ABSTRACT
Rerajahan is Balinese Hindu culture as a local product of the genus of
Balinese Hindus. Hindus in Bali firmly believe that this rerajahan contains magic.
The magical powers that can be generated by the rerajahan are used for sacred
purposes, namely for things related to Hinduism which are called "Panca Yadnya".
in addition, rerajahan is also a very inspirational work of traditional art, and has
become a source of ideas for some Balinese artists in creating individual works. The
very expressive form of rerajahan with a variety of motifs which are stylized from
natural and fictional forms, is a work of art that is attractive and has high aesthetic
value, integrated with spiritual values. Balinese people consider rerajahan as a
religious, magical and mystical art object. In rerajahan, between religious values
and aesthetic values are present as one unit. Therefore, it is fitting that rerajahan be
called one of the single manifestations of art with religion. This research uses a
qualitative approach, in which the data in this study are collected through literature
studies related to the essence of Rerajahan, collecting libraries including books
related to Rerajahan. The data that has been collected is then reduced to determine
the appropriate data for analysis using the hermeneutic method
41
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
42
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
43
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
44
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
Dewa Wisnu sebagai lambang pengantar yang satu dengan yang lainnya tidak
sesajen tersebut kehadapan Tuhan menjadi keharusan. Realitasnya tidak
(Ginarsa, 1979:44). Di samping itu demikian dalam gejala kebudayaan,
banyak Rerajahan senjata nawa sanga justru keduanya sering tampak berkaitan
dilukiskan pada kain putih untuk secara bersamaan terutama pada upacara
kepentingan berbagai ritual keagamaan. keagamaan. Tidak ada ritual atau
Dalam hal ini, eksistensi Rerajahan upacara keagamaan yang tidak
selalu terjaga karena ada kaitannya dilaksanakan dalam bentuk simbol-
dengan kegiatan ritual keagamaan yang simbol ekspresif kehindahan
secara kontinu atau eksidental masih (Kebayantini, 2013:199).
dilakukan oleh masyarakat Bali. Konsepsi ide bentuk Rerajahan
merupakan suatu gagasan pemikiran
3.2 Estetika dalam Rerajahan dalam merancang timbulnya bermacam-
Di dalam agama Hindu terdapat macam bentuk Rerajahan yang nantinya
banyak elemen estetis (seni) yang dapat dipakai untuk kepentingan
berhubungan dengan kegiatan agama. hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Nilai-nilai estetis dalam ajaran agama Agama Hindu dan Rerajahan
Hindu tampak pada karya sastra kawi mempunyai landasan yang sama yaitu
wiku Mpu Prapanca dalam kakawin sama- sama berlandaskan pada rasa.
Arjuna wiwaha. Menurut Read (2006: Oleh karena itu unsur Rerajahan selalu
297), bahwa ketika agama berbicara larut dalam upakara keagamaan maka
tentang masalah unsur-unsur ritualnya, nilai estetis bentuk disini adalah sangat
maka di situ tampak erat berkaitan tinggi dan menciptakan simbol-simbol
dengan seni. Seni dalam ritual agama suci dalam setiap upacara yadnya.
akan mendorong kesadaran Religiusitas.
Sebaliknya, pengalaman ritual agama 3.3 Fungsi Rerajahan pada
dapat membangkitkan pengalaman masyarakat Hindu Bali
estetis yang akan menghasilkan karya- a) Rerajahan sebagai Sarana
karya seni yang bersifat Religius. Bentuk Penolak Bala
Rerajahan secara umum adalah Bentuk Relegi yang tertua adalah
merupakan bentuk dewa-dewa, wong- berdasarkan keyakinan manusia akan
wongan/wayang, raksasa, binatang, kekuatan gaib dalam hal-hal yang luar
senjata, pepohonan dan aksara. Bentuk biasa dan yang menjadi sebab timbulnya
tersebut merupakan stilirisasi dari gejala-gejala yang tak dapat dilakukan
manusia berdasarkan imaginasi/kekuatan oleh manusia biasa (Kuntjaraningrat,
daya khayal yang merupakan bayang- 1980:60). Demikian juga halnya tentang
bayang dalam hidupnya dikala keberadaan Rerajahan dalam
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang kebudayaan Bali yang dipergunakan
Maha Esa. Imaginasi tersebut kemudian sebagai penolak bala. Menurut Jaman
di gambarkan kedalam bentuk-bentuk (1999:24-38), ada beberapa jenis
simbol yang memiliki nilai Rerajahanyang digunakan sebagai
keindahan/estestika (Sutarwiyasa, penolak bala antara lain:
2014:186). a) Rehing Pacul :Rerajahanjenis ini
Menurut Kebayantini (2013), dirajah pada cangkul/tambah,
bahwa seni (kehindahan) dan agama tenggala dan lain-lainnya (semua
merupakan dua hal yang memiliki alat-alat pertanian). Tujuan utama
wilayah dan cara pemahaman yang dari Rerajahan tersebut adalah
berbeda adalah benar, artinya relevansi
45
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
46
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
47
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
hujan tidak turun). Penerangan musuh dalam keadaan buta dan tuli
dilakukan dengan jalan melakukan maka niat jahat akan menjadi
doa atau berdoa kehadapan Tuhan hilang dan musuh dengan mudah
Yang Maha Esa. dapat dikalahkan.
