping unggul dalam persenjataan, sebagian dari masyarakat memang
telah berhasil dipengaruhi untuk menjadi antek-antek mereka.

Pada tanggal 30 Juli 1880, pertempuran sengit terjadi di Lumbanjulu, dekat


Sipahutar. Pertempuran yang dipimpin Guru Sumillam Tampubolon itu
berhasil memukul mundur pasukan Belanda hingga jauh kebelakang.
Peristiwa tersebut mengakibatkan kemarahan besar bagi Belanda, yang
kemudian mendatangkan bala bantuan garnizun dari Padang, Sibolga
maupun Silindung. Pasukan yang dipimpin oleh Kapten S. De La Parra ini
berhasil memporak-porandakan serta memukul balik perlawanan Guru
Sumillam Tampubolon bersama pasukannya. Dan dalam perang gerilya
selanjutnya, 1881, Guru Sumillam Tampubolon gugur, namun putranya
yang bernama “Sarbut Tampubolon” berhasil selamat.

Nah, semenjak saat itu kolonial Belanda tidak berani lagi bermain-main
terhadap perlawan rakyat di tanah Batak yang ternyata sangat mulitan dan
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

heroik. Untuk selanjutnya Belanda membangun kekuatan militernya secara


maksimal, terutama di Laguboti dan sekitarnya.

Karena sudah merasa aman, dimana perlawanan para pejuang mulai surut,
pada 10 Juli 1881, zendeling G. Pilgram dan V. Kessel ditempatkan di Balige.
Selanjutnya, Pebruari 1883, Belanda menempatkan pula pendeta asal Bonn
di Muara. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa,
beberapa raja Huta yang tadinya ikut berperang di Bahal Batu dan Gurgur,
termasuk panglima Sisingamangaraja XII yang bernama Si Alapiso (Sintua
Laban) putra O. Bontar Siahaan, telah menjadi sintua, dan mereka-mereka
yang menerima bujukan Zendeling dan sudah menganut faham Kristiani
sebagai imannya, mulai berpihak ke Zendeling maupun Belanda.

Menyadari kenyataan itu Sisingamangaraja XII langsung mengumpulkan


tokoh-tokoh pejuang beserta para pasukannya di Uluan. Mereka terdiri dari
pejuang yang datang dari Pangururan, Simanindo, Bakkara, Ambarita,
Lumbansuhi-suhi, Tomok, Sigappiton, Motung, Sirajadeang, Girsang, Sibisa,
Sigaol, Hutatinggi, Janjimatogu, Parsambilan, Sitorang dan Bonandolok,
pada 18 Mei 1883, berkumpul di sana untuk merekcanakan sikap mereka
selanjutnya.

Belanda yang sudah mengetahui pertemuan di Uluan itu, manakala melihat


rombongan besar para pejuang berlayar melintasi Tao Lubis mengarah ke
Bakkara merasa nyaman. Dan Tak-tik Sisingamangaraja XII mengelabui
Belanda tampaknya berhasil baik, karena Belanda tidak menyadari kalau
solu-solu yang berlayar itu hanyalah bahagian kecil dari para pejuang,
selebihnya masih berkumpul di Uluan dalam upaya mempersiapkan
serangan besar-besaran ke Balige maupun Laguboti.

PERANG TOBA KEDUA

Sosu-solu yang ditugaskan mengelabui militer Belanda itu telah ditunggu


kelompok pejuang lainnya di Tao Bakkara. Bersama dengan kelompok
pejuang itu mereka berlayar kembali, tetapi kali ini menuju Tao Balige dan
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

mendarat di Sigaol, 10 Juni 1883. Belanda maupun Nomensen tidak pernah


membayangkan apabila pasukan Sisingamangaraja XII masih berani
melakukan penyerangan kembali. Hal tersebut dinyaaatakan S. Coolsma
dalam tulisannya bahwa ;

Nommensen was toen juist te Balige, maar noch bij noch de Controleur kon gelooven dat
Singa den Strijd tegen’t Gouvernement wagen zoude. Singa Mangaraja beeft Oeloean
verlaten voor Bandar boven Asjahan, met welk doel niet bekend.
Artinya,
Nomensen pada waktu itu sedang berada di Balige, tetapi baik dia maupun Kontelir tidak
yakin kalau Singa (Sisingamangaraja XII) akan berani kembali dan melakukan serangan
terhadap pemerintahan Belanda. Karena menurut sepengetahuan mereka Sisingamanaraja
XII sudah meninggalkan Uluan menuju Bandar di daerah hulu Asahan, yang tidak diketahui
maksud dan tujuannya.

Di dalam laporannya – pada surat rahasia yang dikirimkan dari Padang oleh
Gubernur Bosch – ke Gubernur Jendral di Java mengatakan bahwa,
Sisingamangaraja XII telah berlayar jauh meninggalkan Uluan menuju hulu
Asahan yang tidak diketahui maksud dan tujuannya. Adapun surat rahasia
“bernomor 41, dengan kode Gebeim yang ditulis di Padang 12 Juni 1883”
yang dikirim persis manakala Sisingamangaraja XII sedang mempersiapkan
pasukannya di Uluan.

Selanjutnya, informasi tentang keberadaan Sisingamangaraja XII dalam


catatan S. Coolsma, menjadi simpang siur, dimana versi laporan zendeling
Kessel yang bertugas di Lintong Nihuta mengatakan Sisingamangaraja XII
sedang berada di Bakkara – ternyata tidak. Tak-tik Sisingamangaraja XII
mengelabui Belanda ini berhasil baik karena nyatanya Sisingamangaraja XII
masih tetap di Uluan – zendeling Heesel dan kaki tanganya terkecoh.

Mungkin karena kuatnya dorongan hati membela Tanah Air dan tumpah
darahnya, semangat para pejuang begitu berapi-api. Semangat berapi-api
untuk mempertahankan tanah tumpah-darah dan kedaulatannya, dari
ronggongan asing, membuat para pejuang maju terus menuju medan
perang.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Serangan dadakan di Lintong Nihuta, 18 Juni 1883, disusul penyerbuan


Muara, Paranginan dan Nagasaribu, 19 Juni 1883, membuat situasi menjadi
kritis bagi Belanda. Namun yang sangat disayangkan, dalam situasi seperti
itu sebagian dari para pejuang tak lagi memperdulikan atau membedakan
siapa yang berpihak kepada Belanda maupun zendeling. Dalam anggapan
mereka kala itu, segala sesuatu yang terkait atau berhubungan dengan
Belanda maupun Zendeling adalah lawan. Mereka langsung labrak dan
hancurkan. Di mata mereka, Belanda maupun Zendeling adalah sama –
tetaplah “si bontar mata” – yang tak dapat dipercaya ke mana arah dan
tujuannya.

Melalui lembah Toba yang begitu luas mereka melakukan pengepungan –


sesuai kesepakatan Uluan – sasaran utamanya adalah Balige dan Laguboti.
Balige dan Laguboti harus direbut kembali. Itulah target utama.

Catatan Van Brenner, jumlah pasukan pejuang kala itu mencapai 1000 orang. Sementara
taksiran Dr. J. Warneck lebih dari 2000 orang (zu Tausenden).

Langkah pertama yang diambil para pejuang menghancurkan benteng serta


barak-barak Belanda yang berada di Laguboti. Benteng dan barak-barak itu
dibakar habis. Bersamaan dengan itu pula pasukan berkuda dan pejalan-
kaki yang datang dari Muara maupun Bakkara tiba di Dolok Tolong. Ini pun
bagian dari siasat – strategi – yang disepakati di pertemuan Uluan. Sedang
rombongan pejuang yang datang menggunakan solu, yang sebelumnya
diinstruksikan hilir-mudik di atas danau, mendarat di Balige. Para pasukan
yang membawa berbagai persenjataan ini bertekad membebaskan Balige
dan Laguboti.

Ketika serangan dadakan melanda Laguboti dan sekitarnya, kontelir


Welsink yang saat itu berada di Laguboti, lari pontang-panting ke Balige.
Setiba di Balige, kontelir Welsink langsung menghubungi Tarutung maupun
Sibolga meminta bantuan. Sementara upaya koordinasi pasukan Belanda
dalam menggalang pertahanan – menghempang gempuran para pejuang
yang datang dari berbagai penjuru – kacau balau. Upaya melakukan
penggalangan pun gagal total. Posisi Belanda semakin terjepit.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Juru tulis kontelir Welsink dan dua rekannya tewas. Hal ini mengakibatkan
suasana panik dan ketakutan luar biasa di fihak Belanda. Suasana tersebut
semakin mencekam manakala Belanda mendengar rombongan pejuang
semakin bertambah. Zendeling, Bonn, yang bertugas di Muara, Pilgram, di
Balige, beserta keluarga diselamatkan sebelumnya. Sedang Nomensen yang
kala itu berada di Silindung langsung berangkat ke Balige. Ia bermaksud
mencegah terjadinya kesalah-pengertian antara para pejuang dengan umat
binaannya yang sama sekali tidak tahu-menahu permasalahan. Terutama
zending-zending dan para pekerja gereja yang berada di Balige – 22 Juni
1883.

Begitulah paniknya fihak Belanda yang terkepung dari berbagai penjuru.


Mereka hampir putus-asa membayangkan nasib mereka akan berakhir di
tempat itu. Namun pada 25 Juni 1883, telegram bernomor kode rahasia
346 Leger Commandant, yang datang dari Batavia (Jakarta), mengatakan
150 serdadu infantri siap diberangkatkan dan akan disusul lagi dengan 250
serdadu dari Java, Padang dan Aceh. Adapun isi surat Gubernur Jenderal
tersebut ;

De dringen noodzakelijkbeid eener zoo belangrijke machtontwikkeling in Toba en


Silendong.
Artinya ;
Kebutuhan yang sangat mendesak karena perkembangan kekuasaan adalah yang
terpenting di Silindung.

Bukan hanya sampai di situ, Departement van Oorlog – Departemen


Peperangan Belanda – mengirimkan juga telegram tersebut ke Kabinet
Kerajaan Belanda, di ‘s Gravenhage, Belanda, yang isinya ;

Controleur Toba bericht 20 dezer dat aanhanger Singa Mangaradja zeer groot is en de
voornaamste hoofden om het meer buiten ons gebiet zich bij hem hebben gevoegd.
Artinya;
Kontelir Toba memberitahukan bahwa pada tanggal 20 bulan ini pengikut Singa
Mangaraja sangat besar, dimana raja-raja huta maupun pengetua adat di sekitar
danau dan yang di luar daerah kita, telah menggabungkan diri kepadanya.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Demikian besarnyakah pasukan Sisingamangaraja XII mengepung Belanda


– yang di masyarakat Batak disebut si bontar mata alias bule itu – sehingga
harus meminta pertimbangan Parlemen Pusat, di Eropa? Dan dalam situasi
kritis semacam itu Sisingamangaraja XII tiba di Lumban Gorat, 29 Juni
1883. Kedatangannya disambut luapan semangat oleh masyarakat, sebagai
tanda orang yang dirajakan di tengah-tengah masyarakat Batak, terutama
para memujanya.

