p 417-427
P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407
Program Setudi Seni Drama Tari dan Musik, FPBS IKIP PGRI Bali
Jl. Seroja No.57, Tonja , Kec Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali 805235
indrawirawan84@gmail.com
Barong-Rangda selalu hadir dalam praktik-praktik beragama Hindu di Bali. Sosok yang dicitrakan sebagai
Hyang Siwa dan Hyang Bhatari Uma selalu dihubungkan dengan dunia mistik, dan Rangda selalu dikait-
kan dengan tokoh Calonarang bernama Datengdirah, yakni janda Girah dalam lotar Calonarang. Dalam ke-
percayaan masyarakat Hindu di Bali, Rangda adalah perwujudan dari Hyang Bhatari Durga sakti Bhatara
Siwa dan sebagai penguasa kuburan yang dihubungkan dengan hal-hal yang menakutkan. Demikian pula
Barong selalu dilekatkan dengan murthi Siwa dalam perwujudannya sebagai Banaspati Raja. Menariknya
Barong-Rangda bukan saja dipahami sebagai simbol suci, tetapi dihayati dalam penghayatan yang beragam.
Menariknya, sosok Barong-Rangda juga ditarikan oleh orang khusus yang disebut nyolahang Barong-Rangda
atau menarikan sosok Barong-Rangda dalam ruang ritual dan pentas kesenian sakral. Berdasarkan hal terse-
but, menarik untuk mengkaji liturgi sakralisasi Barong-Rangda, sehingga menemukan beberapa makna di
dalamnya.
Barong-Rangda is always present in Hindu practices in Bali. The figures imaged as Hyang Siwa and Hyang
Bhatari Uma are always associated with the mystical world, and Rangda is always associated with a Calona-
rang figure named Datengdirah, the widow of Girah in the Calonarang lotar. In the belief of the Hindu com-
munity in Bali, Rangda is the embodiment of the Hyang Bhatari Durga Sakti Bhatara Siwa and as the ruler of
the grave that is associated with scary things. Likewise, Barong is always attached to the Shiva murthi in its
manifestation as the King Banaspati. Interestingly Barong-Rangda is not only understood as a sacred symbol,
but is lived in a variety of appreciation. Interestingly, the figure of the Barong-Rangda is also danced by a
special person called the nyonganang Barong-Rangda or dances the figure of the Barong-Rangda in the ritual
space and sacred arts stage. Based on this, it is interesting to study the liturgy of the Barong-Rangda sacraliza-
tion, so as to find some meaning in it.
417
Komang Indra Wirawan (Liturgi Sakralisasi Barong-Rangda...) Volume 34, Nomor 3, September 2019
418
Volume 34, Nomor 3, September 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya
Siwa menyuruh Dewi Uma mencari obat ke madyapada. puncak lingga menjadi burung layang-layang. Dalam
Dalam pencarian obat untuk Dewa Siwa, Dewi Uma ber- pencariannya ke dasar bumi itulah Wisnu bertemu
tanya pada setiap pohon dan rumput-rumputan (sarwa taru dengan Dewi Wasundari dan lahirlah Bhoma sebagai
dan sarwa lata). Kesemua pohon dan rumput itu dapat lambang kesuburan.
menjawab dengan baik, karena masing-masing sudah ada 3. Barong Macan, yakni Barong dengan wajah atau tope-
penghuninya, selanjutnya menerangkan khasiatnya mas- ngnya berwujud kepala harimau. Barong ini dikaitkan
ing-masing mulai dari akar, kulit, sampai dengan daunnya. dengan cerita Tantri. Terdapat hanya di beberapa desa
Tepatlah pada tengah hari (kali tepet) sampailah Bhatari saja di Bali dan sering dipentaskan saat ngelawang
Uma di Setra Gandamayu, pada sebuah pohon besar, yai- hari raya Galungan-Kuningan.
tu: Taru Rangdu, di sana beliau mengadakan tanya jawab 4. Barong Asu, yakni berasal dari asu, yakni kata alus
tentang manfaat khasiat pohon tersebut. Kebetulan pada bahasa Bali yang berarti anjing. Wajah topeng Barong
waktu itu merupakan hari yang terlarang oleh Sang Kala ini memang menyerupai kepala anjing dan juga di-
Banaspati Raja, karena pada saat itu yang menghuni pohon sakralkan. Pementasannya pun dilaksanakan dengan
tersebut sedang tidur nyenyak. ngelawang saat Galungan-Kuningan.
