Anda di halaman 1dari 15

Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........

(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

PEMENTASAN TARI GEBUG PRAWAYAH PADA PERAYAAN


GALUNGAN DI DESA TIMBRAH KARANGASEM

Oleh : I Wayan Lali Yogantara


Fakultas Dharma Acarya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Email : yogaantara70@gmail.com

ABSTRACT
Gebug Prawayah dance on Timbrah village is a unique tradition that performed by prawayah.
Ende and banyan trees are the tools of this tradition. Gebug Prawayah is a sacral dance. Performed by
10 prawayah lanang on Sale Tengah at Ulihan day as a dedication to Ida Bhatara Bagus Panji. Escorted
by gambang instrument. The fuction of this dance are manifest fuction, that is ritual of dedication to
the God as Ida Bhatara Bagus Panji; latent fuction, the dance performed as entertainment; social
fuction, this dance contained by team-work value; and educative fuction, the contain are respectability,
sportsmanship, loyalty, and wisdom. Gebug Prawayah dance sense are constructive sense, that is the
dance helded to pray for prosperity; cognitive sense, that is social cultural harmonization creating;
evaluative sense, that is effort to make the dance performed become humility; and expressive sense, that
is expression of happiness.

Keywords : Gebug Prawayah Dance, Galungan Cremony

ABSTRAK
Pementasan tari Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah tergolong unik,
dimainkan oleh para Prawayah, Menggunakan sarana tameng (ende) dan daun beringin. Tari
Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah tergolong tari sakral. Ditarikan oleh 10 orang
prawayah lanang, dipentaskan di Sale Tengah pada hari Ulihan sebagai persembahan kepada
Ida Bhatara Bagus Panji. Dalam pementasan tersebut digunakan sarana/upakara yadnya,
diiringi instrument gambang. Pementasan tari ini berfungsi manifest, yaitu fungsi ritual sebagai
persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-Nya sebagai Ida Bhatara
Bagus Panji; juga berfungsi latent, yaitu fungsi estetika, berbentuk tarian yang dapat dinikmati
sebagai hiburan; fungsi sosial, dalam bentuk kerja sama dalam mewujudkan keharmonisan dan
kesejahteraan; fungsi edukatif dalam bentuk ketauladanan orang tua (prawayah), hidup sportif,
mengkuti aturan yang berlaku, serta bijaksana. Pementasan tari Gebug Prawayah bermakna
konstruktif, yaitu dilakukan sebagai bentuk permohonan kemakmuran kepada Ida Bhatara
Bagus Panji; makna kognitif, yaitu terwujudnya harmonisasi sosial kultural di desa pakraman;
makna evaluatif, yaitu etikad baik yang tercermin dalam keterlibatan anggota masyarakat dalam
pementasan tari Gebug Prawayah agar terlaksana lancar dan khidmat; dan makna ekspresif,
yaitu sebagai ungkapan rasa senang, gembira, dan bahagia.

Kata Kunci : Tari Gebug Prawayah, Perayaan Galungan.

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 21


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

Pendahuluan Panji. Disebut tari Gebug Prawayah, karena


Penduduk provinsi Bali mayoritas dimainkan atau ditarikan oleh para Prawayah
beragama Hindu. Dalam melaksanakan Lanang (orang-orang tua terhormat) di Desa
kewajibannya sebagai umat Hindu, di samping Pakraman Timbrah.
mereka memahami tattwa (filsafat), susila Tari Gebug Prawayah tergolong
(etika), juga berkewajiban melaksanakan unik, karena di samping dimainkan oleh
upacara (ritual). Dalam pelaksanaan ritual para Prawayah, juga menggunakan sarana
keagamaan, ada yang bersifat nitya karma utama berupa ende (tameng) sebagai sarana
(dilakukan setiap hari) dan ada juga naimitika pelindung diri dan daun beringin sebagai
karma (dilakukan secara berkala atau sarana penyerang. Gebug Prawayah oleh
sewaktu-waktu). masyarakat setempat diyakini sebagai salah
Pelaksanaan yadnya pada hari raya satu bentuk tari sakral. Sehubungan dengan
Galungan tergolong pelaksanaan ritual yang hal tersebut dilakukan penelitian dengan
bersifat naimitika karma. Hari raya Galungan judul ”Pementasan tari Gebug Prawayah
dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu di Bali pada perayaan Galungan di Desa Pakraman
mulai Tumpek Wariga (hari Saniscara Kliwon Timbrah Karangasem”.
wuku Wariga hingga perayaan Pegat Wakan
Permasalahan Penulisan
(hari Buda Kliwon wuku Pahang) (Arwati,
2007: 33). Menurut Wiana (2009: 76-79) Terkait dengan pementasan tari
bahwa: ”Galungan adalah suatu upacara Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah,
sakral yang memberikan kekuatan spiritual dan guna memfokuskan perhatian dalam
agar mampu membedakan mana dorongan penelitian, maka dikemukakan permasalahan
hidup yang berasal dari Adharma dan mana sebagai berikut: (1) Bagaimanakah bentuk
dari budhi Atma yaitu berupa suara kebenaran pementasan tari Gebug Prawayah di Desa
(Dharma) dalam diri manusia”. Pakraman Timbrah?, (2) Apakah fungsi
Lebih lanjut dinyatakan dalam buku pementasan tari Gebug Prawayah di Desa
Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Pakraman Timbrah?, dan (3) Apakah makna
Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu, pementasan tari Gebug Prawayah di Desa
bahwa hari raya Galungan diperingati serta Pakraman Timbrah?.
dirayakan untuk mengenang pergulatan
antara Dharma melawan Adharma dengan Manfaat Penelitian
kemenangan di pihak Dharma (Parisada
Secara teoretis, hasil penelitian ini
Hindu Dharma Pusat, 1982: 7).
bermanfaat sebagi sumber bacaan atau rujukan
Desa Pakraman Timbrah merupakan
bagi kalangan akademisi atau peneliti dalam
salah satu desa tua di Bali, memiliki tradisi
melaksanakan penelitian sejenis, dan juga
perayaan Galungan yang disebut Galungan
guna menambah khazanah kepustakaan.
Desa, selama tujuh hari yakni mulai hari
Secara praktis, hasil penelitian ini
Anggara Wage wuku Dungulan hingga
diharapkan bermanfaat sebagai pedoman
Anggara Umanis wuku Kuningan. Dalam
pelaksanaan pementasan tari Gebug Prawayah
merayakan hari raya tersebut, masyarakat
terutama bagi masyarakat Desa Pakraman
Hindu di Desa Pakraman Timbrah melakukan
Timbrah.
aktivitas keagamaan atau yadnya. Pada
rangkaian perayaan Galungan yaitu pada hari
Ulihan (hari Redite Wage wuku Kuningan)
dipentaskan tari Gebug Prawayah di salah satu
area tempat suci sthana Ida Bhatara Bagus