Semangat juang rakyat yang tadinya sempat mengendor akibat kekalahan


perang tahun 1878, bangkit kembali, apalagi saat mendengar kemenangan
para pejuang di Simenangking dan tempat lain. Dan Sisingamangaraja XII
berjaji kepada masyarakat akan memimpin sendiri perjuangan tersebut
hingga titik darah penghabisan, yang disambut haru dan histeris oleh para
pejuang maupun masyarakat. Sementara anak-anak muda yang kebetulan
mendengar ikrar (Tonggo) tersebut ikut terbakar semangatnya.

Berhubung di fihak Belanda yang terkepung itu terdapat serdadu-serdadu


asal Jawa, Bugis, Maluku dan wilayah timur lainnya, Sisingamangaraja XII
mengirimkan sepucuk surat yang ditulis dalam bahasa Melayu, secara
rahasia, meminta supaya mereka-mereka itu sadar bahwa yang mereka
dukung adalah penjajah – si mata bule berkulit putih.

“Hai kamu-kamu yang bermata hitam, berkulit coklat dan hitam, lawanlah
tuanmu itu. Marilah kita bersatu, dan bersama-sama melawan mereka,
karena mereka itu adalah penjajah. Penjajah yang akan menindas kita
bangsa-bangsa yang ada di Nusantara. Dan barang siapa di antara kalian
berhasil membunuh halak si bontar mata itu akan diberi hadiah 300
ringgit per kepala. Maka dari itu, penggallah kepala mereka, bawalah
kemari.” Begitulah isi surat Sisingamangaraja XII kepada orang-orang Jawa,
Bugis, Maluku dan lainnya, yang terdapat di dalam pasukan Belanda kala
itu, meski surat tersebut tidak mendapat tanggapan apapun.

Rencana penyerangan total yang telah ditetapkan, 30 Juni 1883, pukul 10


pagi, bocor ke pihak Belanda. Memang tidak rahasia lagi kalau di tengah-
tengah masyarakat sudah tertanam mata-mata (pernghianat) oleh fihak
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Belanda. Dan orang-orang inilah yang membocorkan rencana tersebut ke


pihak Belanda.

Berhubung 29 Juni 1883 malam pasukan tambahan yang datang dari


Padang Sidempuan, pimpinan Kapten L. H. M. Genet tiba pada waktunya,
membuat kekuatan Belanda berubah total. Kontelir Welsink yang sangat
cerdas dan licin itu langsung mendahului penyerangan.

Dalam catatan Schroder, menjelang subuh, 30 Juni 1883, kontelir Welsink


membawa pasukannya ke Lumban Gorat. Kekuatan pasukannya terdiri dari
400 serdadu. Letnan Spandaw yang memimpin 30 orang pasukan infantri
khusus berada di garis depan melakukan serangan mendadak ke tempat-
tempat penginapan pasukan Sisingamangaraja XII, yakni rumah-rumah
penduduk. Berhubung kedatangan pasukan Spandaw sudah diketahui
Sisingamangaraja XII, melalui laporan penduduk, maka pertempuran awal
yang sangat frontal pun terjadi.

Welsink yang sangat cerdas dan berpengalaman dalam ilmu peperangan


modern menggunakan siasat licin, dimana seolah-olah merasa takut dan
mundur. Membuat rakyat dan para pejuang yang merasa menang karena
berhasil memukul mundur pasukan Belanda, maju terus mengejar. Siasat
tersebut sebenarnya hanya memberi ruang dan waktu saja kepada pasukan
yang 400 lagi, yang sedang menyusul. Para pejuang tidak menyadari hal
tersebut. Dan dalam keadaan seperti itulah serdadu-serdadu Belanda yang
mengundurkan diri tadi tiba-tiba berbalik dan menembaki para pejuang
dan rakyat yang ikut berperang. Korban pun berjatuhan.

Pertempuran semakin berkecamuk. Keunggulan dalam persenjataan, siasat


maupun tak-tik perang, membuat Belanda berhasi membuat para pejuang
dan rakyat kucar-kacir. Empat ratusan lebih serdadu yang menggunakan
senjata modern memberondong habis siapa pun yang terlihat di sekitar
perkampungan dan menewakan 8 orang pejuang.

Di peperangan itu Sisingamangaraja XII menunggangi kuda Sihapas-pili


(kuda Putih simbol kebesarannya), dan tengah berkecamuknya perang
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Sisingamangaraja XII tertembak pada bagian lengannya. Kendati tidak


sampai membahayakan nyawanya, namun secara aneh justru kuda putih
kesayangannya itulah yang mati, sedang ia sendiri lolos dari berondongan
senjata yang berdesing-desing, yang memang sengaja ditujukan kepadanya.
Dalam keadaan terluka seperti itu beliau tetap memimpin para pejuang
secara heroik.

Pertempuran berkecamuk hingga 1 Juli 1883. Berhubung bala bantuan


terus berdatangan ke pihak Belanda, 7 opsir beserta 150 pasukan infantri
yang dilengkapi meriam maupun mortir, berikut 350 pekerja paksa dari
Padang, kekuatan ini bergabung dengan pasukan infantri yang datang
sebelumnya, membuat kekuatan Belanda berlipat ganda.

Tentara-tentara yang baru datang itu bergerak maju mendesak para


pejuang untuk menguasai Laguboti, yang sejak 22 Juni sebelumnya telah
dikuasai para pejuang. Sementara para pejuang maupun rakyat yang
menerima gempuran-gempuran hebat dari meriam dan mortir serdadu
Belanda, di Sigumpar, melakukan perlawanan mati-matian.

Sekalipun Sisingamangaraja XII sudah terluka, namun masih tetap gigih


memimpin dan menginstruksikan perlawan, membuat perlawanan di Sion
Angin berlangsung sengit selama 7 jam non-stop. Dalam pertempuran
frontal itu 2 opsir kulit putih tewas, 5 luka parah. Lainnya yang berasal dari
Jawa, Bugis, Maluku, maupun para pekerja paksa, banyak yang menjadi
korban dalam peperangan itu.

Menurut catatan Schroler, di fihak Sisingamangaraja XII 15 orang gugur,


disamping yang terluka. Sedangkan dalam catatan Kapten D. Dietz, Kapten
L. H. M. Genet mendadak jatuh sakit sehingga harus digantikan Kapten F. J.
Haver Droeze, untuk memimpin pasukan yang ditinggalkannya. Ternyata
korban di fihak Belanda jauh lebih banyak.

Perang Toba kedua ini tidaklah seperti yang digambarkan media-media


Belanda, dimana setelah Sisingamangaraja XII terluka perlawanan otomatis
selesai. Kenyataannya tidaklah seperti itu. Perlawanan terus berlangsung
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

hingga dua bulan lebih, karena penduduk Bonandolok yang dipimpin oleh
keturunan Raja Elam Siagian terus melakukan perlawanan hingga awal
bulan September. Setelah itu barulah wakil pemerintah Belanda berani
berkunjung kembali ke daerah Toba – khususnya Balige.

BERTEMU TUAN RONDAHAIM SARAGIH

Catatan Schroder menjelaskan, paska perang Toba kedua Sisingamangaraja


XII menyingkir ke pesisir danau Toba yang belum dikuasai Belanda, seperti
Sigaol, Sigapiton dan Tomok, lalu ke Samosir Utara, yang kala itu masih
benar-benar bebas – merdeka.

Tahun 1883 Samosir Utara maupun Timur masih streril dari orang asing. Orang asing
yang pertama kali berkunjung ke sana – Lontung dan Ambarita – adalah J. F. von
Brenner dan H. Von Mechel, tahun 1886. Keduanya berasal dari Austria.

Dalam perjalanannya Sisingamangaraja XII tidak menggunakan jalan danau


dengan alasan kurang aman, dimana laporan mata-mata Sisingamangaraja
XII mengatakan para Zendeling telah bersekutu dengan Belanda. Hal ini
terbukti manakala kapal motor milik Zendeling yang biasanya berlabuh di
pelabuhan Balige di pakai Belanda sebagai alat patroli di Danau. Hampir
semua solu yang melintasi Tao Balige menuju Bakkara di periksa ketat.
Jalan dari Balige ke Huta Ginjang, Muara dan Bakkara, tidak aman lagi dari
ancaman serdadu-serdadu Belanda. Dan Belanda sudah hampir menguasai
seluruh dataran tinggi Toba, kecuali sebagian dari wilayah Samosir. Maka
jalur pesisir itu tadilah yang membawa Sisingamangaraja XII beserta para
panglimanya luput dari intaian mata-mata Belanda.

Musuh yang paling berbahaya yang dihadapi Sisingamangaraja XII kala itu
adalah musuh dalam selimut (musuh dari dalam/penghianatan). Dan
para penghianat itulah yang dipergunakan Belanda menjadi kaki tangannya
maupun Zendeling, yang disusupkan ke dalam kelompok pejuang. Karena
dalam beberapa peristiwa – menjelang perang – para penghianat (mata-
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

mata/kaki tangan Belanda) ini membocorkan apa saja yang menjadi


rencana perjuangan rakyat. Kemungkinan besar inilah salah satu penyebab
mengapa Sisingamangaraja XII harus menyingkir dari wilayah Toba, yang
telah dipenuhi penghianat, ke Dairi.

Pengamat perjuangan Batak, J. H. Merrwalt, pada tahun 1908 menuliskan di


dalam bukunya yang berjudul “De Laatste Singamangaraja” di Narumonda.
Merrwalt mempertanyakan keberadaan Sisingamangaraja XII yang
sebenarnya ;

De Singamangaraja verdween weer even gebeimzinnig van het toneel, als bij er op
verschenen was. Aanvankelijk wist men niet, waar bij zijn tuevlucht had gezocht.

Artinya ;
Sisingamangaraja XII kembali menghilang dari pentas perjuangannya secara rahasia, sama
seperti penampilan sebelumnya. Sebelumnya pun demikan, tidak seorang pun mengetahui
di mana tempat dan persembunyiannya.

