Anda di halaman 1dari 13

AGNI HOTRA DALAM MLASPAS ARCA GANESHA DI GRIYA PANDITA AGNI

VISVA TANAYA DAKSA KELURAHAN PENARUKAN KECAMATAN


BULELENG KABUPATEN BULELENG

I Wayan Sudana1; Nyoman Suardika2; I Nyoman Buda Asmara Putra3


Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja1;2;3
iwayansudana31@gmail.com; mangevo22@gmail.com;
inyomanbuda@stahnmpukuturan.ac.id

ABSTRAK

Tiga Kerangka agama Hindu yaitu Tattwa, Susila dan Acara. Salah satu bentuk
upacara Dewa Yadnya yaitu upacara mlaspas Arca Ganesha yang dilaksanakan di Griya
Pandita Agni Visva Tanaya Daksa. Dalam pelaksanaannya menggunakan ritual Agni Hotra
tanpa menghilangkan tradisi dan budaya yang ada di Desa Penarukan. Berdasarkan latar
belakang di atas, ada tiga permasalahan antara lain; (1) Bagaimanakah bentuk Agni Hotra
dalam mlaspas Arca Ganesha?, (2) Apakah fungsi Agni Hotra dalam mlaspas Arca
Ganesha?, (3) Apakah makna Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha?, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi dan makna Agni Hotra dalam mlaspas Arca
Ganesha di Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan?. Teori yang
untuk menganalisis rumusan masalah adalah Teori Religi,Teori Fungsional Struktural dan
Teori Makna. Subjek penelitian ini adalah hotri, hotraka, sang yajamana, dan penganut
ajaran Agni Hotra sedangkan objek penelitian ini adalah pelaksanaan Agni Hotra dalam
mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan.
Metode yang digunakan adalah metode observasi berperan serta, metode wawancara
mendalam dan studi kepustakaan. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode
analisis deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah reduksi, penyajian data dan penarikan
simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Bentuk Agni Hotra dalam mlaspas
Arca Ganesha meliputi sarana dan prasarana, rangkaian pelaksanaan upacara dan waktu
pelaksanaannya. (2) Fungsi Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha yaitu sebagai
penyucian, inti yadnya, media komunikasi pemuja dengan yang dipuja dan sumber energi.
(3) Makna Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha yaitu makna filosofis, spiritual dan
keharmonisan.
Kata kunci: Agni Hotra, Mlaspas, Arca Ganesha

ABSTRACT
The three Hindu religious frameworks are Tattwa, Susila and Events. One form of
the Dewa Yadnya ceremony is the Ganesha statue mlaspas ceremony which is held at Griya
Pandita Agni Visva Tanaya Daksa. In its implementation, it uses the Agni Hotra ritual
without losing the traditions and culture that exist in Penarukan Village. Based on the
above background, there are three problems, among others; (1) What is the form of Agni
Hotra in the mlaspas of the Ganesha Statue?, (2) What is the function of Agni Hotra in the
mlaspas of the Ganesha statues?, (3) What is the meaning of Agni Hotra in the mlaspas of
the Ganesha statues? This study aims to determine the form, function and meaning of Agni
Hotra in mlaspas Ganesha statue at Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Penarukan
Village?. The theories to analyze the problem formulation are Religious Theory, Structural
Functional Theory and Theory of Meaning. The subjects of this research are hotri, hotraka,
76
the yajamana, and adherents of the teachings of Agni Hotra while the object of this
research is the implementation of Agni Hotra in the mlaspas of the Ganesha statue at Griya
Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Penarukan Village. The method used is participatory
observation method, in-depth interview method and literature study. The data that has been
collected was analyzed using a qualitative descriptive analysis method with reduction
steps, data presentation and drawing conclusions. The results showed that: (1) The form
of Agni Hotra in the mlaspas of the Ganesha Statue includes facilities and infrastructure,
a series of ceremonies and time of implementation. (2) The function of Agni Hotra in the
mlaspas of the Ganesha statue is as purification, the core of the yadnya, communication
media between worshipers and those who are worshiped and a source of energy. (3) The
meaning of Agni Hotra in the mlaspas of the Ganesha statue is the philosophical, spiritual
and harmony meaning.
Keywords: Agni Hotra, Mlaspas, Ganesha statue

I. PENDAHULUAN
Kehidupan bermasyarakat umat Hindu di Bali tentunya tidak lepas dari ritual atau
upacara agama. Pelaksanaan upacara yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu Bali terdapat
tingkatan-tingkatannya. Mulai dari tingkatan nista (sederhana), madya (menengah), utama
(yang paling utama). Tingkatan-tingkatan yadnya tersebut berlaku untuk semua jenis
upacara yadnya. Baik itu upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Bhuta
Yadnya, dan Rsi Yadnya. Dalam pelaksanaan upacara tersebut pastinya banyak sarana-
sarana atau upakara yang harus disiapkan.
Berdasarkan pustaka suci Hindu sebagaimana dinyatakan dalam pustaka suci
Manawa Dharmasastra bahwa sumber ajaran Hindu ada lima yaitu, Veda atau sruti, smrti,
sila, acara dan atmanastuti. Sila dan acara membentuk tradisi dan dapat berkolaborasi
dengan tradisi-tradisi atau upacara lokal yang bersesuaian di tempat umat Hindu itu
berkembang. Upacara Veda yang terkenal adalah Agni Hotra, bahkan oleh pakar Veda
bahwa Agni Hotra adalah satu-satunya upacara Veda yang utama. Hal ini sesuai dengan
teks mantram Rg Veda I.1.1, yang mencantumkan pemujaan pertama dan utama terhadap
Dewa Agni sebagai purohita para dewa berikut ini.
Agnim ile purohitam
yajnasya devam rtvijam,
Hotaram ratna dhatamam.
Rg Veda I.1.1.
Terjemahannya:
Kami memuja Tuhan, pendeta utama alam semesta, yang melakukan kegiatan
melalui hukum abadi, yang memelihara dan menghidupi segala yang bersifat Illahi
dan cemerlang (Maswinara, 1999:1).
Agni Hotra adalah dasar upacara api suci (homa) yang sudah dilaksanakan sejak
dahulu kala di India (negeri asal agama Hindu) untuk tujuan pengembangan ajaran Veda
di bidang bioenergi, psikoterapi, pengobatan, pertanian, biogenetik, rekayasa cuaca, dan
interplanetarium. Kata homa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti api suci untuk
yadnya. Yadnya adalah suatu sebutan teknis dari pengetahuan Veda di bidang bioenergi
yang berperan besar dalam proses pembersihan atmosfer lingkungan dari berbagai kotoran
melalui api suci itu sendiri (Paranjpe, 1989:10-13). Kemudian Agni Hotra berkembang
sampai ke Indonesia, khususnya Bali mulai abad VI, ketika Rsi Markandya pertama kali