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


22
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

Kerangka Teori fungsional terhadap yang lain. Jika tidak


Teori Religi fungsional maka struktur itu tidak akan ada
atau akan hilang dengan sendirinya. Secara
Teori religi merupakan suatu sistem ekstrem penganut teori ini beranggapan
kepercayaan tradisional dengan memiliki bahwa semua peristiwa dan semua struktur
bobot yang cukup untuk disebut sebagai adalah fungsional bagi masyarakat (Ritzer,
agama dan secara empiris sistem tersebut 2003: 51).
mengandung sistem ilmu pengetahuan tentang Dari segi fungsi, teori fungsionalisme
dunia yang valid. struktural membuka tantangan dunia yang
Semua aktivitas manusia yang tidak terjangkau oleh alam pikiran manusia.
berkaitan dengan religi berdasarkan atas Aktivitas ritual dipandang memberikan
suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut keselamatan dan juga sebagai sarana
emosi keagamaan yang dialami manusia penghubung manusia yang memiliki
dan berlangsung sesaat saja dan kemudian keterbatasan dengan dunia yang berada di
menghilang lagi. Unsur-unsur religi: (1) emosi luar jangkauannya.
keagamaan, (2) sistem keyakinan, (3) sistem Merton (dalam Ritzer, 2005: 140)
upacara keagamaan, (4) umat yang menganut mengemukakan konsep fungsi nyata
religi tersebut. Sistem keyakinan mengandung (manifest) dan fungsi tersembunyi (latent).
konsepsi tentang dewa-dewa, sifat-sifat dan Menurut pengertian sederhana, fungsi
tanda-tanda dewa, serta konsepsi tentang nyata adalah fungsi yang diharapkan, dan
makhluk halus. Sistem kepercayaan menganut fungsi tersembunyi adalah fungsi yang tidak
konsepsi tentang gagasan, pelajaran, aturan diharapkan.
agama, dan dongeng suci tentang riwayat Teori fungsionalisme struktural ini
dewa. Sedangkan sistem upacara keagamaan akan digunakan landasan dalam penelitian
secara khusus mengandung empat aspek yaitu: pementasan tari Gebug Prawayah di Desa
(1) tempat upacara keagamaan dilakukan, (2) Pakraman Timbrah dalam membedah fungsi
saat-saat upacara keagamaan dijalankan, (3) yang terkandung dalam pementasan tari
benda-benda dan alat-alat upacara, dan (4) Gebug Prawayah.
orang-orang yang melakukan dan memimpin
upacara (Koentjaraningrat, 1990: 376-378). Teori Simbol
Dari beberapa pandangan di atas maka Dalam perspektif kebudayaan,
teori religi akan dipakai dalam menjelaskan penciptaan simbol merupakan suatu
penelitian tentang pementasan tari Gebug respon manusia terhadap situasi alam yang
Prawayah di Desa Pakraman Timbrah terutama melingkupinya. Triguna (2000: 29) menyatakan
yang berkaitan dengan bentuk pementasan tari simbol sebagai suatu hal atau keadaan yang
Gebug Prawayah tersebut. mengantarkan pemahaman terhadap obyek.
Teori Fungsionalisme Struktural Dalam makna tertentu, simbol acapkali
mengandung makna yang mendalam yaitu
Menurut teori ini masyarakat
konsep yang paling bernilai dalam kehidupan
merupakan sistem sosial yang terdiri dari
suatu masyarakat. Lebih lanjut dinyatakan
bagian-bagian atau elemen-elemen yang
manusia dalam prosesnya menjadi manusia
saling berkaitan dan saling menyatu dalam
berlangsung dalam hubungan timbal balik
keseimbangan. Perubahan yang terjadi dalam
dengan lingkungan alam, tetapi juga dengan
suatu bagian akan membawa perubahan pula
tatanan budaya dan sosial. Banyaknya cara
terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya
untuk hidup sebagai manusia adalah sebanyak
adalah bahwa setiap struktur dan sistem sosial
kebudayaan manusia yang ada. Dalam segi

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 23


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

sosiokultural, maka keinsanan (humanis) akan agar manusia lebih memahami lingkungannya,
bervariasi dan tidak ditentukan secara kodrat (3) Simbol evaluasi berupa penilaian moral
atau secara biologis. Jadi antropologis yang yang sarat dengan nilai, norma dan aturan,
membatasi dan memungkinkan bentuknya dan (4) Simbol ekspresi berupa pengungkapan
sosiokultural manusia. Bentuk keinsanan perasaan (Triguna, 2000: 35).
yang ditentukan oleh sosiokultural inilah Sehubungan dengan pembahasan ini,
yang menkontruksi kodrat manusia melalui teori simbol digunakan untuk mengkaji makna
simbol-simbol. pementasan tari Gebug Prawayah di Desa
Manusia hidup dalam lingkaran simbol- Pakraman Timbrah.
simbol keagamaan, manusia memberikan
tanggapan memahami serta menghayati Metode Penelitian
simbol-simbol keagamaan itu. Melalui
Waktu dan Tempat Penelitian
proses pembelajaran dengan kemampuan
mengomunikasikan simbol-simbol itu Penelitian dilakukan selama dua
secara verbal melalui bahasa. Kemampuan bulan yaitu sejak bulan Agustus hingga
berkomunikasi, belajar serta memahami bulan September 2015. Penelitian dilakukan
makna dari berbagai simbol itu merupakam bertempat di Desa Pakraman Timbrah,
kemampuan yang membedakan manusia Kecamatan Karangasem, Kabupaten
dengan binatang. Karagasem.
Simbolisasi adalah suatu tujuan dan Cara Pengumpulan Data
suatu alat yang merupakan tindakan esensi dari
Cara atau teknik pengumpulan data
pikiran dan mencakup lebih dari akal pikiran.
adalah suatu cara yang digunakan untuk
Sebagai landasan kemampuan manusia
mengumpulkan data penelitian, karena tujuan
menciptakan simbol untuk membuktikan
utama dari penelitian adalah mendapatkan
bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
yang tinggi dalam berkomunikasi. Mulai
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan
dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan
data yang memenuhi standar data yang
isyarat, sampai simbol yang dimodifikasikan
ditetapkan.
dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang
udara dan cahaya seperti radio, televisi, Dalam penelitian ini teknik
telegram, telex dan satelit. Suatu simbol pada pengumpulan data yang digunakan adalah
prisipnya dapat berbentuk maupun memunyai Wawancara/Interview dan Kepustakaan atau
kode tertentu sebagai isyarat untuk seseorang Pencatatan Dokumen. Dipilih teknik tersebut
atau untuk kebersamaan. Dikatakan berbentuk dalam penelitian ini untuk mendapatkan
atau berwujud sifatnya diam membisu tidak data yang valid dan akurat sehingga data
bergerak sebagai benda mati serta mempunyai yang terkumpul dapat dijadikan pedoman
makna tersendiri, sedangkan sebagai kode dalam analisa data, serta kebenarannya dapat
maka sifatnya isyarat dengan gerakan manusia dipertanggungjawabkan.
maupun dengan kata-kata tertentu yang
Wawancara
mempunyai makna tersendiri pula.
Wawancara adalah ”cara memperoleh
Minimal ada empat peringkat simbol
data dengan berhadapan langsung, bercakap-
yaitu: (1) Simbol kontruksi yang berbentuk
cakap, baik antar individu dengan individu,
kepercayaan dan biasanya merupakan inti dari
maupun antara individu dengan kelompok”
agama, (2) Simbol kognisi berupa pengetahuan
(Ratna, 2010: 222).
yang dimanfaatkan manusia untuk memperoleh
pengetahuan tetang realitas dan keteraturan