Memang hingga saat itu belum ada data-data akurat yang mampu memberi
jawaban atas pertanyaan Merrwalt tersebut, mengingat wilayah-wilayah
yang dituju Sisingamangaraja XII masih gelap bagi kolonial Belanda kala itu,
sehingga tak mempunyai data atau bukti kuat tentang hal tersebut. Bahkan
muncul mitos mengatakan, menghilangnya Sisingamangaraja XII terbang ke
langit, karena tidak ada yang mengetahui di mana rimbanya.

Sebenarnya sejak peperangan Balige, Juli 1883, Sisingamangaraja XII pergi


ke Bandar Pulo, bagian hulu Pagurawan, Asahan, ke tempat tinggal Raja
Longgur. Selanjutnya berangkat ke Raya, Simalungun, menjumpai Raja Raya
masa itu, yakni Tuan Rondahaim Saragih. Menurut perkiraan Belanda,
pertemuan Sisingamangaraja XII dengan Tuan Rondahaim Saragih adalah
penyebab utama masyarakat Raya, Padang maupun Bedagei, melakukan
perlawanan. Perkiraan tersebut diperkuat oleh laporan-laporan Residen
Sumatera Timur dari Bengkalis, 14 Desember 1883, terhadap Gubernur
Jendral Belanda, jikalau Sisingamangaraja XII itu adalah lawan yang sangat
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

berbahaya, karena mampu mempengaruhi suku entis lain untuk


melakukan perlawanan bersama – melawan pihak Belanda - (dokumen
keluarga/Raja Buntal Sinambela).

Tercatat; Keresidenan Sumatera Timur pindah ke Medan tahun 1887.

Semenjak Sisingamangaraja XII meninggalkan Toba pertahanan Belanda di


Balige semakin diperkuat dengan mendatangkan prajurit-prajurit muda
dari Tarutung dan Sibolga. Sementara masyarakat yang belum sepenuhnya
menerima kekalahan itu, terutama raja-raja huta yang sangat terpaksa dan
berat hati harus tunduk mengakui pemerintahan kolonial Belanda, tersiksa
bathin. Karena, apabila mereka membangkang akan mendapat siksaan. Dan
Residen sendirilah yang menangani pri-hal tersebut.

PENYERBUAN BAKKARA
Selagi Belanda sibuk memadamkan perlawanan di beberapa tempat sekitar
Balige, pengikut Sisingamangaraja XII melakukan aksi pembakaran gereja
di Silindung, sehingga timbul pertempuran baru di sana, 29 Juli 1883. Dan
pada tanggal 29 Juli itu juga pertempuran sengit berkobar kembali di
Balige, yang mengorbankan 2 tentara Belanda, 8 indo, 1 orang Indonesia
dan 1 pekerja paksa. Akibat dari peristiwa ini, fihak Belanda yang banyak
menghambur-hamburkan amunisi menjadi kalap. Mereka memaksa raja-
raja huta menyerahkan diri, menyita senjata-senjata mereka, kemudian
dipaksa membayar denda.

Menurut Dr. J. F. Von Brenner, mereka-mereka yang tidak mau mematuhi


peraturan yang diterapkan Belanda, termasuk membayar denda, akan di
siksa. Tak jarang hingga tewas. Dan pada 12 - 13 Augustus 1883, sebanyak
13 desa di wilayah Balige dibakar habis oleh serdadu Belanda, (Dr. J. F. Von
Brunner).

Ini melengkapi catatan brutal dari kebiadaban serdadu-serdadu Belanda atas tanah Batak,
dimana membumihanguskan sekian banyak perkampungan, menghancurkan simbol-
simbol budaya maupun peradaban nenek moyang mereka, serta merampoki benda-benda
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

pusaka peninggalan leluhurnya. Sungguh kejahatan perang dan kemanusiaan yang


sangat luar biasa, yang patut dipertanggungjawabkan di kemudian hari.

Dan Ini menambah jumlah perkampungan yang dibakar habis serdadu-


serdadu Belanda di tanah Batak menjadi 110 perkampungan (huta). Yang
97 lagi terdiri dari 84 perkampungan di Tambunan dan Laguboti, 13 di Luat
Bakkara, dan belum terhitung lagi pembumihangusan (pembakaran) yang
terjadi di Siborong-borong, Lobu Siregar, Tangga Batu, Bahal Batu,
Humbang, Samosir, Muara, Lintong ni Huta, Huta Lintong dan daerah
lainnya seperti Simalungun, Dairi, dst. Dapat dikatakan jika ini salah satu
kejahatan perang dan kemanusiaan yang paling serius yang pernah ada
dalam sejarah peradaban manusia, dan harus diungkap ke masyarakat
dunia..!?

Yang pasti, hampir tidak pernah kedengaran – jarang sekali terjadi –


peperangan di muka bumi ini dimana harus membumihanguskan ratusan
perkampungan, menembaki rakyat tak berdosa secara massal, brutal dan
tidak manusiawi, lalu merampoki harta pusaka peninggalan kakek moyang
peradaban tersebut secara biadab, seperti kebiadaban yang diperagakan
Belanda atas Tanah Batak..!? Bukankah ini kebiadaban yang sangat tidak
manusiawi..!?

“Bukankah ini kejahatan kemanusiaan yang sangat serius..!?” cetus salah


seorang cucu Sisingamangaraja XII yang bernama Raja Oloan Sinambela,
saat peringatan 100 tahun gugurnya Pahlawan Nasional Sisingamangaraja
XII, di Medan, Sumut, 17 Juni 2007.

Sumber data disitir dari dokumen Raja Buntal, putra kandung Sisingamangaraja XII,
diperkuat kesaksian Ompung boru Sagala, salah satu istri Sisingamangaraja XII yang
mengalami penderitaan bathin bertahun-tahun, disekap sebagai tawanan di tangsi militer
Belanda, Pearaja, Tarutung, sebelum meninggal dunia.

“Pekerjaan ini adalah pekerjaan sulit yang berlumuran darah,” ini pernyataan tertulis pihak
Belanda yang disitir Dr. J. F. Von Brenner, (Salah satu pengakuan jujur pihak Belanda).

Benteng Laguboti yang dibakar pada 22 Juni 1883 dibangun kembali dan
pertahanan diperkuat. Sebanyak 120 serdadu inti ditempatkan di sana
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

dilengkapi persenjataan baru yakni 4 buah meriam. Dan ini membuktikan


jika Belanda tidak berani main-main lagi terhadap kegigihan perlawanan
rakyat di tanah Batak.

Belanda terus melacak keberadaan Sisingamangaraja XII yang menghindar


ke Bandar Pulo dan Raya. Setelah itu, melalui Sibaganding menuju Tomok.
Beliau sempat dijamu Raja Sibaganding, R. O. Somangising Sinaga, selama
beberapa hari. Dan dalam situasi seperti itu Sisingamangaraja XII masih
sempat membebaskan seorang yang terpasung – bernama Urung.

Dari Tomok Sisingamangaraja XII bersama beberapa panglimanya naik ke


pegunungan menuju Siulakhosa dan Ronggurnihuta. Setelah beberapa hari
di sana Sisingamangaraja XII melanjutkan perjalanannya menuju Bakkara.
Sebagian rakyat yang berjiwa patriot disertai para srikandi termasuk boru
Pandiangan ikut rombongan ke Bakkara, bahkan hinga Dairi, tahun 1907.
Srikandi-srikandi yang disebut juga sebagai pasukan inong-inong ini
dipimpin langsung oleh Srikandi boru Pandiangan.

Catatan Prof. Bungaran Atonius Simanjuntak menjelaskan; Srikandi-srikandi Batak tersebut


pada akhirnya bergabung dengan Srikandi Inong-Inong dari Aceh, yang dikenal sebagai
pasukan Inong-Inongnya Tjut Nyak Dien. Dimana pasukan Inong-Inong tersebut turut
membantu mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan tanah tumpah darahnya, di Dairi.

Setelah mengadakan “mopping up operation” – operasi pembersihan – yang


dipimpin Kapten L.H.M. Genet dan Letnan Haver Droeze, di Laguboti, Balige
dan sekitarnya, Belanda memutuskan mengejar Sisingamangaraja XII dan
sisa pasukannya ke Bakkara. Setiba di Bakkara, serdadu-serdadu Belanda
yang dipimpin Letnan Hever Droeze langsung membakari rumah-rumah
penduduk termasuk Istana Bakkara yang baru dibangun.

Ini adalah pembumihangusan ketiga atas Istana Bakkara. Pembumihangusan pertama oleh
Laskar – pasukan – Padri pimpinan Tuanku Rao, 1825, kedua oleh serdadu Belanda, 1878,
dan yang ketiga, 1883.

*** Coolsma mencatat; Bakara werd ingenomen en de tempel van Singamangaradja


geslecht ***
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Peristiwa pembakaran dan pembumihangusan istana Bakkara yang pertama maupun kedua,
BAGAS JORO – Bale Pasogit Sisingamangaraja – pun diratakan dengan bumi. Bagas Joro
atau Bale Pasogit ini adalah rumah ibadah kepercayaan (agama Batak masa lalu), yang
sekarang masih ada dan berdiri tergak di Huta Tinggi, Laguboti, bagi komunitas Parmalim.

Adapun penghancuran Bagas Joro Sisingamangaraja XII itu mempunyai arti


penting dan tersendiri bagi Belanda, khususnya Jerman, dimana kejadian
tersebut mengakibatkan pukulan berat yang meruntuhkan mental maupun
semangat juang masyarakat Bakkara yang begitu mengagungkan wibawa
Sisingamangaraja XII sebagai Raja duniawi maupun rohani yang begitu
istimewa. Artinya dengan kejadian tersebut Belanda berhasil membuktikan
kepada rakyat Bakkara kalau Sisingamangaraja itu biasa-biasa saja, hanya
orang biasa, yang sama seperti mereka. Demikian pula para Zendeling,
mengatakan hal sama kepada masyarakat yang sudah dikristenkan, bahwa
Sisingamangaraja itu adalah orang biasa. Orang yang sama seperti mereka,
yang tidak perlu diagung-agungkan, (Character Assassination).

