Anda di halaman 1dari 11

KARAKTERISASI TOKOH ANOMAN

DALAM WAYANG KULIT RAMAYANA GAYA SUKAWATI

Oleh :

I Bagus Wijna Bratanatyam, S.Sn., M.Sn


NIDN : 0018048904
Ni Wayan Masyuni Sujayanthi,SH., M.H
NIDN : 0021038705

I. PENDAHULUAN
Wayang Kulit Ramayana adalah pertunjukkan wayang kulit yang pada umumnya dipentaskan
malam hari, namun karena situasi tertentu wayang kulit ini juga dipertunjukan pada saat pagi atau siang
hari. Pertunjukkan wayang ini memakai kelir atau layar dan lampu blencong sebagai pencahayaanya.
Lakon-lakon pertunjukkan wayang kulit ini bersumber dari wiracerita Ramayana. Wayang Kulit
Ramayana yang sering disebut juga Ngramayana, biasanya diiringi dengan gamelan yang disebut Batel
Gender Wayang. Perbedaannya adalah pada sumber lakonnya dan iringan gamelannya.Wayang Kulit
Parwa diiringi dengan empat tungguh gender wayang. Iringan gamelan Wayang Kulit Ramayana
menggunakan babatelan gender wayang yang terdiri dari sepasang gender pemade dan kantil yang
dilengkapi dengan sepasang kendang krumpungan, sebuah cengceng ricik, kajar, tawa-tawa, kelenang,
suling dan kempur. Di Desa Sukawati, suara instrumen kempur yang dominan dalam iringan pementasan
wayang kulit ini, menyebabkan Wayang Kulit Ramayana secara latah disebut Wayang Kempur.
Menurut penjelasan Dalang I Wayan Nartha, pada tahun 1970-an Wayang Kulit Ramayana dan
Wayang Kulit Parwa memiliki popularitas yang hampir sama. Ketika itu dikenal para dalang yang
memiliki spesialisasi Wayang Kulit Ramayana atau Wayang Kulit Parwa. Seperti Dalang Ida Bagus
Ngurah (almarhum) dari Buduk, Badung dan Dalang I Nyoman Granyam (almarhum, 1913-1968) dari
Sukawati spesialisasinya Wayang Kulit Parwa, Ida Bagus Sarga (almarhum) dari Bongkasa dan I Wayan
Gayung (almarhum) dari Sukawati, Wayang Kulit Ramayana sebagai spesialisasinya (Wawancara tanggal
28 Pebruari 2017 di rumahnya Br. Babakan, Sukawati, Gianyar).
Namun kini seiring dengan perjalanan waktu, Wayang Kulit Ramayana semakin jarang dapat
disaksikan masyarakat Bali.Seni pertunjukkan WayangKulit Ramayana semakin langka ditekuni oleh
seniman wayang kulit masa kini.Sekitar tahun 1960-1970-an masyarakat Bali mengenal dalang Wayang
Kulit Ramayana Ida Bagus Sarga (almarhum) dari Desa Bongkasa,Kabupaten Badung, yang tersohor
dengan geraman suara tokoh-tokoh raksasanya. I Wayan Gayung (almarhum) dari Desa Sukawati,
Kabupaten Gianyar yang dikagumi penonton dengan riuh suara tokoh-tokoh keranya semakin dilupakan
masyarakat Bali. Kini, pementasan Wayang Kulit Ramayana dibawakan oleh dalang Wayang Kulit
Parwa.
Menurut penjelasan Dalang I Made Sija, sejak meninggalnya dua dalang terkenal Wayang Kulit
Ramayana I Wayan Gayung dan Ida Bagus Ngurah Sarga pada tahun 1970-an, eksistensi Wayang Kulit
Ramayana ikut pula lesu (Wawancara tgl. 29 Maret 2013 di rumahnya Br. Bona Kelod, Blahbatuh,
Gianyar). Kini meskipun beberapa dalang Wayang Kulit Parwa juga mampu menyajikan Wayang Kulit
Ramayana akan tetapi totalitas dan ciri khas yang dimiliki kedua dalang WayangKulit Ramayana Ida
Bagus Sarga (almarhum) dan I Nyoman Gayung (almarhum) belum tertandingi.
Kini, dengan semakin jarangnya pertunjukkan Wayang Kulit Ramayana tentu akan mengancam
hilangnya nilai estetika yang sempat menyumbangkan rasa keindahan dan kedamaian pada masyarakat.
Jika Wayang Kulit Ramayana terkubur dari khasanah kesenian kita, masyarakat Bali masa kini
kehilangan sebuah media komunikasi kultural yang pada masa lalu memberikan tontonan dan
tuntunan.Menurut penjelasan Anak Agung Wiyat S. Ardi, Wayang Kulit Ramayana dalam berbagai
ungkapan lakonnya adalah media penghayatan terhadap nilai-nilai keindahan, kebenaran dan keluhuran