5. Barong Gajah, yakni Barong dengan kepala
Jenis-Jenis Barong dan Rangda menyerupai gajah. Dipertunjukkan saat rangkaian
Keberadaan Barong dan Rangda tidak memiliki ben- hari raya Galungan-Kuningan.
tuk fisik yang baku, tetapi disesuaikan dengan ekspresi 6. Barong Sampi. Barong ini juga langka hanya terdapat
keindahan yang muncul dari tiap jiwa-jiwa pemuja yang di desa tertentu saja. Digunakan ngelawang saat Ga-
berkehendak mempersembahkan karyanya semata-ma- lungan-Kuningan.
ta atas alasan bhakti. Itu pula alasannya mengapa di Bali 7. Barong Singa. Hanya terdapat di Kabupaten Buleleng
dikenal beberapa bentuk Barong dan Rangda. Adapun berfungsi sebagai penolak bala.
bentuk-bentuk Barong yang ada dari berbagai sumber se- 8. Barong Landung. Barong ini tidak berwujud bina-
bagai berikut. tang, tetapi berwujud manusia laki-laki dan perem-
puan. Kata landung dalam bahasa Bali berarti tinggi,
1. Barong Ket sering juga disebut dengan Barong Ket- karena memang wujud barong ini, baik yang laki-laki
ket, Barong rentet, Barong Ketet. Jenis Barong ini maupun yang perempuan fostur tubuhnya tinggi.Di-
merupakan penggambaran Banaspati Raja, yang mainkan seperti ondel-ondel Betawi dan dipentaskan
berarti pelindung hutan atau pohon-pohonan. Ben- saat-saat tertentu sebagai penolak bala, baik saat hari
tuknya merupakan kombinasi dari singa, macan, sapi raya Galungan-Kuningan maupun hari lain yang di-
atau beruang yang memiliki kekuatan magis. Jenis anggap perlu.
Barong ini menyebar merata di seluruh Bali dan bi- 9. Barong Brutuk. Barong ini hanya terdapat di Desa
asanya selalu berpasangan dengan Rangda. Di India Trunyan, Kabupaten Bangli. Topeng ini juga tidak
terdapat binatang suci yang mirip Barong Ket yang menyerupai binatang dan dimainkan oleh satu orang
bernama Sarabha. Sarabha artinya pembunuh, bina- saja. Barong ini memiliki topeng raksasa sebagai per-
tang mitos yang memiliki mata yang lebar (melotot) wujudan Dewa Pancering Jagat. Barong Brutuk ber-
dan 8 kaki, yaitu 4 buah kaki normal dan 4 kaki lain- pasangan laki-laki dan perempuan, tetapi semuanya
nya melengkung ke atas yang menyerang dan mem- dimainkan oleh laki-laki dengan bersenjatakan cemeti
bunuh singa-singa.Sarabha adalah penjelmaan Dewa dan tanpa gamelan pengiring. Bulu-bulu Barong Bru-
Siwa untuk membunuh Narasimha, yaitu penjelmaan tuk terbuat dari kraras (daun pisang kering). Dipertun-
Wisnu untuk menghabisi raksasa Hiranyakashipu. jukkan saat hari-hari tertentu saja dan puncak pertun-
Ceritanya adalah, setelah mengalahkan Hiranyaka- jukan ditandai dengan bertemuanya Barong Brutuk
shipu, Narasimha tetap mengembara di bumi den- laki-laki dan perempuan sebagai simbol terjadinya
gan galaknya menghancurkan segala sesuatu. Men- kesuburan.
yaksikan keadaan ini para dewa memohon bantuan 10. Barong Blas-blasan atau disebut juga Barong Ked-
Siwa. Siwa kemudian turun ke dunia menjadi Sarabha ingkling dan Nongkling. Barong ini terdiri dari ban-
dan memotong tubuh Narasimha sehingga Dewa yak wujud umumnya bertopeng para tokoh dalam pe-
Wisnu dapat terbebas dari ikatan reinkarnasinya dan wayangan Ramayana. Biasanya dipentaskan dengan
kembali ke Vaikunthaloka. ngelawang dengan diiringi gamelan batel, bebaron-
2. Barong Bangkal adalah babi yang umurnya sudah gan.
tua dengan tubuh besar dan taring panjang. Bangkal 11. Barong Gegombrangan. Jenis Barong ini sudah san-
dianggap sebagai binatang mitos yang dihubungkan gat jarang dijumpai. Kata gombrang artinya rambut
dengan kelahiran Bhoma. Figur ini dihubungkan yang terurai. Mungkin Barong ini adalah Barong Me-
dengan kisah pertarungan Wisnu dan Brahma untuk medi yang masih terdapat di beberapa desa di Bali.