Selain menghancurkan kekuasaan Sisingamangaraja sebagai sosok yang di-


Rajakan – pemimpin spirtual – penghancuran Bagas Joro tersebut adalah
bagian dari penghancuran “iman dan kepercayaan” masyarakat Batak kuno
yang masih kukuh dipertahankannya kala itu. Tujuan Belanda beserta kaki-
tangannya menghancurkan tatanan kepercayaan tersebut adalah salah satu
siasat maupun strategi memperlemah semangat juang dan perlawanan
rakyat Bakkara maupun Batak secara umum, termasuk strategi pecah-belah
di antara sesama masyarakat Batak masa itu. Tegasnya, yang paling
diuntungkan atas peristiwa ini adalah Zendeling Jerman. Karena sejak saat
itu masyarakat Bakkara mulai menerima ajaran Kristiani – kepercayaan
baru yang dibawa oleh Zendeling Jerman.

Belanda maupun para zendeling acap-kali menyebut Sisingamangaraja sebagai “Priester


Konning” – yang artinya Raja Imam. Status Priester Konning ini sama persis seperti
kedudukan PAUS PAULUS di Patikan, Roma Katolik, maupun DALAY LHAMA di Tibet.

Ketika penyerbuan itu terjadi Sisingamangaraja XII bersama keluarganya


berhasil meloloskan diri ke tempat aman yaitu rumah keluarganya marga
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Marbun di Huta Paung, Dolog Sanggul, 12 Augustus 1883. Tulang-belulang


– tengkorak ayahnya, Sisingamangaraja XI – masih sempat dibawa dari
Bakkara dan terus dibawa bergerilya sebelum dititipkan pada keluarga, di
Dolog Sanggul. Paska 17 Juni 1907 barulah tulang-belulang itu disimpan di
langit-langit rumah tahanan keluarga Sisingamangaraja XII – di Rumah
Ganjang. Rumah Ganjang adalah tempat keluarga Sisingamangaraja XII
ditahan, di Pea Raja Tarutung. Di tahun 1975 barulah tulang belulang itu
dimakamkan ulang di Huta Raja Bakkara.

Sedangkan barang-barang yang tidak sempat diselamatkan kala itu pustaha


Sisingamangaraja yang berisikan sejarah Sisingamangaraja sejak yang
pertama hingga selanjutnya. Kemudian Pustaha Filsafat Batak, Sistem
Pemerintahan, Ekonomi, Hukum, Pertanian, Perdagangan, Pengobatan dan
lain sebagainya, yang belakangan berada di tangan Pendeta Pilgram, dan
kemudian diserahkan ke Leiden University. Dan dokumen-dokumen Raja
Buntal, putra keempat Sisingamangaraja XII-lah, yang banyak memperkuat
catatan peristiwa sejarah peperangan Sisingamangaraja XII dimana ;

Suatu ketika datanglah lagi serdadu-serdadu Belanda ke Bakkara. Dibakarlah rumah Raja
Sisingamangaraja XII berikut rumah-rumah yang berada di huta tersebut. Sang Raja pergi
mengungsi ke Huta Lintong, ke desa neneknya, Ompu Jumahat.

PEJUANG HAM, ANTI PENJAJAH, YANG MEMAHAMI


SISTEM DEMOKRASI

Pernah wacana berkembang di kalangan masyarakat Batak masa itu bahwa


perjuangan Sisingamangaraja XII tidak lebih dari membela kepentingan
rakyatnya semata, yakni bangso Batak. Dan ada kecendrungan mengartikan
perjuangan Sisingamangaraja XII sama halnya seperti perjuangan para
pahlawan nasional lainnya seperti Tjut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro,
Patimura, Sultan Hasanudduin, Tuanku Imambonjol dan lain sebagainya,
menentang Belanda hanya demi mempertahankan tanah tumpah-darahnya
semata, yakni tanah Batak. Benarkah demikian..?
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Lalu mengapa presiden pertama Republik Indonesia sampai mengeluarkan


pernyataan jika Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII patut disejajarkan
dengan Pahlawan Internasional lainnya..? Apa kira-kira yang menjadi
alasannya..? Dan mengapa orang sekapasitas Ir. Soekarno sampai-sampai
mengeluarkan pernyataan seperti itu..?
Adapun kajian-kajian ilmiah terkait dengan itu dapat dilihat dalam buku
“AHU SISINGAMANGARAJA”, oleh ; Prof. DR. W.B. Sijabat, 1982. Buku
“PERANG SISINGAMANGARAJA” (PERANG BATAK, 1971), O.L. Napitupulu,
dan “MEMORIE Van OVERGAVE Van De RESIDENTIE TAPANOELI”, 1920,
oleh ; E.E.W.G Schroder.

Buku-buku tersebut menceritakan tentang kepribadian dan kekharismaan


Sisingamangaraja XII, sekaligus tata-cara diplomasi yang diperagakannya
dalam menjalin komuniksi dan kesepahaman dengan suku-suku bangsa
lain di luar Batak, seperti Aceh, Melayu, Minang dan lain sebagainya –
mengenai kedaulatan – yang akhirnya secara bersama-sama melakukan
perlawanan, yang dikenal sebagai perang sektoral. Ini terjadi setelah
dikeluarkannya MAKLUMAT berupa PULAS.

Pulas adalah Surat Pernyataan Deklarasi Perang yang disampaikan melalui utusan ke pihak
lawan. Deklarasi Perang tersebut dikumandangkan di lapangan Sisingamangaraja, Balige,
pada 16 Februari 1878. Keputusan tersebut diambil setelah Sisingamangaraja XII
mengadakan Horja Bius terlebih dahulu – rapat umum bersama para pemimpin Bius yang
mewakili tiap-tiap wilayah – secara Demokratis.

Dan lebih luar biasa lagi, di masa itu Sisingamangaraja XII telah mengenal
demokrasi dan menerapkan sistem tersebut di dalam kepemimpinannya –
kendati itu hanya Demokrasi ala Batak – yang terrangkum utuh di dalam
bingkai (konsep) Dalihan Na Tolu.

*** Pengertian Pulas menurut tradisi Batak Kuno adalah perlawanan total terhadap
musuh di siang maupun malam hari. Dalam arti yang lebih jauh bahwa, Pulas itu dapat
disejajarkan dengan tata-cara aturan peperangan yang sering dipergunakan bangsa-
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

bangsa besar yang berperadaban tua – di Benua lain – terhadap bangsa-bangsa yang
menjadi calon lawannya ***

Sedang fakta lain mengungkap bahwa setelah kunjungan Sisingamangaraja


XII, ke Raya, pengikut Rondahaim Saragih langsung membakari gudang-
gudang tembakau milik pengusaha-pengusaha Belanda, di Deli Serdang.
Para kuli kontrak yang dijanjikan masing-masing 20 ringgit jika besedia
membakari gudang-gudang pengering tembakau Belanda beramai-ramai
bergerak melakukan pembakaran. Akibatnya kerugian di fihak pengusaha-
pengusaha Belanda sangatlah besar. Dan inilah mungkin salah satu alasan
mengapa tingkat kebencian Belanda terhadap Sisingamangaraja XII sangat
besar sehingga harus memburu kesana-kemari dengan bantuan dari mana-
mana.

Hubungan kerja-sama antar sesama masyarakat di sekitar danau Toba kian


diperkuat, bahkan meluas hingga Singgkel, Tanah Karo, Deli Serdang,
Langkat, dan daerah lainnya. Ternyata misi doplomasi Sisingamangaraja XII
membuat Belanda semakin kesal, jengkel, dan marah sekali, kendati di sisi
lain baru menyadari bahwa Sisingamangaraja XII memang jauh lebih
berbahaya dari dugaan mereka semula.

Di samping sebagai diplomat ulung di era-nya, Sisingamangaraja XII pun


dikenal sebagai tokoh anti perbudakan yang sangat menghormati hak-
hak sesama, untuk hidup normal, terutama hak-hak hidup sesama manusia
(hak azasi). Hal tersebut tampak jelas melalui himbauan-himbauannya
terhadap masyarakat untuk tidak menambat atau mengkandangi
binatang seperti burung dalam sangkar misalnya, ikan dalam bubu dan
lain sebagainya. Artinya, jika hewan atau ikan saja tidak boleh dikekang
kebebasannya, apalagi manusia..!

Masa itu marak sekali perbudakan. Sampai-sampai Tongging dijadikan bursa perdagangan
manusia (budak). Banyak pemuda pemudi Batak diculik para perampok (pambarobo)
untuk dijadikan budak belian. Dalam catatan von Brenner, harga budak perempuan Batak
kala itu 70 – 120 ringgit per orang. Perempuan tua sekitar 20 sampai 50 ringgit.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Nah, atas upaya maupun himbauan-himbauan Sisingamangaraja XII yang


anti perbudakan itu, yang direspon tinggi pula oleh masyarakat, khususnya
mereka yang tertindas, yang lama-kelamaan menjadi kekuatan baru untuk
melakukan perlawanan – yakni perlawanan yang dikomandoi oleh diri
mereka sendiri.

MENGUNGSI KEMBALI KE LINTONG

Semasa tinggal di Huta Lintong inilah Sisingamangaraja XII menikahi


Ompung boru Sagala, putri Ompung Saniang, dari Luat Sagala. Dan Ompung
Boru Sagala ini, bersama istri-istri lainnya, yakni boru Nadeak serta Siregar
– Janda kakaknya – paling lama mendapinginya di Huta Lintong dan Dairi,
hingga akhir hayatnya, 1907.

Menurut naskah raja Buntal – saksi sejarah – Ompung boru Sagala ini
banyak sekali memberi keterangan yang dilengkapi dengan catatan-catatan
saudara perempuan Sisingamangaraja XII – Tambok boru Sinambela –
menjadi materi umum sejarah perjuangan Sisingamangaraja XII, versi
keluarga. Dan dari boru Sagala ini lahir putra pertama Sisingamangaraja XII
– Patuan Nagari – disusul kemudian oleh Sunting Mariam.

Adapun konsep perang gerilya maupun sektoral yang diterapkan ketika itu,
Patuan Nagari diberi peran penting atas Tanah Alas dan Singkel sebagai
wilayah koordinasinya. Sebagai tanda bahwa beliau adalah perwakilan atau
utusan Ayahnya – Sisingamangaraja XII – beliau dibekali STEMPEL yang
bergerigi SEBELAS. Dan menurut Keluarga Stempel tersebut raib begitu
saja tanpa jejak.