1
dari intisari kisah Rama sang penegak dharma dalam menundukkan adharma dalam presentasi diri
Rahwana (Wawancara, Minggu 24 Pebruari 2017 di Keramas, Gianyar).
Ciri khas yang menonjol dalam Wayang Kulit Ramayana adalah penampilan palawaga yaitu
tokoh-tokoh kera para prajurit Rama seperti: Subali, Anoman, Anoman, Anggada, Anila, Sempati dan
lain-lainnya, selain memiliki ciri fisik yang berbeda-beda satu sama lainnya namun juga memiliki
identitas dalam penampilan tatikesan atau gerak-geraknya dan motif iringannya. Penampilan tokoh-tokoh
palawaga inilah menjadi identitas khusus Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati. Dalam pementasan
Wayang Kulit Ramayana, penampilan dan kepahlawanan tokoh-tokoh palawaga tersebut biasanya
disimak dengan antusias oleh penonton.Penyajian penampilan masing-masing tokoh kera itu
membutuhkan kepiawaian dalang dalam hal tatikesan atau gerak wayang, olah vokal dan kepekaan pada
iringan gamelannya.
Ada sebelas tokoh-tokoh palawaga dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati, antara lain :
Anoman, Subali, Anoman, Anggada, Nila, Nala, Sempati, Menda, Jembawan, Guwaksa, dan Drawi.
Kesebelas tokoh-tokoh palawaga diatas, mempunyai karakter, ketokohan dan kepahlawanannya masing-
masing. Tokoh Anoman, Menda, dan Sempati dalam pertunjukkan Wayang Kulit Ramayana Gaya
Sukawati ditampilkan secara khusus dengan gerak dan motif iringan yang berbeda-beda disesuaikan
dengan karakter tokoh masing-masing.
Tokoh-tokoh dalam seni pertunjukan wayang kulit menggambarkan berbagai karakter seperti
karakter emosional, egeoistis, agresif, permisif, keras kepala, selalu ingin berkuasa; ada pula karakter arif
bijaksana, baik hati, selat lu menolong, selalu bertenggang rasa yang selalu menghindari konflik, sabar,
humoris, dan sebagainya (Walujo, 2000: 7). Seperti yang dikemukakan oleh Walujo, setiap tokoh dalam
pertunjukkan Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati juga memiliki berbagai karakter, seperti tokoh
Anoman juga mempunyai karakter khusus.
Sesuai dengan uraian diatas, topik tentang karakterisasi tokoh Anoman dalam Wayang Kulit
Ramayana Gaya Sukawati sangat mendesak untuk diteliti. Alasanya karena penampilan tokoh Anoman
dalam Wayang Kulit Ramayana memiliki nilai estetik yang sangat berharga. Tokoh Anoman dalam
Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati memiliki bentuk, tetikesan (gerak wayang), dan antawacana,
yang hanya dimiliki tokoh Anoman dibandingkan dengan tokoh palawaga lainnya. Maka dapat
dirumuskan permasalahanya : 1. Bagaimana bentuk yang mengidentifikasi karaktersasi tokoh Anoman
dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati?. 2. Bagaimana gerak yang mengidentifikasi karaktersasi
tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati?, dan 3. Bagaimana antawacana yang
mengidentifikasi karaktersasi tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati?

II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian tentang karakterisasi tokoh
Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati ini menggunakan metode deskriptif analisis.
Adapun rancangan penelitian ini yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan, diamati
dan dipadukan dengan dokumen berupa foto, rekaman audio/video, menetapkan informan, menyiapkan
daftar pertanyaan, dan mencari data sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan topik penelitian. Tehnik
pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahapan selanjutnya
dilaksanakan proses pengkajian terhadap data mengenai objek penelitian yang telah
dikumpulkan, dengan mengolah dan menganalisis data yang terkumpul menjadi data sistematis,
teratur, terstruktur dan memiliki makna. Setelah mengumpulkan sumber-sumber kemudian
dipadukan secara cermat hal yang ditemukan di lapangan, hasil penelitianya yang diharapkan
dapat menjawab permasalahan yang diajukan mendekati kebenaran.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Bentuk Wayang Tokoh Anoman

2
1. Bagian Atas (Kepala) Tokoh Anoman

ikuh
Gelang ikuh

Supit Urang

Wajah kera
Silut Karna

Gambar 1
Bagian Atas Tokoh Anoman Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati
milik Dalang I Wayan Nartha