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


24
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

Dari uraian tersebut di atas, wawancara/ untuk mengidentifikasi seluruh data yang
interview berarti suatu cara untuk memperoleh terkumpul, menyajikan secara sistematis,
data yang akurat, yakni wawancara tersebut kemudian mengolah, menafsirkan, dan
dilakukan oleh dua pihak yang berbeda, satu memaknai data tersebut. Analisis data
pihak sebagai narasumber sedangkan pihak dilakukan selama dan setelah pengumpulan
lain sebagai penanya. data. Oleh karena penelitian ini bertujuan
Dalam melakukan wawancara ini peneliti untuk mendapatkan data yang menyeluruh
memilih informan yang dianggap benar- mengenai berbagai aspek yang relevan dengan
benar mengetahui tentang pementasan tari tujuan penelitian, maka data dan informasi
Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah yang terkumpul akan dianalisis secara
berkaitan dengan bentuk, fungsi dan maknanya. deskriptif kualitatif. Kusmayadi (2000: 29)
Informan dimaksud meliputi tokoh agama dan menyatakan bahwa metode deskriptif adalah
tokoh masyarakat yang berkompeten dalam metode yang berusaha mendeskripsikan atau
masalah penelitian. menggambarkan/melukiskan fenomena atau
Kepustakaan atau Pencatatan Dokumen hubungan antar fenomena yang diteliti dengan
Teknik Kepustakaan adalah merupakan sistematis, faktual dan akurat.
salah satu cara yang digunakan untuk Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
mengumpulkan data penelitian kualitatif. Di bahwa analisis data adalah suatu metode
dalam melaksanakan teknik kepustakaan atau yang dilakukan untuk proses penyederhanaan
pencatatan dokumen peneliti menyelidiki data dengan menggunakan analisis sehingga
benda-benda tertulis seperti buku-buku, didapatkan suatu kesimpulan. Dari metode
majalah, dokumen, dan peraturan-peraturan tersebut di atas dalam pelaksanaannya
(Arikunto, 2014: 159). memiliki teknik tertentu.
Teknik pencatatan dokumen (recording Penelitian ini menggunakan analisis data
document) adalah cara untuk memperoleh data dengan metode deskriptif, teknik induksi dan
yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan argumentasi sehingga dihasilkan data yang
semua dokumen yang ada hubungannya dengan bersifat empiris. Maksudnya adalah data sesuai
masalah penelitian, kemudian mengadakan apa yang didapat di lapangan, diolah kembali
pencatatan secara sistematis. dan dianalisis dengan metode deskriptif yang
Berdasarkan pandangan di atas dapat menggunakan teknik induksi dan argumentasi
dikemukakan teknik kepustakaan adalah suatu kemudian mengevaluasi secara teoretis untuk
teknik pencatatan yang teratur dan sistematis menghasilkan suatu kesimpulan.
untuk mempermudah dalam melakukan
pencatatan terhadap berbagai dokumen yang Hasil dan Pembahasan
berkaitan dalam penelitian yang dilakukan. Bentuk Pementasan Tari Gebug Prawayah
Dokumen yang digunakan dalam penelitian di Desa Pakraman Timbrah
ini hanya memuat pokok persoalan yang
Tempat Pementasan tari Gebug Prawayah
berkaitan erat dengan topik yang diteliti yaitu
buku, dan awig-awig desa pakraman yang Tari Gebug Prawayah dipentaskan dalam
berkaitan dengan pementasan tari Gebug area yang cukup luas dan lapang dan khusus
Prawayah di Desa Pakraman Timbrah. sebagai tempat pelaksanaan yadnya baik
perayaan Galungan, Pangepikan, Usabha
Metode Analisis Data
Kapat dan Usabha Sumbu. Area yang
Setelah mencari dan mengumpulkan lapang ini oleh masyarakat setempat disebut
data, langkah selanjutnya adalah dengan Sale Tengah. Di Utara Sale Tengah
menganalisanya. Tujuan analisis data adalah terdapat palinggih Ida Bhatara Bagus Panji,

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 25


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

dan di sebelah Timur terdapat bangunan dipanggang, daun sirih yang diisi kapur dan
Bale Lantang. Di sebelah Selatan terdapat buah pinang, uang bolong 225 kepeng, benang
bangunan yaitu Pura Bale Agung, sedangkan tukelan, 1 buah kelapa yang dikupas tapi masih
di sebelah Baratnya adalah jalan raya. Tari cengcengnya, 1 butir telor ayam, pependelan
Gebug Prawayah dipentaskan dalam area yang (porosan, buah, daun kayu, kemiri, nyahnyah
dianggap suci dan keramat, karena dibatasi gringsing), gantung-gantungan, dan canang
dengan pembatas yang disebut tangluk. sari. Banten ini dihaturkan sebelum memulai
Dengan tangluk ini, tidak diperkenakan setiap memainkan gambang, dihaturkan oleh Guru
orang yang tidak berkepentingan dengan Gambang sebagai pertanda permohonan izin
kegiatan upacara untuk memasuki wilayah untuk menyuarakan gambang.
tempat pementasan tari Gebug Prawayah
Canang Bayuhan
tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Ni Wayan
Widanti, Gguru Agama Hindu dan I Wayan Canang bayuhan merupakan sesajen yang
Wija, Keliang Desa Adat pada tanggal 9 berisi buah pisang, buah-buahan lainnya,
September 2015. jajan, di atasnya berisi sampian canang.
Canang bayuhan ini dihaturkan kepada Ida
Sehubungan dengan uraian di atas, bahwa tari
Bhatara Bagus Panji sebelum pementasan
Gegug Prawayah tergolong tari sakral, karena
tari Gebug Prawayah
tidak boleh dipentaskan di sembarang tempat
selain di Sale Tengah. Prani