Sunting Maria boru Sinambela yang wafat 12 Mei 1978 pada usia 92 tahun salah satu putri
Sisingamangaraja XII yang terus-menerus mengikuti perjalanan gerilya ayahnya. Dan dari
beliau ini banyak sekali diperoleh Raja Buntal bahan sejarah perjuangan pahlawan nasional
tersebut yang kesebenarannya sulit terbantahkan.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Sekalipun posisi tetap Sisingamangaraja XII di Huta Lintong, namun tidak


menghambat komunikasinya ke daerah-daerah lain yang menjadi basis
pendukungnya, dimana tetap mengirimkan utusan untuk upaya koordinasi
timbal balik. Dan fakta sejarah pun membuktikan bahwa, meski Silindung,
Humbang dan Toba telah dikuasai Belanda, perlawanan penduduk masih
terus terjadi di berbagai wilayah secara sektoral.

Sejak perang Toba II, 1883, suasana sudah cendrung aman. Pihak Zendeling
bergiat terus mengembangkan proses misionarinya ke daerah-daerah baru.
Pada tahun 1885 Pendeta Gericke secara resmi ditempatkan di Samosir
Selatan, meliputi wilayah Nainggolan dan Palipi. Ternyata pengaruh besar
Sisingamangaraja XII masih terasa hingga derah Nadolok, Bandar Pulo dan
lain sebagainya. Di Asahan, Residen Sumatera Timur mulai gelisah sehingga
harus meminta tambahan militer untuk membendung pengaruh-pengaruh
tersebut.

Semasa Sisingamangaraja XII berada di Huta Lintong, terjadi serangan tiba-


tiba atas benteng pertahanan Belanda di Sipoholon, Silindung. Serangan
tersebut dikomandoi Sarbut Tampubolon, warga Lumban Julu, Sipahutar,
tahun 1887.

Catatan ;
Sarbut Tampubolon, adalah eks tawanan atas beberapa kasus pembunuhan warga Belanda
maupun antek-anteknya, yang berhasi melarikan diri saat hendak diasingkan ke Aceh. Dan
Sisingamangaraja XII menerima Srbut Tampubolon ini sebagai teman maupun sahabat
seperjuangan, selalu memintanya berjuang di wilayah sendiri.

Memang dalam penyerangan itu pasukan Sarbut Tampubolon berhasil


dipukul mundur oleh pasukan Belanda, namun dalam perjalan mundur
mereka membakari rumah Asisten Residen, di Tarutung, rumah Zendeling
Mohri dan rumah seorang Zendeling di Simorangkir. Dan dari Silindung
kegiatan berlanjut ke Butar, Bahal Batu, Lobu Siregar dan Sipahutar.

Peristiwa pembakaran itu sangat mengejutkan Belanda termasuk Zending


Puse yang kebetulan tidak berada di Sipahutar, karena menjemput istrinya
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

yang datang dari Jerman, ke Sibolga. Dan pengalaman semacam ini tidak
hanya dialami Zending Puse semata, melainkan ribuan kepala keluarga
kehilangan rumah akibat pembumihangusan serdadu Belanda atas tanah
Batak, yang artinya, penderitaan rakyat Batak masih jauh lebih parah dan
memilukan ketimbang yang dialami para Zendeling tersebut.

Tindakan pembakaran rumah maupun gereja yang dilakukan Sarbut Tampubolon memang
tidak dapat dibenarkan. Akan tetapi mengingat apa yang dialaminya sendiri, dimana ayah
kandungnya, Guru Sumillam Tampubolon, yang adalah raja dari Huta Lumbanjulu,
Sipahutar, mati disiksa Belanda karena tidak mau tunduk kepada kehendak Belanda. Rasa
dendan, marah dan sakit hati yang bersarang di kepala Sarbut membuat tindakannya sangat
keras, kasar dan membabi-buta. Dalam benak Sarbut kala itu, “siapapun dia, asalkan si
Bontar Mata, adalah musuh”. Makanya dalam pertempuran Lubanjulu 1881, Toba 1883,
dan Tangga Batu 1884, Sarbut Tampubolon ikut serta, meski kemudian ditangkap dan
dijadikan tawanan kerja paksa karena penyerangan pos-pos Belanda di berbagai tempat.

Bersamaan dengan munculnya serangan Sarbut tersebut para pengikut


Sisingamangaraja XII di Trumun maupun Singkel, pun bergerak melakukan
perlawanan, yang mengakbatkan serdadu-serdadu Belanda banyak yang
tewas.

Catatan ;
Daerah Trumun dan Singkel kala itu masih bebas dan berstatus merdeka. Kedua daerah ini
adalah pendukung setia Sisingamangaraja XII. Namun sejak tahun 1906 daerah tersebut
dimasukkan Belanda ke wilayah teritorial pemerintahan daerah Aceh.

Beberapa waktu kemudian, paska peristiwa di atas, Sisingamangaraja XII


menikahi putri Ampardopur Nadeak, dari Tanjungbunga. Saking cantiknya
boru Nadeak ini digelari Nantingka Nasumurung, Nantindi Nalumobi, atau
Naibaritalobi. Nah, Ompung boru Nadeak inilah salah satu saksi hidup yang
banyak memberi keterangan tentang sejarah perjuangan Sisingamangaraja
XII, dimana hingga hari gugur Pahlawan Nasional tersebut, di Sionom
Hudon, Parlilitan, Dairi – Humbang Hasundutan sekarang – 1907, beliau
selalu menyertai.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Catatan khusus:
Paska gugurnya Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, seluruh istri, anak-anak
perenpuan beserta keluarga di tawan Belanda – di karantina – di Tangsi Militer,
Pearaja, Sopo Surung, Tarutung.
Sedang kelima anak laki-lakinya, yang kala itu masih remaja, di bawa oleh Belanda
keluar dari Sumatera. Empat di antaranya dititip dan ditempatkan di rumah-rumah
keluarga Belanda – di berlainan kota – di pulau Jawa. Sedangkan yang seorang lagi
dititipkan pada keluarga Belanda, di Sulawesi Selatan. Ini jelas pengungkungan hak
seseorang atas kebebasan maupun kemerdekaannya, apalagi bagi generasi muda yang
punya masa depan. Bukankah ini sebuah penindasan, yakni penindasan psycologi
atas sesama manusia..? Mengapa..? Atas dasar dan alasan apa Belanda mengekang
dan mengarantina seluruh anggota keluarga Sisingamangaraja XII seperti layaknya
PENJAHAT? Sementara yang menjadi lawan utamanya kala itu – Sisingamangaraja
XII – sudah gugur dan makamnya pun berada hadapan mereka, di Tangsi Militer,
Pearaja, Tarutung..? Bukankah ini kekejaman dan kejahatan kemanusiaan yang
sangat luar biasa..?

PEJUANG MULTIKULTURALISME

Jauh sebelum perang Toba – Batak – Dinasti Sisingamangaraja sudah


membina hubungan baik dengan Kesultanan Aceh, yang kemudian
dilanjutkan Sisingamangaraja XII. Jadi tidaklah mengherankan apabila di
kemudian hari Sisingamangaraja XII mendapat dukungan – bala bantuan –
Panglima maupun Pasukan Jitu – Paratroops – dari Kesultanan Aceh,
pasukan yang kala itu sangat ditakuti oleh Belanda. Dan pada perang Toba
pertama, 1878, pasukan berani mati (paratroops) ini benar-benar datang
mendampingi Sisingamangaraja XII dalam melakukan perlawanan.

Tidak hanya mengandalkan pasukan Batak yang digalang oleh Raja-raja


Maropat, Raja Bius, Raja Gorga, Raja Huta, Raja Marga saja perlawanan itu
berlangsung, akan tetapi sub etnik lain seperti Simalungun, Pardembanan,
Singkel, Alas, Gayo maupun tokoh-tokoh Melayu di Pesisir Timur serta
Aceh, pun turut membantu perjuangannya. Hal tersebut membuktikan
bahwa, perbedaan suku, budaya, agama dan lainnya sebagainya, bukanlah
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

penghalang semangat para patriot melakukan perlawanan atas kekuatan


asing atau apapun itu, yang bermaksud merampas kemerdekaan maupun
hak-hak kedaulatan bangsanya.

Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII memperlihatkan bagaimana cara mempersatukan


keragaman kultur – dalam semangat pluralisme – ketika menghadapi musuh bersama.

PEJUANG HEROICME

Paska perang Bahal Batu, April 1878, Belanda mulai merasakan akibatnya.
Melalui perantara Nomensen fihak Belanda mengajak Sisingamangaraja XII
berunding, sekaligus meyampaikan tawaran yang sangat menguntungkan
pribadi Sisingamangaraja XII. Persisnya, pada suatu ketika Dr. Nomensen –
Zendeling asal Jerman – ini datang menghadap Sisingamangaraja XII dan
menawarkan; Apabila Sisingamangaraja XII bersedia bekerja-sama dengan
Belanda, Sisingamangaraja XII akan dinobatkan menjadi Raja Bongguk –
Induk Kerajaan – yang memimpin teritorialnya layaknya sebagai Sultan,
membawahi kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Bagian Utara,
mulai dari kesultanan Aceh, Langkat, Deli, Asahan, Siak Inderagiri dan lain
sebagainya. Belanda juga bersedia membangun kembali wilayah termasuk
istananya yang dibakar oleh serdadu Belanda. Namun Sisingamangaraja
XII menolak halus tawaran tersebut dengan jawaban ;

“NDANG APALA HOLAN DIPARHANALOM ROHANGKU RUMAJA I ANGKA JOLMA. AI TANO


DOHOT AEK DO NAPORLU RAJAAKKU. I DO NA HUTEAN SIAN OMPU NAMI, JALA NDANG
HADONGANAN NAMI BOLANDA I, ALANA SIAHUT NA SO UGASANNA DO I. NUNGGA JOP
BE TANO NAMI DIJOMBA DIHABINSARAN, JALA HARANGAN NAMI PE NUNGNGA SUDE
DIRAMBAS.”

Artinya ;
“Bagi saya menjadi raja manusia adalah soal kedua. Yang terpenting dan utama adalah menguasai
TANAH dan AIR kami, karena itu adalah “MILIK PUSAKA” turun-temurun yang kami terima dari nenek
moyang kami, yang harus kami jaga dan pertahankan – dengan segenap jiwa dan raga kami.”
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Tetapi dengan berbagai alasan Dr. Nomensen tetap berusaha membujuk.


Sisingamangaraja XII menanggapi dengan sikap kompromi dan doplomatis,
tanpa melepaskan harkat martabat Habatahon-nya yakni, meminta Ratu
Belanda menyerahkan putrinya untuk dipersunting. Syarat dan
permintaan yang tidak masuk akal tersebut dianggap sebagai penghinaan,
membuat Belanda marah sekali. Reaksi Belanda kala itu adalah melakukan
serangan total dengan tujuan membumi-hanguskan Istana Bakkara. Maka,
Istana Bakkara pun benar-benar rata dengan bumi, tahun1883.