Unsur-unsur bagian atas tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati yaitu dari
wajah. Wajah dari tokoh Anoman adalah wajah kera tetapi sudah mendapat stilisasi sesuai dengan
karakter seorang raja kera. Jumlah mata dua menghadap ke samping, alis ukuran sedang, hidung layaknya
hidung kera, berkumis sedang, mulut terbuka, giginya tajam, dan memiliki taring dua. Wajah sangat
menentukan karakter tokoh tersebut. Untuk wajah tokoh Anoman dipakai wajah kera, karena tokoh ini
tokoh kera. Mata dari tokoh dalam pewayangan tokoh ini tergolong mata dedeling atau melotot, sehingga
tokoh ini adalah tokoh putra keras. Hidung tokoh ini dibuat seperti hidung kera, karena tokoh ini adalah
tokoh kera. Mulutnya terbuka, dengan gigi tajam dan dua taring ukuran sedang ditambah kumis dan alis
yang besar ini menyatakan tokoh ini tokoh kera dengan karakter keras. Telinga tokoh ini adalah telinga
kera yang dengan bentuk runcing diatasnya.
Ekornya melintang di atas kepala. Ekor yang melintang ke atas ini menandakan tokoh ini
adalah tokoh kera yang sakti. Tokoh Anoman dipakai berwarna putih, menandakan tokoh ini seorang
yang suci, pembela kebenaran.
Atribut busana yang dikenakan pada bagian kepala tokoh Anoman bagian kepala yaitu: Gelungan
Supit Urang, dan Silut Karna. Badong dikenakan pada leher seorang tokoh wayang yang tergolong
kesatrya. Menurut Bandem (1983: 22), badong adalah perhiasan leher atau penutup bahu yang dipakai
oleh penari Bali. Mengenai ukuran dari badong itu disesuaikan dengan tokoh yang memakainya.
Misalnya tokoh yang berwatak keras memakai badong yang lebih besar, sedangkan tokoh yang berwatak
manis memakai badong yang lebih kecil. Badong dikenakan oleh tokoh Anoman.

2. Bagian Tengah (Badan) Tokoh Anoman

3
Badong

Gelangkana

Kuku
Naga Wangsul

Sabuk
Ampok-ampok
Gambar 2
Bagian tengah Tokoh Anoman Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati
milik Dalang I Wayan Nartha

Unsur-unsur bagian tengah tokoh Anoman Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati yaitu dari
bentuk badannya tegap seperti manusia namun berbulu, bulu dalam wayang tidak nyata seperti bulu kera,
tetapi dilukiskan dengan garis hitam kecil-kecil yang dibuat disisi anggota badannya, meliputi leher, dada,
perut, lengan tangan, dan ekor. Bentuk badan tegap dengan perut datar ini karena dalam pewayangan Bai
semua tokoh raja manusia seperti Duryadana, Baladewa memiliki badan seperti Anoman. Dada dan perut
seperti manusia, lengan, tangan manusia, kuku tajam, dan ekor naik kearah atas. Tangan ukuran sedang
dengan kuku agak runcing.
Naga wangsul yaitu hiasan berbentuk seperti tubuh naga yang menggelantung dari pundak
sampai pinggang. Hiasan ini biasanya dikenakan oleh tokoh kesatrya, baik raja maupun pangeran. Tokoh
Anoman memakai naga wangsul karena tokoh ini adalah raja kera yang disejajarkan dengan kesatrya.
Ampok-ampok digunakan pada pinggang beberapa tokoh wayang. Menurut Bandem (1983: 6), ampok-
ampok adalah satu jenis pakian tari yang menghiasi bagian pinggang pada beberapa jenis tari. Tokoh
Anoman menggunakan hiasan ampok-ampok, karena tokoh ini adalah seorang kesatriya/raja.
Hiasan yang paling banyak digunakan pada tokoh Anoman pada lengan dan tangan yaitu
gelangkana. Menurut Bandem, gelangkana adalah hiasan tangan yang ditatah, dipulas dengan cat emas
serta dipakai pada lengan bagian atas dan pada pergelangan tangan (1983: 79). Gelangkana pada tokoh
Anoman, dipakai di kedua lengan bagian atas, kedua pergelangan tangan, dan kedua pergelangan kaki.
Atribut busana yang dikenakan pada bagian tengah tokoh Anoman yaitu Badong, Naga Wangsul,
Gelang kana, Sabuk, Gelang ikuh dan Bungkung. Semua atribut yang dipakai tokoh Anoman ini
mengkarakterisasikan keagungannya sebagai raja kera yang pemberani dan berwibawa.

3. Bagian Bawah (Kaki) Tokoh Anoman

Naga wangsul

Kamen

kancut
Gelang cokor
Gelang cokor

4
Gambar 3
Bagian tengah Tokoh Anoman Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati
milik Dalang I Wayan Nartha

Bagian nista (bawah) dari tokoh Anoman, dibagi manjadi beberapa unsur, baik tubuh maupun
busananya. Dari segi bentuk tubuh, kedua kaki tegak berdiri menghadap samping, seperti manusia, tidak
seperti kera yang berjalan jongkok atau setengah berdiri. Ini membedakan bahwa tokoh Anoman ini
adalah tokoh adalah rajanya para kera. Telapak kaki mengadap satu arah yaitu kesamping, dengan jari
kakinya berjumlah lima yang tajam yang menandakan ini adaah jari kaki kera.
Busana yang dipakai pada bagian bawah tokoh Anoman adalah kamen (kain) dengan cara
pemakian babuletan, kaki di depan ditutupi kamen, dan kaki di belakang tidak ditutupi. Ujung kedua
kamen menjadi kancut di depan dan di belakang. Gelang cokor yang dikenakan tokoh Anoman
mengkarakterisasikan derajatnya sebagai panglima kera yang sangat disegani para palawaga serta
segenap kera lainnya.
Busana tokoh Anoman bagian bawah memakai kamen atau kain dengan cara pemakaian
babuletan, dan ujung dari kedua kain disisakan sebagai kancut. Menurut Bandem, kancut yaitu ujung
kain berasal dari lipatan-lipatan dan ujungnya itu menjulur ke bawah dengan bentuk kerucut. Kancut
dipasang di depan dan dipakai oleh penari-penari pria (1983: 89). Kancut pada tokoh Anoman terdapat
dua, yaitu dibagian depan dan belakang.

3,2 Gerak tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati

Gerak dalam pertunjukan wayang kulit penyebutannya berbeda beda. Pada pewayangan Jawa gerak
diistilahkan sabet. Menurut Murtiyoso, pengertian sabet dalam tradisi pedalangan dapat diartikan segala
macam gerak wayang dikelir yang dilakukan oleh dalang. Sabet dalam pertunjukan wayang dapat dirinci
menjadi beberapa bagian, seperti cepengan, tanceban, bedholan, solah, dan entas-entasan (2007:57).
Pada pewayangan Bali gerak wayang disebut tatikasan. Menurut Anandakusuma (t.t. :201), tatikasan
berasal dari kata tikas yang berarti sikap, jadi tatikasan dalam pertunjukan wayang, bagaimana tokoh
wayang bersikap. Dalam hal ini sikap tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati.
Gerak tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati beberapa memakai istilah seperti
dalam gerak tari Bali dan ada juga gerak menirukan tingkah laku binatang. Gerak tari Bali bersumber dari
panitalaning pegambuhan, sedangkan gerak wayang (tatikasan) bersumber dari panititalaning
pewayangan (Wawancara Dalang I Wayan Nartha tanggal 20 Mei 2017).

1. Gerak Petangkilan Tokoh Anoman


Gerak petangkilan pada wayang kulit secara umum hampir sama dengan gerak tari tetapi karena
wayang kulit mediumnya yaitu dua dimensi, ada beberapa gerak yang disesuaikan. Gerak atau tatikasan
petangkilan tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati, yaitu mejalan, nanjek, liat
telu, nyeledet, nyegut, nyambir, negak.
Mejalan yaitu gerak berjalan setiap tokoh wayang yang berjalan atau menari sesuai dengan
karakter masing-masing tokoh tersebut. Seperti tokoh Anoman gerak mejalan dilakukan dengan
berwibawa karena ini tokoh raja. Namun umumnya wayang yang bentuknya tradisi kaki dari wayang
tersebut dibuat diam hanya tangannya yang biasa digerakan, begitu pada kaki wayang tokoh Anoman .
Gerak ini adalah tanda tokoh Anoman berjalan kesuatu tempat, dalam hal ini untuk bersidang.
Nanjek berasal dari kata “tanjek” yang kemudian menjadi nanjek yang artinya pijak atau pijakan
kaki (1983:107). Pada tatikasan wayang, gerak tanjek dilakukan dengan menekan wayang disekitar
kepalanya ke kelir dengan tekanan lebih keras sehabis gerak berjalan. Setelah ngagem tokoh Anoman
melakukan gerak nanjek dimana wayang ditekan dikelir dan diam diposisi berdiri sejajar menghadap
kedepan. Gerak nanjek ini adalah tanda berhenti setelah berjalan dan memijakan kakinya.

5
Liat telu yaitu dalam bahasa Indonesia diartikan melihat tiga arah. Begitu juga dalam gerak liat
telu pada tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati dibagi menjadi tiga gerakan lagi
yaitu arah bawah, tengah dan atas. Gerak ini pada dipakai pada saat tokoh ini pada saat habis berjalan dan
nanjek. Gerak ini adalah tanda seorang baru keluar pasti akan melihat dulu disekelilingnya. Baik di
bawah, ditengah dan diatas.
Seledet adalah gerak mata ke samping kanan atau kiri dalam tari Bali, tetapi gerak ini pada
wayang dipakai dengan cara menekan wajah wayang di kelir dan digeser sedikit kearah belakang dan
dikembalikan lagi ke depan dengan cepat. Gerak ini adalah tanda berakhirnya gerak liat telu atau angsel.
Cegut adalah gerak kepala tertunduk sedikit dan kembali ke posisi semula dengan cepat. Pada
gerakan tokoh Anoman, gerak ini biasanya satu rangkaian dengan seledet. Setelah gerak seledet atau
mendahului seledet. Gerak cegut tokoh Anoman aksentuasi lebih keras dan tajam dibandingkan misalnya
tokoh wayang berkarakter halus seperti misalnya Rama atau Laksmana.
Miles adalah gerakan memutar satu kaki untuk perpindahan agem dalam tari Bali. Pada tatikasan
wayang gerak ini dilakukan dengan memutar sedikit wayang tetapi kepala wayang masih ditekan di layar.
Gerak miles ini biasanya ditampilkan oleh tokoh-tokoh utama saat adegan petangkilan.
Nyambir yaitu gerak mengangkat saput (kain yang dipakai setelah kamen pada busana adat Bali)
dalam tari Bali. Namun dalan gerak wayang gerak ini dilakukan menggerakkan badan wayang kebelakang
dengan kepala wayang masih ditekan di layar.
Negak yaitu gerak orang duduk. Dalam tatikasan wayang gerak ini dilakukan dengan
mendekatkan semua permukaan wayang dari kepala sampai kaki ke layar dan ditancapkan di gedebong.
Sebelum duduk wayang kepala wayang digerakan kebawah. Sebagai tanda seseorang selalu
memperhatikan dulu tempat yang akan diduduki.
Seluruh gerak–gerak yang telah diuraikan tersebut ditampilkan sesuai urutannya, saling terkait
satu dengan yang lain. Bila urutan gerak tersebut tidak kronologis maka tatikasan petangkilan tokoh
Anoman menyalahi pakem dan tidak mampu menyajikan karakter agung seorang kera Anoman.

2. Gerak (Tatikasan) Pangelembar


Adapun gerak pengelembar yaitu gerak-gerak yang dipakai pada saat tokoh Anoman menari
tunggal dengan tariannya tersendiri. Menurut Dalang I Wayan Wija, pada saat tokoh Anoman melakukan
tarian tunggalnya dipakai beberapa gerak yaitu mejalan, nanjek, agem, liat telu, seledet, cegut, angsel,
nyogroh, nayog dan rebut muring.
Mejalan yaitu gerak berjalan setiap tokoh wayang yang akan ditampilkan atau menari sesuai
dengan karakter masing-masing tokoh tersebut. Seperti tokoh Anoman gerak mejalan dilakukan dengan
berwibawa karena ini tokoh panglima pasukan kera. Gerak mejalan tokoh Anoman disertai ayunan tangan
dengan muka agak mendongak.
Nanjek berasal dari kata “tanjek” yang kemudian menjadi nanjek yang artinya pijak atau pijakan
kaki (1983:107). Setelah ngagem tokoh Anoman melakukan gerak nanjek dimana wayang ditekan dikelir
dan diam diposisi berdiri sejajar menghadap kedepan. Gerak nanjek tokoh Anoman ditampilkan lugas dan
tajam dengan aksentuasi hentakan bunyi cepala.
Agem : merupakan sikap atau cara pokok berdiri dalam tari Bali. Ada berbagai bentuk agem
dalam tari Bali sesuai dengan watak dari masing-masing tokoh. Menurut jenisnya agem dapat di bedakan
atas : 1. Agem tari putra keras; 2. Agem tari putra manis; 3. Agem tari putri keras; dan 4. Agem tari putri
manis. (Bandem,1983: 5). Demikian pemaparan Bandem mengenai agem, dalam hal ini agem yang
dipakai pada tokoh Anoman digolongkan agem tari putra keras. Tangan yang didepan menyiku didepan
dada, dan tangan yang dibelakang menyiku kearah depan atau pada saat tertentu membentang lurus
kearah atas pojok kanan.
Liat telu yaitu dalam bahasa Indonesia diartikan melihat tiga arah, seorang yang baru keluar pasti
akan meihat dulu disekelilingnya. Begitu juga dalam gerak liat telu pada tokoh Anoman dalam Wayang

6
Kulit Ramayana gaya Sukawati dibagi menjadi tiga gerakan lagi yaitu arah bawah, tengah dan atas. Gerak
ini pada dipakai pada saat tokoh ini pada saat habis berjalan dan nanjek.
Seledet adalah gerak mata ke samping kanan atau kiri dalam tari Bali, tetapi gerak ini pada
wayang dipakai dengan cara menekan wajah wayah di kelir dan digeser sedikit kearah belakang dan
dikembalikan lagi ke depan dengan cepat. Begitu juga tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana
gaya Sukawati memakai gerak seledet untuk mengakhiri dari liat telu, dan angsel.
Cegut adalah gerak kepala tertunduk sedikit dan kembali ke posisi semula dengan cepat. Pada
gerakan tokoh Anoman, gerak ini biasanya satu rangkaian dengan seledet. Setelah gerak seledet atau
mendahului seledet.
Angsel : Berarti tertunda (berhenti sebentar), suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan
perubahan dinamika dalam tari. Angsel dimulai dengan gerak keras mendadak, temponya cepat, sekaligus
memberikan tanda perubahan dinamika dari musik iringannya. Angsel berfungsi untuk mengubah posisi
kiri kekanan atau sebaliknya, dan juga berfungsi untuk mengajukan berakhirnya suatu tarian (1983: 9).
Angsel dalam pengelembar tokoh Anoman Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati ada angsel lantang,
angsel bawak namun begitu ukuran temponya pendek-pendek. Angsel lantang juga digunakan untuk
sebagai tanda berakhirnya tarian Anoman tersebut.
Nyogroh adalah gerak maju tiba-tiba kedepan kebawah dan keatas, seolah ada yang mau dicari
atau ditangkap. Pada tokoh Anoman gerak ini sering dipakai karena tokoh ini tergolong karakter keras.
Ngoyod yaitu gerak yang dilakukan dengan menggerakan badan ke kanan dan kekiri berulang-
ulang. Pada tokoh Anoman, gerak ini dilakukan dengan cara menggerakan wayang kekiri kekanan.
Nayog adalah gerak kedua tangan ke depan dan kebelakang diimbangi gerak badan condong ke
depan dan kebelakang ada saat bersamaan.
Garang muring yaitu suatu gerak yang distilisasi dari orang yang sedang garang muring (direbut
oleh semacam serangga). Gerak ini dilakukan dengan posisi tangan diangkat ke atas sejajar telinga dan
gerak kepala digeleng-gelengkan ke kiri dan kanan.
Semua tatikasan pangelembar tokoh Anoman ini menandai bahwa seorang tokoh raja kera yang
berwibawa sedang bersenang-senang dan akan selalu memenuhi tugasnya sebagai memimpin rakyat
keranya.

5.2.3 Gerak (Tatikasan) Pesiat


Gerak wayang perang memerlukan ruang besar berjalan, berlari, menendang, berguling-guling,
memukul, masuk bumi dan ke dalam air, dan terbang. Gerak perang tokoh Anoman dalam Wayang Kulit
Ramayana Gaya Sukawati yaitu melaib, mekecos, ngantem, ngugut, ngentungan batu,dan nyabut kayu.
Melaib yaitu gerak berlari. Tatikasan ini dilakukan pada tokoh Anoman dengan berjalan cepat
diselingi gerak tanjek ditengah-tengahnya. Ini memberikan tanda bahwa seorang berlari mencari sasuatu,
yang pada saat adegan perang yang dicari adalah tiada lain musuhnya.
Mekecos adalah gerak meloncat. Tatikasan ini dimainkan dengan cara mengangkat wayang agak
tinggi dan dijalankan sehingga seperti orang meloncat. Gerak ini dilakukan biasanya setelah gerak berlari
atau pada saat menghindar dari serangan musuh.
Ngantem adalah gerak memukul. Gerak ini dilakukan dengan cara membenturkan tangan wayang
Anoman dengan tokoh wayang musuhnya, tekanan nya pada tangannya.
Ngugut adalah gerak menggigit. Gerak ini dilakukan dengan cara menempelkan mulut tokoh
Anoman ke pada tokoh musuhnya pada bagian hidung, leher, badan, tangan dan lain-lainnya.
Ngentungan batu adalah gerak melemparkan batu. Gerak ini dilakukan dengan cara menempelkan
wayang batu di tangan tokoh Anoman dan melepaskan batunya dan dijalankan. Tatikasan ini dipakai pada
saat adegan perang.
Nyabut kayu adalah gerak mencabut pohon. Tatikasan ini dimainkan dengan cara menggerakkan
tangan tokoh Anoman dan titempelkan pada wayang kayu dan mencabut wayang pohon. Gerak ini
biasanya di ikuti dengan memukulkan kayu ini di badan musuh atau melemparkannya ke arah musuh.
Demikianlah, bab ini telah menguraikan tentang karakterisasi tokoh Anoman dalam Wayang
Kulit Ramayana gaya Sukawati dilihat dari segi bentuk dan geraknya. Dilihat dari segi bentuknya,

7
karakterisasi tokoh Anoman merupakan stilisasi kera yang seluruh tubuhnya berwarna merah sebagai
simbol pemberani. Tokoh Anoman memakai busana lengkap yang mencerminkan seorang raja
berwibawa. Dilihat dari segi geraknya, karakterisasi tokoh Anoman diungkapkan dengan tata gerak tari
yang protokoler saat patangkilan, gerak-gerak tari agem, tandang, dan tangkep saat ngalembar dan gerak-
gerak tari keras serta dinamis saat adegan perang.

3.3 Antawacana Tokoh Anoman Dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati
Antawacana berasal dari bahasa Sansekerta anta yang berarti batas dan wac/wacana
artinya berbicara. Jadi antawacana adalah bahasa atau wacana yang dibatasi oleh wujud, rasa,
watak (karakter), dan laras atau nada. (Suyanto dalam Suyanto, 2007 : 19). Penyampaian
antawacana disesuaikan dengan karakter dan status tokoh wayang, suasana adegan, dan setting
(Soetarno, 2007: 55). Menurut Ensiklopedi Wayang Indonesia (Senawangi, 1999: 127),
antawacana meliputi kemampuan membawakan karakter tokoh wayang melalui warna suara,
teknik vokal, tekanan dan nada bicara, agar suara itu dapat mewakili sifat dan tabiat tokoh
wayang yang dibawakannya.
Berhasilnya antawacana seorang tokoh daam pertunjukan wayang kulit memerlukan
keahlian seni berbahasa yang disebut dengan retorika. Retorika itu sendiri merupakan semi
penggunaan bahasa yang “tepat guna” dapat diartikan bahwa bahasa itu digunakan secara efektif
dan efisien. Daam retorika harus memenuhi tuntutan estetika antara lain: 1. Adanya variasi daam
penggunaan bahasa; 2. Adanya keharmonisan antara bagian-bagian dari bangunan bahasa itu;
dan 3. Adanya pertentangan (contrast) yang dilukiskan dengan bahasa (Rota,1986: 9). Variasi
bahasa misalnya penggunaan bahasa Kawi gancaran, dengan bahasa bahasa Kawi berbentuk
tembang secara berselang-seling.
Pertunjukan wayang kulit biasanya menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Bali dan
Bahasa Kawi (Jawa Kuno). Penggunaan bahasa Bali dalam pertunjukan wayang kulit sangat
bervariasi yaitu bahasa Bali Kasar (kepara), bahasa Bali Madia dam bahasa Bali Alus, sesuai
dengan situasi pemakaiannya. Bahasa Bali ini banyak digunakan oleh peran punakawan untuk
menjelaskan dialog antara raja dengan raja atau kalangan bangsawan yang diabdi dalam lakon
pertunjukan tersebut (Bandem, 1994: 41).
Berdasarkan data-data tertulis maupun lisan yang di kumpulkan, diseleksi dan dianalisis,
antawacana tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati di bagi menjadi tiga
bagian, yaitu : 1. Antawacana Petangkilan (sidang); 2. Antawacana Pengelembar (tarian);

1. Antawacana Petangkilan
Struktur pertunjukan Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati selalu dilengkapi adegan
petangkilan (sidang). Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam adegan ini disesuaikan lakon yang
dibawakan oleh dalang. Pada pertunjukan Wayang Kulit Ramayana Lakon “Kapi Parwa
(Anoman menanyakan ayahnya)” oleh Dalang I Nyoman Ganjreng menampilkan tokoh Anoman
dan Dewa Anjanid alam adegan petangkilan diiringi tokoh punakawan Malen dan Merdah.
Dibawah ini adalah antawacana petangkilan tokoh Anoman yang dikutip dari pertunjukan
Wayang Kulit Ramayana Lakon “Kapi Parwa (Anoman menanyakan ayahnya)” oleh Dalang I
Nyoman Ganjreng. Pertunjukan ini direkam oleh Perusahaan rekaman Bali Record Adapun
antawacana tokoh Anoman tersebut sebagai berikut :
1. Anoman : Tabe,, tabe aku umatur, siapa aku, sakeng apa aku, siapa
aranku

8
Terjemahan : Maaf, mafkan saya mau berbicara, siapa aku, dari mana aku,
siapa namaku.

2 Anoman : Mula jakti tanweruh?

Terjemahan : Memang benar tidak tahu?

3 Anoman : Singgih inganika ibu, yayateki aku sampun wenara sweta.

Terjemahan : Wahai ibu, hamba ini tiada lain si kera putih

4 Anoman : Singgih inganika ibu, renga saturan sang wenara sweta,


mangkana. Pamurwan kunang carita, Maruti kinon
amerihaken yata wit ikanang mabang wetan pada lor,
kipinerih de yayateki, mangkana tan kasidan kacunduka,
dateng marikanang Yamaniloka, geger watekikanang
cikrabala kingkara tulus ikanang perang. Apan aku weruh
tanpa dosa pinaka duta de inganika, jatinian, yayatika
Hyang Nilakanta weruh ri pemagenian atanya, dateng Sang
Hyang Samirana. Pawisik ira, mangkana yan kadyang apa.
Sang Hyang Nilekanta wehaken kunang busana, Sang Hyang
Samirana panukara, inaran yayateki Sang Maruthi, apan
Marut ngaran angin, ti ngaran tingkah, apan aku luir angin
dating marikanang suarga, tan alah denikanang sarwa
senjata, Mangkana.

Terjemahan : Wahai ibu, dengarkan perkataan saya kera putih, demikian.


Awalnya dari kisah ini, Maruti ingin mencari asal dari
cahaya merah di langit timur, dicari olehku. Demikian tidak
bisa kutemukan, datang di Yamaniloka, gempar para raksasa
cikrabala, terjadi perang. Sebab tahu saya tidak berdosa
sebagai duta oleh paduka ibu. Pada dasarnya, beliau Dewa
Siwa tahu perjalanan saya, bertanya. Datang Dewa Bayu,
Berbisik demikian tanpa diketahui. Dewa Siwa memberikan
pakian, Dewa memberi nama saya Maruti, marut adalah
angin, ti adalah prilaku. Sebab saya diibaratkan angin yang
dating ke sorga, tidak bisa kalah oleh berbagai senjata,
demikian.

2. Antawacana Pengelembar
Antawacana pengelembar yaitu semua unsur bahasa yang dipakai pada saat seorang
tokoh wayang menari tunggal. Begitu juga tokoh Anoman dalam Wayang Kulit Ramayana gaya
Sukawati memakai antawacana pada saat menari, meskipun persentase unsur geraknya lebih
banyak dari pada antawacana. Adapun antawacana tokoh Anoman pada saat pengelembar yaitu
terdiri dari ucapan bahasa Kawi pada saat sebelum wayang ditampikan ke kelir (layar), dan suara
ngore. Dibawah ini adalah antawacana pengelembar oleh Dalang I Wayan Wija dari Sukawati :

9
18. Anoman : Ariwijil sira Sang Maruti.

Terjemahan : Keluarlah sang kera Anoman

Antawacana no. 18 Anoman yaitu teks “ Ariwijil sira Sang Maruti.” (Keluarlah sang kera
Anoman). Teks ini menyatakan bahwa Seorang panglima kera yang bernama Anoman akan
keluar untuk melihat di sekelilingnya dan bersiap-siap untuk memimpin pasukan kera. Hal ini
sekaligus memberikan informasi terhadap penonton tokoh apa yang akan keluar dan sebagai
tanda untuk penabuh sehingga para penabuh mengganti atau menyesuaikan lagunya sesuai
dengan tokoh yang akan keluar.
Selain antawacana diatas yang memakai bahasa Kawi (Jawa Kuna) pada saat
pengelembar ini dalang juga memakai interpretasi suara kera yang dalam istilah pewayangan di
Bali disebut ngore. Menurut I Wayan Nartha, ngore yaitu daya cipta teknik bersuara yang
dilakukan oleh dalang untuk memberikan suara tokoh kera dalam pertunjukan wayang,
kreatifitas hal seperti ini yang disebut kawi dalang (Wawancara tanggal 10 Juli 2017). Setiap
tokoh kera dengan tingkatannya masing-masing memiliki suara ngore yang berbeda-beda. Tokoh
Anoman memiliki suara ngore yang keras dan cepat, sehingga sesuai dengan karakter seorang
panglima kera yang sigap.
IV. Kesimpulan

Tiga rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini telah dibahas. Sumber pustaka
dan penelitian lapangan yang dijadikan orientasi kajian telah dipadukan, disaring, dicermati,
dikonfirmasikan dan disusun secara sistematis sesuai dengan kaidah metodologi penelitian
ilmiah. Seluruh uraian yang telah tersaji merupakan pertanggungjawaban akademik yang
didedikasikan untuk perkembangan dan kemajuan ilmu seni, seni pedalangan khususnya.
Berikut, dapat ditarik kesimpulan:
Bentuk wayang yang dapat mengidentifikasi Karakterisasi Tokoh Anoman dalam
Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati dapat dibagi menjadi tiga yaitu bagian atas (kepala),
bagian tengah (badan), bagian bawah (kaki). Masing-masing bagian ini diuraikan berdasarkan
bentuk tubuhnya baik dari kepala, badan, kaki dan tata busana yang dikenakan dalam tiap-tiap
bagian tubuh. Dilihat dari tatikasan (gerak wayang) dibagi menjadi tiga yaitu gerak (tatikasan)
petangkilan, gerak (tatikasan) pengelembar, dan gerak (tatikasan) pesiat. Tiap-tiap bagian
mempunyai gerak-gerak yang berbeda dan urutannya sesuai dengan adengan yang sedang
dimainkan. Baik bentuk dan gerak wayang dikaji dengan landasan teori Semiotika dipergunakan
sebagai alat analisis tanda-tanda mengungkapkan karakterisasi dari tokoh Anoman dalam
Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati.
Antawacana yang mengidentifikasi Karakterisasi Tokoh Anoman dalam Wayang Kulit
Ramayana gaya Sukawati dibagi menjadi tiga bagian yaitu antawacana petangkilan, antawacana
pengelembar, antawacana pesiat. Masing-masing teks antawacana tokoh Anoman dikaji
berdasarkan ilmu penafsiran Hermeneutika dalam menelaah isi dan apa makna yang terkandung
pada teks tersebut.

10
Daftar Rujukan

Bandem, I Made, dkk. 1981/1982. Wimba Wayang Kulit Ramayana (Ketut Madra). Dicetak oleh Proyek
Penggalian/Pembinaan Seni Budaya Klasik/Tradisional dan Baru Daerah Tingkat I Bali.

Bandem, I Made. 1983. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: ASTI Denpasar

Djelantik, A.A.M. 2008. Estetika: Sebuah Pengantar. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
(MSPI) dan Ford Foundation.

Haryanto, S. 1991. Seni Kriya Wayang Kulit: Seni Rupa Tatahan dan Sunggingan. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Trj. Soedarsono. Bandung:
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Pemayun, Tjok Udiana Nindia. 2007. Motif Garuda di Bali: Perspektif Fungsi dan Makna dalam Seni
Budaya. Denpasar: Pustaka Larasan.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada
Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sagio dan Samsugi. 1991. Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta. Jakarta: CV. Haji Masagung.

Saran, Malini dan Vinod C.Khanna. 2004. The Ramayana in Indonesia. New Delhi: Ravi Dayal
Publisher.

Soetarno, dkk. 2007. Estetika Pedalangan. Surakarta: ISI Surakarta.

Sunardi D.M. 1991. Ramayana. Jakarta: Balai Pustaka.

Sunarto. 1997. Seni Gatra Wayang Kulit Purwa. Semarang: Dahara Prize.

Sudiana, I Ketut. 2005. “Materi Panduan Praktek Membuat Wayang Kuit Parwa”. Jakarta :
SENAWANGI.

11

Anda mungkin juga menyukai