Anda di halaman 1dari 4

BORANG PENULISAN ILMIAH

TUGAS KELOMPOK

Diskusikan artikel dalam kelompok:


(1) Apa pertanyaan penelitian atau rumusan masalah dalam artikel ilmiah ini?
● Apakah terdapat perbedaan signifikan dalam objektivikasi perempuan antara
dongeng-dongeng klasik Indonesia (Sangkuriang, Jaka Tarub, dan Si Leungli) dan
dongeng-dongeng klasik dari budaya lain?
● Bagaimana persepsi pembaca terhadap objektivikasi perempuan dalam tiga dongeng
klasik Indonesia yang diteliti?
● Apakah terdapat perubahan dalam penggambaran perempuan dalam dongeng-dongeng
klasik Indonesia dari generasi ke generasi, dan jika ya, apa faktor-faktor yang
mempengaruhinya?

(2) Tulislah struktur artikel dalam bentuk kerangka penulisan (outline) dalam format
berikut
Pendahuluan:
Dongeng anak Indonesia pada umumnya berasal dari cerita rakyat yang pada awalnya berupa
tradisi lisan. Cerita rakyat diturunkan dari satu generasi ke generasi lain. Di samping berfungsi
sebagai hiburan, dirasakan cerita rakyat mengandungi nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakatnya sehingga cerita itu perlu diperkenalkan kepada anak-anak. Cerita rakyat dapat
menjadi cara yang efektif untuk memperkenalkan anak pada praktik-praktik budaya dan
kepercayaan masyarakatnya (Thomson 2008; Karyanto et al. 2008, 45-53) karena mengandung
kearifan lokal yang sangat penting bagi keberlangsungan kebudayaan dan identitas bangsa
(Maulana dan Prasetia 2015). Cerita rakyat juga dianggap sebagai media yang penting bagi
perkembangan nilai-nilai moral dan etika pada anak-anak (Kristianto 2014, 59–64) serta
merupakan wadah yang sangat ampuh karena terpatri dalam memori anak-anak (Chichelberger,
H. dalam Stavrou 2015). Namun, beberapa penelitian yang membahas aspek gender dalam cerita
rakyat menemukan bias gender yang kuat (Kussuji 2001, Setiawan, Fanani, dan Julianto 2013,
Sulistyarini 2013).

1
Rumusan masalah/pertanyaan penelitian:
1. Apakah terdapat perbedaan signifikan dalam objektivikasi perempuan antara
dongeng-dongeng klasik Indonesia (Sangkuriang, Jaka Tarub, dan Si Leungli) dan
dongeng-dongeng klasik dari budaya lain?
2. Bagaimana persepsi pembaca terhadap objektivikasi perempuan dalam tiga dongeng klasik
Indonesia yang diteliti?
3. Apakah terdapat perubahan dalam penggambaran perempuan dalam dongeng-dongeng klasik
Indonesia dari generasi ke generasi, dan jika ya, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya?

Analisis
1. Beberapa penelitian yang membahas aspek gender dalam cerita rakyat menemukan bias
gender yang kuat (Kussuji 2001, Setiawan, Fanani, dan Julianto 2013, Sulistyarini 2013).
Bukti Pendukung:
Beberapa penelitian dari berbagai negara di Afrika (Weinger 2006, Olarinmoye 2013) dari Iran
(Housenpour dan Afghari 2016, 111–118) dan di Jepang (Thomson 2008) ,dan juga beberapa
penelitian di Indonesia (Kussuji 2001, Setiawan 2013, dan Sulistyarini 2013) membahas
persoalan bias gender dan representasi perempuan di dalam cerita rakyat yang dibaca oleh
anak-anak. Selain itu, berdasarkan penelusuran tambahan, dapat dibuktikan bahwa terdapat
kesan bias gender yang kuat khususnya terhadap perempuan melalui beberapa penelitian.
a.l Penelitian dengan judul Bias Gender dalam Sastra Anak: Studi Pada Buku Kecil-Kecil Punya
Karya oleh Riska Hidayatul Ummi.
https://www.researchgate.net/profile/Rizka-Umami/publication/332228298_BIAS_GENDER_D
ALAM_SASTRA_ANAK_STUDI_PADA_BUKU_KECIL-KECIL_PUNYA_KARYA/links/5e8
9f5f7a6fdcca789f66e7e/BIAS-GENDER-DALAM-SASTRA-ANAK-STUDI-PADA-BUKU-KE
CIL-KECIL-PUNYA-KARYA.pdf
b. Penelitian dengan judul Bias Gender Pada Dongeng Anak dalam Pembelajaran di Sekolah
Dasar oleh civitas academica Universitas PGRI Semarang.
https://prosiding.upgris.ac.id/index.php/fip_2017/fip2017/paper/viewFile/1324/1274

2
c. Penelitian dengan judul Bias Gender dalam Sastra Anak Terjemahan di Indonesia oleh
Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
https://repository.unair.ac.id/114925/1/KKB%20808%20803%20520%2054%20Wij%20b.pdf

2. Kondisi perempuan yang harus melihat dirinya sendiri dari sudut pandang laki-laki.
Bukti Pendukung:
Melalui (Berger 1977) dijelaskan bahwa hal itu disebabkan oleh keyakinan bahwa perempuan
ditakdirkan untuk menjadi milik laki-laki atau selalu dalam penjagaan laki-laki (Berger 1977).