Sisi lain yang patut dicatat dari sejarah perjuangan Pahlawan Nasional
tersebut ialah komitmennya. Beliau harus menjadi pemimpin yang arif,
bijak, pembimbing dan pengayom (panggonggom), serta mempertahankan
nilai-nilai heroicme yang ada padanya yakni pantang menyerah. Melakukan
perlawanan hingga titik darah penghabisan kendati harus mengorbankan
dua anak laki-laki beserta putri kesayangannya, dalam membela dan
mempertahankan tanah tumpah-darahnya, rakyatnya, budayanya, dan lain
sebagainya, agar tetap merdeka.

Tulisan, B. Hagen, di majalah “Rijnsche Zending” berjudul “Der Krieg en


Noord Sumatera” menyatakan: Jika dibandingkan dengan peperangan
yang pernah terjadi di daratan Eropa, perlawanan rakyat di Noord
Sumatera – Sumatera Bagian Utara – maka tampaklah nilai-nilai
kepahlawanan yang jarang bandingannya. Mengapa demikian..?

Sepulu tahun berselang, 1903, ketika Overste Van Daalen mengepalai dua
divisi marechaussee – marsusse – berangkat dari Aceh Utara melalui Kuala
Simpang, dibantu pasukan infantrie dari Medan yang dikepalai Kapten De
Graaf, serta pasukan infantrie dari Tarutung yang dikepalai Mayor Bryan
bergerak menuju Sidikalang. Peperangan pun terjadi. Dalam peperangan
tersebut Sisingamangaraja XII yang terkepung bersama rakyatnya yang
setia, terus melakukan perlawanan mati-matian – demi mempertahankan
wilayah kedaulatannya – kendati rumah, kampung, sawah-ladang, ternak,
bahkan anak-anak dan istri mereka dimusnahkan pasukan Van Daalen yang
terkenal bengis, perlawanan tidak kunjung selesai.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Sedang versi Militer Belanda yang ditulis Letnan J.C.J. Kempees, dengan
judul, “De tocht van Overste van Daalen door Gayo, Alas en
Bataklanden”, menceritakan perlawanan terhebat rakyat Nusantara pada
masa itu ialah di Gayo-Luas, Tanah Alas dan Pakpak Dairi. Di catatan akhir
buku tersebut diceritakan Sisingamangaraja XII berhasil lolos, membuat
Van Daalen marah sekali, dan memerintahkan Kapten Colijn berangkat dari
Medan, melalui Tanah Karo ke Pakpak Dairi, untuk menyerbu markas besar
Sisingamangaraja XII.

Adapun, geolog Belanda, Prof. Dr. Wilhelm Volz, menulis dalam bukunya,
“Noord Sumatera”, jilid II, tentang Keperwiraan rakyat di Aceh Tengah –
Tanah Gayo – sebagai berikut ;

Tahun 1901 Van Daalen memasuki Takengon, sekitar danau


Lauttawar dimana kala itu pertempuran hebat berkecamuk antara
pasukan Belanda dengan rakyat Gayo, pimpinan AMAN SOALOON
beserta putranya. Sekalipun pada akhirnya Aman Soaloon gugur
bersama putranya namun perlawanan tidak otomatis berhenti,
karena setahun berselang (1902) Kapten Colijn yang memimpin
sendiri pasukannya memasuki pedalaman Aceh Tengah, bermaksud
menuntaskan sisa-sisa perlawanan rakyat, disambut geriliawan Gayo
dengan gigih. Pertempuran besar-besaran di Bur ni Intem-Intem
itu benar-benar merugikan Belanda. Tokoh Gayo yang memimpin
perlawanan kala itu AMANI ERANG dan AMA LENTENNG. Dan di
dalam pertempuran itu hanya sedikit pasukan Colijn yang selamat,
selebihnya binasa.

Ternyata perang Bur ni Intem-Intem telah menciutkan nyali militer


Van Daalen. Itu tercermin ketika kunjungannya ke Aceh, tahun 1904, Van
Daalen benar-benar menghindari Bur ni Intem-Intem, memilih jalan lain –
kendati lebih jauh – karena harus memutar.

Masih menurut Prof. Dr. Wilhelm Volz; Dua divisi marsuse dibantu pasukan
infantri dari Medan dan Tarutung yang dipimpin langsung Overste Van
Daalen, di tahun1903, kekuatan tersebut diperkirakan jauh melebihi
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

kekuatan tentara Belanda ketika mengakhiri perang Aceh, mengepung


Sisingamangaraja XII beserta pasukannya. Upaya Belanda tersebut jelas-
jelas membuktikan betapa solid dan hebatnya pasukan Sisingamangaraja
XII, termasuk penerapan strategi perang gerilyanya yang kuat, efektif, dan
pantang menyerah.

***Nilai-nilai khusus karakter perjuangan Sisingamangaraja XII yang patut ditiru siapapun
pemimpin bangsa ini, yaitu komitmennya, diplomatikanya dan sikap heroicmenya yang
pantang menyerah dan sangat fundamental itu***

PEJUANG YANG MEMILIKI KEPEKAAN SOSIAL

Perlawanan Sisingamangaraja XII bukan hanya mempertahankan wilayah


kedaulatannya semata, beliau pun memiliki kepekaan sosial yang sangat
tinggi, dimana sambil berjuang acap kali beliau menolak bentuk-bentuk
perbudakan atau pelanggaran HAM. Membebaskan mereka-mereka yang
tawanan, terpasung – dihukum secara tidak manusiawi oleh raja-raja local
– menebus mereka yang diperbudak karena berbagai hal (membayar
binsang dan ampang) dan lain sebagainya, karena sangat menghargai
hak-hak hidup sesama manusia. Hak-hak dan kebebasan setiap kelompok
maupun bangsa – untuk tetap hidup dan mandiri – bebas dari rasa takut,
penindasan dan lain sebagainya, selaku masyarakat berdaulat. Dan sikap
tersebut adalah bagian dari prinsif hidup di Harajaon Sisingamangaraja
sejak I hingga yang XII.

Memperhatikan pertanian, perekonomian, kesejahteraan dan kesehatan


rakyatnya, untuk hidup layak, seperti melakukan penyembuhan dari desa
ke desa, yang sekaligus meninggalkan pesan secara dogmatik, bagaimana
cara menghadapi penyakit yang tampak maupun yang tidak tampak. Di
dalam pesan-pesannya beliau menjabarkan penyakit yang tampak maupun
yang tidak tampak. Penyakit yang tampak ialah “si bontar mata” alias
penjajah Belanda. Sedangkan penyakit yang tidak tampak, penyakit fisik.
Penyakit yang diakibatkan kemiskinan.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Pesan-pesan perlawanan tersebut berlanjut dari mulut ke mulut, menyebar


ke seluruh lapisan masyarakat di tanah Batak. Prinsif dasar yang hendak
ditanamkan ialah, bentuk penyakit apapun harus dilawan dan diperangi
secara bersama.

TOKOH DIPLOMATIK DAN ANTI KEKERASAN

Disamping pemimpin anti perbudakan yang menghormati hak-hak sesama


untuk hidup, Sisingamangaraja XII acap kali mengutamakan diplomasi di
setiap kebijakan politiknya, baik di tingkat lokal, nasional maupun
internasional. Ini dibuktikan ketika mengirimkan surat melalui utusannya
ke fihak Belanda, 1876-1878, meminta fihak Belanda membatalkan niatnya
meng-aneksasi dataran tinggi Toba – ke wilayah penguasaan Belanda – apa
pun alasannya. Karena negeri Toba adalah negeri yang merdeka, berdaulat,
mandiri, dan punya tatanan pemerintahan sendiri. Yang pasti, sebelum
deklarasi perang dikumandangkan, 16 Februaru 1878, selama hampir dua
tahun Sisingamangaraja XII terus berupaya menempuh jalan diplmasi
maupun perundingan.

Sebelum surat pernyataan deklarasi perang (Pulas) dikeluarkan, beredar


isu mengarah ke fitnah, dimana isu tsb mengatakan Sisingamangaraja XII
dan Kesultanan Iskandar Muda sedang bersekutu mempersiapkan bala-
tentaranya ke Silindung, untuk menghabisi para ZENDELINGEN (Zending
Kristen).

Di dalam suratnya Sisingamangaraja XII membantah keras berita fitnah


tersebut, sekalipun fihak Belanda tidak menanggapi dan tetap bersikukuh
pada pendiriannya, justru menjawab dengan serangan besar-besaran,
dengan dalih melindungi para Zendeling yang terancam jiwanya. Apakah
dalih melindungi para Zendeling tersebut benar adanya, atau hanya modus
semata, sebagai alasan untuk melakukan penyerangan..? Itu wajar. Karena
pada waktu itu ada kepentingan yang sama antara Zendeling dan Belanda.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Salah satunya ialah bagaimana cara menguasai tanah Batak. Dan pulas
dikeluarkan setelah proses melalui diplomasi dan perundingan mengalami
kebuntuan.

Sisingamangaraja XII mengulangi protesnya melalui surat susulan, minta


Belanda membatalkan niatnya mendatangkan pasukan besar dari Sibolga.
Karena Sisingamangaraja XII sadar apa yang akan terjadi apabila pasukan
tersebut didatangkan – perang besar tidak akan terhidarkan lagi. Apabila
itu terjadi dan berkepanjangan sudah pasti merugikan kedua belah pihak –
terutama rakyat. Korban dan kerugian akan berjatuhan di mana-mana. Dan
di setiap suratnya Sisingamangaraja XII selalu mengedepankan doplomasi
maupun kompromi. Hal tersebut mencerminkan watak dan kepribadiannya
yang tidak suka kekerasan, anti perang dan pertumpahan darah.

Berhubung Belanda tetap bersikukuh di dalam pendiriannya, dan tetap


mendatangkan bala-tentaranya ke Silindung, maka peperangan pun tidak
dapat dihindarkan lagi – 25 Maret 1878. Sejak saat itu Silindung maupun
daerah sekitarnya resmi dimasukkan ke wilayah kekuasaan kolonial
Belanda (proyeksi annex’ation).

TOKOH PEMERSATU

Dalam perjuanganya Sisingamangaraja XII selalu mengajak para Raja


Maropat, seperti Tuan Rondahaim Saragih (Raja Raya dari Simalungun),
Raja Di Bandarpulo (Pagurawan Asahan), Raja Lunggur (dari Labuhan
Batu), dan masyarakat Batak yang bermukim di pesisir timur Sumatera
(Pardembanan) berrembuk. Mempersatukan semangat pejuangan – untuk
melakukan perlawanan – baik secara frontal maupun sektoral.