b) Rerajahan Sang Hyang Resi Purwa Rerajahan Tatulak Tangguh : Fungsinya
Mandawa : fungsi dari Rerajahanini adalah sebagai penolak tujuh teluh
adalah pemunah dari guna-guna. tranggana maksudnya adalah sebagai
Guna-guna adalah niat jahat/tidak pemunah desti/leak yang amat sakti.
baik terhadap orang lain, misalnya Sarana yang dipakai untuk adalah
dari tidak suka menjadi suka, dari peripih selaka.
benci menjadi sayang dan yang
lainnya. Maka untuk mengatasi hal- d) Rerajahan sebagai Sarana Black
hal yang demikian dibuatlah penolak Magic (Pengiwa)
untuk mengalahkan guna-guna Yang dimaksud dengan black
tersebut. Sarananya adalah bebas, magic adalah ilmu hitam yang
sedangkan penempatannya dihulu mempunyai kekuatan gaib dan biasa
tempat tidur (ring damping mesare). disebut dengan aliran kiri atau kiwa.
c) Rerajahan Sang Hyang Taya Suksma Kalau diterjemahkan secara harfiah kata
Maya : fungsinya dipergunakan “kiwa” (alus) kebot/kedel (kasar), berarti
untuk menolak atau menyembuhkan “kiri” dalam bahasa Indonesia. Akan
penyakit keras yang tak bisa tetapi dalam hubungan kebudayaan dan
disembuhkan dengan segala macam kepercayaan orang Bali, mengandung
obat-obatan (penolak gering tan makna yang sangat luas (Kardji,
kenen tinamban). 2000.17). Fungsinya untuk kejahatan
d) Rerajahan Sang Hyang Meneng : sebagai lawan dari kebaikan yang selalu
dapat dipergunakan pada waktu bertentangan dengan kehidupan sehari-
menjalankan tugas perang. hari di masyarakat. Meskipun
Fungsinya adalah supaya tidak demikianRerajahanini masih banyak
dilihat oleh semua musuh (tan orang yang memaanfaatkarmya. (Kardji,
mawas dening satru kabeh). 2000:58), menyatakan bahwa ilmu
Sarananya adalah bebas. pengiwa terdiri dari berbagai sarana
e) Rerajahan Brare ini sejenis pengeleakan yaitu :
Rerajahanyang biasa dipakai penjaga a) Pengasren : adalah cabang ilmu
bumi (pengeraksa rat/jagat) dan bisa pengiwa yang mampu membuat
dipakai sebagai penolak mala, desti pemakainya lebih cantik.
dan leak. Sarananya adalah buah b) Pengeger : tujuannya agar
bungsil merajah brare. Tempatnya pemakainya laris pada waktu
ditanam di tanah, kalau dipakai berjualan atau melakukan kegiatan
penolak desti dan leak, ditanam di ekonomi.
bawah tempat tidur orang yang sakit. c) Pengasih-asih : tujuannya membuat
Rerajahanini perlu disiram dengan orang yang diminati cepat jatuh
air setiap hari. cinta. Pengasih-asih dilakukan
f) Rerajahan Sang Hyang Uta Tuli : dengan sarana guna-guna. Orang
Fungsinya adalah untuk dipakai Bali mengenal beberapa jenis guna-
dalam peperangan terhadap orang- guna yaitu :guna lilit, guna tungtung
orang yang berniat jahat. tangis dan guna jaran guyang.
Rerajahanini menyebabkan musuh d) Penangkep : tujuannya membuat
menjadi buta dan tuli. Oleh karena orang tunduk.
48
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
49
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
50