Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah

berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun yang

diwariskan oleh nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan

untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu, sehingga menjadi kebiasaan

bahkan sering kurang dipahami maknanya oleh masyarakat.

Setiap upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali, memiliki

persamaan maupun perbedaan di dalam proses pelaksanaannya. Seperti

misalnya, di dalam tingkatan upacara panca yadnya yaitu salah satunya dewa

yadnya, baik dari tingkat nista atau kecil, madya atau sedang dan utama atau

besar tidak luput dari perbedaan dan keunikan. Salah satunya adalah Ngusaba

Kedasa di Pura Ulun Danu Batur, di Desa Batur, Kecamatan Kintamani,

Kabupaten Bangli yang melaksanakan Tradisi Matiti Suara sebagai rangkian

dari Bhakti Pepranian dalam Penyineban upacara Ngusaba Kedasa.

Latar belakang dilaksanakannya tradisi Matiti Suara di Desa Batur

adalah sebagai pelengkap dalam pemuput suatu piodalan (upacara). Adapun

pelaksanaan Upacara Ngusaba Kedasa di Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur,

Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini dilaksanakan selama lima belas

hari. Puncak dari Ngusaba Kedasa ini adalah pada saat purnama sasih kadasa,

diawali dengan pepade agung yang kemudian dilanjutkan dengan puncak

karya dan pujawali. Seperti upacara-upacara lainnya, di akhir upacara

1
2

dilaksanakan upacara panyineban atau pemuput wali yang dimana dalam

rangkian upacara panyineban ini ada suatu upacara yaitu Bhakti Papranian

yang di dalamnya terdapat tradisi Matiti Suara.

Pada dasarnya tradisi ini dilaksanakan sebagai penyampaian sabda atau

nasehat suci dari Ida Batari yang berstana di Pura Ulun Danu Batur kepada

krama Desa Batur yang disampaikan oleh orang suci atau terpilih, tradisi ini

memang dipercayai secara turun temurun dan patut dilaksanakan, meskipun

tradisi ini belum banyak orang mengetahui secara mendalam apa maksud dari

pelaksanaan tradisi tersebut. Mengingat fungsi dari tradisi Matiti Suara sangat

penting sebagai pelengkap dalam mepuput wali pada saat upacara ngusaba

kedasa, maka haruslah tradisi ini dilaksanakan. Tradisi ini jika tidak

dilaksanakan, maka tidak sempurnahlah suatu upacara Ngusaba di Pura Ulun

Danu Batur tersebut.

Bertitik tolak dari hal tersebut, maka permasalahan tersebut diangkat

dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Upacara Matiti Suara Dalam

Upacara Bhakti Papranian Ngusaba Kedasa Di Pura Ulun Danu Batur, Desa

Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagiamana proses upacara Matiti Suara dalam Bhakti Pepranian Ngusaba

Kedasa di Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur, Kecamatan Kintamani,

Kabupaten Bangli ?
3

2. Apa fungsi upacara Matiti Suara dalam Bhakti Pepranian Ngusaba Kedasa di

Pura Ulun Danu Batur?

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian yang ilmiah sudah tentu dilandasi dengan tujuan yang

ingin dicapai. Tujuan yang jelas dapat menentukan medote-metode yang efektif

untuk mencapai tujuan yang diharapkan, agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat

terarah dengan baik dan sasaran dapat dicapai. Tujuan penelitian dikategorikan

menjadi dua yaitu, tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini

berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada adalah sebagai

berikut : untuk mendapakan gambaran yang lebih komprehensif terhadap setiap

upacara yadnya yang dilakukan khususnya dalam upacara Matiti Suara Bhakti

Papranian Ngusaba Kedasa di Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur, Kecamatan

Kintamani, Kabupaten Bangli.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang

menjadi tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui proses berjalannya prosesi dari upacara Matiti Suara dalam

upacara Bhakti Papranian, Ngusaba Kedasa di Pura Ulun Danu Batur, Desa

Batur Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

2. Untuk mengetahui fungsi dari upacara Matiti Suara dalam upacara upacara

Bhakti Papranian Ngusaba Kedasa di Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur,

Kecamatan Kintamani, Babupaten Bangli.


4

1.4 Manfaat Penelitian

Manusia melakukan sesuatu tentu diharapkan dapat mendatangkan hasil

yang bermanfaat dan berdaya guna baik bagi dirinya maupun orang lain. Di

bawah ini, dikemukakan manfaat penelitian ini yang terbagi menjadi dua yaitu

sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat

1. Agar masyarakat memahami proses berjalannya upacara Matiti Suara dalam

Upacara Bhakti Papranian Ngusaba Kedasa Di Pura Ulun Danu Batur, Desa

Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

2. Untuk mengetahui fungsi yang terkandung di dalam tradisi Matiti Suara Dalam

Upacara Bhakti Papranian Ngusaba Kedasa Di Pura Ulun Danu Batur, Desa

Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti

1. Mendapat pengalaman untuk mempraktikan teori yang pernah diperoleh pada

waktu kuliah dalam memecahkan masalah di lapangan,

2. Memperoleh pengalaman lapangan dalam memecahkan masalah yang dihadapi

oleh masyarakat.

1.4.3 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

1. Bagi Perguruan Tinggi sebagai bahan pembendaharaan perpustakaan sehingga

dapat dipakai sebagai bahan perbandingan dan kajian selanjutnya bagi yang

memerlukan.

2. Merangsang pihak-pihak yang berminat untuk melakukan penelitian sejenis

dan menelaah persoalan-persoalan penelitian yang belum terjangkau dalam

penelitian ini.
5

1.5 Penjelasan Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih detail terhadap permasalahan

yang akan di bahas dan agar lebih mudah memahami permasalahan, maka akan

diuraikan beberapa konsep dari variabel penelitian. Konsep merupakan suatu

pengertian yang harus dimengerti terlebih dahulu dalam suatu penelitian ilmiah.

Konsep akan dapat digunakan sebagai teori dasar dalam menjawab dan

menjelaskan permasalahan. Berikut akan diuraikan mengenai konsep yang relavan

dengan penelitian ini sebagai berikut :

1.5.1 Pengertian Upacara

Upacara berasal dari kata sansekerta, Upa dan Cara, Upa berarti Sekeliling

atau menunjukan segala dan Cara berarti Gerak atau Aktifitas. Sehingga Upacara

dapat diartikan dan dimaknai Gerakan Sekeliling Kehidupan manusia dalam

upaya menghubungkan diri dengan Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kamus besar bahasa indonesia, Upacara merupakan suatu rangkian

upakara yang telah mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam agama

berdasarkan ajaran dharma dan sesuai dengan adat setempat (Badudu, 1996 :

1595).

Surayin (2004 : 9), dalam buku “Melangkah Ke Arah Persiapan Upacara

– Upakara Yajna” menjelaskan upacara adalah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan gerakan, kegiatan atau dalam kata lain, upacara adalah

gerakan (pelaksaan) dari salah satu yadya.

Jadi berdasarkan uraian di atas upacara adalah pelaksanaan dalam

perwujudan dari suatu yadnya dan selanjutnya di dalam penyelengaraan suatu

upacara akan di perlukan perlengkapan-perlengkapan yang disebut upakara. Arti


6

upakara adalah sarana pelengkap. Pada umumnya upakara adalah berbentuk

materi. Dan bentuk materi daripada upakara-upakara tersebut disebut

“banten/bebanten”.

1.5.2 Upacara Matiti Suara

Menurut Putra (dalam Yudiastuti 2009 : 8) menjelaskan, kata Upacara

berasal dari kata upa dan cara, upa berarti hubungan dengan sedangkan cara

berasal dari kata car yang berarti gerak kemudian mendapat akhiran a menjadi

kata kerja aktif yang berarti gerakan. Jadi upacara berarti segala sesuatu yang

berhubungan dengan gerakan. Dengan kata lain upacara adalah gerakan atau

pelaksanaan dari upacara-upacara dalam yadnya terbatas jadi upacara atau

upakara merupakan jalan untuk menjalankan yadnya.

Sebagaimana diketahui dalam ajaran agama Hindu, secara garis besar

dikenal 5 Yadnya yang lazim disebut Panca Yadnya. Panca Yadnya itu terdiri dari

: 1) Dewa Yadnya, 2) Rsi Yadnya, 3) Pitra Yadnya, 4) Manusa Yadnya, dan 5)

Bhuta Yadnya. Dari urian Panca Yadnya ini dapat dilihat perbedaan-perbedaan

dalam peruntukannya, ini membawa akibat perbedaan pula dalam tahapan

persiapan, tahap pelaksanaan maupun penyelengaraan yadnya. Surayin (2002 : 2).

Titi Suara berasal dari dua kata yaitu “titi” dan “suara” menurut kamus

Bahasa Bali – Indonesia “titi” artinya jembatan dan “suara” artinya bunyi atau

suara, bunyi vokal (Gautama 2009 : 621).

Ardika dalam penelitiannya yang berjudul Maprani Sebagai Rangkaian

Pada Ngusabha Kadasa Di Pura Ulun Danu Batur menjelaskan Matiti Suara

dijabarkan dengan pewarah-warah. Matiti artinya medaging titian (jembatan)

suara artinya bunyi. Matiti Suara artinya daging titian bunyi karya sastra seni tari
7

budaya. Pewarah atau petuah sane patut anggen dasar swadarmaning Dharma

Agama dan Dharama Negara kepada krama Desa Pakraman Batur miwah umat

Hindu sedharma. Jadi, titi suara merupakan sebuah penyampaian suara atau

sabda dari sesuhuunan yang berstana di Pura Ulun Danu Batur kepada krama

desa Batur dan masyarakat Hindu Bali.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan Upacara Matiti

Suara adalah suatu kegiatan upacara yadnya salah satunya adalah panca yadnya,

yang dimana upacara tersebut merupakan pemberian petuah dari sesuhunan yang

berstana di Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten

Bangli.

1.5.3 Bhakti Papranian

Menurut Ida Pandita Mpu Jaya Winanda, dalam buku “Makna Filosofis

Upacara dan Upakara” (2004 : 25) dijelaskan Bhakti adalah berarti cinta kasih

yang tulus. Istilah bhakti digunakan untuk menyatakan cinta kepada Ida

Sanghyang Widhi, cinta kepada negara ataupun pribadi-pribadi yang disayangi

atau dihormati.

Maprani adalah ungkapan rasa syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi

dengan sebuah persembahan yang bertujuan untuk memohon kesejahteraan semua

makhluk (sarwa prani) dan alam semesta ini agar tercapainya keseimbangan dan

alam ini menjadi semakin stabil serta suci nirmala (Taksu : 40). Jadi, Bhakti

Papranian adalah suatu upacara penyineban yang mana mempunyai arti

menyatakan cinta atau Bhakti kepada Ida Sesuhunan yang berstana di Pura Ulun

Danu Batur memelalui persembahan yang bertujuan untuk memohon keselamatan

bagi masyarakat Batur.


8

1.5.4 Ngusaba Kedasa

Dalam buku kamus Bali – Indonesia kata “Ngusaba” berasal dari kata

“usaba” yang artinya upacara keselamatan desa. Kata “usaba” memperoleh bunyi

“ng” sehingga menjadi “ngusaba”. Jadi “ngusaba” mempunyai pengertian

melaksanakan upacara keselamatan desa (Tim Penyusun, 1993 : 782).

Suhardana, (2010 : 30) dijelaskan Purnama Kedasa merupakan hari

penghormatan kepada Sang Hyang Sunyaamerta (Manifestasi Tuhan yang bersifat

memberikan air suci kehidupan) yang bersemayam di Kahyangan dan bersifat

gaib. Purnama Kedasa sejak dahulu dikenal sebagai inti dari semua Purnama. Jadi

berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan Ngusaba Kedasa adalah

melaksanakan upacara selamatan desa yang mana jatuh pada setiap purnama sasih

kadasa.

1.5.5 Pura Ulun Danu Batur

Menurut Wiana (2007 : 8) Pura berasal dari kata sansekerta yaitu “pur”

yang artinya kota atau benteng tempat yang dikelilingi tembok. Ditinjau dari segi

pembuatannya, pura itu adalah tempat yang disucikan artinya sengaja diusahakan

supaya suci dan selanjutnya dijaga kesuciannya. Dalam perkembangan

selanjutnya, pengertian pura menjadi lebih luas bukan kota, kubu, atau benteng

melainkan tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Titib, 2003 : 91). Pura

yang kaitannya dengan penelitian ini adalah pura Ulun Danu Batur.

Pura Ulun Danu Batur berdasarkan etimologi berasal dari kata “Ulun”

atau “Ulu” artinya ujung, kepala, penguasa, yang patut dimuliakan. “Danu”

artinya danau. “Ulun Danu” berarti ujung danau atau kepala, penguasa danau

yang dimuliakan. Kata Batur yang ada hubungan dengan di atas mempunyai
9

empat pengertian, yaitu : Batur dalam arti nama gunung, nama danau, nama pura

dan nama salah satu desa “bintang danu”, yang dimaksud desa “bintang danu”

ialah desa-desa yang mengelilingi danau batur. Ada enam desa bintang danu

yaitu : Desa Songan, Abang, Truyan, Buahan, Kedisan dan Batur (Muterini,

1989 : 23).

Jadi yang dimaksud dengan Pura Ulun Danu Batur merupakan pura

tempat persembahyangan umat Hindu di seluruh Bali yang terletak di dekat

gunung Batur dengan proyeksi gugusan desa “bintang danu” sebagai tempat suci

pemujaaan Dewi Danu unruk memohon keselamatan dibidang persawahan dan

pertanian. Di samping itu, sebagai tempat yang tergolong ke dalam Pura

Kahyangan Jagat dan Sad Kahyangan Jagat Bali.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Yadnya

Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang

artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci

secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi (Suparta, 2002). Pada

dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan

manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya.

Sedikit tambahan yang berbeda, namun hakikatnya sama dengan

yang dijelaskan oleh Mas Putra dalam (Anom, 2018 : 1) mengenai pengertian,

Yadnya berasal dari kata “Yaj” artinya korban, sedangkan “yajna (yadnya)”

berarti yang berhubungan dengan korban. Dalam hal ini korban yang

dimaksud adalah korban yang berdasarkan pengabdian dan cinta kasih, sebab

pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah salah satu contoh perbuatan Ida

Sang Hyang Widhi/Tuhan yang telah menciptakan manusia serta alam ini

dengan yadnya-Nya

Surayin (2002 : 3) menguraikan lima macam upacara yang disebut

Panca Yadnya, yaitu :

1. Dewa Yadnya, adalah Yadnya yang ditunjukan kehadapan Tuhan/Ida Hyang Widhi
beserta manifestitasinya;
2. Pitra Yadnya, adalah segala sesuatu pengorbanan yang ditunjukan kehadapan para
leluhur dan kepada yang mendahuluinya;

10
11

3. Rsi Yadnya, adalah suatu pengorbanan yang ditunjukan kepada orang-orang suci
dari pimpinan agama yang sudah medwijati
4. Bhuta Yadnya; adalah segala suatu pengorbanan yang ditunjukan kepada Bhuta
kala dan segala makhluk ciptaan Tuhan yang lebih rendah dari manusia;
5. Manusa Yadnya, adalah segala sesuatu pengorbanan yang ditunjukan untuk
pemeliharaan umat manusia mulai dari dalam kandungan sampai akhir hidup
manusia. yang merupakan serangkaian upacara dari hidup manusia, sejak dalam
kandungan sampai meninggal.

Dalam penelitian ini upacara Matiti Suara merupakan suatu cetusan

rasa bhakti yang diwujudkan dalam upacara keagamaan yang merupakan

bagian dari Panca Yadnya yaitu Dewa Yadnya yang merupakan upacara yang

dilaksanakan di Pura Ulun Danu Batur sebagai rangkian dari Bhakti

Papranian dalam Penyineban upacara Ngusaba Kedasa.

2.2 Teori Fungsional Struktural

Menurut Malinowski (Koentjaraningrat, 1987:67) mengatakan bahwa

aktivitas manusia berhubungan dengan kebutuhan hidupnya. Aktivitas itu

meliputi religi, esi, hukum, ekonomi, teknologi dan aktivitas yang

berhubungan dengan kesehatan fisik. Inti dari teori ini adalah segala aktivitas

kebudayaan itu bermaksud memuaskan kebutuhan manusia yang berhubungan

dengan keseluruhan hidupnya.

Dalam hal ini, seorang peneliti jangan hanya meneliti wujud dari

struktur sosial, tetapi analisanya harus sampai kepada perngertian bentuknya

yang bersifat abstark. Bentuk struktur sosial dapat dideskripsikan dalam dua

keadaan. Seorang ahli ilmu sosial dapat mendeskripsikan bentuk dari suatu
12

struktur sosial dalam keadaan seolah-olah berhenti menjadi morfologi sosial

tetapi, juga berproses menjadi fiologi sosial.

Lebih lanjut konsep mengenai fungsi sosial adat tingkah laku

manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal ini,

dibedakan antara fungsi sosial dalam tiga abstraksi yaitu:

1. Fungsi sosial suatu adat, pranata sosial atau kebudayaan pada tingkat
abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya terhadap adat,
tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat.
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan
pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya
terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai
maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang
bersangkutan.
3. Fungsi sosial dari suatau adat, pranata sosial pada tingkat abstraksi
ketiga adalah mengenai pengaruh efeknya terhadap kebutuhan
mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu system
sosial tertentu. Karberry (dalam Soetomo, 1995:82)

Bertitik tolak dari penjelasan fungsi di atas, teori fungsional struktural dalam

penelitian ini akan digunakan untuk mengetahui fungsi dari upacara tersebut dalam

definisi fungsional, fungsi dari Titi Suara yang ada dalam Bhakti Prapranian bagi

masyarakat Hindu di Desa Batur.

2.3 Teori Interaksional Simbolik

Teori ini dipelopori oleh Herbert Blumer (1969) yang individu yang berbikir,

berperasaan, memberikan perngertian kepada setiap keadaan, yang melahirkan reaksi

dan inteprestasi kepada setiap rangsangan yang dihadapi. Kejadian-kejadian tersebut

dilakukan melalui interprestasi simbol-simbol atau komunikasi bermakna yang

dilakukan melalui gerak, bahasa, rasa empati, empati dan melahirkan tingkah laku
13

lainnya yang menunjukan reaksi atau respon terhadap rangsangan-rangsangan yang

datang kepada dirinya.

George dan Douglas ( 2014 : 337) menjelaskan esensi Interaksi Simbolik

adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau

penukaran simbol yang diberi makna. Dalam konteks ini, makna dikontruksikan

dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang

memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru

merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.

Interaksi Simbolik menurut Efendi (1989 : 325) adalah suatu paham yang

menyatakan hakikat terjadinya interaksi sosial antara individu dan individu dengan

kelompok, kemudian antara kelompok dengan kelompok dalam masyarakat, yaitu

karena komunikasi suatu kesatuan pemikiran dimana sebelumnya pada diri masing-

masing yang terlihatberlangsunginternalisasi atau pembatinan.

Secara garis besar teori interaksionisme simbolik disederhanakan menjadi

tiga langkah utama :

a. Individu merespon suatu situasi khas yang bernama situasi simbolik.


Individu merespon lingkungan mereka – termasuk objek fisik (benda)
dan obyek sosial (perilaku manusia) – berdasarkan makna yang
dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.
Jadi individulah yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan
mereka sendiri.
b. Makna adalah produk interaksi sosial karena makna tidak melekan
pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
Negoisasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menami segala
sesuatu, bukan hanya obyek kehadiran fisik, tindakan atau peristiwa
(bahkan tanpa kehadiran obyek fisik tindakan atau peristiwa dapat
bermakna) namun juga gagasan yang abstrak.
14

c. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke


waktu sejalan dengan perubahan situasi sosial. Perubahan intepretasi
ini dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental
yaitu berkomunikasi dengan dirinya sendiri (Mulyana, 2001 : 72).

Interaksionisme simbolik cenderung menyetujui pentingnya sebab

musabab interaksi sosial. Manusia mempelajari simbol dan makna di dalam

interaksi sosial. Interasionisme simbolik membayangkan bahasa sebagai

sistem simbol yang sangat luas. Kata-kata membuat seluruh simbol yang lain

menjadi tepat. Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang

bertindak menurut cara-cara yang khas yang dilakukan manusia.

Teori interaksionisme simbolik dalam penelitian ini akan digunakan

dalam mengukapkan bentuk dari pelaksanaan tradisi Matiti Suara yang ada

dalam Bhakti Papranian bagi masyarakat Hindu di Desa Batur.

2.4 Kerangka Berpikir

Sogiono (dalam Agus, 2017 : 15) Kerangka berpikir merupakan model

konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan

menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Pertautan

antara variabel tersebut, selajutnya dirumuskan kedalam bentuk paradigma penelitian.

Oleh karena itu setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan kepada

kerangka berpikir.

Tujuan kerangka berpikir adalah untuk menjelaskan hubungan variabel

dalam pelaksanaan penelitian.


15

2.3.1 Kerangka berpikir Tradisi Matiti Suara Dalam Bhakti Papranian

Ngusaba kedasa.

UPACARA

Bhakti Papranian
MATITI SUARA

Kesejahteraan masyarakat Batur


Keterangan

: Saling terhubung

: Saling berkaitan

Dalam penelitian ini Upacara Matiti Suara merupakan suatu upacara yang

pelaksanaannya berkaitan dengan Bhakti Papranian Ngusaba Kedasa di Pura Ulun

Danu Batur. Upacara Matiti Suara juga berfungsi sebagai pelengkap pemuput

upacara Wali atau masyarakat desa Batur sering menyebutkan dengan nama Bhakti

Papranian. Di samping itu Matiti Suara merupakan keyakinan masyarakat Desa

Batur untuk menjalani kehidupan sehari-hari agar senantiasa berbuat.dharma dan

selalu berusaha mengandalkan kemampuan diri agar kehidupan yang sejahtera dapat

terwujud.
16

2.5 Hipotesis

Andrews, et al L (dalam Sangaji dan Sopiah, 2010 : 90) mendefinisikan

hipotesis adalah suatu jawaban bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian

sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan definisi tersebut, maka

hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam

penelitian.

Berkaitan dengan itu, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan

atau dikemukakan sebagai berikut :

Proses Upacara Matiti Suara dalam Upacara Bhakti Papranian Ngusaba

Kedasa terdiiri dari beberapa prosesi upacara : mulai dari Manggalaning Upacara,

Pengerauhan dan Penelasan, Dharma Wacana, Tarian Perang-Perangan sampai

dengan Matiti Suara. Disamping itu, fungsi upacara Matiti Suara bagi masyarakat

desa Batur adalah pendoman dalam menjalani kehidupan dan pelengkap dalam

memuput wali pada saat upacara Ngusaba Kedasa. Pada dasarnya upacara ini

dilaksanakan sebagai penyampaian sabda atau nasehat suci dari Ida Sesuhunan yang

bersthana di Pura Ulun Danu Batur kepada krama Desa Batur yang disampaikan

oleh Jero Keraman atau Jero Guru sebagai perantara yang mana petuah tersebut

ditunjukan kepada krama desa Batur untuk menuju jagat ditha. Mengingat fungsi dari

upacara Matiti Suara sangat penting sebagai pelengkap dalam memuput wali pada

saat upacara ngusaba kedasa, maka haruslah upacara ini dilaksanakan. Upacara ini

jika tidak dilaksanakan, maka tidak sempurnalah suatu upacara Ngusaba di Pura Ulun

Danu Batur tersebut.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Menurut Moleong (2002 : 109), pendekatan kualitatif yaitu suatu

pendekatan yang datanya tersaji dalam bentuk kata-kata ataupun kalimat, dimana

keseluruhan data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk naratif bukan

dalam bentuk statistik, sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti

secara sistematis dan logis,

Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2002 : 3) mendefinisikan bahwa penelitian

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

persitilahannya. Oleh karena itu dengan menggunakan pendekatan kualitatif maka

berbagai sumber datanya dikumpulkan secara langsung dari lingkungan nyata dalam

situasi sebagaimana adanya.

Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu data-data

yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan dalam bentuk angka-

angka (Moleong, 2002 : 6). Dalam penelitian ini, peneliti akan berpartisipasi aktif

dalam proses penelitian yaitu sebagai pengumpul data, penganalisa data, dan sebagai

17
18

pelaporan penelitian. pengumpulan data dapat digunakan melalui studi kepustakaan,

observasi lapangan, dan wawancara langsung dengan para informan.

Jenis penelitian ini digunakan karena beberapa alasan. Pertama akan

dilakukan pengamatan empiris dan dalam penulisan laporan penelitian dilakukan

dalam deskriftif. Kedua, karena penelitian kualitatif sangat berguna untuk

mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan tingkah laku manusia.

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial budaya

yaitu akan disajikan data atau keterangan yang mendeskripsikan upacara Matiti Suara

dalam Bhakti Papranian dan manfaatnya bagi masyarakat.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah lokasi yang berlangsungnya fenomena budaya

tertentu. Tempat dapat secara terbuka maupun tertutup (Endraswara, 2013 : 205).

Penelitian ini berusaha mengungkapkan fungsi dari upacara Matiti Suara dalam

Bhakti Papranian di Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur, Kecamatan Kintamani

Kabupaten Bangli.

Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pura Ulun Danu Batur, Desa

Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang berjarak 65 kilometer dari

Sanur.

Pemilihan lokasi ini dipilih karena keunikan dalam prosesi upacara Matiti

Suara dalam Bhakti Papranian Ngusaba Kedasa di pura Ulun Danu Batur. Upacara

ini mempergunakan orang-orang terpilih yaitu hanya seorang Jro guru atau keraman

untuk menyampaikan petuah kehidupan bagi masyarakat setempat. Petuah kehidupan


19

tersebut merupakan landasan berpijak masyarakat desa Batur menjalani kehidupan

sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupan.

3.3 Populasi dan Sample

3.3.1 Populasi

Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan data

penelitian ialah menentukan populasi penelitian. Ibnu, dkk (2003:60) menyatakan

bahwa populasi adalah semua subjek atau objek sasaran penelitian. Wujud subjek itu

bermacam macam bisa berupa manusia, tumbuh – tumbuhan, barang produksi,

ungkapan verba, barang produksi, dokumen dan barang cetak.

Sugoyono dalam Budiarsa (2007 : 27) menyebutkan populasi merupakan

wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan selanjutnya

disimpulkan.

Bertitik tolak dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa populasi

merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah atau tempat serta

memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Ridwan, :

2003 : 11). Dalam suatu penelitian, biasanya peneliti membatasi penelitiannya karena

terbatasnya kemampuan, biaya dan waktu yang dimiliki oleh peneliti.

Berdasarkan penjelaskan di atas, maka yang dijadikan populasi dalam

penelitian ini adalah masyarakat Desa Pakraman Batur Selatan yang terbagi menjadi

sebelas banjar yaitu Banjar Batur Selatan, Banjar Batur Selatan Asri, Banjar

Bugbugan, Banjar Kerta Buana, Banjar Kerta Budi, Banjar Masem Budi Karya,
20

Banjar Masem Dwi Tirta, Banjar Taksu, Banjar Tandang Buana Sari, Banjar Yeh

Mampeh Tegal Sari. Secara keseluruhan jumlah penduduk Desa Batur Selatan adalah

6889 jiwa yang terdiri dari 3483 orang laki-laki dan 3406 orang perempuan.

(baturselatan.desa.id/index.php di akses pada tanggal 17 januari 2020 ). Besarnya

populasi maka tidak mungkin peneliti akan mewawancarai setiap orang, maka dalam

kaitan ini peneliti menentukan sampel penelitian.

3.3.2 Sample

Menurut Sugiyono dalam Idiani (2004 : 30) menjelaskan sample adalah

sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dengan

demikian yang dimaksud dengan sample adalah sebagain kecil jumlah populasi yang

diambil sebagai contoh dari jumlah keseluruhan baik wilayah maupun orang.

Karena keterbatasan kemampuan dan waktu sehingga peneliti tidak

memungkinkan untuk memeliti seluruh populasi yang ada melainkan cukup dengan

menggunakan sample yang mewakilinya. Pengambilan sample dalam penelitian ini

berdasarkan pada kondisi populasi, dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teknik purposive sampling.

Sugiono (2014 : 218) dalam buku “Metode Penelitian Kualitatif”

menjelaskan “purposive sampling” adalah teknik pengambilan sample sumber data

dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang yang dianggap mengetahui dengan apa

yang diharapkan atau mungkin sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi objek atau situasi soasial yang diteliti. Atas dasar pertimbangan itu, maka
21

ditentukan informan atau narasumber untuk dimintai konfirmasi terkait dengan

permasalahan peneliti dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Sample dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap mengetahui

ataupun mampu ditunjuk sebagai informan untuk mendapatkan informasi. Orang-

orang tersebut di antaranya yang dapat dijadikan informan antara lain :

No. Informan Jumlah

1. Kepala Desa Batur 1 orang


2. Bendesa Adat Batur atau Jero Gede Batur 1 orang
3. Kelian Banjar 11 orang
4. Pemangku Pura Ulun Danu Batur 3 orang
5. Tukang Banten 1 orang
Total 18 orang

Dengan demikian, jumlah total yang dijadikan sample adalah 18 orang. Hal

ini sangat mendasar karena orang-orang tersebutlah yang dipandang mengetahui

mengenai pelaksaaan dan fungsi yang terkandung dalam upacara Matiti Suara pada

Bhakti Papranian.

3.4 Jenis dan sumber data

3.4.1 Jenis Data

Menurut Lofland, (dalam Moleong, 2007 : 157) menyatakan bahwa

berdasarkan fungsi dan sifatnya data dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Data

dilihat dari segi jenis dan sifatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu : data kualitatif

adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
22

lain-lain. Data kualitatif merupakan data menunjukan keadaan atau sifat sedangkan

kuantitatif menunjukan angka-angka (bilangan).

3.4.1.1 Data Kuantitatif

Data kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berdasarkan

pada filsafat positivesme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample

tertentu (Sugiyono 2014 : 8). Jadi data kuantitatif adalah data yang berupa angka.

Sesuai bentuknya, data kuantitatif dapat diperoleh dari analisis dengan menggunakan

teknik perhitungan statistik. Dalam penelitian ini, data kuantitatif digunakan untuk

menjelaskan data kependudukan, luas wilayah, dan kondisi geografi desa Batur.

3.4.1.2 Data Kualitatif

Bogan dan Taylor dalam Nurul (2006 : 92) mengartikan penelitian kualitatif

adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kriteria dalam penelitian

kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi

sebagaimana adanya. Bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang

mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut (Sugiarto, 2015 : 9),

penelitian kualitatif pada umumnya dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada

saat penelitian.

Berdasarkan pernyataan di atas, jenis data yang dipergunakan adalah data

kualitatif yang berhubungan dengan tradisi matiti suara dalam bhakti papranian,

karena yang dikaji bukan berbentuk angka-angka (bilangan).


23

3.4.2 Sumber Data

Sumber data dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yakni sumber data

primer dan sumber data sekuder.

3.4.2.1 Data Premier

Data primier adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan oleh

seseorang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan dan yang memerlukan.

Data primier juga disebut data asli ( Iqbal, 2002 : 167). Menurut Azwar (2004 : 36)

data primier diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan

data yang berupa wawancara, observasi, maupun menggunakan instrumen

pengukuran yang khusus dirancang sesuai tujuan.

Penelitian upacara matiti suara data primernya adalah informasi dari para

informan-informan baik itu Kepala desa Batur Selatan, Bendesa atau Kelian desa,

Kelian Banjar, Pemangku Pura Ulun Danu Batur dan Tukang Banten yang nantinya

dapat digunakan menjadi sumber data yang akurat.

3.4.2.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono,

2009 : 137). Data sekunder akan melengkapi sajian data primer. Data sekunder adalah

data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari

sumber-sumber yang telah ada.


24

Pada penelitian ini peneliti tidak hanya mencari informasi dari nara sumber

akan tetapi juga mencari dengan mengunakan buku maupun dokumen yang ada

kaitannya dengan penelitian yang akan dilaksanakan.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dapat dapat dilakukan dalam berbagai setting,

berbagai sumber dan berbagai cara, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mentapatkan data berdasarkan pengaturannya, data dapat dikumpulkan pada setting

alamiah, pada laboraterium dengan metode eksperimen, dirumah dengan responden,

pada suatu seminas, diskusi, di jalan dan lain-lain (Sugiyono, 2010 : 193).

Penelitian kualitatif menggunakan metode pengumpulan data yang dapat

dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer dan teknik pengumpulan

data lebih banyak pada observasi dan dokumentasi.

3.5.1 Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas

fenomena-fenomena yang diteliti (Hadi, 2009 : 151). Menurut Bungin (2005:134),

menyatakan bahwa observasi adalah cara pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian dan data-data penelitian tersebut dapat diamati oleh

peneliti melalui observasi atau peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih jelas tentang

tradisi Matiti suara dalam bhakti papranian di Pura Ulun Danu Batur.

3.5.2 Wawancara
25

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus di teliti,

tetapi juga apabila ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.

Gambar diantaranya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumentasi yang

berbentuk karya seni misalnya berupa patung, gambar, film dan lain-lain.

Dalam penelitian ini mengumpulkan foto-foto serta rekaman yang diambil

ketika proses upacara berlangsung, selain itu peneliti mencatat hasil wawancara dari

berbagai sumber dan merekam suara serta gambar ketika proses berlangsung.

3.5.3 Dokumen

Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam sebuah penelitian kualitatif. Hasil penelitian dari observasi atau

wawancara, akan lebih dipercaya jika didukung oleh berupa foto-foto serta rekaman

yang diambil ketika proses upacara Matiti Suara berlangsung, selain itu peneliti

mencatat hasil wawancara dari berbagai sumber dan merekam suara serta gambar

ketika proses wawancara berlangsung.

3.6 Metode Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2007 : 248), metode analisis

data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengoganinasiskan

data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari

dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.


26

Metode analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan. Ini berarti analisis

data dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke

lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. analisis data dalam

penelitian kualitatif lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan

pengumplan data.

3.6.1 Reduksi Data

Dalam reduksi data yang dilakukan peneliti dimulai dengan menulis data

lapangan secara terus-menerus dalam jumlah yang banyak. Kemudian tulisan tersebut

direduksi, dirangkum sesuai dengan hal-hal yang pokok untuk mencari tema atau

polanya. Pada dasarnya, bahwa laporan lapangan sebagai bahan mentah diluangkan,

direduksi, disusun lebih sistimatis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting, disusun

secara sistimatis, sehingga mudah dikendalikan. Dengan demikan data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti

dalam rangka melakukan penelitian untuk melakukan pengumpulan selanjutnya dan

mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik

seperti komputer mini atau dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.

3.6.2 Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian

(display) data. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan,

tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami.


27

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk

urian singkat atau bagan hubungan antar kategori. Penyajian data akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, mer berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3.6.3 Verifikasi data

Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik

kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal

yang dikemukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti -

bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk

mendapatkan bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi yang

ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang diperoleh

merupakan kesimpulan yang kredibel.


28

DAFTAR PUSTAKA

Agus Ratawan, I Gede. 2017. Pura Penataran Ped Sebagai Pura Kahyangan Jagat
Di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Skripsi.
Denpasar : Universitas Mahasaraswati.
Ardika, I Nengah. 2018. Maprani Sebagai Rangkaian Pada Ngusabha Kadasa Di
Pura Ulun Danu Batur. Kamajaya : Jurnal Ilmu Agama Jayapangus Press
Azwar, Saifudin. 2004. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Budiarsa, I Putu.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media


Group.

Effendy, Onong Uchjana, 1989, Kamus Komunikasi, Bandung: Mandar Maju.

Gautama, W. 2009, Kamus Bahasa Bali-Indonesia. Surabaya : Paramita.

Hadi, Sutrisno. 2009. Metodologi Research. Yogayakarta. Andi.

Hamidi. 2004. Metodelogi penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press

Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-pokok Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Bandung :


Ghalia Indah.

Koentjaraningrat. 1990. Pokok-Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Gramedia.


Moleong, M.A.J. Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya
Moleong, M.A.J. Lexy. 2007. Metode penelitian Kwanlitatif. Edisi revisi. Jakarta : Pt.
Rineka Cipta.
29

Mulyana, Deddy. 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Muterini Putra, I Gst. Mas 1989. Peranan Pura Ulun Danu Batur Bagi Umat Hindu.
Yayasan Dharma Sarathi.

Muhajhir. 1990. Metodelogi penelitian kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin

Pip, Jones. 2010. Pengantar teori teori sosial. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Poloma, M. Margaret, 2003. Sosiologi Kontemporer (terjemahan). Jakarta : Raja


Grafindo Persada.

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2014. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-7.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Sangadji dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian, Pendekatan Praktis Dalam


Penelitian. Yogayakarta : Andi.

Soetomo, Drs. 1995. Masalah sosial dan pembangunan. Jakarta : Pustaka Jaya.

Suhardana, Drs. K. M. 2010. Sundarigama. Surabaya : Paramita.

Sugiarto, Eko. 2015. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta : Suaka Media

Sugiono. 2010. Metode Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D.


Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.
30

Surayin, I.A. Putu. 2004. Melangkah ke Arah Persiapan Upakara-Upacara Yajna.


Surabaya : Paramita.

Suwardi Endraswara. 2013. Metodelogi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Gadjah


Mada Universty Press.

Riduwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta

Taksu, 2015. Ngarap Bangke Kriminalisasi jenazah ?. Laporan Tabloid Taksu


Nomor 247. Denpasar : CV Bali Media Adikarsa.

Tim Penyusun. 1993. Kamus Bahasa Bali-Indonesia. Dinas Pendidikan Dasar


Provinsi Bali.

Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu. Surabaya :
Paramita.

Wijayananda, Ida Pandita Mpu Jaya. 2004. Makna filosofi Upacara dan Upakara.
Surabaya : Paramita.

Yudiastuti, Ni Wayan. 2009. Makna Upacara Melasti Pretime Di Desa Adat


Penglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Skripsi. Denpasar :
Universitas Mahasaraswati.

Anda mungkin juga menyukai