Praktek perjuangan unitarisme ini terjadi paska dideklarasikannya pulas,


16 Februari 1878, yang mengakibatkan perang frontal di Bahal Batu,
Tangga Batu, Balige, Laguboti, dan daerah lainnya. Sedang perang sektoral
terjadi di berbagai daerah.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Sementara itu, dokument maupun analisa para ahli sejarah menyimpulkan


perang panjang di Tanah Batak, 1878-1907, sungguh luar biasa, konsisten.
gigih dan sangat heroic. Mungkin hal tersebut disebabkan dukungan basis
dinamika perjuangan dan strategi pertahanan cultural yang demikian solid,
dilengkapi strategi penyerangan total, frontal maupun sektoral yang sangat
militan, dibantu kondisi ekologi dataran tinggi Toba yang kontur alamnya
terdiri dari ngarai, lembah dan pegunungan terjal, yang ternyata sangat
menguntungkan pasukan Sisingamangaraja XII dalam bergerilya.

Di sisi lain Sisingamangaraja XII tetap konsisten berkunjung dan mengajak


musyawarah raja-raja Marga, raja Huta, raja Horja, raja Bius, raja Maropat
maupun para Panglimanya dalam menentukan tak-tik dan strategi perang –
sekaligus menjaga soliditas perlawanan untuk tetap terpelihara, sehingga
semangat perlawanan tetap tinggi, berlanjut dan berkepanjangan.

Perlawanan berlangsung selama tiga dekade, meski harus menggugurkan


Sisingamangaraja XII dalam peperangan itu – demi membela kedaulatan,
kemerdekaan tanah, air, dan tumpah darahnya – di topi ni Aek Sibulbulon,
Lembah Sionom Hudon, Parlilitan, Dairi, 17 Juni 1907.

__________________

Kesimpulan sementara :

Apa sebenarnya yang menjadi alasan utama presiden pertama Republik


Indonesia, Ir. Soekarno sampai mengeluarkan pernyataan kalau status
kepahlawanan Sisingamangaraja XII patut disejajarkan dengan pahlawan
internasional yang pernah ada..? Apakah karena pemahamannya tentang ;
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

1. DEMOKRASI.
Dimana jauh sebelum dunia mengumandangkan konsep demokrasi,
sistem berdemokrasi telah dikenal dan diterapkan Sisingamangaraja
XII di tanah Batak, sejak Sisingamangaraja I hingga XII. Dan konsep
ini berada di batang tubuh “Dalihan Na Tolu” dan “Suhi Appang Na
Opat.”

Ternyata konsep Suhi Appang Na Opat ini juga diterapkan di negara-


negara Monarki yang telah menggunakan Sistem Demokrasi sebagai
instrument ketatanegaraannya, seperti Inggris, Belanda, Jepang,
Thayland, Malasya dan lain sebagainya.

1. H A M.
Sebelum negara-negara barat mengkampanyekan Hak Azasi Manusia,
pahlawan nasional Sisingamangaraja XII telah melaksanakannya di
dalam sistem kepemimpinannya. Dimana secara kebetulan salah satu
tugas utama Sisingamangaraja I hingga XII melakukan pembebasan
terhadap siapapun yang diperbudak atau terpasung.

2. TATA CARA ATURAN PERANG BANGSA-BANGSA BESAR DI DUNIA.


PULAS, adalah surat pernyataan deklarasi perang yang dikeluarkan
Sisingamangaraja XII setelah melalui Horja Bius (kongres raja-raja
Bius masa lalu), sebagai cermin dari tuanya peradaban maupun ilmu
pengetahuan Sisingamangaraja XII tentang sikap, karakter maupun
pemahaman bangsa-bangsa besar tentang aturan perang yang sering
diterapkan negara-negara berperadaban tua di dunia, apabila hendak
berperang.

Adapun tata-cara atau aturan peperangan semacam itu hanya dikenal


dan dilakukan bangsa-bangsa besar yang berperadaban tua seperti,
India, Cina, Mesir, Persia, Yunani, Russia, dan lain sebagainya.

3. DIPLOMATIS.
Perundingan demi perundingan terus dilakukannya sebelum perang
dimulai – melalui tata-cara diplomasi – demi mencegah terjadinya
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

pertumpahan darah di kedua belah fihak, yang juga salah satu etika
yang sering dipergunakan bangsa-bangsa besar yang berperadaban
tua.

4. CAP ATAU LOGO.


CAP (Logo/Stempel) yang dibubuhkan pada setiap surat-menyurat
menjadi penilaian khusus, dimana tata-cara semacam itu tidak selalu
dipergunakan Kerajaan atau Kesultanan-Kesultanan masa lalu yang
pernah ada.

Cap atau stempel tersebut adalah identitas resmi bagi si pembuat,


sekaligus pernyataan sikap secara gamblang, tegas dan genteleman
atas keberadaannya – yang sangat sering dipergunakan oleh raja-raja
besar di masa lalu.

5. PEJUANG PLURAL DAN MULTIKULTURALISME.


Pemimpin yang sangat pluralis dan multikulturalisme, dimana
perbedaan suku, ras, agama, maupun kebudayaan, bukanlah menjadi
penghalang saat menghadapi musuh bersama, salah satu kepribadian
khas Sisingamangaraja XII. Nah, kepribadian tersebut patut dijadikan
contoh oleh siapapun yang menjadi pemimpin bangsa ini ke depan.
Karena Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII adalah pemimpin
pemersatu terbaik yang pernah ada, yang dimiliki bangsa ini, pada
masa lalu. Dan karakter semacam itu acap-kali dijumpai di dalam
kepemimpinan pemimpin bangsa-bangsa besar di belahan dunia lain.

6. PEJUANG HEROIKME.
Pantang menyerah. Melakukan perlawanan hingga titik darah
penghabisan, sekalipun harus mengorbankan dua putra dan putri
kesayangannya, beserta seluruh anggota keluarganya?
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Dari uraian-uraian tersebut di atas mungkin dapat disimpulkan bahwa,


ternyata Sisingamangaraja XII lebih mengutamakan kedaulatan bangsanya
dari pada kepentingan pribadi. “Menolak dijadikan Sultan” oleh Belanda,
karena menyadari bahwa semua itu hanyalah akal-akalan atau jebakan
semata. Jebakan untuk membiarkan terjadinya penindasan atas tanah, air,
dan bangsanya sendiri. Dan dia tidak mengkehendaki itu. Justru memilih
mati secara heroic dari pada harus membiarkan bangsanya diperbudak
oleh penjajah – TERJAJAH.

Horas..!

P WILSON SILAEN
FORUM SISINGAMANGARAJA XII
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

PULAS
SEJARAH PERJUANGAN PAHLAWAN NASIONAL
SISINGAMANGARAJA XII

Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai Sejarah, Budaya


maupun Jasa-jasa para Pahlawannya, (Ir. Soekarno, Presiden
pertama Republik Indonesia).

Sisingamangaraja XII adalah pahlawan nasional yang sangat


pluralis, multikulturalistik, diplomatik, demokratik, heroik,
punya kepekaan sosial yang begitu tinggi, berwawasan
internasional, yang sulit dicari bandingannya. Dan patut pula
disejajarkan dengan pahlawan internasional lainnya yang
pernah ada, hal mana semua itu beliau perlihatkan melalui
sikap maupun karakter perjuangannya yang khas, khusus dan
tersendiri, yang dikenal sebagai ;

1. Pejuang pluralis dan multikulturalistik, dimana dalam


perjuangannya bahu-membahu bersama rakyat Alas,Gayo,
Aceh, Melayu, dst. Semua itu beliau lakukan hanya demi
mempertahankan kedaulatan rakyatnya, yakni kedaulatan
yang hakiki.

2. Pejuang heroik yang pantang menyerah, kendati harus


mengorbankan dua putra dan putri kesayangannya,
maupun keluarga yang dikarantina Belanda – paska
kematiannya – di Tangsi Militer, Pea Raja, Tarutung, untuk
jangka waktu yang tidak diketahui. Dan sikap heroikme
tersebut ia ambil hanya demi mempertahankan
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

kemerdekaan dan kedaulatan bangsanya, budayanya,


tanah, air dan tumpah daranya – yakni Tano Batak.

3. Pejuang yang mendahulukan upaya diplomasi, kompromi


ataupun musyawarah – demi sebuah kedamaian – karena
pahlawan nasional tsb tergolong tokoh anti kekerasan
(anti perang). Sikap tersebut terbukti dari berulang-kalinya
beliau menyerukan PONG-PANG. Pong-pang menurut
tradisi Batak kuno seruan kepada para fihak untuk
berdamai, atau menghilangkan segala benruk pertikaian.
Dan seruan Pong-pang sama halnya dengan himbauan
untuk menghentikan segala bentuk konflik – peperangan
atau acara tembak-menembak – semacam gencatan
senjata.

4. Pejuang yang memahami persis “Sistem Demokrasi” dan


menerapkan sistem tersebut dalam kepemimpinannya,
melalui proses yang terdapat di dalam DALIHAN
NATOLU. Adapun Dalihan Natolu dalam implementasinya
hampir sama dengan sistem (konsep) Demokrasi Thrias
Politicanya Montesquieu, sekalipun itu Demokrasi ala
Batak. Dan sistem tersebut sudah diterapkan masyarakat
Batak sejak dahulu kala.

5. Pejuang yang memahami persis tata-acara aturan perang.


Dan itu dibuktikannya melalui dikeluarkannya PULAS.
Pulas artinya, Surat Pernyataan Deklarasi Perang,
yang dekeluarkan hanya melalui musyawarah – HORJA
BIUS – saja, secara demokrasi. Dan Pulas dikirimkan
langsung kepada calon lawan melalui utusan perang –
secara resmi.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Dan lebih jauh lagi tentang Pulas. Pulas dapat disama-


artikan dengan tata cara aturan perang yang sering
dipergunakan bangsa-bangsa besar, bangsa berperadaban
tua, terhadap bangsa lain yang menjadi calon lawannya.

6. Pejuang H A M (anti perbudakan). Dalam


perjuangannya pahlawan nasional ini acap kali melakukan
penebusan, membebaskan para budak – hatoban – dari
tangan raja-raja lokal, yang hak-haknya terpasung.
Barangkali inilah salah satu penyebab mengapa beliau
dikenal sebagai tokoh anti perbudakan, di tanah Batak.
Karena sembari berperang tak jarang pahlawan nasional
ini perduli, atau menyempatkan-diri menolong mereka-
mereka yang tertindas, bahkan membebaskan yang
diperbudak.