Waktu Pementasan Tari Gebug Prawayah Prani merupakan sesajen terbuat dari jajan
dan lekesan. Dalam pementasan tari Gebug
Tari Gebug Prawayah tidak boleh
Prawayah digunakan dua jenis prani, yaitu
dipenaskan pada sembarang waktu. Tari ini
prani Prawayah dan prani Truna Adat.
hanya dipentaskan setiap enam bulan sekali
Prani Prawayah, isinya: jajan begina, abug,
yaitu pada rangkaian perayaan Galungan,
kembung, reta, kukur yang memakai alas
tepatnya pada hari Ulihan yakni pada hari
takir. Prani Prawayah dibuat oleh prawayah
Redite Wage wuku Kuningan. Tari Gebug
yang hadir dalam acara pementasan tari
Prawayah dipentaskan pada waktu malam
Gebug Prawayah. Sedangkan prani Truna
mulai pukul 21.00 Wita hingga selesai pukul
Adat, isinya: lekesan, yakni daun sirih, buah
00.30 Wita. Mengenai waktu pementasan
pinang, kapur sirih, gambir, tembakau yang
tari Gebug Prawayah termasuk khas dan
dialasi daun pisang. Prani Truna Adat dibuat
unik karena tari ini tidak pernah dipentaskan
oleh truna di tempat acara pementasan tari
sebelum pukul 20.00 Wita.
Gebug Prawayah. Prani ini dipersembahkan
Sarana/Upakara dalam Pementasan Tari sebelum acara inti dilaksanakan.
Gebug Prawayah
Lampu Panyembean
Dalam pementasan tari Gebug Prawayah
Lampu panyembean terbuat dari bambu
yang merupakan tari sakral di Desa Pakraman
panjangnya kira-kira 1 meter, bagian bawahnya
Timbrah, menurut Widanti (wawancara 9
dibuat datar, di atasnya diisi aluminium
September 2015) menggunakan sarana/
berbentuk lingkaran seperti nampan kecil,
upakara sebagai berikut:
dalamnya diisi minyak kelapa, dan sumbu.
Sagi Lampu panyembean digunakan sebanyak 10
buah. Satu untuk palinggih Ida Bhatara Bagus
Sagi sejenis banten yang menggunakan tempat
Panji, dan sembilan lagi di tempat pementasan
wakul berisikan: 1 kg beras, pisang keladi
tari Gebug Prawayah. Lampu ini diyakini di

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


26
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

samping berfungsi sebagi penerangan, juga kira 20 cm, di bagian tengahnya diisi gagang
sebagai saksi. terbuat dari kayu.
Nira (Tuak) Gambang
Dalam pementasan tari Gebug Prawayah Gambang merupakan jenis alat musik pukul
digunakan nira sebagai persembahan berupa yang dimiliki oleh Desa Pakraman Timbrah.
tetabuhan. Sebelum pementasan tari Gebug Satu perangkat gambang terdiri dari enam
Prawayah terlebih dahulu dihaturkan nira buah. Dua buah terbuat dari perunggu, dan
kehadapan Ida Bhatara Bagus Panji sebagai empat buah terbuat dari bambu. Gambang
runtutan canang bayuhan. Dihaturkan dengan ini dimainkan oleh penabuh gambang
memakai tempat tempurung kelapa yang yang disebut Guru Gambang. Jumlah Guru
dihaluskan. Persembahan ini dilakukan oleh Gambang tujuh Orang, enam orang yang
prawayah dan Guru Gambang. memainkan, dan satu orang sebagai cadangan
apabila ada salah satu Guru Gambang yang
Air
berhalangan misalnya sakit.
Pada pementasan tari Gebug Prawayah
Organisasi Pendukung Pementasan Tari
digunakan air sebagai pembersih mulut dan
Gebug Prawayah
tangan (untuk ngwacik oleh prawayah pada
saat maprani, dan juga air digunakan sebagai Prawayah
air suci (tirtha).
Prawayah adalah terdiri atas orang tua
Tangluk terhormat di Desa Pakraman Timbrah, yang
telah diupacarai pamelisan (panyucian)
Tangluk merupakan pembatas yang tidak
merupakan perwakilan krama desa dalam
permanen seperti tembok, pagar dan aling-
hal keagamaan. Yang tergolong Prawayah
aling. Tangluk merupakan pembatas khusus
adalah yang menjabat sebagai pamangku,
dibuat dari seseh (batang kelapa) yang hanya
buyut, kabayan, bapa desa, dan panyarikan
digunakan pada saat pementasan tari Gebug
desa. Dari 49 orang prawayah yang ada di
Prawayah agar orang-orang yang tidak
Desa Pakraman Timbrah, dalam pementasan
berkepentingan tidak memasuki wilayah suci
tari Gebug Prawayah yang hadir hanya 12
yang sudah dibatasi dengan tangluk ini agar
orang, yang disebut pakliangan, terdiri atas
terhindar dari cemer yang dibawa secara tidak
bapa desa, kabayan, empat buyut (Buyut
sengaja oleh masyarakat.
Puseh, Buyut Wayah, Buyut Jawa, dan
Beringin Buyut Segaha), penyarikan desa, mangku
Beringin merupakan sarana yang paling panglapuan dan empat orang pemangku
penting dalam pementasan tari Gebug yang mewakili keseluruhan pemangku. Dari
Prawayah. Beringin inilah yang dipakai 12 orang prawayah yang hadir, 10 Orang
menarikan Gebug Prawayah. Bagian yang prawayah selain bapa desa dan kabayan
dipakai adalah ranting bersama dengan merupakan penari dalam pementasan tari
daunnya yang diikat dengan tali. Gebug Prawayah. Mereka juga berperan pada
upacara maprani yang dilaksanakan menjelang
Tameng
pementasan tari Gebug Prawayah.
Tameng atau ende merupakan alat pelindung
Truna Adat
dalam pementasan tari Gebug Prawayah.
Tameng terbuat dari rotan yang dianyam, Berkaitan dengan Truna Adat di Desa Pakraman
berbentuk lingkaran dengan jari-jari kira- Timbrah ada dinyatakan dalam Awig-awig
Desa yaitu: ”sang sapa sira ugi krama desa

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 27


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

sane madruwe oka lanang sesampune munggah pementasan tari Gebug Prawayah, juga
truna yan tan cedangga sajawaning nenten berperan dalam pementasan Tari Dudyong.
madruwe panyanggra pangayah istri, patut
Proses Pementasan Tari Gebug Prawayah
tedun matruna adat, pamargin ayah-ayahane
manut dresta”, yang maksudnya: bagi krama Proses pementasan Gebug Prawayah di Desa
Desa Pakraman Timbrah yang mempunyai Pakraman Timbrah dilakukan dalam tiga tahap,
anak laki-laki tidak cacad, kecuali tidak yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
mempunya ibu wajib menjadi Truna Adat, dan dan tahap penutup/akhir.
mengikuti peraturan sesuai ketentuan tradisi Tahap Perencanaan
(Desa Pakraman Timbrah, 1989: 4).
Satu bulan sebelum Galungan tepatnya pada
Keberadaan Truna Adat di Desa Pakraman Purnama Maksan (Purnama bertepatan dengan
Timbrah, ada dua jenis yaitu Truna Mapadik hari Beteng) seluruh Truna Adat mengadakan
dan Truna Nyeburin. Truna Mapadik yaitu pertemuan. Dalam pertemuan inilah ditentukan
Truna Adat yang sudah matatah (upacara saya dan malun saya yang dipimpin oleh
potong gigi), pertama kali matruna dijemput Penyarikan Truna. Dalam pertemuan ini
ke rumahnya oleh Penyarikan Truna, yang dipilih menjadi saya adalah Truna Adat
sedangkan Truna Nyeburin adalah truna yang sebanyak sembilan orang. Pemilihan ini dipilih
belum matatah, truna ini tidak dijemput oleh secara bergilir sesuai dengan letak rumah.
Penyarikan Truna, tetapi langsung menjadi Saya inilah dalam pementasan tari Gebug
truna bila sudah berusia 15 tahun. Truna Adat Prawayah menyiapkan keperluan pementasan
merupakan penyelenggara pementasan tari tari. Selain saya ditentukan malun saya yang
Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah. nantinya akan bertugas membantu saya dalam
Mereka pengatur segala bentuk acara yang rangkaian pementasan tari Gebug Prawayah.
berkaitan dengan pementasan tari Gebug Malun saya ini berjumlah delapan orang dan
Prawayah tersebut. pemilihannya juga berdasarkan letak rumah.
Guru Gambang Empat hari sebelum Galungan diadakan latihan
makidung selama tiga hari. Selanjutnya satu
Guru Gambang atau Sekaa Gambang yang
hari sebelum Galungan tepatnya hari Anggara
bertugas memainkan musik tradisional
Wage wuku Dungulan, pukul 07.00 Wita truna
gambang. Jumlah Guru Gambang tujuh orang,
berkumpul kembali untuk membuat penjor
yang semuanya mahir dalam memainkan
yang didirikan di depan Pura Bagus Panji
gambang. Dalam pementasan tari Gebug
(Wija, wawancara 18 Agustus 2015).
Prawayah, Guru Gambang berperan penting
karena mereka yang memainkan instrumen Dalam tahap perencanaan, sebelum pementasan
gambang sebagai pengiring utamanya. tari Gebug Prawayah maka Truna Adat tedun
untuk menentukan letak rumah malun saya
Prajuru Desa
dan saya yang nantinya akan mengatur segala
Prajuru Desa merupakan kumpulan dari acara pemenasan tari Gebug Prawayah.
utusan masing-masing pauman yang berfungsi
Tahap Pelaksanaan
sebagai pemimpin dan tokoh masyarakat
dalam merencanakan dan melaksanakan Tahap pelaksanaan merupakan puncak acara.
pembangunan di Desa Pakraman Timbrah Dalam pementasan tari Gebug Prawayah di
serta memberikan pelayanan bagi segenap Desa Pakraman Timbrah dilaksanakan pada
krama desa. Prajuru Desa Desa Pakraman Ulihan. Pada hari pementasan tari Gebug
Timbrah berjumlah 26 orang. Di samping itu Prawayah, sebelumnya perlu diadakan
prajuru desa juga berperan dalam rangkaian persiapan-persiapan. Mulai pukul 13.00 Wita

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


28
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

semua Truna Adat tedun berpakaian adat barulah sembahyang bersama dipimpin oleh
ringan untuk membuat tapan (tempat nira yang Keliang Truna Desa, dan selesai sembahyang,
dibuat dari daun pisang). Selanjutnya pukul saya truna membagikan wangsuhpada Ida
15.00 Wita saya truna berjumlah sembilan Bhatara Bagus Panji. Acara persembahyangan
orang tedun dengan pakaian adat ringan selesai, masyarakat pulang, sementara itu
untuk mengadakan persiapan yakni: menyapu penyarikan truna kembali menyuarakan
di tempat pementasan tari Gebug Prawayah kentongan yang ketiga. Pada saat ini truna
dan menyiram dengan air agar tidak berdebu, sebanyak tujuh orang nuhur Guru Gambang.
menggelar tikar di Bale Lantang untuk tempat Sedangkan yang lainnya macak (ngabsen).
sesajen, tempat duduk prawayah dan untuk Setelah Guru Gambang lengkap hadir, maka
gambang, menurunkan gambang, mengisi dimainkan/dibunyikan gambang pembuka/
minyak kelapa pada lampu panyembean, geguron. Pada saat geguron ini truna membagi
mengisi air pada gentong, menyiapkan nira, tugas untuk nuhur prawayah sebanyak dua
mengambil meja sebagai tempat banten belas orang. Prawayah yang katuhur (hadir)
bagi seluruh masyarakat yang tangkil ke membawa prani yang dibawakan oleh truna
Pura Bagus Panji; mencari ranting beringin yang nuhur. Setelah prawayah tiba di Bale
beserta daunnya yang diikat di apit-apit Bale Lantang, saya truna ngaturin malinggih
Lantang, setelah semuanya siap saya harus (duduk). Apabila keduabelas prawayah sudah
kembali pulang. hadir langsung dilaksanakan upacara maprani,
Pada pukul 19.00 Wita, penyarikan selanjutnya saya truna ngaturin prawayah dan
truna tedun di Bale Lantang, lalu disuarakan Guru Gambang matabuh. Setelah matabuh,
kentongan yang pertama. Setelah disuarakan prawayah mawacik dengan menggunakan air.
kentongan pertama ini saya truna tedun ke Setelah itu matangguran (melantunkan suara
Bale Lantang. Pada saat ini penyarikan truna suhu) yang dilakukan oleh semua truna dan
menghaturkan sesajen canang bayuhan, tuak prawayah, selanjutnya saya truna ngaturin
asibuh, sementara saya truna mengambil prawayah tedun ke tempat pementasan tari
banten canang bayuhan yang dihaturkan oleh Gebug Prawayah. Suhu dalam hal ini artinya
semua masyarakat Desa Pakraman Timbrah tunduk pada perintah guru (Wija, wawancara
ditempatkan di meja di tempat di depan Pura 18 Agustus 2015). Kemudian Guru Gambang
Bagus Panji. Lima belas menit kemudian, memainkan gambang mengiringi abuang-
disuarakan kentongan yang kedua. Pada saat bangan. Gerakan dari abuang-buangan adalah
ini seluruh truna tedun di Bale Lantang dengan kedua tangan dinaikkan secara bergantian dan
pakaian truna lengkap, yakni: kamben (kain) mengelilingi lampu panyembean sebanyak tiga
kuning yang merupakan kesepakatan truna; kali, selanjutnya penyarikan truna makidung
saput berwarna putih yang merupakan kain wewiden silih berganti dengan tukang kidung
brokat. Dalam pemakaiannya, dikenakan dari yang telah ditunjuk. Setelah itu barulah
dada sampai lutut; stagen berwarna merah, pementasan tari Dugyong. Dalam pementasan
dikenakan di dada sebagai pengikat saput serta tari Dugyong, truna membentuk barisan
diisi oncer pada bagian depannya; kadutan/ memanjang di sebelah utara, masing-masing
keris, diletakkan di punggung di sela-sela truna memegang satu buah tapan yang berisi
stagen; destar putih yang dipakai di kepala. nira di sebelah selatan, prawayah juga ikut
Setelah tidak ada lagi yang maturan, semua berbaris sejajar dari timur ke barat. Barisan
masyarakat bersiap-siap untuk melakukan yang pertama adalah penyarikan truna disusul
persembahnyangan bersama, sementara itu oleh para pengurus truna dan seluruh anggota
Jero Buyut Wayah yang Istri nganteb aturan truna adat, pada barisan terakhir adalah
semua masyarakat. Setelah selesai nganteb prajuru desa. Pementasan tari Dudyong mulai

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 29


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

dari utara menuju selatan. Sementara itu di makan sirih, dilanjutkan prawayah katuran
sebelah selatan sudah ditunggu oleh prawayah, mantuk ke masing-masing rumahnya yang
jika penari sudah sampai di selatan tapan yang diikuti oleh truna yang ngaturang prani.
berisi nira diserahkan kepada prawayah lalu
prawayah menabuhkan nira tersebut secara Tahap Akhir
bergatian. Apabila pementasan tari Dudyong Dalam pementasan tari Gebug Prawayah
selesai, dilanjutkan dengan abuang prawayah yang menjadi akhir adalah merapikan tempat
yang gerakannya adalah antara prawayah pementasan, menggulung tikar, membuang
dan truna adat berhadapan, di tengah-tengah sampah, mengembalikan gambang, mematikan
lampu panyembean sebanyak 10 buah, lampu panyembean, dan mengembalikan
kemudin truna dan prawayah matangguran tangluk. Semua itu dilakukan oleh saya dan
dan diiringi oleh suara gambang. Gerakan malun saya, setelah semua rapi barulah truna
abuang prawayah dimulai dari arah selatan dan adat pulang.
terakhir di utara, di depan Pura Bagus Panji.
Fungsi Pementasan Tari Gebug Prawayah
Berakhirnya abuang prawayah dilanjutkan
di Desa Pakraman Timbrah
dengan tari Gebug Prawayah yang sarananya
Pada dasarnya segala sesuatu memiliki
adalah daun beringin dan ende. Dalam tari
fungsi, begitu juga dengan pementasan tari
ini semua truna adat membentuk lingkaran
Gebug Prawayah, yang merupakan salah satu
dan ditunjuk salah satu orang untuk menjadi
tari sakral yang terdapat di Desa Pakraman
wasit. Tari Gebug Prawayah ditarikan di
Timbrah. Tari sakral sering juga disebut
tengah-tengah lingkaran yang dibuat oleh
dengan tari wali. Fungsi tari wali secara
semua truna adat serta ditarikan oleh 10 orang
umum adalah sebagai pengiring upacara
prawayah yang terdiri dari lima babak. Tiap
keagaaman.
babak yang menarikan dua orang prawayah
Pementasan tari Gebug Prawayah
secara berhadap-hadapan dan diiringi dengan
di Desa Pakraman Timbrah, secara umum
gambang serta matangguran oleh semua truna
berfungsi sebagai pengiring pelaksanaan
adat. Gerakan tari Gebug Prawayah adalah
upacara yadnya yang berlangsung pada
memutar-mutar daun beringin di atas kepala
perayaan Galungan, tepatnya pada Ulihan.
sebanyak tiga kali searah putaran jarum jam,
Tari Gebug Prawayah merupakan tarian sakral
atau dari kiri ke kanan. Karena mengutamakan
sebagai persembahan kepada Ida Bhatara
kesakralan dan kesucian maka prawayah
Bagus Panji. Tanpa diadakan pementasan tari
penari Gebug Prawayah tidak boleh memutar
Gebug Prawayah perayaan Galungan tidak
beringin sampai mengenai lawan bagian
selesai atau lengkap.
pinggang ke bawah. Selesai pementasan tari
Selain itu, pementasan tari Gebug
Gebug Prawayah, truna ngaturin prawayah
Prawayah menurut I Gede Sujendra, tokoh
duduk kembali di Bale Lantang, kemudian
agama di Desa Pakraman Timbrah, memiliki
dilanjutkan dengan tari Gebug Truna yang
fungsi tersediri yakni manifest dan fungsi
sarananya ende dan lidi. Dalam gebug ini
latent sebagai berikut:
hanya diiringi dengan suara gambang.
Dengan berakhirnya tari Gebug Truna, maka Fungsi Manifest
Guru Gambang kembali memainkan gambang
Fungsi manifest pementasan tari
untuk prani. Selanjutnya saya truna ngaturin
Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah
prawayah mawacik, setelah itu dilanjutkan
meliputi fungsi ritual. Ritual erat kaitannya
dengan miji yaitu masasambeh jajan yang
dengan agama. Fungsi ritual dalam suatu seni
dibawa prawayah, setelah miji, prawayah
tari sakral berarti tari sakral berhubungan erat
kembali mawacik dan kemudian ngawis atau

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


30
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

dengan agama ataupun pelaksanaan ajaran Fungsi Latent


agama. Pementasan tari Gebug Prawayah
Fungsi latent dalam pementasan tari Gebug
memunyai fungsi khusus atau fungsi utama,
Prawayah di Desa Pakraman Timbrah
yaitu merupakan sebuah kewajiban dan
meliputi fungsi estetika, fungsi sosial, dan
keharusan untuk dipentaskan dalam perayaan
fungsi edukatif.
Galungan di Desa Pakraman Timbrah. Tari
ini dianggap sakral karena merupakan sebuah Fungsi Estetika
tradisi yang diwarisi secara turun-temurun
sehingga untuk melanggar kebiasaan atau Pada dasarnya “seni merupakan
tradisi ini adalah tabu bagi masyarakat pencerminan dari hati yang sesungguhnya”,
pendukungnya. sebagaimana pendapat Plato (dalam Yudabhakti
Pada dasarnya tari sakral memunyai ciri- dan Watra, 2007: 14). Ini menandakan seni itu
ciri tertentu, yaitu: (1) dipentaskan di tempat sudah ada dalam diri masing-masing. Terkait
sakral. Dalam hal ini tari Gebug Prawayah dalam hal kehidupan beragama, seni juga
dipentaskan di depan Pura Bagus Panji yang merupakan suatu pemujaan. Artinya dalam
disebut dengan Sale Tengah. Jadi tari Gebug kehidupan beragama persembahan yang
Prawayah ini tidak dapat dipentaskan di dipersembahkan untuk pemujaan didukung
sembarang tempat. (2) diperlukan hari baik oleh seni yang juga diartikan estetis.
yang dianggap sakral. Dalam hal ini tari Gebug Dalam pementasan tari Gebug Prawayah
Prawayah dipentaskan pada saat Ulihan yang mengandung fungsi seni. Hal ini terlihat pada
merupakan rangkaian perayaan hari suci pementasan Gebug Prawayah yang mejadi
Galungan di Desa Pakraman Timbrah. (3) persembahan utama dalam tarian dan kidung
penari ditunjuk. Dalam hal ini, tari Gebug pujaan. Tarian, kidung pujaan dan tatabuhan
Prawayah ditarikan oleh 10 prawayah lanang gambang inilah yang melambangkan
yang merupakan perwakilan dari prawayah kegembiraan dan kemakmuran. Artinya dalam
yang lainnya, (4) tujuan lebh penting dari memohon kemakmuran dan mensyukuri
penampilan. Dalam pementasan tari Gebug anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Prawayah yang diutamakan adalah tujuannnya diungkapkan dengan seni tari, seni suara,
untuk memohon kesuburan, kesejahteraan, dan dan seni musik. Dalam hal ini pementasan
hasil panen yang melimpah. (5) diperlukan tari Gebug Prawayah juga sebagai hiburan
busana khusus. Dalam pementasan tari Gebug masyarakat.
Prawayah diperlukan busana khusus yaitu
hanya memakai kain putih sebagai lambang Fungsi Sosial
kesucian.
Berdasarkan uraian di atas, dilihat dari Seni tari merupakan sebuah seni
fungsi ritual tari Gebug Prawayah merupakan pertunjukan. Seni pertunjukan pada dasarnya
tari sakral yang dipentaskan di Sale Tengah, adalah hasil karya kolektif yang merupakan
hanya dipentaskan pada perayaan Galungan, salah satu cabang dari kesenian yang
tepatnya pada Ulihan. Hanya bisa ditarikan memiliki fungsi baik sosial maupun spiritual.
oleh prawayah lanang dan berfungsi sebagai Artinya seni tari dapat memberi dorongan
persembahan mensyukuri anugrah Ida Hyang solidaritas pada masyarakat dalam rangka
Widhi Wasa dalam prabawa-Nya sebagai Ida mempersatukannya, kemauan, niat, dan
Bhatara Bagus Panji dan untuk memohon perasaan mereka dalam melaksanakan upacara
kesuburan, kesejahteraan, dan hasil panen agama.
yang melimpah (kemakmuran) Pementasan tari Gebug Prawayah
dalam perayaan Galungan, tepatnya pada

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 31


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

Ulihan, bukan hanya dinilai sebagai sebuah pengetahuan, kesejahteraan jasmani dan
pertunjukan saja, tetapi secara langsung dapat ketenangan rohani merupakan tujuan dari
ditonton oleh masyarakat, dan juga tidak sebuah pendidikan. Terkait pementasan tari
mengurangi atau menghilangkan kesakralan Gebug Prawayah, dipandang sebagai sarana
dari ritual yang sedang dilaksanakan, namun pendidikan sudah tercermin pada masyarakat
juga menjadikan sebuah hubungan dinamis Desa Pakraman Timbrah.
antara kedua unsur tersebut dan menjadikan Fungsi pendidikan dalam pementasan
sebuah keunikan dari sebuah ritual. tari Gebug Prawayah dilihat pada saat mulai
Pementasan tari Gebug Prawayah dalam persiapan sampai selesainya pementasan.
perayaan Galungan merupakan sebuah contoh Pada tahap persiapan diadakan pertemuan
nyata dari adanya saling keterlibatan antara yang dikoordinir oleh penyarikan truna, untuk
religi dan seni masyarakat. Di samping itu, membagi tugas seperti menentukan saya dan
secara nyata dapat dilihat adanya fungsi sosial malun saya. Hal ini menunjukkan proses
pada pementasannya, yaitu adanya kesatuan pendidikan yakni mendidik untuk disiplin
antara prawayah, truna adat, guru gambang, dan bertanggung jawab pada tugas (Widanti,
dan prajuru desa. wawancara 9 September 2015).
Dari situasi ini dapat dipahami bahwa Hal lain yang menjadi fungsi pendidikan
pementasan tari Gebug Prawayah ada perayaan yaitu masyarakat Desa Pakraman Timbrah
hari suci Galungan di Desa Pakraman Timbrah diajarkan sebagai seorang kratria pemberani
dapat memberikan kontribusi positif terhadap oleh para tetua atau orang tua sebagai panutan,
seluruh warga karena mampu menumbuhkan sportif atau mengikuti aturan bersama, mau
atau menguatkan rasa kesetiakawanan, mengakui keunggulan lawan, bijaksana, dan
kekeluargaan, kesabaran, dan saling memiliki mnghormati orang tua.
(Sujendra, wawancara 27 Agustus 2015).
Makna Pementasan Tari Gebug Prawayah
Pementasan tari Gebug Prawayah
di Desa Pakraman Timbrah
merupakan suatu contoh hidup sosial dalam
bermasyarakat, masyarakat diajarkan hidup Makna pementasan tari Gebug Prawayah
sebagai ksatria, bertanggung jawab, dan di Desa Pakraman Timbrah dapat diuraikan
kuat dalam mempertahankan hidup sehingga sebagai berikut: (1) makna konstruktif, (2)
terwujud kemakmuran. makna kognitif, (3) makna evaluatif, dan (4)
makna ekspresif.
Fungsi Edukatif
Makna Konstruktif
Pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai Makna konstruktif berbentuk
kedewasaan dari belum tahu menjadi tahu, kepercayaan. Desa Pakraman Timbrah
dari belum mengerti menjadi mengerti, dan melakukan pementasan tari Gebug Prawayah
dari belum bisa menjadi bisa. Menurut ajaran bertempat di Sale Tengah di depan palinggih
Agama Hindu, pendidikan merupakan masalah Ida Bhatara Bagus Panji setiap enam bulan
yang sangat penting di dalam kehidupan, sekali yaitu dalam perayaan Galungan Desa.
karena melalui pendidikan dengan pembinaan Tarian ini harus ditarikan oleh prawayah
spiritual, orang akan mencari tujuan hidupnya, atau orang tua terpilih yang merupakan
mencari jagadhita yaitu kesejahteraan atau perwakilan dari seluruh krama desa. Tarian ini
kebahagiaan lahiriah seseorang atau mencapai dilaksanakan pada malam hari, di atas pukul
moksa yaitu ketentraman batin atau rohani. 20.00 Wita hingga tengah malam, dengan
Di dalam ajaran Agama Hindu, dinyatakan menggunakan sarana utama adalah daun
bahwa untuk mendapatkan kecerdasan ilmu beringin, dan merupakan tari persembahan

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


32
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

kepada Ida Bhatara Bagus Panji. Krama Prajuru Desa maupun Truna Desa ketika
Desa Pakraman Timbrah berkeyakinan bahwa acara pementasan tari Gebug Prawayah.
penggunaan daun beringin sebagai simbol Hal ini merupakan tauladan atau panutan
permohonan kemakmuran. Dengan demikian kepada warga masyarakat atau krama desa
pementasan tari Gebug Prawayah di Desa agar senantiasa berlaku yang baik sesuai
Pakraman Timbrah dilakukan sebagai bentuk aturan adat dan agama yang berlaku. Dengan
permohonan kemakmuran kepada Ida Sang mentaati aturan adat dan agama, maka akan
Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-Nya terjadi kehidupan yang rukun dan damai
sebagai Ida Bhatara Bagus Panji. dalam kehidupan bermasyarakat. Atas dasar
ini maka pementasan tari Gebug Prawayah
Makna Kognitif
di Desa Pakraman Timbrah mempunyai
Makna kognitif berupa pengetahuan makna evaluatif yaitu adanya etikad yang
yang dimanfaatkan manusia untuk baik dari berbagai unsur masyarakat yang
memperoleh pengetahuan tentang realitas dan tercermin dalam keterlibatan beberapa elemen
keteraturan agar manusia lebih memahami masyarakat dalam melaksanakan pementasan
lingkungannya. Pementasan tari Gebug tari Gebug Prawayah agar terlaksana dengan
Prawayah ini dapat terlaksana dengan baik lancar dan khidmat.
dan sukses atas dukungan berbagai pihak,
Makna Ekspresif
terutama peranan generasi muda Hindu yang
terhimpun dalam Sekaa Truna Desa, Guru Makna ekspresif berupa pengungkapan
Gambang dan juga Prajuru Desa. Di samping perasaan. Terlaksananya pementasan
dapat terlaksananya pementasan tari tersebut, tari Gebug Prawayah di Desa Pakraman
hal ini menandakan terjadinya sinergisitas Timbrah merupakan tanda puji syukur
dan harmonisasi berbagai unsur masyarakat warga masyarakat kepada Ida Sang Hyang
setempat. Dengan demikian pementasan tari Widhi Wasa terutama dalam prabhawa-Nya
Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah sebagai Ida Bhatara Bagus Panji. Beliau
mempunyai makna kognitif yaitu terwujudnya telah melimpahkan karahayuan jagat dan
harmonisasi sosial kultural di desa pakraman kesejahteraan hidup masyarakat. Di samping
tersebut. pernyataan ini, dengan pementasan tari
tersebut, senantiasa memohon agar selalu
Makna Evaluatif
diberkati kemudahan dan kemakmuran.
Makna evaluatif berupa penilaian Pementasan tari Gebug Prawayah dilakukan
moral yang sarat dengan nilai, norma dan dengan penuh kegembiraan dalam suasana
aturan. kesucian dan ketulusikhlasan. Berdasarkan
hal itu dapat dipahami bahwa pementasan tari
Krama Desa Pakraman Timbrah tidak berani Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah
tidak melakukan pementasan tari Gebug mempunyai makna ekspresif yaitu sebagai
Prawayah sejak dulu hingga sekarang Tari ungkapan rasa senang, gembira, dan bahagia.
Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah
merupakan salah satu bentuk tari sakral. Tari
ini dipentaskan di tempat suci, mengikuti Penutup
berbagai ketentuan yang berlaku ketika tarian
Kesimpulan
itu akan, sedang dan mengakhiri pementasan.
Ketaatan akan berbagai ketentuan atau norma Berdasarkan uraian di atas, dapat
yang berlaku itu ditunjukkan oleh para disimpulkan sebagai berikut:
pelaku tari, baik penari, Guru Gambang,

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 33


Pementasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21 - 35)

Perama, Bentuk pementasan tari Gebug Saran


Prawayah di Desa Pakraman Timbrah adalah Menyadari bahwa pementasan tari
merupakan tari sakral yang telah dilakukan Gebug Prawayah di Desa Pakraman Timbrah
sejak dulu hingga sekarang. Tari ini ditarikan merupakan salah satu bentuk tari sakral, maka
oleh 10 orang prawayah lanang, dipentaskan diharapkan kepada krama desa agar dapat
di Sale Tengah pada hari Ulihan (rangkaian memahami tatacara pelaksanaannya, fungsi,
perayaan Galungan) sebagai persembahan makna dan hal lain yang terkait dengan itu.
kepada Ida Bhatara Bagus Panji. Pementasan Kepada Instansi Pemerintah, lembaga
tersebut menggunakan sarana/upakara agama dan lembaga adat diharapkan dapat
yadnya, diiringi instrument gambang, serta memberikan bantuan baik berupa material
mempunyai ragkaian terdiri atas: mageguron, maupun tuntunan kepada warga masyarakat
maprani, abuang-abuangan, kidung wewiden, Desa Pakraman Timbrah berkaitan dengan
tari Dudyong, abuang prawayah, tari Gebug kehidupan sosial keagamaan.
Prawayah, tari Gebug Truna Desa. Bagi para peneliti atau kalangan
Kedua, Pementasan tari Gebug Prawayah akademisi diharapkan dapat melakukan
di Desa Pakraman Timbrah berfungsi manifest, penelitian sejenis terutama yang ada di Desa
yaitu fungsi ritual sebagai persembahan kepada Pakraman Timbrah.
Ida Bhatara Bagus Panji; juga berfungsi
latent, yaitu fungsi estetika, berbentuk tarian
yang dapat dinikmati sebagai hiburan, fungsi
sosial, dalam bentuk kerja sama yang saling
bahu-membahu dalam mewujudkan tujuan
hidup bersama berupa keharmonisan dan
kesejahteraan, dan fungsi pendidikan dalam
bentuk mengikuti ketauladanan yang positif
dari orang tua (prawayah), hidup sportif, dan
mengikuti berbagai aturan yang berlaku, serta
bijaksana.
Ketiga, Pementasan tari Gebug
Prawayah di Desa Pakraman Timbrah
mempuyai makna, yaitu makna konstruktif,
yaitu dilakukan sebagai bentuk permohonan
kemakmuran kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dalam prabhawa-Nya sebagai Ida
Bhatara Bagus Panji; makna kognitif, yaitu
terwujudnya harmonisasi sosial kultural di
desa pakraman tersebut; makna evaluatif,
yaitu adanya etikad yang baik dari berbagai
unsur masyarakat yang tercermin dalam
keterlibatan beberapa elemen masyarakat
dalam melaksanakan pementasan tari Gebug
Prawayah agar terlaksana dengan lancar dan
khidmat; dan makna ekspresif, yaitu sebagai
ungkapan rasa senang, gembira, dan bahagia.

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama


34
Pem entasan Tari Gebug Prawayah ..........(I Wayan Lali Yogantara, hal 21- 35)

Daftar Pustaka Ritzer, George. 2003. Sosiologi Ilmu


Pengetahuan Berparadigma Ganda,
Arikunto, Suharsini. 2014. Prosedur Jakarta: Rajawali Press.
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Ritzer, George-Douglas J.Goodman. 2005.
Yogyakarta: Rineka Cipta. Teori Sosiologi Modern, Jakarta:
Arwati, Ni Made Sri. 2007. Hari Raya Prenada Media.
Galungan, Denpasar. Titib, I Made. Teologi dan Simbol-simbol
Desa Pakraman Timbrah. 1989. Awig-awig dalam Agama Hindu, Surabaya:
Desa Pakraman Timbrah. Paramita.
Koentjaraningrat. 1990.Pengantar Ilmu Triguna, Ida Bagus Gde Yudha. Teori
Antropologi, Jakarta: PT. Rineka tentang Simbol, Denpasar: Widya
Cipta. Dharma.
Parisada Hindu Dharma Pusat. 1982. Himpunan Wiana, I Ketut. 2009. Makna Hari Raya
Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Hindu, Surabaya: Paramita.
terhadap Aspek-aspek Agama Hindu Yudabhakti, I Made dan I Wayan Watra. 2007.
I-IX. Filsafat Seni Sakral dalam Kebudayaan
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Bali, Surabaya: Paramita.
Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu
Sosial Humaniora pada Umumnya,
Denpasar: Pustaka Pelajar.

Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama 35

Anda mungkin juga menyukai