mencari ujung bawah dan atas Lingga Siwa. Wisnu 12. Barong Sae. Diduga Barong ini kena pengaruh China
mencari pangkal lingga turun ke dasar bumi menja- dengan topeng berwajah macan atau kelelawar.
di babi, sementara Brahma melesat ke atas mencari 13. Barong Jaran, yaitu Barong dengan topeng
419
Komang Indra Wirawan (Liturgi Sakralisasi Barong-Rangda...) Volume 34, Nomor 3, September 2019
420
Volume 34, Nomor 3, September 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya
421
Komang Indra Wirawan (Liturgi Sakralisasi Barong-Rangda...) Volume 34, Nomor 3, September 2019
e) Pembuatan Perlengkapan Lain Dengan selesainya pembentukan fisik Barong dan Rangda
Selain proses penggarapan tapel, saat bersamaan juga berarti sudah siap disakralisasi untuk menyucikan tapak
disiapkan perlengkapan lain, seperti membuat kerang- tersebut dan memohonkan kekuatan gaib agar berkenan
ka Barong dan Rangda. Kerangka dibuat dengan bahan bersthana pada tapakan. Prosesi sakralisasi Barong dan
baku bambu tali (Tiing tali) yang sudah dihaluskan dan Rangda berlangsung beberapa tahapan dan cukup rumit
dibelah sesuai dengan kebutuhan. Keranjang Barong ter- sehingga hanya sedikit orang yang memiliki kemahiran di
diri dari keranjang pundut, yaitu dua buah keranjang yang bidang ini. Hal ini mengingat setelah Barong dan Rang-
dianyam dengan rotan dan bambu tali. Lebar keranjang da itu berada dalam keadaan suci (sakral), maka hal itu
kira-kira satu meter persegi ditempatkan di bagian depan pun belum cukup memenuhi syarat untuk dijadikan prati-
dan yang lain di bagian belakang. Bagian depan berbentuk ma atau pralingga Ida Bhatara. Ada tahap terakhir yang
setengah lingkaran, dan bagian belakang setengah ling- harus di tempuh, yaitu pengisian jiwa atau roh dewata
karan lengkap dengan rotan besar sebagai pangkal ekor yang dimohonkan hadir dan berstahanya padanya. Taha-
Barong. Perlengkapan lainnya adalah tangga tali, sunan pan pengisian atau penghidupan Barong dan Rangda agar
yang dipasang di bagian tengah atas keranjang, di depan dijiwai oleh kekuatan suci kedewataan ini disebut upacara
dan belakang, keduanya dipasangi sunan sebagai penyang- Ngereh, pelaksanaannya disebut Ngerehang Barong dan
ga Barong dan Rangda jika ditarikan sebagai tempat kepa- Rangda. Hanya Barong dan Rangda yang sudah melewati
la pemundut. Selanjutnya bulu Barong dipasang dengan prosesi penyucian dapat dilakukan upacara Ngereh.
mempergunakan tali dan praksok serta rambut Kuda yang
sudah diikat dengan mempergunakan tangga tali. Kemu- Sakralisasi Barong dan Rangda
dian, di bagian depan dipasang bulu dengan warna hitam Barong maupun Rangda yang sudah selesai dibuat mer-
yang terbuat dari ijuk. Kemudian di bagian ekor dipas- upakan barang seni yang dalam konteks religiusitas masih
angkan bulu Burung Merak sebanyak sembilan helai bulu tergolong benda profan (non sakral), sehingga tidak memi-
ekor. Pada bagian ekor Barong juga dipasang genta kecil liki makna atau simbolik apapun selain sebuah citra seni.
sebagai lonceng. Cangkokan kaca, ini ditempel di ukiran Oleh karena Barong maupun Rangda tersebut akan digu-
422
Volume 34, Nomor 3, September 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya
nakan sebagai simbol keagamaan maka perlu diadakan perasaan dan berpikiran buruk, berburuk sangka kepada
proses transit atau pemindahan predikat dan kualitas dari orang lain, (2) Mithia Wacana, yaitu berkata sombong,
wujud profan menuju sakral. Sebagai manusia religius angkuh, tidak menepati janji, (3) Mithia laksana, yaitu
alam tidak pernah hanya sesuatu yang alami; alam selalu berbuat tidak sopan, kurang ajar, hingga merugikan orang
penuh dengan yang religius. Hal ini mudah untuk dipaha- lain. Sedangkan Tri Mala Paksa terdiri dari: (1) Kasmala,
mi karena kosmos merupakan ciptaan ilahi; berasal dari yaitu perbuatan yang hina dan kotor, (2) Mada, yaitu per-
kekuasaan dewa-dewa, dunia dipenuhi oleh kesakralan. kataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, (3) Moha, yaitu
pikiran dan perasaan yang curang dan angkuh.