3. Sudut pandang laki-laki tidaklah netral dan inklusif karena cenderung untuk
mengobjektifikasi perempuan.
Bukti Pendukung:
Penelitian yang menunjukkan perempuan diobjektifikasi ketika dilihat atau diperlakukan oleh
orang lain sebagai objek, terutama dalam konteks hubungan seksual oleh Nussbaum 1995, 254.
Objektifikasi seksual dengan demikian adalah pengalaman diperlakukan sebagai tubuh (atau
sekumpulan anggota tubuh) yang dinilai dari segi kegunaannya bagi (atau yang dikonsumsi oleh)
orang lain.

Kesimpulan:
Cerita rakyat adalah produk budaya yang berarti cerita itu sangat dipengaruhi sekaligus
mencerminkan kebudayaan yang menghasilkannya. Ketiga teks cerita rakyat yang dibahas dalam
penelitian ini memperlihatkan bahwa bias gender masih sangat kuat mencengkeram kebudayaan
kita sebagaimana tercermin dari pemosisian perempuan pada objek kenikmatan laki-laki, objek
kesewenangan, dan bahkan objek kekerasan laki-laki.

(3) Menurut Anda, mengapa visualisasi struktur artikel diilustrasikan dengan sebuah
segitiga terbalik untuk pendahuluan dan segitiga untuk kesimpulan?

Dari hasil diskusi kelompok kami, untuk pengantar, segitiga terbalik dapat menunjukkan proses
mempersempit dari pernyataan umum ke pernyataan masalah tertentu. Untuk kesimpulan,
segitiga terbalik dapat menunjukkan pergerakan dari titik tertentu ke kesimpulan yang lebih

3
umum. Melalui representasi visual, visualisasi ini memanfaatkan kemampuan manusia untuk
memproses data dengan melihat pola dan hubungan antara elemen dalam gambar.

(4) Pilih 1 (satu) argumen dan jelaskan bagaimana argumen disampaikan dan bagaimana
bukti dari korpus penelitian digunakan untuk mendukung argumen tersebut?

Pada artikel ini disebutkan bahwa perempuan diperlakukan sebagai objek kekuasaan dan
kesewenangan. Argumen ini disampaikan dengan penjelasan naratif bagaimana argumen
tersebut tergambar dari ketiga teks yang dikaji yaitu Sangkuriang, Jaka Tarub, dan Si Leungli.
Terdapat beberapa bukti dari korpus penelitian yang digunakan dan mendukung argumen
tersebut.
1. Dalam menggambarkan perasaan malu Nyi Bungsu akibat perbuatan tidak sopan
Pangeran, digunakan argumen nyata dari percakapan antara Pangeran dengan Nyi
Bungsu. Sehingga fakta kesewenangan didukung dengan nyata melalui narasi buku teks
cerita tersebut.
2. Digunakan fokalisasi internal Pangeran saat ia mendengar teguran Bungsu agar Pangeran
melepaskan genggamannya. Hal ini memperlihatkan distorsi dalam pandangan Pangeran
ketika menghadapi reaksi Nyi Bungsu atas perlakuannya yang menolak lamaran
Pangeran. Pangeran tidak menerima atas penolakan ini dan tetap menggenggam tangan
Nyi Bungsu. Tergambarkan bahwa kehendak perempuan yang menolak dianggap penting
dan yang diutamakan adalah kekuasaan pria atau dalam kasus ini Pangeran.
3. Pangeran Anom yang sejak awal diperkenalkan sebagai pangeran yang bijak dan berjiwa
ksatria itu memakai kekuasaannya sebagai anak raja untuk memaksakan kehendaknya
memperistri Nyi Bungsu. Pengisahan peristiwa itu memperlihatkan bias gender narator.
“Maka Pangeran Anom segera bersabda dengan penuh wibawa, ‘Nyi Bungsu Rarang!
Aku adalah calon rajamu! Kuperintahkan engkau untuk menjadi istriku!’” (Sanggar
Tumpal 2005a, 61). Bias gender itu sangat nyata terlihat dari keterangan yang diberikan
narator untuk menjelaskan bagaimana Pangeran memanfaatkan otoritasnya untuk
mendapatkan apa yang dia inginkan serta dari penggunaan tanda seru untuk setiap
kalimat Pangeran.

Anda mungkin juga menyukai