77
menanam panca dhatu di Pura Besakih, dan nama Pura Besakih diambil dari Dewa Naga
Basukian (Wibawa, 2007:12).
Swami Prakashananda Saraswati (dalam Donder 2014 b:257) mengemukakan bahwa
upacara Agni Hotra adalah satu-satunya upacara api suci yang memiliki nilai satwika yang
lengkap dengan menggunakan mantra-mantra Veda sebagai pemujaan kepada Tuhan.
Survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis sendiri terhadap pelaksanaan upacara
Agni Hotra yang dilakukan pada tahun 2014 di wilayah Denpasar dan Gianyar
menunjukkan bahwa berbagai implikasi positif serta bahkan dapat dinyatakan sebagai
keajaiban dan keunikan Agni Hotra telah banyak diungkapkan oleh para pelaku dan peserta
upacara Agni Hotra. Bagi mereka, dapat menciptakan perasaan damai, suka-cita yang
sangat menyenangkan, membahagiakan, atau menyembuhkan misalnya ada beberapa
penyakit yang dapat diatasi sampai penderitanya menjadi sembuh, antara lain sakit kepala,
tipus, diare (termasuk pada hewan).
Di Bali, upacara menggunakan sajen (banten) yang merupakan wujud tradisi mulia,
yang dilakukan hampir setiap hari dan pelaksanaannya tidak pernah lepas dari penggunaan
api (Agni), hal ini sesuai ajaran Veda. Pulau Bali sesuai dengan makna dari namanya, di
dalamnya akan senantiasa dijumpai aktivitas yang penuh dengan nuansa ritual (Bali), tiada
hari tanpa upacara (Wiana, 2004:9 dan Donder, 2012:108). Nama Bali yang memiliki
kaitan dengan banten sudah tentu banyak kaitannya dengan upacara yang dilaksanakan
pada setiap rumah umat Hindu atau di berbagai pura sebagai tempat-tempat suci umat
Hindu. Pulau Bali dengan ribuan pura dan aktivis ritualnya menyebabkan banyak nama
yang disandangnya. Ada beberapa nama Pulau Bali yang sangat mengesankan di mata
dunia, misalnya Pulau Seribu Pura dan Pulau Dewata. Wiana (2003:43) Bali juga disebut
The Last Paradise Islland, The Island of Peace, The Island of Dreams dan sebagainya.
Berbagai bentuk keindahan Bali yang betul-betul menarik, kenikmatan yang
mengikat, dipuja karena keasrian dan keadiluhungan alamnya, juga seni dan budaya
masyarakatnya yang penuh toleransi tersuguhkan secara kasat mata, sehingga seluruh
dunia menikmatinya. Semua nama, citra dan kesan yang baik ini terbangun di mata dunia
terkait secara langsung dan tidak langsung dengan upacara Hindu di Bali. Oleh sebab itu,
selama Pulau Bali bernama Bali, maka upacara akan tetap ajeg dan tidak akan pernah
luntur, meskipun wujudnya bisa berubah-ubah. Walaupun ritual di lingkungan umat Hindu
Bali bersifat ajeg namun pelaksanaannya harus disertai dengan pemahaman yang benar.
Hal ini dapat dicapai melalui program pencerahan yang diberikan oleh Parisadha Hindu
Dharma Indonesia (PHDI) atau tokoh masyarakat yang paham akan ajaran Agni Hotra.
Secara sederhana upacara mlaspas bertujuan untuk menyucikan, agar sesuai untuk
tempat suci dan selanjutnya menstanakan Dewa (Ida Bhatara Bhatari) agar berkenan
mempergunakan bangunan yang telah diupacarai tersebut. Wujud keyakinan terhadap
sistem religius, yang kemudian divisualisasikan dalam seni rupa patung dan seni bangunan.
Salah satung seni patung yang mulai berkembang di beberapa rumah tinggal umat Hindu
modern di Bali adalah Arca Ganesha. Dewa Ganesha atau Arca Ganesha diyakini dapat
memberikan perlindungan dari bencana (penolak bala), sebagai dewa pengetahuan,
kecerdasan dan kebijaksanaan, sehingga banyak umat Hindu yang menstanakannya. Agni
Hotra dalam kaitannya dengan mlaspas Arca Ganesha disebut dengan Abhiseka Ganesha.
Walaupun Agni Hotra merupakan ritual atau upacara yang bersumber langsung dari
Veda, namun tidak semua umat Hindu Bali mengenal upacara Agni Hotra ini. Bahkan tidak
sedikit yang mencemooh pelaksanaan Agni Hotra. Hal ini terjadi karena kekurang pahaman
tentang pelaksanaan dan makna yang terkandung dalam Agni Hotra. Upacara Agni Hotra
sering dikaitkan dangan ritual yang hanya dilakukan oleh Sampradaya, kelompok belajar
78
Veda, maupun kelompok spiritual tertentu. Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa
upacara Agni Hotra merupakan “produk” India yang dibawa ke Bali dengan tujuan untuk
“mengindia-indiakan” umat Hindu di Bali. Padahal jika ditelusuri, beberapa Pura di Bali
menyimpan peninggalan yang berkaitan dengan upacara Agni Hotra, yang menunjukkan
bahwa upacara Agni Hotra bukanlah upacara yang sangat asing dan tidak pernah dilakukan
sama sekali. Hanya saja seiring berjalannya waktu upacara Agni Hotra dalam bentuk
aslinya sudah tidak dilaksanakan lagi.
Sebagian tokoh umat Hindu Bali merasa cemas terhadap perkembangan upacara Agni
Hotra, karena mereka khawatir terhadap masa depan upacara Hindu Bali, yang selama ini
telah berlangsung secara mapan, akan tergeser oleh upacara Agni Hotra. Kekhawatiran
seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi jika para tokoh umat memahami bahwa Hindu
memiliki pustaka suci yang. disebut Veda, sedangkan upacara Agni Hotra adalah upacara
suci yang dibenarkan oleh Veda, karena bersumber dari Veda. Selain itu Veda
membenarkan penyertaan atau penggunaan tradisi lokal dalam pelaksanaan agama secara
lebih khusus tentang penyelenggaraan upacara. Hal ini sangat jelas tertuang dalam pustaka
suci Manawa Dharmasasrtra II.6 yang berbunyi:
Idanim dharma pramananyaha:
vedo khilo dharma mulam smrtisile ca tadvidam,
acarascaiva sadhunam atmanastustir eva ca
Manawa Dharmasasrtra II.6
Terjemahannya:
Seluruh pustaka suci Veda merupakan sumber pertama dari dharma, kemudian adat
istiadat, lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang bijak yang mendalami ajaran
suci Veda, juga tata cara kehidupan orang suci dan akhirnya kepuasan dari pribadi
(Pudja, Sudharta, 2002:62).

Pelaksanaan ritual Agni Hotra sebagai tradisi Veda yang dilaksanakan di lingkungan
umat Hindu Bali hendaknya tidak dianggap sebagai ritual yang bertentangan dengan tradisi
ritual lokal. Oleh sebab itu, dibutuhkan kesadaran tinggi dari semua pihak utamanya para
tokoh Hindu agar semua kegiatan berjalan damai. Tindakan bijak yang dapat dilakukan
adalah tidak berperilaku ekstrem yang serta merta menerapkan tata cara Agni Hotra yang
lazim dilaksanakan di India kemudian dilaksanakan di Bali. Yang terbaik dalam hal ini
adalah menyesuaikan dengan lokal genius tanpa mengurangi atau menghilangkan
esensinya.
Umat Hindu di Bali justru masih banyak yang belum bisa menerima kehadiran ritual
Agni Hotra. Hal ini mungkin karena kurangnya informasi, pemahaman akan makna
teologis, hakikat dan nilai-nilai sains yang terkandung dalam upacara Agni Hotra tersebut.
Ada kemungkinan juga umat Hindu memang tidak tahu tentang upacara ini dan tidak
pernah melakukannya. Berdasarkan uraian-uraian tersebut yang menunjukkan adanya
kesenjangan antara konsep yadnya (das solen) dan praktik yadnya (das sein) serta
kesalahpahaman terhadap upacara Agni Hotra, maka peneliti lebih banyak mengamati
bentuk, fungsi dan makna Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni
Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng,
agar dapat memberikan manfaat terhadap terciptanya pemahaman yang sejati tentang Agni
Hotra dan tanpa menghilangkan tradisi serta budaya yang ada di Bali.

79
II. METODE
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi,
wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi. Masalah yang terkait dengan Agni Hotra
dalam mlaspas Arca Ganesha, maka data yang didapat dianalisis dari reduksi data,
penyajian data, serta menarik kesimpulan, agar keabsahan data dapat ditemukan.

III. PEMBAHASAN
1. Bentuk Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
a. Sejarah Agni Hotra
Hampir seluruh pustaka suci Veda menyebutkan api (Dewa Agni), Surya (Matahari),
Chandra (Bulan) dan Agni (Api), yang merupakan energi (panas), sebagai sumber
kehidupan di samping sebagai pemberantas semua penyakit, kuman-kuman dan mengatur
keseimbangan alam, baik buana agung atau alam semesta maupun buana alit yaitu diri
manusia sendiri (Wibawa 2007:45).
Puja (1975:40) juga menyebutkan bahwa prana Agni Hotra (energi Agni Hotra) ada
dalam pustaka Upanishad yang tergolong jenis Yajur Veda Hitam. Agni (api) ini sangat
istimewa bagi makhluk hidup, khususnya manusia, karena api yang tidak lain adalah wujud
Brahman merupakan sumber energi dalam tubuh untuk proses kehidupan setiap sel.
Pustaka suci Bhagawad Gita IV.24 dan XV.14 menyatakan bahwa pada intinya api suci
(Brahman) mencerna makanan dalam perut yang dipersembahkan oleh Brahman untuk
Brahman pula. Selain itu api juga sangat penting dalam kaitannya dengan upacara yang
tidak pernah luput dari api. Setiap manusia seharusnya mengenali api yang ada dalam
dirinya masing-masing yang merupakan kekuatan luar biasa dan dapat membakar segala
yang dilaluinya. Jika manusia mampu memfokuskan matanya melalui pikiran yang suci
dan murni, maka mata ketiga akan mampu melihat bahwa energi panas itu ibarat cahaya
yang melewati kaca surya kanta, membakar semua benda yang dilaluinya. Demikian pula
hakikat ritual Agni Hotra membakar segala macam kekotoran dunia, baik sakala maupun
niskala. Efek positif pelaksanaan upacara Agni Hotra sebagai praktik Veda adalah milik
semua umat manusia, tanpa membeda-bedakan suku, ras dan agama.
Pada perkembangan zaman, Agni Hotra diyakini dan dirasakan oleh umat (Hindu)
sangat bermanfaat dalam memurnikan dan menjaga kesimbangan mikrokosmos dan
makrokosmos, maka Agni Hotra dibangkitkan kembali oleh Mangku Nilon dan kawan-
kawannya di Denpasar (Bali) pada abad XX, yaitu tahun 1990-an dan sampai saat ini masih
terus berkembang relatif cepat, baik di Bali maupun di luar Bali. Tampaknya dengan
adanya beberapa kali pertemuan atau pembicaraan di antara para peminat Agni Hotra di
berbagai tempat di Denpasar, yang dipelopori oleh I Wayan Jendra dan I Made Titib
menyebabkan Agni Hotra mulai mendapat apresiasi.
Pada tahun 2000 seorang Guru (Acharya) yaitu Ajit Khumar dari India, datang ke
Bali dalam rangka ikut Seminar Internasional Ramayana di Denpasar. Beliau diundang
mengunjungi Jero Gede Ketewel oleh Dewa Made Mudita pada bulan September 2000
untuk memimpin ritual Agni Hotra dalam rangka memperingati 12 hari meninggal
ayahdanya dan sekaligus melakukan diksha untuk Dewa Made Mudita dan kawan-kawan.
Beberapa tahun berikutnya tepatnya pada tanggal 11 Agustus 2002, seorang ahli Agni
Hotra dari India yakni Acharya Hari Dev datang ke Denpasar. Pada kesempatan itu
kelompok belajar Veda di Jero Gede Ketewel memohon kepadanya untuk di diksha.
Permohonan tersebut dikabulkan, sehingga mereka sudah dua kali me-diksha. Sesaat
setelah diksha dilakukan, Acharya Hari Dev memberi mereka peralatan dan buku-buku
80
tentang Agni Hotra, yaitu kundha yang terbuat dari logam, buku Sandhya Agni Hotra,
Sama Veda dan lain-lain.
Agni Hotra merupakan upacara ritual agama Hindu yang tertua, Agni Hotra bukan
upacara baru melainkan sudah ada sejak zaman dahulu. Tetapi karena kesalahan di masa
lalu, yadnya ini hampir punah dan saat ini Agni Hotra mulai bangkit dan berkembang
kembali. Ini bisa dibuktikan dengan melihat sisa-sisa peninggalan sejarah dari upacara
yang terdapat di beberapa Pura yang tersebar di wilayah Bali. Pelaksanaan ritual Agni
Hotra bisa terlaksana apabila ada orang-orang atau pelaku dalam proses upacara
berlangsung antara lain:
1. Hotri
Hotri adalah orang yang bertugas memimpin upacara Agni Hotra dan harus hafal
mantra-mantra yang digunakan dalam upacara serta fasih melafalkannya. Memiliki disiplin
tinggi dalam menjalankan aturan-aturan setempat untuk menjaga keharmonisan dalam
hidup bermasyarakat, misalnya pakaian hotri, hotraka, sang yajamana maupun peserta
lainnya berwarna putih-putih, bersih, sederhana, tidak perlu mahal, tidak ada keharusan
memakai pakaian seragam ataupun pakaian adat. Intinya adalah kesederhanaan agar tidak
sampai menimbulkan ego (jor-joran pamer pakaian).
2. Hotraka
Hotraka adalah orang yang membantu hotri di dalam melaksanakan upacara Agni
Hotra dan hotraka bisa dari kalangan Pinandhita yang paham akan urutan tata cara
pelaksanaan Agni Hotra. Hotraka biasanya membantu dalam pembuatan dan menghias
kunda, menaruh kayu di dalam kunda, ikut merafalkan atau mencantingkan mantra-mantra
Veda yang ada kaitannya dengan upacara Agni Hotra.
3. Sang Yajamana
Sang Yajamana adalah sang pelaksana atau penyelenggara upacara Agni Hotra. Sang
Yajamana dapat menghubungi hotri baik langsung maupun tidak langsung (melalui telepon
biasa atau hand phone/HP) dan yang menyediakan segala sarana persembahan.
4. Peserta Upacara
Peserta upacara atau undangan bukan hanya sekedar ikut-ikutan ramai mengikuti
upacara, tetapi sebagai saksi fisik dan memiliki andil yang penting dalam pelaksanaan
upacara Agni Hotra. Semua peserta upacara diharapkan memberi arti kehadirannya dengan
ikut merafalkan kata ”Svaha” pada akhir mantra yang dicantingkan oleh Hotri. Semua
pelaku upacara pada upacara Agni Hotra memiliki peran masing-masing dalam
pelaksanaannya.

b. Mlaspas Arca Ganesha


Pengalaman umat Hindu di Bali dalam kehidupan terhadap ajaran, sebagian besar
diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan upacara. Upacara merupakan suatu hal yang tidak
bisa lepas dari kehidupan masyarakat Hindu, sebab upacara itu digunakan sebagai sarana
untuk mengucapkan rasa syukur kehadapan Hyang Widhi Wasa atas segala rahmat yang
telah diberikan-Nya kepada kita. Mlaspas berasal dari kata paspas dengan mendapat infik
el menjadi pelaspas, yang merupakan kata kerja aktif yang artinya pembersihan atau
penyucian. Selanjutnya disengaukan menjadi mlaspas yang artinya melakukan pekerjaan
untuk membuat sesuatu menjadi bersih atau suci. Jadi mlaspas artinya menyucikan atau
membersihkan (Swastika, 2007:52-53).
Abhiseka adalah penyucian atau penobatan dan dalam hal ini menandakan bahwa
Arca Ganesha siap untuk digunakan sebagai sarana pemujaan. Ganesha adalah salah satu
Dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki
81
gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, pelindung, penolak bala atau bencana
dan kebijaksanaan. Pelaksanaan upacara mlaspas Arca Ganesha yang diawali dengan
Abhiseka Ganesha dengan menggunakan sarana banten pejati dan yang lainnya tanpa
menghilangkan tradisi yang ada di desa setempat. Dari proses penyucian arca, pemakaian
wastra dan arathi puja mengelilingi Arca Ganesha. Upacara ini dimaksudkan untuk
menstanakan Dewa Ganesha sebagai Dewa Penetralisir kekuatan jahat, sehingga dengan
distanakannya Dewa Ganesha melalui arcanam diharapkan dapat memberikan energi
positif di lingkungan Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan
Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

c. Bentuk Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa
Tindakan simbolis dalam upacara religius merupakan bagian sangat penting dan
tidak mungkin dapat ditinggalkan begitu saja. Manusia harus melakukan sesuatu yang
melambangkan komunikasi dengan Tuhan. Terselenggaranya suatu upacara dengan baik
apabila tersedia cukup daya dukung yang tercakup dalam bentuk pelaksanaan Agni Hotra
dalam upacara mlaspas Arca Ganesha diantaranya:

a) Sarana dan Prasarana Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha


Pelaksanaan ritual Agni Hotra dalam upacara mlaspas Arca Ganesha, membutuhkan
sarana dan prasarana (upakara) yang mendukung pelaksanaan upacara. Upacara Agni
Hotra dengan persembahan banten dari yajamana serta para peserta, sesuai aturan
semuanya tanpa telur, daging binatang dan ikan (ahimsa), sesuai dengan ajaran Rg Veda
Samhita I.1.4: “Agne yam yajnam adhvaram visvatah paribhur asi sa id dewe su gacchati”.
Artinya, sloka ini dengan tegas menyatakan bahwa Tuhan melindungi korban penciptaan
kosmis dan tidak menghalangi para pencari kebenaran. Sloka ini dipertegas lagi pada kata
adhvaram sebagai upacara korban penciptaan kosmis, benar-benar merupakan kegiatan
mulia dan pelayanan masyarakat yang bebas dari kekerasan dan kejahatan atau
pembunuhan yang dihubungkan dengan ahimsa (Maswinara, 1999:1-2).
Sarana dan Prasarana Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha yaitu 1) Kayu Bakar
merupakan salah satu bahan utama dalam upacara Agni Hotra yang berfungsi sebagai
bahan bakar untuk api selama pemujaan dilakukan harus tetap menyala. 2) Daun-daunan
dan aneka bunga. 3) Buah yang dipotong kecil-kecil. 4) Samagri (jagung, injin, ketan,
beras, beras kuning, kacang hijau). 5) Nasi kepel 10 buah. 6) Jajan manis. 7) Ghee atau
mentega (kalau tidak ada bisa diganti dengan minyak wijen) yaitu minyak yang tidak
menimbulkan polusi. 8) Cawan atau kaleng untuk tempat minyak ghee. 9) Panca Amritam
(susu, madu, gula merah, yogurt, ghee). 10) Korek api untuk menyalakan api. 11) Sendok
bertangkai panjang kira-kira 50 cm untuk menuangkan ghee. 12) Kundha/Vedi untuk
tempat menyalakan api Agni Hotra. Kunda merupakan simbol dari mulut Tuhan,
sedangkan api yang berkobar di dalamnya merupakan simbol dari lidah Tuhan. Kunda juga
dapat dihias dengan garis atau gambar yang bercirikan kesucian, seperti Om karam,
Swastika, atau Yantra lainnya. Hiasan ini juga dapat dibuat dengan tepung warna-warni
dan dari gandum atau beras. 13) Banten pejati dan canang sari. 14) Kumbha-mela
(Kalasa/Kailasham) untuk tempat air suci. 15) Kelapa. 16) Genta.

b) Rangkaian Pelaksanaan Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha


Rangkaian pelaksanaan Agni Hotra dalam upacara mlaspas Arca Ganesha, yang
telah dipersiapkan dengan segala sarana prasarana yang diperlukan untuk persembahan
82
kepada api suci yaitu 1) Para hadirin yang ikut serta dalam pelaksanaan Agni Hotra,
dipersilahkan untuk mengambil tempat duduk yang rapi dan untuk sang yajamana yang
melaksanakan Agni Hotra dipersilahkan untuk duduk di depan kunda karena sang
yajamana yang nantinya akan mempersembahakan persembahan kehadapan api suci. 2)
Agni Hotra diawali dengan mempersembahkan sarana banten yang telah dipersiapkan
seperti banten pejati dan canang. 3) Dilanjutkan dengan duduk hening, saat itu hendaknya
berdoa kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan manifestasi sebagai Dewa Agni
agar beliau berkenan memimpin yadnya yang hendak dilakukan , berkenaan untuk
memberkati agar yadnya ini penuh dengan berkahNya. 4) Acamana atau meminum air suci
yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan masing-masing orang dan sudah diberikan mantra
oleh Pandita. 5) Pemberian Tilak. 6) Abhiseka atau mlaspas Arca Ganesha dilengkapi
dengan mempergunakan wastra dan persembahan pejati dan canang. 7) Acamanyam
persembahan air suci Abhiseka, wangsuhpada untuk tirta panglukatan serta dilakukannya
purwa daksina yakni mengelilingi pekarangan rumah guna melakukan penyucian secara
niskala. 8) Melaksanakan puja kehadapan Dewa Agni sebelum penyalaan api suci. 9)
Agnyadhana (penyalaan api suci di dalam Kunda). Agnyadhana adalah suatu proses
dimana api suci dipersiapkan untuk tujuan upacara Agni Hotra. Proses ini diawali dengan
pemahaman bahwa api suci hendaknya diperoleh dengan cara yang baik. 10) Mengobarkan
api suci ketika api suci telah diletakkan ditengah kunda, dengan bantuan kamfer dan kayu
bakar diharapkan api dapat segera menyala dengan baik. Namun perlu dijaga agar api cepat
dapat membakar kayu api, untuk itu api perlu dikipasi.
Api merupakan salah satu perwujudan atau simbol Tuhan dalam kapasitas Beliau
sebagai dewa penguasa api. Ketika persembahan dimasukkan ke dalam api, atas nama
Tuhan diucapkan pada saat yang sama agar sampai kepada yang dituju atau tepat sasaran.
Sesuai dengan teks mantram Yajur Veda 15.44, yang mencantumkan pemujaan terhadap
Dewa Agni sebagai berikut.
Om Udbudhyasvagne pratijagrhi tvam
ista purte sam srjetham ayam ca,
Asmit sadhasthe adhyuttarasmin
visve deva yajamanasca sidata (Yajur Veda 15.44)
Terjemahannya:
Oh Dewa Agni bangunlah, bakarlah sarana yadnya ini karena Engkaulah yang
bekerja untuk kepentingan kesejahteraan dunia. Disini berkumpul orang-orang yang
penuh bhakti dan bijaksana duduk bersama dengan yajamana (Wibawa et al.,
2005:63-64).

Rangkaian dalam persembahan kayu bakar oleh sang yajamana, dengan


memasukkan kayu bakar ke dalam kunda yang menyala adalah merupakan simbol dimana
manusia dengan tulus ikhlas dan penuh kesadaran menyerahkan dan membakar kebodohan
untuk kemudian mendapat sinar suci Tuhan. Memberikan persembahan kehadapan Dewa
Agni berupa samagri, ghee, buah-buahan, panca amritam dan daun suci saat doa
prasadham ke dalam api suci kehadapan sembilan penjuru mata angin atau yang sering
dikenal dengan sebutan Dewata Nawa Sanga, kemudian dilanjutkan persembahan
kehadapan para Bhuta berupa sepuluh nasi kepel.

c) Waktu Pelaksanaan Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha


Ditinjau dari situasi dan kondisi tuntutan wajib dan tidaknya Agni Hotra, menurut
Jendra dan Titib (1999:36-37) mengatakan bahwa Agni Hotra itu dapat dibedakan menjadi
83
dua macam yaitu: 1) Nitya Agni Hotra adalah Agni Hotra yang wajib dilaksanakan karena
tuntutan sesuatu situasi kontekstual seperti terdesaknya karena kegelisahan, kekacauan
atau karena sakit dan lain sebagainya. 2) Kamya Agni Hotra adalah Agni Hotra yang
bersifat suka rela yang menginginkan keadaan lebih bahagia, lebih suci, lebih
meningkatkan rejeki dan lain sebagainya.
Pelaksanaan Agni Hotra sebaiknya dilaksanakan secara rutin, biasanya dua kali
sehari, pada saat Sandya. Yang dimaksud dengan Sandya adalah pada dua pertemuan
waktu, antara malam ke pagi dan sore ke malam, demikian sebaliknya. Waktu tersebut
dilakukan kira-kira pukul 18.15 saat matahari terbenam dan waktu matahari pagi atau
sebelum matahari condong. Di luar jam-jam itu tidak disebut Sandya. Bila saat sedang
melaksanakan Agni Hotra masih waktu Sandya maka ucapkan mantra-mantra Sandya,
namun bila lewat waktu telah larut dan matahari telah bersinar terang, sebaiknya tidak
mengucapkan mantra-mantra Sandya (Penyusun, 2006:xi).

2. Fungsi Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
Kegiatan ritual agama yang memungkinkan hubungan manusia dengan yang lain di
luar jangkauannya, dapat memberikan anugerah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya
dalam hidup. Hasil upacara Agni Hotra yang bersifat tidak terlihat oleh mata fisik,
berpengaruh terhadap individu atau kepribadian manusia maupun atmosfer alam sekitar,
tempat manusia bermukim, yamg biasanya dapat dirasakan setelah beberapa kali
melaksanakan atau mengikutinya dengan penuh ketulusan, kepercayaan dan keyakinan.
Sehingga pelaksanaan Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni
Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
terdapat beberapa fungsi sebagai berikut:
a. Agni Hotra sebagai Penyucian
Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha merupakan salah satu jalan untuk mencapai
kesucian secara jasmani dan rohani dalam meningkatkan kwalitas spiritual. Dalam kitab
suci Bhagawad Gita IX. 26 yang dapat diartikan sebagai penyucian dalam
persembahannya, jika dilandasi hati yang tulus, suci dan ikhlas (lascarya) akan diterima
sebagai persembahan yang sempurna dan mencapai kesucian diri. Ajaran agama Hindu
istilah penyucian atau pembasmi kotoran bersinonim dengan membersihkan segala mala,
membakar nafsu negatif pada diri sendiri (bhuana alit) dan menyucikan alam semesta
(bhuana agung) sehingga Agni Hotra berfungsi sebagai penyucian.
b. Agni Hotra sebagai Inti Yadnya
Pada ajaran agama Hindu pemujaan kepada Dewa Agni mendapat tempat yang sangat
utama serta dipuja dalam banyak mantra setelah mantra kepada Dewa Indra. Pemujaan
kepada Dewa Agni menduduki posisi utama (Jendra dan Titib, 1999:29). Hal ini juga sesuai
dengan teks mantram Rg Veda I.1.1, yang mencantumkan pemujaan pertama dan utama
terhadap Dewa Agni. Maswinara (1999:1) menjelaskan bahwa kata Agni dimaksudkan
untuk menyebutkan Tuhan sebagai pemimpin atau pendeta utama disebut sebagai Purohita
dalam kegiatan upacara Agni Hotra. Dibidang mental, Agni adalah salah satu penguasa
yang sangat brilian dan kuasa atas pikiran cerdas, sedangkan dalam bidang material Agni
merupakan penguasa Teja atau sinar, maka Dewa Agni sebagai simbol persembahan dalam
pelaksanaan Agni Hotra sebagai inti yadnya.
c. Agni Hotra sebagai Media Komunikasi Pemuja dengan Yang Dipuja
Setiap orang memilki tingkat spiritualitas yang berbeda antara yang satu dengan yang
lain. Bagi orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi, mungkin tidak memerlukan
84
sarana sebagai perantara dalam memuja Tuhan, tetapi pada umumnya simbol-simbol dan
sarana prasarana perantara masih banyak ditemui.
Peran perantara sangat penting untuk suatu kegiatan, karena tanpa perantara suatu
pesan tidak mungkin sampai kepada yang dituju. Diumpamakan orang yang menggunakan
telepon tanpa ada udara atau kabel sebagai media/perantara untuk gelombang yang
dipancarkannya, maka pesan yang disampaikan tidak akan sampai pada penerimanya.
Pesan dapat diterima oleh orang dituju, apabila ada orang yang mengirim pesan, ada alat
penghubung serta ada yang menerimanya.
Api (Dewa Agni) khususnya dalam Agni Hotra memiliki posisi sebagai perantara
untuk menghadirkan para yang puja. Inilah sebabnya Dewa Agni disebut sebagai media
komunikasi antara pemuja dengan yang dipuja. Hal ini dapat dilihat dalam mantra Rg Veda
I.I.1 sebagai berikut:
Agnih purvebhir rsibhir
Idyo nutanair uta,
Sa devam eha vaksati. Rg Veda I.I.1
Terjemahannya:
Semoga Tuhan (Dewa Agni) yang senantiasa dipuja para bijak dimasa lalu dan
sekarang, menjadi sumber inspirasi orang-orang bijaksana di segala jaman
(Maswinara, 1999:1).
d. Agni Hotra sebagai Sumber Energi
Wibowo (2007:24) mengemukakan bahwa energi adalah kemampuan untuk
melakukan kerja atau usaha. Tanpa disadari, sesungguhnya manusia hidup dalam lautan
energi, semua disekitar manusia adalah energi. Energi ini tidak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan (Hukum Kekekalan Energi), namun energi dapat berubah. Pada pelaksanaan
Agni Hotra, partikel-partikel hasil pembakaran dari persembahan (kayu dan ghee) akan
bersatu dengan energi dan menutupi lapisan ozon dan melindungi atmosfer, sehingga hal-
hal negatif seperti pemanasan global akibat menipisnya lapisan ozon dapat dicegah. Hal ini
dapat dijelaskan dalam kitab suci Yajur Veda III.3 disebutkan sebagai berikut:
Tamtva samibhir angiro ghrtena vardayamase/
Brihacchoca yavisthya svaha idam agnaye angirase idam na mama// (Yajur Veda
III.3)
Terjemahannya:
Oh Tuhan, kami menyalakan api suci dengan kayu dan ghee. Semoga api ini masuk
ke dalam partikel-partikel terhalus dan memecahnya menjadi komponen-komponen
kecil, partikel-partikel halus bersatu dengan energi yang melenyapkan akibat negatif
atmosfer. Oh Tuhan, semoga tindakan kami ini memberi kesehatan, kekayaan, dan
kebahagiaan kepada semua mahluk hidup. Semua ini bukan untuk saya (Wibawa,
2007:43).

Rangkaian pelaksanaan Agni Hotra yang dilakukan pagi atau sore hari, dapat
memancarkan cahaya energi yang merupakan perpaduan energi dari api itu sendiri. Bahan-
bahan yang sebagian dari bahan itu memancarkan kekuatan suci karena bahannya memang
diambil dari bahan suci. Energi api suci itu dengan ramuannya memancarkan cahaya dan
berintegrasi dengan cahaya matahari membentuk suatu kekuatan bioenergi, dan percikan
energi listrik yang mempengaruhi lingkungan, atmosfir dan segala bentuk kehidupan
disekitarnya.

85
3. Makna Agni Hotra dalam Mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
Persembahan dan permohonan dengan melaksanakan Agni Hotra yang dilakukan,
terimplementasi dalam komunikasi melalui doa-doa, puja dan puji, serta permohonan.
Maka makna pelaksanaan Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni
Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
adalah:
1. Makna Filosofis
Filosofi Agni Hotra yang bersumber pada kitab suci Weda dan Purana membuat
ketertarikan untuk membahas pelaksanaan serta tata cara upacara secara rinci dan
sempurna. Semua upacara samskara (rangkaian upacara yang harus dijalani seseorang
sebagai upaya peningkatan kualitas rohani) yang digariskan dalam Veda mulai dari yang
terkait kehamilan, kelahiran, pemberian nama bayi, mlaspas rumah, arca dan seterusnya
sampai upacara saat seseorang meninggal dunia, diiringi dengan adanya korban suci api
atau Agni Hotra ini. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dalam pustaka suci Menawa
Dharmasastra XII.95 yang menyatakan bahwa:
Ya veda vahya smrtayo yas c akas ca kudrstayah,
sarvasta nisphalah pretya tamo nistha hi ta smrtah (Menawa Dharmasastra XII.95)
Terjemahannya:
Semua smrti dan semua system filsafat yang rendah yang tidak berdasarkan Veda,
tidak akan membawa pahala sesudah kematian karena dinyatakan atas dasar
kegelapan (Pudja, Sudharta, 2002:741).

Makna filosofis adalah upacara Agni Hotra menggunakan berbagai perlengkapan


baik itu berupa sarana dan prasarana upacara, tanda-tanda baik dalam bentuk bahasa seperti
teks, mantra-mantra yang tergabung dalam komponen penyelenggaraan upacara Agni
Hotra. Sarana atau bahan upacara yang dipakai akan memberi makna filosofis dan
pemaknaan ini mengandung nilai yang berpengaruh terhadap keyakinannya serta hal inilah
yang nantinya banyak memberi motivasi dalam tatanan kehidupan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Upacara Agni Hotra secara filosofis bermakna untuk
menyucikan apa yang dipuja. Dalam hal ini, di Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa,
Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng melaksanakan Agni Hotra
dalam mlaspas Arca Ganesha dan mengucapkan mantra-mantra Veda sesuai dengan
tujuannya

2. Makna Spiritual
Pelaksanaan Agni Hotra jika dirujuk dalam sumber sastra aslinya bersumber dari
ajaran Veda. Pandangan para penganut kelompok-kelompok spiritualitas aktivitas ritual
Agni Hotra seyogianya memang dilakukan oleh umat yang meyakini Veda sebagai sumber
ajaran agamanya, karena Agni Hotra merupakan perwujudan rasa bhakti kehadapan yang
Mahakuasa atas anugerah yang telah diberikan. Penanaman nilai-nilai religiusitas kepada
para pengikutnya bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
ajaran ketuhanan. Hal ini sangat jelas tertuang dalam pustaka suci Manawa Dharmasasrtra
II.6 yang berbunyi:
Idanim dharma pramananyaha:
vedo khilo dharma mulam smrtisile ca tadvidam,
acarascaiva sadhunam atmanastustir eva ca (Manawa Dharmasasrtra II.6).
Terjemahannya:
86
Seluruh pustaka suci Veda merupakan sumber pertama dari dharma, kemudian adat
istiadat, lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang bijak yang mendalami ajaran
suci Veda, juga tata cara kehidupan orang suci dan akhirnya kepuasan dari pribadi
(Pudja, Sudharta, 2002:62).

Makna spiritual adalah api dilambangkan sebagai ilmu pengetahuan yang membakar
kayu (lambang kebodohan) sehingga secara spiritual manusia menjadi lebih bijaksana
(peningkatan kesadaran jati diri) dalam melihat, menyikapi makna hidup yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya.

3. Makna Keharmonisan
Makna keharmonisan adalah pada ajaran agama keserasian secara horizontal,
manusia berada pada sentral vibrasi harmonisasi. Ajaran ini disebut Tri Hita Krana yaitu
tiga penvebab kebahagiaan atau kesejahteraan (Titib, 2005:2). Harmonis vertikal ke atas
adalah harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhan sebagai asal semua makhluk,
sedangkan harmonis horizontal adalah wujud harmonisasi hubungan manusia dengan
sesamanya dan harmonis vertikal ke bawah merupakan wujud harmonisasi hubungan
manusia dengan lingkungannya (alam, bumi, binatang, air, dan udara).
Makna yang diperoleh seseorang bisa saja berbeda dengan yang lainnya, hal ini tidak
aneh karena ditentukan seberapa dalam dan luas pemahaman orang dimaksud dalam
memehami ajaran yang dianut, sehinggan sedemikian itulah makna yang dapat diberikan.
Proses upacara yang dilakukan di Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Kelurahan
Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, dalam kaitannya dengan alam
lingkungan yang ada sangatlah menarik. Ketika satu simbol dirasakan mengena dan
pemaknaannya sama dalam proses interaksi sosial, maka disanalah akan tergabung antara
ide, gagasan dan tindakan dari masyarakat sekitarnya. Menjaga keharmonisan kesucian diri
sendiri antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan
lingkungan yang saling terkait satu sama lain, secara seimbang dan selaras dalam hidupnya
akan menemukan kedamaian, meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan lahir dan batin
serta tanpa melupakan warisan budaya Bali.

IV. KESIMPULAN
Hasil analisis yang dilakukan pada pelaksanaan Agni Hotra dalam mlaspas Arca
Ganesha di Griya Pandita Agni Visva Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1) Bentuk Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng,
tergabung didalamnya yaitu hotri, hotraka, sang yajamana dan peserta upacara
yang meliputi sarana dan prasarana, rangkaian serta waktu pelaksanaannya.
2) Fungsi Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
yaitu sebagai penyucian, inti yadnya, media komunikasi pemuja dengan yang
dipuja dan sumber energi yang bersumber dari kitab suci Veda.
3) Makna Agni Hotra dalam mlaspas Arca Ganesha di Griya Pandita Agni Visva
Tanaya Daksa, Kelurahan Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng,
meliputi makna filosofis, spiritual dan keharmonisan yang sangat erat kaitannya
dengan ajaran Tri Hita Karana.

87
DAFTAR PUSTAKA

Donder, I Ketut. 2014 b. Kebenaran Sejarah Hindu (Terj. Buku asli The True History and
The Religion of India, Swami Prakashananda Saraswati).
Jendra dan Titib. 1999. Agnihotra Raja Upacara Multifungsi dan Efektif. Surabaya:
Paramitha.
Maswinara, I Wayan. 1999. Rg Veda Samhita. Surabaya: Paramita.
Paranjpe, Vasant V. 1989. Homa Theraphy Our Last Chance. RFD#1, Box 121-C Medison,
Virginia 222727, USA: Pivefold Path, Inc. Parana Dham.
Puja, Gede. 1975. Pengantar Agama Hindu III WEDA. Jakarta: Mayasari.
Puja, Gede dan Tjokorda Rai Sudharta. 2002. Menawa Dharma Sastra. Jakarta: CV. Felita
Nursatama Lestari.
Swastika, I Ketut Pasek. 2007. Upacara/Upakara Paumahan Lan Mrajan. Denpasar: CV.
Kayumas Agung.
Tim Penyusun. 2006. Sandhya dan Agnihotra Pedoman Praktis Pelaksanaan Agnihotra.
Surabaya: Paramita.
Titib, I Made. 2005. Veda, Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.
Wiana, I Ketut. 2003. Mengapa Bali Disebut Pulau Seribu Pura. Cetakan I. Denpasar: PT
BP.
Wibawa, Made Aripta. 2007. Kedasyatan Agnihotra Yajna Suci yang Terlupakan.
Denpasar: PT Empat Warna Komunikasi.
Wibawa, Made Aripta et al. 2005. Sandhya dan Agnihotra Pedoman Praktis Pelaksanaan
Agnihotra. (Dr. Dilip Vedalankar, M.A.,Ph.D buku asli Sandhya and Agnihotra,
Terj). Surabaya: Paramita.

88

Anda mungkin juga menyukai