Sakralisasi benda simbol keagamaan Hindu di Bali, dalam
hal ini Barong dan Rangda dilakukan melalui upacara yad- Melasti ke segara ini yang didukung oleh berbagai sa-
nya. Secara etimologi kata yadnya merupakan bahasa San- rana banten yang diperlukan sebagai sarana simbolis un-
skerta, yaitu berasal dari urat kata yaj yang berarti pengor- tuk memohon tirtha dari segara untuk dipercikkan pada
banan dengan penuh cinta kasih. Bersumber dari akar kata Barong dan Rangda serta umat pengiring. Selanjutnya
tersebut kemudian berkembang menjadi beberapa istilah, perlu juga dijelaskan, bahwa melasti dapat dilakukan pula
antara lain yajna, yajus, dan yajamana. Kata yadnya itu sebelum pensakralisasian dan sesudah prosesi pensakral-
sendiri berarti pemujaan, persembahan atau korban suci. isasian. Sebelum proses pemasupatian melakukan melasti
Kata yajus artinya aturan-aturan tentang yadnya, sedang- adalah tujuannya sama, yakni penyucian karena Barong
kan yajamana merupakan salah satu unsur dari yang dise- dan Rangda pasti dibuat oleh Undagi sehingga perlu
but tri manggalaning yadnya, yaitu tiga unsur penting da- disucikan terlebih dahulu dari segala kekotoran setelah
lam pelaksanaan yadnya yang terdiri dari tiga unsur, yaitu dikerjakan. Tujuan melasti setelah pamasupatian memiliki
(1) orang yang memimpin upacara tersebut (pemuput); (2) makna yang sama juga, bahwa setelah terlahir maka perlu
orang yang membuat sesajen (tapini yajna); dan (3) orang Ida Bhatara disucikan kembali.
yang melaksanakan yajna atau sang yajamana. Selaian itu,
yang memimpin upacara sakralisasi juga dapat dilakukan b) Melaspas
oleh orang yang sudah mawinten seperti pemangku unda- Tahapan proses sakralisasi berikutnya adalah melaspas
gi, pemangku desa, dan sejenisnya. Terlebih pemangku Barong dan Rangda. Mlaspas berasal dari kata “paspas”.
yang sudah ngiringang Dalem sudah pasti memiliki kual- Mendapat infik “el” menjadi pelaspas, merupakan kata
ifikasi dalam hal tersebut. Sebab dalam konteks sakral- kerja aktif yang artinya pembersihan atau penyucian. Lalu
isasi atau ngerehang dan mesuci peran pemimpin upacara disengaukan menjadi “melaspas” atau mlaspas, melakukan
sangat penting. Oleh karena itu, orang-orang yang sudah pekerjaan (aktif) untuk membersihkan atau menyucikan.
memiliki taksu dalem sangat berhak melakukan prosesi Jadi Melaspas artinya penyucian atau “sakralisasi sebuah
tersebut, sebab bise, dadi dan patut sangat perlu diperha- bangunan yang akan difungsikan. Mlaspas maksudnya
tikan dengan baik. Adapun upacara yadnya dalam proses melepaskan segala ikatan dari bahan-bahan Barong dan
sakralisasi Barong dan Rangda ini terdiri dari berbagai Rangda dengan asal-muasal bahan tersebut. Seperti mele-
tahapan antara lain: paskan ikatan atau keterkaitan tapel denga asal kayu, bam-
boo, kain, benang, dan lainnya, sehingga ada penegasan
a) Melasti ke Segara sejak upacara melaspas tersebut kayu tapel tersebut bukan
Pertama-tama Barong dan Rangda dibawa ke segara un- lagi sepotong kayu pule, tetapi sudah berubah status men-
tuk melakukan penyucian atau disebut melasti. Ritual me- jadi Barong dan Rangda. Demikian juga bahan-bahan lain-
lasti bermakna menghanyutkan leteh di bhuana alit dan nya tidak lagi berpredikat sebagai bamboo tiying tali, bulu
bhuana agung dan kemudian memohon saripati amrtha jaran, dan sebagainya, tetapi sudah menjadi kesatuan utuh
di telenging segara. Dalam kaitannya dengan sakralisasi wujud Barong dan Rangda.