7. Pejuang yang menerapkan juga sistem Zona Bebas,


yakni Onan Raja (Onan na Marpatik). Onan Raja – Onan
na Marpatik – disepakati sebagai Zona Bebas sejak dahulu
kala, oleh masyarakat Batak, yaitu wilayah bebas dari
segala bentuk pertikaian, konflik, atau perselisihan. Zona
Bebas yang dimaksud dalam hal ini mungkin dapat
dipersamakan dengan status Zona Bebas yang diberikan
negara-negara besar dunia terhadap “Negara
Swizerland” yang disepakati menjadi Zona Bebas
Internasional..?

8. Pejuang yang peka terhadap situasi sosial. Dimana


acap kali pahlawan nasional ini keluar-masuk Kampung
(wilayah) melakukan pertolongan terhadap masyarakat
lemah, miskin, sakit maupun yang tertindas. Membantu
mereka-mereka yang kekurangan, menolong dan memberi
pengobatan kepada siapa pun yang menderita karena
sakit-penyakit, atau membebaskan mereka-mereka yang
tertindas – terpasung – dan sebagainya. Nah, sifat-sifat
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

seperti itu adalah salah satu dari bagian Karakter –


Kepribadian – Raja Sisingamangaraja sejak yang I hingga
XII, yang dikenal sebagai Pemimpin (Raja) NAMARSIAK
BAGI. Artinya, pemimpin yang Bijaksana, Arif, Pengayom –
yang mampu dan mau merasakan penderitaan orang lain
– SESAMA.

9. Pejuang yang tidak gila akan jabatan, kehormatan


maupun kekuasaan. Karena, paska perang Bahal
Batu, April 1878, Belanda mengutus kembali Dr.
Nomensen menjumpai Sisingamangaraja XII
menawarkan status, jabatan dan kekuasaan yang
sangat menguntungkan pribadi Sisingamangaraja
XII – jika bersedia berdamai atau menyerah – yakni
menjadi Sultan yang membawahi wilayah Sumatera
bagian utara, mulai dari Aceh, Langkat, Deli,
Asahan dan Siak Inderagiri, dan juga bersedia
membangun kembali istana Bakkara yang telah
musnah terbakar. Dan akan diberi gelar Raja
BONGGUK.

Namun Sisingamangaraja XII menolak halus tawaran


tersebut dengan menggunakan bahasa Batak..,

“Ndang apala holan diparhanalom rumajai angka jolma, ai


Tano dohot Aek do naporlu Rajaakku. I do tona na hutean
sian Ompu nami. Jala ndang hadonganan nami Bolanda i,
alana siahut na so ugasanna do i. Nungnga jop be Tano
nami di jomba di Habinsaran, jala Harangan pe nungnga
sude dirambas.”

“Bagi saya, menjadi Raja manusia adalah masalah ke


dua. Yang terpenting dan utama adalah mengusai Tanah
dan Air kami. Karena itu adalah MILIK PUSAKA turun-
temurun yang kami terima dari nenek moyang kami, yang
harus kami jaga dan pertahankan dengan segenab jiwa
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

dan raga kami. Dan kami tidak akan pernah kompromi


dengan Belanda, karena Belanda tukang ambil – rampas –
yang bukan miliknya itu, termasuk perambah hutan
yang seharusnya dijaga.”

PULAS

Salah satu sifat khas dari nilai-nilai perjuangan


Sisingamangaraja XII adalah tatkala Pahlawan Nasional
tersebut mengeluarkan PULAS. Pulas, Surat Pernyataan
Deklarasi Perang yang hanya dikeluarkan setelah
dilaksanakannya HORJABIUS – semacam Sidang Paripurna
masa kini – menggambarkan sikap, pengetahuan, pemahaman
maupun wawasan Sisingamangaraja XII mengenai peradaban
bangsa-bangsa besar di dunia sudah kuat. Adapun para peserta
Horjabius adalah Raja-Raja Bius, Raja Huta, Raja Marga, Raja
Gorga, Para Hulubalang – Sihudamdam – dst. Sifat dan
kebijakan Horjabius diambil setelah situasi dianggap tidak
terhindarkan lagi dan jalan keluarnya memang harus melalui
perang. Dan Horjabius itu dilaksanakan persis di depan
ONANRAJA Balige – zona bebas – yang belakangan ini dikenal
sebagai lapangan Sisingamangaraja, dimana secara kebetulan
dihadiri para peserta dari Alas, Gayo, Aceh, Asahan, Langkat,
dll.

Secara fisik Pulas punya bentuk khas. Bentuknya “Sebuah Ubi


Besar” yang diukir menyerupai patung manusia, ditusuki
tombak-tombak kecil di sekujur tubuh patung, dan dilampirkan
Surat Pernyataan Perang yang dituliskan pada Tiga Potong
Bambau, bertuliskan MUSU-TIBUS. Musu-tibus artinya musuh
total di siang maupun malam hari. Adapun patung ubi yang
menyerupai manusia tsb diikatkan pada sebatang kayu – Bekas
Bakaran – disertai tulisan yang terdapat pada tiga potong
bambu tadi.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Unsur-unsur yang terkait dengan pernyataan Pulas tsb


digantungkan pada ujung Sebatang Bambu Panjang, lalu
dipancangkan di tiap-tiap gerbang perkampungan (Huta), agar
dapat dilihat dan dibaca semua orang termasuk calon lawan.
Dan peristiwa penggantungan tsb acap kali disertai Tembakan
Salvo, yang menyatakan perang telah dimulai. Sejak itu perang
Toba pertama pun terjadi, tahun 1878.

Demikianlah kiranya sejarah singkat karakter perjuangan


Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, yang seharusnya
dijadikan contoh – tauladan – bagi siapapun pemimpin bangsa
ini, yakni sifat dan karakter kepemimpinannya yang
berorientasikan kerakyatan.

Analogi korelasi;

Beberapa waktu berselang – paska Indonesia merdeka –


presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, berulang
kali memperingatkan adanya ancaman baru ke depan. Awas
New Kolonialisme, yakni Penjajahan Baru.
Yang dimaksud penjajahan baru oleh presiden Soekarno kala itu
bukanlah penjajahan fisik, melainkan penjajahan psychis,
melalui transformasi budaya – penjajahan budaya, – penjajahan
politik liberalis dan kapitalis melalui sistem pemerintahan,
penjajahan ekonomi melalui sistem perdagangan bilateral, dll.
Hal tersebut telah terjadi.

Awas Mentaliteid Priyayi atau borjuis, yang


menggambarkan akan terjadinya pengelompokan masyarakat
kaya dan miskin, yang mengakibatkan lahirnya kesenjangan
sosial antar sesama masyarakat bangsa. Jika hal tersebut
terjadi dan dibiarkan, sudah pasti memperlemah nilai-nilai
kesatuan dan persatuan bangsa, sehingga gampang diadu-
domba satu sama lain, seperti yang terjadi belakangan ini.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Kemudian Nation Carakter Building, yakni Pembangunan


Karakter Bangsa. Yang dimaksud karakter bangsa oleh Fouding
Father kita di sini tak lain adalah Budaya. Yaitu membangun
atau mengembalikan jati-diri bangsa yang beraneka ragam
karakter budaya, untuk menjadikannya pilar dan kekuatan
dalam pertahanan nasional. Bukan budaya borjuis kapitalis
seperti yang kita anut belakangan ini, melainkan budaya
masyarakat bangsa yang santun, ber-etika, bertoleransi,
bersemangat gotong royong serta memahami azas-azas
kepatutan. Demikianlah pesan-pesan Bung Karno, sang pendiri
bangsa ini, berulang kali.

Akan tetapi pesan-pesan tersebut sirna digerus hegemoni asing


melalui regim Orde Baru, yang menjadi alat atau agen-agen
New Kolonialisem itu tadi. Selanjutnya terjerembablah Republik
ini menjadi masyarakat bangsa yang paling konsumtif di muka
bumi, selama lima puluh tahun lebih, dan sumber alamnya pun
dieksploitasi habis-habisan para Kapitalisme asing. Seperti
inikah wujud Indonesia Merdeka yang menjadi cita-cita luhur
para pahlawan bangsa tersebut..?

Sejarah baru;

Kemudian lahirlah sosok pemimpin baru pembawa angin segar


yang menjanjikan sebuah perubahan. Pemimpin yang berniat
menyahuti cita-cita luhur maupun jeritan hati para pahlawan
bangsa, termasuk pahlawan nasional Sisingamangaraja XII
yang berjuang hingga titik darah penghabisan demi membela
dan mempertahankan kedaulatan rakyatnya, serta the
Founding Father, Ir. Soekarno, yang capek dalam pembuangan
demi menggapai sebuah kemerdekaan, yakni bapak Ir. Joko
Widodo – dengan Revolusi Mentalnya.
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Kalaulah para pendahulu kita – para Pahlawan Bangsa –


berperang secara fisik – memerangi fisik – maka hari ini ke
depan kita berperang dengan psychis. Yang artinya, memerangi
psychologis anak bangsa yang mental moralnya sudah bobrok
dan keblinger – sama seperti yang dikumandangkan Presiden
Republik Indonesia ke VII, bapak Ir. Joko Widodo, yaitu Revolusi
Mental.

Maka dari itu marilah kita dukung bersama cita-cita luhur bapak
presiden kita, Ir. Joko Widodo, mewujudkan Revolusi
Mentalnya, karena hingga saat ini beliau terus dirongrong oleh
kepentingan Kapitalis Asing yang tidak mengkehendaki
masyarakat – rakyat Indonesia – kuat dan sejahtera, melalui
agen-agennya yang bertebaran di tengah-tengah kita.

REVOLUSI MENTAL sama dengan PULAS.


Jika Revolusi Mental bertujuan memerangi mental, moral dan
psychologis anak-anak bangsa yang sudah bobrok dan
keblinger..,
Maka PULAS diperuntukkan bagi para PERUSAK
LINGKUNGAN dan EKOSISTEM Danau Toba maupun Dataran
Tinggi Toba, termasuk para penjajah ekonomi, budaya, dll.

Horas..!

Narasi ;
P.Wilson Silaen
FORUM SISINGAMANGARAJA XII
Alamat Sekretariat : BALE MAROJAHAN Jl. Saudara no. 50. Kp. 20218
No. 08126514957,087868557561, 085361167523
Email : arscin@yahoo.com, bakkaraarjuna@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai