Jumardi
ABSTRAK
Jumardi. 2016. Tinjauan Tentang Kekuasaan Kultural di Kabupaten Bone (Studi
Kasus Kebangsawanan di Desa Ulubalang). Skripsi. Jurusan Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing I Saiful Saleh dan Pembimbing II Muhammad Akhir.
Masalah utama dalam penelitian ini adalah peneliti ingin mengungkapkan
sistem penetapan status kekuasan kultural kebangsawanan yang ada pada Desa
Ulubalang Kec.Salomekko Kabupaten Bone disebabkan karena pada zaman
sekarang banyak yang memiliki gelar kebangsawanan yang sudah kurang sesuai
dengan penetapan pada beberapa tahun sebelummnya. Jenis penelitian ini adalah
penelitian sosial budaya yang bertujuan untuk mengetahui bentuk penetapan
status kekuasaan kebangsawanan di Desa Ulubalang Kabupaten Bone. Penelitian
ini mengacu pada kekuasaan kebangsawanan yang ada pada Desa Ulubalang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan
wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa dalam penentuan status
kekuasaan kebangsawanan desa Ulubalang Kabupaten Bone itu terdiri atas dua
yaitu secara tertutup dan terbuka. Adapun status kebangsawanan yang
penetapannya secara tertutup adalah status kekuasaan pada Arung, Datu, dan
Andi/Petta. Sedangkan untuk status kebangsawanan yang penetapannya secara
terbuka adalah Puang dikarenakan ini adalah merupakan sapaan penghormatan
kepada seseorang yang lebih tua.
PENDAHULUAN
Kekuasaan adalah usaha (kemampuan) seseorang atau suatu sekelompok
manusia dalam suatu negara untuk mempengaruhi, mengendalikan, serta
menguasai orang lain atau kelompok lainnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan cara memberi perintah agar mau menuruti dan taat terhadap
semua keinginan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu dengan
mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. Menurut OSSIP K.
FLECHTHEIM, kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan
– hubungan dan proses – proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk
tujuan – tujuan yang ditetapkan pemegang kekuasaan. Kekuasaan kultural adalah
kekuasaan dari hasil karya, rasa, dan karsa manusia yang menjadikan seseorang
secara tidak sadar perilakunya secara perlahan-lahan akan berubah.
Kebangsawanan atau stratifikasi sosial lapisan atas dalam perjalanan
sejarah Sulawesi Selatan ditemukan adanya dua sumber. Yang pertama, lapisan
bangsawan yang berdasar pada sejarah keturunan leluhurnya menurut takaran adat
istiadat, hal mana lapisan ini mulai dikenal sejak kedatangan Tomanurung, dan
keturunan langsung Tomanurung inilah yang merupakan sebuah lapisan tersendiri
yang disebut bangsawan. Yang kedua adalah faktor kondisi dan keadaan yang
dipaksakan artinya menduduki lapisan sebagai bangsawan karena kedudukan yang
diberikan oleh Belanda sebagai penjajah yang menguasai kebijakan politik.
Di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian
muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurung ri Matajang. Tujuh raja-
raja kecil melantik Marunung ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama
Arumpone dan mereka menjadi dengan legislatif yang dikenal dengan istilah ade
pitue. Manurung ri Matajang dikenal juga nama mata Silompoe. Hal menarik dari
indonesia saat ini terdiri dari berbagai etnis dan suku bangsa yang telah
mengadopsi sistem polotik pemerintahan demokrasi yang berasal dari kebanyakan
negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Model demokrasi seperti ini
merupakan wujud dari ide “Trias Politica” yang di kemukakan oleh Motesqueui
dan Jhon Locke dimana pembagian kekuasaan negara sampai pemerintah tingkat
daerah terbagi kedalam 3 lembaga negara.
Besarnya kewenangan di tingkat daerah didukung oleh perubahan sistem
polotik di tingkat lokal. Hal ini ditandai dengan konsep Chek And Balances
kekuatan polotik lokal antar legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Peran dan fungsi
pemerintah daerah menjadi lebih besar dibandingkan pada masa orde baru. Tidak
hanya terlihat sisi politik dalam aspek formalitasnya sebagai bagian tatanan
negara saat ini, tetapi penting untuk sisi-sisi lainnya seperti tatanan nilai-nilai,
status sosial (dalam sistem kekerabatan dan stratifikasi) perilaku dan budaya yang
sejalan dan bertautan dengan aspek politik orang bugis Bone.
Menurut Fahmid, dkk (2012: 181) Penduduk pedesaan pada etnis Bugis
dan Makassar (terutama bagi mereka yang tinggal di pedesaan pedalaman yang
masih memegang tradisi), berkeyakinan bahwa para karaeng, puang atau matoa
adalah mereka yang memiliki ornamen yang disebut kalompoang atau gaukang.
Gaukang atau kalompoang ini adalah karaeng yang sebenarnya karena memiliki
tanah, sedang seorang karaeng tidak lain hanya pengganti atau penjaga gaukang.
Oleh karena itu, ia berhak memanfaatkan apa yang dimiliki oleh gaukang. Antara
benda gaukang dan kedudukan seseorang karaeng tidak dapat dipisahkan, kedua-
duanyamerupakan kesatuan. Di mana disimpan gaukang, di situ pula karaeng
bertempat tinggal. Bahkan, tempat ditemukannya gaukang ini dikaitkan pula
dengan awal munculnya pemukiman pertama yang cocok untuk manusia. Dari
uraian di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang "Tinjauan tentang
Kekuasaan Kultural di Kabupaten Bone (Studi Kasus Kebangsawanan di Desa
Ulu Balang)"
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian
kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ulubalang Kecamatan Salomekko
Kabupaten Bone karena lokasi ini sangat tepat untuk mendapatkan data yang
diinginkan peneliti. Untuk tambahan pengumpulan data maka peneliti memilih
lokasi penelitian yang kedua, yaitu: kantor perpustakaan arsip daerah kabupaten
bone. Populasi dalam penelitian ini adalah elemen masyarakat yang berada di
Desa Ulubalang, Kecamatan Salomekko, Kabupaten Bone. Pengambilan sampel
menggunakan teknik simple random sampling (pengambilan sampel secara acak
sederhana). Fokus atau titik perhatian dalam penelitian ini adalah “kekuasaan
kultural (studi kasus kebangsawanan) kabupaten bone”. Instrumen dalam
penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri. Dimana peneliti dapat
mengetahui secara langsung melalui proses melihat dan merasakan makna-makna
tersembunyi yang dimunculkan oleh subjek penelitian. Sugiyono (2013: 222)
menyatakan bahwa peneliti kualitatif sebagai Human Instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuanya.
Data adalah penunjang yang sangat penting dalam sebuah penelitian.
Semakin banyak data yang diperoleh maka semakin bagus pula hasil akhir dari
suatu penelitian. Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli atau pihak pertama, sedangkan data sekunder adalah sumber data
yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Jenis data yang digunakan
dalam penilitian ini adalah jenis data primer. Dalam penelitian ini menggunakan
beberapa cara dalam pengumpulan data yaitu: Observasi langsung, wawancara,
baik secara formal maupun informal, dokumentasi berupa gambar dan juga foto.
Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan analisis data model
interaktif Milles dan Huberman yaitu terdapat tiga proses yang berlangsung secara
interaktif. Pertama, reduksi data. Kedua, penyajian data. Ketiga menarik
kesimpulan/verifikasi, proses penarikan kesimpulan awal belum masih kuat,
terbuka dan skeptik. Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
dapat digunakan uji kredibilitas. Menurut Sugiyono (2013: 270) untuk menguji
kredibilitas suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, analisis kasus
negatif, menggunakan bahan referensi, mengadakan membercheck.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2001. Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Adib, Muhammad. Agen dan Struktur dalam Pandangan Pierre Bourdien .
Jurnal Biokultur VOL 1. Nom 2 Juli Desember 2012.
Ahimsa, Heddy Shiri. 2007. Patron dan Lien di Sulawesi Selatan Sebuah Kajian
Fungsional –Struktural. Yogyakarta: Kapel press.
Adimihadrja, dkk. (2008). Dinamika Budaya Local. Bandung: Pusat Kajian
LBPB.
Amaluddin, M. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Antlov, Hans. 2002 Negara dalam Desa; Patronase Kepemimpinan Local (Teri)
Lappera .Yogyakarta: Pustaka Utama;
Barker, Chris. 2008. Cultural Studies. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Dwipayana, AaGn. 2002. Bangsawan dan Kuasa; Kembalinya Para Ningrat di
Dua Kota. Yogyakarta: IRE pree.
Fahmid, I.M. dkk. 2012. Pasang Surut Polarisasi Elit di dalam Etnis Bugis dan
Makassar, Jurnal Sosiologi Pedesaan, Vol. 06, No. 02:179-188.
Hamid, Abu. 2007. Sejarah Bone. Bone: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bone.
Haryanto, D. & G Edwi Nugroho. 2011. Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta:
Prestasi Pustakarya.
Henslin. J.M. 2007. Sosiologi Edisi 6 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Horton, P.B. & Chester L. Hunt. 1992. Sosiologi Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Ismail, M., dkk. 2013. Pengantar Sosiologi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Leibo, J. 1995. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset.
Liliwen, Alo. 2006. Makna Budaya dan Komunikasi Antar Budaya LKIS.
Narwoko, J.D. & Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar Dan
Terapan Edisi Ketiga. Jakarta: Kencana.
Rudiansjah, Tony. 2009 Kekuasaan, Sejarah dan Sebuah Tindakan; Kajian
Tentang Lanskap Budaya. Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada;
Said, M.M. 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang: UMM Press
Soekanto, S. 1992. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali
Storey, John. 2006. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jala
Sutra.
Sugihen, B.T. 1997. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Surbakti, R. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia.
Susanto, A.S. 1983. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina Aksara.
Syani, A. 2012. Sosiologi Sistematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Yani, Ahmad .2006. Perilaku Polotik Orang Bugis dalam Dinamika Politik
Local Makalah Disampaikan dalam Acara Pelucuran Buku Christian
Pelras “Manusia Bugis Makassar.