Barong dan Rangda, upacara melasti ke segara bermaksud
menghanyutkan “kekotoran” yang terdapat pada Barong Adapun rangkaian Melaspas adalah (a) Mecaru Panca-
dan Rangda yang berasal dari proses pembuatan yang ten- sata. Pada saat melaspas acara mecaru atau memberi-
tu saja menyebabkan banyak kecemaran secara spiritual, kan persembahan kepada bhutakala agar menjadi saumya
demikian juga bahan-bahan Barong dan Rangda beserta (tenang dan lembut) dengan harapan segala sesuatu
perlengkapannya yang berasal dari berbagai tempat yang yang akan dilakukan selanjutnya dirasakan terbebas dari
mungkin saja mengandung berbagai “kekotoran”, maka godaan-godaan dari kekuatan bhutakala. Mecaru ini up-
dimohonkan kepada Hyang Baruna sebagai penguasa lau- aya memuliakan semua tingkatan roh, bhutakala, dengen,
tan untuk meleburnya. Selain itu melasti dalam rangkaian durga, bregala-bregali, pisaca, dan lain-lain agar menjadi
upacara sakralisasi ini bertujuan menghanyutkan kekoto- meningkat derajatnya menjadi sifat kedewataan dan mem-
ran batin krama desa yang akan melangsungkan upacara berikan vibrasi positif pada manusia. Mecaru Pancasata
penyucian Barong dan Rangda sehingga proses sakralisasi yaitu pengorbanan binatang berupa ayam yang terdiri dari
dapat berjalan lancar dan diliputi aura kesucian. Kekoto- lima ekor ayam dengan jenis warna mulai dari warna putih
ran batin tersebut berupa Tri Mala dan Tri Mala Paksa. untuk nyomya bhuta di arah timur, ayam warna merah
Tri Mala terdiri dari: (1) Mithia Hrdaya, yaitu selalu ber- untuk nyomnya bhuta di arah selatan, ayam kuning untuk
423
Komang Indra Wirawan (Liturgi Sakralisasi Barong-Rangda...) Volume 34, Nomor 3, September 2019
nyomya bhuta di arah barat, ayam hitam untuk nyomnya upacara memakuh bermakna mengokohkan keberadaan
bhuta di arah utara, dan ayam brumbun sebagai pusat pen- Barong dan Rangda secara spiritual agar kehadirannya di
gider-ider (poros mata angin) untuk nyomnya semua jenis tengah-tengah masyarakat penyungsung dapat ajeg atau
bhuta di arah atas dan bawah; (b) Membersihkan dengan kokoh, baik secara fisik maupun secara spiritual. Selain itu
Sarana Banten. Setelah pecaruan, maka tahapan melas- memakuh ini sebagai simbolisasi bahwa Barong maupun
pas selanjutnya adalah melakukan penyucian Barong dan Rangda sudah selesai dibuat sebagai simbol tugas akh-
Rangda dengan sarana banten. Adapun berbagai banten ir dari undagi atau tukang yang sesungguhnya dilakukan
yang dipakai pada ritual ini diantaranya adalah (1) Banten oleh orang suci, namun karena orang suci (sulinggih) atau
Bayakaonan. Banten ini merupakan sarana upacara pem- orang yang ditunjuk ketika nyanjaan tidak ahli memahat
bersihan yang khusus untuk membersihkan bagian bawah tapel, maka meminta bantuan orang lain. Pada memakuh
pada Barong maupun Rangda. Hal ini dilakukan meng- dilakukan pertanggungjawaban secara niskala untuk ber-
ingat Barong Maupun Rangda sudah dianggap sebagai saksi bahwa yang membuat Barong dan Rangda itu ada-
bentuk binatang yang hidup sebagai wahana atau alat lah orang suci. Sulinggih atau orang yang ditunjuk untuk
yang akan dihidupkan maka Barong maupun Rangda su- memahat tapel itu saat nyanjaan sesuai petunjuk gaib,
dah mewakili wujud yang sesungguhnya dan selanjutnya tetapi oleh karena keterbatasannya tidak mampu membuat
setelah dibersihkan bagian bawahnya yaitu telapak kakin- tapel dan mewakilkan kepada ahlinya, maka saat upaca-
ya sudah siap untuk dibersihkan pada bagian tengah yaitu ra memakuh orang yang ditunjuk secara niskala tersebut
dengan sarana banten selanjutnya; (2) Banten Tatebasan memegang alat pertukangan sebagai simbol melakukan
Durmanggala. Banten ini digunakan untuk melanjutkan pengerjaan akhir Barong dan Rangda sebagai tanda yang
pembersihan tubuh Barong maupun Rangda pada bagian bersangkutan adalah pihak yang bertanggung jawab dalam
tengah ke bawah, yaitu di bawah leher dan selanjutnya proses pembuatan Barong dan Rangda itu.
menurun ke bawah sebagai simbol menghilangkan segala
kadurmanggalaan atau segala kesalahan yang dibuat baik d) Mapengurip-urip
sengaja maupun tidak disengaja sehingga segalanya men- Kegiatan selanjutnya yang dilakukan setelah memakuh
jadi baik adanya dan selanjutnya diteruskan dengan sarana adalah mepengurip-urip atau memberi simbol kehidupan
pembersiahan berikutnya; (3) Banten Tatebasan Prayascit- pada Barong dan Rangda. Sarana dalam acara ini ada
ta. Sarana banten ini digunakan khusus dalam fungsinya berbagai macam seperti warna merah darah, warna kun-
untuk menetralisir segala kedukaan atau kesedihan yang ing dari kunyit, warna putih dari kapur dan warna hitam.
terjadi akibat proses pembuatan Barong maupun Rangda Masing-masing warna dioleskan pada bagian dari Barong
yang memakan waktu begitu lama. Selama proses penger- maupun Rangda sebagai simbolisasi kelengkapan atas
jaan tersebut tentu terdapat berbagai permasalahan yang unsur warna yang seharusnya dimiliki oleh benda yang
dimunculkan dan dengan banten Prayascitta dimohonkan akan dihidupkan dengan sarana banten selayaknya badan
kekuatan dewata melenyapkan kedukaan tersebut dan be- manusia yang juga memiliki unsur warna macam lima.
rubah menjadi galang apadang (riang gembira). Banten Dengan ritual ini sudah dianggap melengkapi segala unsur
ini dipakai untuk membersihkan seluruh tubuh Barong yang diperlukan untuk terbentuknya suatu badan atau tu-
maupun Rangda dari kepala sampai kakinya; (4) Banten buh atau Linggih Bhatara berupa Barong maupun Linggih
Pangulapan.Sarana banten Pangulapan ini ditujukan un- Bhatari berupa Rangda yang selanjutnya siap ditempati
tuk menyempurnakan berbagai kekurangan pada Barong suatu unsur niskala yaitu kekuatan dewata.
maupun Rangda baik pada saat dibuat maupun saat akhir
pembuatan sehingga siap menerima roh atau tapakan yang e) Mepasupati
akan menempatinya.; (5) Lis Balegading. Rangkain se- Pasupati adalah nama lain dari Sang Hyang Siwa. Menurut
lanjutnya yaitu memberikan pembersihan dengan simbol kamus Sanskerta (Surada, 2007: 206) pasupati artinya
Lis atau senjata dewa-dewa serta memberikan Bale atau seorang pengembala; gembala; Dewa Siwa. Dengan de-
rumah kencana/emas yang disimbolkan dengan bentuk mikian, upacara mepasupati maksudnya adalah sebuah rit-
rumah yang terbuat dari janur kuning dari daun kelapa ga- ual untuk memohon kepada Tuhan yang dalam manifes-
ding. Jika banten ini sudah diberikan menandakan bahwa tasinya sebagai Sang Hyang Siwa untuk berkenan menjadi
rangkaian pembersihan sudah lengkap dan dianggap Bar- pengendali atau memberikan kekuatan terhadap Barong
ong maupun Rangda sudah siap untuk menerima kehadiran dan Rangda. Pada Lontar Pemlaspas Pamasupatian Bar-
roh dewata atau kekuatan sakti yang akan menempatinya. ong-Rangda (koleksi Pusat Dokumentasi Porvinsi Bali,
1998) diuraikan tentang proses penyucian yang dilakukan
C) Memakuh oleh pandita. Disebutkan sebelum muput upacara, pandita
Setelah rangkaian pembersihan dilakukan seperti dinatas, berkumur dan membersihkan kaki yang mempergunakan
selanjutnya diadakan ritual pemakuhan. Memakuh artinya mantra. Kalau dihitung maka akan ada sebelas tahapan
melakukan kegiatan “Makuh.” Makuh berasal dari kata hingga sampai pada tahapan Dipa Kangga. Setelah itu,
“bakuh” yang artinya kuat, atau kokoh. Mendapat anu- akan dilanjutkan dengan: (1) Nyiratang Tirtha Siwatamba,
suara M, membentuk kata kerja aktif, yakni menjadikan mantra Siwa Surya dengan dua kalpika yang diletakkan di
“kokoh” atau “kuat” secara spiritual. Dengan demikian sebelah Siwamba. Kemudian dilanjutkan dengan nuntun
424
Volume 34, Nomor 3, September 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya
Barong dan Rangda dengan jalan mengambil bunga tun- terjadi gempa (bumi) bergoncang seakan-akan robek
jung dan mengucapkan mantra yang terkait dengan upaca- oleh tindakan kakinya
ra pasupati. (2) Membuat Taksu Barong dan Rangda. (3)
Nyiratang toya siwamba pada Rangda lingga bunga, dan Gautama dan Sariani (2009:527) menyebutkan Rangda
dilemparkan jatuh pada Rangda, dan dilanjutkan dengan memiliki arti: (1) janda; (2) peran dalam cerita Calona-
air cendana dan beras. (4) Menyembah dengan sarana bun- rang sebagai janda tukang sihir dari girah dengan men-
ga dari bawah ke atas, ngayabang dupa dan menaburkan genakan topeng yang menyeramkan, mata besar melotot,
bunga kembali. Pada upacara tersebut digunakan kalpika taring besar-besar, rambut putih terurai lidah panjang, ser-
sebanyak dua buah simbolik dari Sang Hyang Siwa dan ta kuku panjang. Sementara itu Mardiwarsito (1986:463)
Sang Hyang Surya yang memberikan jiwa dan saksi pada dalam kamus Jawa Kuno menyebutkan “randa” berar-
upacara tersebut. Kalpika merupakan sebuah perwujudan ti janda. Hal ini dipertegas oleh Segara (2000:20) yang
lingga Siwa terkecil yang terbuat dari bunga jepun dan menyebutkan istilah Rangda adalah bahasa Bali alus un-
daun kayu Arjuna. Berdasarkan teologi Siwa, Sang Hyang tuk penyebutan janda dari kalangan Tri Wangsa di Bali
Siwa berstana di dalam kalpika dan Sang Hyang Surya (Brahmana, Ksatrya, Wesya), sedangkan janda dari ka-
dinyatakan sebagai murid dari Sang Hyang Siwa yang pal- langan Sudra Wangsa dikenal dengan sebutan balu/walu.
ing mahir dalam ilmu pengetahuan. Pada kalangan masyarakat umum di Bali istilah Rangda
lebih dekat pada pengertian sosok tokoh berperingai jahat
Makna Teo-Filosofis Barong-Rangda yang mempraktikkan ilmu hitam untuk menghancurkan
Barong sebagai Banaspati Raja adalah wujud Kalarudra, masyarakat. Persepsi ini muncul karena masyarakat leb-
yaitu Siwa yang tengah bertiwikrama. Tiwikrama adalah ih akrab dengan pementasan seni drama Calonarang yang
mengubah diri menjadi luar biasa hebat untuk mengata- menempatkan Rangda sebagai tokoh antagonis di dalamn-
si berbagai bentuk penghalang dan rintangan. Tampilan ya. Rangda dalam cerita Calonarang ini adalah figur janda
Barong mesolah (menari) yang menunjukkan wujud tri- dari Raja Girah, sebuah wilayah kecil di Kerajaan Kediri,
wikrama Siwa adalah saat Barong menari sambil ngeretek Jawa. Namun melihat kenyataan bahwa Rangda di Bali
(rahang gemertak) mempermainkan kedua rahangnya se- tidak semata-mata berfungsi sebagai peranti berkesenian,
hingga antara barisan gigi atas dan bawah saling beradu tetapi lebih penting fungsinya sebagai peranti keagamaan
menimbulkan suara menakutkan. Demikian juga kaki-ka- (arcanam/tapakan), maka perlu ditemukan pengertian
kinya keteb-keteb (menjejak dengan keras-keras) pertiwi yang lebih tepat menyangkut keberadaan Rangda tersebut.
(bumi) hingga menyebabkan gempa bumi dan para asura Untuk keperluan tersebut, selain mengacu pada Lontar
lari ketakutan. Pada kakawin Smaradahana pupuh VIII: Siwa Tattwa di atas, terdapat juga penyebutan Barong dan
7-10 melukiskan triwikrama Siwa sebagai berikut. Rangda dalam Lontar Usadha Taru Pramana sebagaima-
a. Dewa Siwa yang Agung bangkit dengan marah, na disebutkan bahwa ketika Sang Hyang Siwa mengalami
b. Seperti dengan sendirinya ia segera mengambil ben- sakit keras atau gering yang parah. Untuk itu Sang Hyang
tuk triwikrama Siwa menyuruh Dewi Uma mencari obat ke madyapada.
c. Dengan garang dan mengerikan ia menempatkan di- Dalam pencarian obat untuk Dewa Siwa, Dewi Uma ber-
rinya di tengah-tengah angkasa (bahkan) raksasa di- tanya pada setiap pohon dan rumput-rumputan (sarwa taru
antara raksasa setengah menatapnya dengan takut dan dan sarwa lata). Kesemua pohon dan rumput itu dapat
gemetaran menjawab dengan baik, karena masing-masing sudah ada
d. Ia mengembangkan dirinya dalam bentuk Rudra den- penghuninya, selanjutnya menerangkan khasiatnya mas-
gan kepala 5 yang tak terukur ing-masing mulai dari akar, kulit, sampai dengan daunnya.
e. rambut kusut yang menakutkan,berkilauan dan rapat Tepatlah pada tengah hari (kali tepet) sampailah Bhatari
f. seperti mega -mega pada waktu kehancuran, berikal Uma di Setra Gandamayu, pada sebuah pohon besar, yai-
kemerah-merahan tu: Taru Rangdu, di sana beliau mengadakan tanya jawab
g. dengan menakutkan (ia menjulurkan seribu lengannya tentang manfaat khasiat pohon tersebut. Kebetulan pada
ke segala arah) waktu itu merupakan hari yang terlarang oleh Sang Kala
h. Matanya seperti bulan-bulan dan matahari-matahari Banaspati Raja, karena pada saat itu yang menghuni pohon
yang berderet dengan bentuk setengah lingkaran dan tersebut sedang tidur nyenyak.
dalam seperti gua lubang hidungnya (lebar) dan da-
lam seperti gua Mendengar suara ribut-ribut dan pada waktu yang salah
i. Mulutnya dengan taring-taring tajam seperti (pintu (nyalah masa), maka Sang Banaspati Raja bangun dari ti-
gerbang) kematian oleh gemertak giginya menjadi durnya karena merasa wajib nadah atau memangsa orang
halilintar dan badai yang tiada putus-putusnya yang ada di hadapanya seraya ia menyerang Bhatari Uma
j. Ia seperti gunung (dengan lengan-lengan) dan ka- dengan sengitnya sehingga pertempuran pun tidak terelak-
ki-kaki pada kedua sisinya kan. Dalam mempertahankan diri lalu Dewi Uma terpaksa
k. Bulu-bulu badannya yang bergantungan dari tubuhn- merubah diri (Nyuti Rupa) kembali menjadi Dewi Durga
ya bisa disamakan dengan senja hari yang amat menyeramkan, untuk menandingi kesaktian
l. Pada tiap bidang tanah tempat ia meletakkan kakinya Sang Banaspati Raja. Adu kesaktian antara keduanya
425
Komang Indra Wirawan (Liturgi Sakralisasi Barong-Rangda...) Volume 34, Nomor 3, September 2019
426
Volume 34, Nomor 3, September 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya
penting dalam kehidupan sosio-religius masyarakat Bali, Yudhiantara, Kadek, dan Chandika Sila Ulati Devi, 2003.
sebab dapat memunculkan taksu. Barong-Rangda sakral Rahasya Pemujaan Sakti Durga Bhairawi Meditasi,
yang dapat memunculkan taksu tentunya bukan dibuat Mantra dan Hakekat Devi Dasa Mahavidya. Surabaya:
sembarangan, tetapi dibuat berdasarkan atas sumber sas- Paramita.
tra sebagaimana ada liturgi atau tahapan yang teliti, seh-
ingga Barong-Rangda dapat metaksu. Kemudian, makan Tim Pengkajian Naskah Lontar Siwagama, 2002. Kajian
teo-filosfis Barong berhubungan dengan konsep pemurthi- Naskah Lontar Siwagama. Denpasar: Dinas Kebudayaan
an Sang Hyang Banaspati Raja dan Rangda adalah aspek Propinsi Bali.
Bhatari Uma yang sedang krura atau murka.
Tim Penterjemah, 1986. Usana Bali Usana Jawa Teks
DAFTAR RUJUKAN dan Terjemahan. Denpasar: Dinas Pendidikan dan Kebu-
dayaan Propinsi daerah Tingkat I Bali.
Agus, Bustanuddin, 2007. Agama dalam Kehidupan Ma-
nusia Pengantar Antropologi Agama. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
427