Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali adalah sebagian kecil dari banyaknya Pulau yang ada di

Indonesia. Pulau Bali dikenal dengan banyak nama, Pulau Bali sering juga disebut

sebagai Pulau Dewata atau Pulau Seribu Pura, ada juga yang menyebut Pulau

Dewata sebagai Bali Dwipa. Pulau Bali identik dengan Pariwisata karena

banyaknya terdapat tempat-tempat wisata salah satu yang paling terkenal adalah

Pantai Kuta dan Sanur. Pulau Bali tidak hanya terkenal karena tempat wisata-

wisata yang indah tapi juga karena Kebudayaan dan Keseniannya, Kebudayaan

dan kesenian yang ada pada Pulau Bali ini menjadikan Pulau Bali ini memiliki

daya tarik yang sangat kuat bagi para wisata-wisatawan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kebudayaan adalah

suatu hasil kegiatan dan Penciptaan Batin (akal budi) manusia seperti

Kepercayaan, Kesenian, Adat-istiadat. Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah

segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah serta mengubah semesta

alam. Sedangkan menurut Parsudi Suparlan, budaya adalah semua pengetahuan

manusia yang dimanfaatkan untuk mengetahui dan memahami pengalaman serta

lingkungan yang dialaminya. Edward Burnett Tylor mendefinisikan budaya

sebagai keseluruhan yang kompleks mencakup kepercayaan, pengetahuan,

kesenian, hukum, moral, adat istiadat, dan kemampuan lain yang diperoleh

seseorang sebagai anggota masyarakat.

Kesenian merupakan salah satu bagian dari budaya serta sarana yang

dapat digunakan sebagai cara untuk menuangkan rasa keindahan dari dalam jiwa
2

manusia, salah satu kesenian yang menjadi ciri khas Pulau Bali adalah Tari-

tariannya, Gambelannya yang khas dan Lukisan-lukisan Bali yang unik. Adat-

istiadat adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat, dan Bali juga

memiliki Adat-istiadat yang unik dan menjadi daya Tarik Wisatawan salah

satunya adalah Upacara Ngaben dan Omed-Omedan.

Agama atau kepecayaan orang Bali sebagian besar Beragama Hndu.

Menurut Gede Oka Netra (1997:1) dalam bukunya yang berjudul Tutunan Dasar

Agama Hindu menyatakan bahwa Agama Hindu adalah Agama yang mempunyai

usia tertua dan Agama yang pertama dikenal oleh manusia dibandingkan Agama

lainnya. Dalam perkembangan Agama Hindu di Bali, kita melihat adanya

hubungan yang sangat erat dan merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi

antara ketiga kerangka dasar Agama Hindu, yaikni : filsafat (tattwa), etika (tata

Susila), dan ritual (upacara). Ketiga kerangka dasar Agama Hindu itulah yang

dilaksanakan dalam kehidupan beragama demi terwujudnya suatu kehidupan

Agama yang mantap, serasi, dan seimbang serta terpeliharanya kerukunan hidup

antar umat beragama.

Untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, Umat Hindu di Bali

melakukan Puja ke Pura sebagai tempat Suci bagi Umat Hindu. Kata Pura Bagi

umat Hindu mempunyai pengertian khusus yaitu tempat untuk memuja Sang

Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Pura sebagai tempat

persembhayangan bagi umat Hindu, itu bukanlah sekedar tempat biasa, tetapi

merupakan tempat yang disucikan dan yang dikeramatkan oleh umat Hindu

karena di pergunakan sebagai tempat untuk menghubungkan diri dengan Ida

Sanghyang Widhi Wasa yang berwujud suci dan suksma. Pura di Bali sangat di
3

sucikan, karena dalam pembangunannya membutuhkan serangkaian kegiatan

upacara dan dana yang cukup besar. Setiap desa di Bali memiliki Pura masing-

masing sesuai dengan fungsinya. Untuk melaksanakan kegiatan ritual umat Hindu

di Bali melaksanakannya di Pura atau di tempat suci.

Seiring perkembanga zaman sekarang ini keberadaan Pura selain sebagai

tempat persembhayangan juga dimanfaatkan untuk kegiatan penyucian diri,

tempat belajar/Pendidikan, melestarikan kesenia, pencerahan umat (Dharma

Wacana), serta masih banyak lagi kegiatan yang bisa dilaksanakan di Pura.

Selanjutnya mengingat adanya berbagai jenis Pura di Bali secara sistematis

amatlah sulit jika Pura itu di tinjau dari ciri kekhasannya, tetapi secara garis

besarnya dapat dikelompokkan berdasarkan masyarakat penyungsungnya yang

disebut dengan penyiwi. Wiana (2009:14) mengemukakan bahwa, di Bali ada

empat jenis Pura, namun penyungsung suatu Pura tergantung kedalam berbagai

jenis ikatan tersebut maka dengan demikian Pura dapat dikelompokan sebagai

berikut :

1. Pura Umum, yang disebut juga Kahyangan Jagat (Sad

Kahyangan)

2. Pura Teritorial, yang disebut dengan Kahyangan Tiga

3. Pura Fungsional, seperti Pura Subak, Pura Melanting

4. Pura Kawitan, yaitu seperti pedharman, Merajan, Pura Panti dll

yang sejenisnya.

Perkembangan masyarakat sekarang ini, maka pura selain sebagai tempat

persembhayangan juga mengalami perkembangan dimanfaatkan untuk kegiatan-


4

kegiatan lain yakni : penyucian diri, melestarika kesenian, tempat dharmatula

(berdiskusi), bersosialisasi dan berinteraksi, mencari pencerahan diri serta masih

banyak lagi lainnya. Salah satu Pura yang harus dilestarikan adalah Pura Gunung

Sari yang terletak di Desa Padangbulia yang memiliki keunikanya sendiri.

Pura Gunung Sari Merupakan Sebuah Pura yang terdapat di Desa Padang

Bulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Pura ini memiliki patra atau

ukiran yang hampir sama dengan pura pada umumnya, akan tetapi yang

menjadikan unik dari pura tersebut adalah Arca berbentuk Angsa dan Lesung

yang bertempat di jeroan atau dalam pura, arca adalah hasil budaya manusia pada

masa lampau baik yang berupa seni bangunan, seni arca, seni sastra dan lain-

lainnya mengandung arti, fungsi, dan nilai tertentu bagi manusia pendukungnya

(Ki Purba, 1980 : 32). Sedangkan lesung Penulis mengutip dari skripsinya Dita

Permata Sari dalam Skripsinya yang berjudul “ Sejarah Perkembangan Kesenian

Gejog Lesung Di Sanggar Langit Alang-alang Gunung Gempal Kecamatan

Wates Kab. Kulon Progo “ mengutip pendapat Suratmin yang mengatakan bahwa

kata Lesung dari bahasa Jawa, lesung adalah lumpang panjang dan lumpang ini

merupakan alat untuk membuat tepung atau menumbuk padi menjadi beras.

Berdasarkan pemaparan diatas penulis sangat tertarik untuk menjadikan

pura tersebut sebagai judul skripsi karena apakah antara lesung dan angsa adakah

kaitannya dengan pemujaan dewa-dewi yang ada di Agama Hindu dan juga

apakah ada makna teologi yang terkandung di dalam arca angsa dan lesung

tersebut selain itu Pura Gunung Sari ini dijadikan tempat sarana

persembahyangan oleh seluruh masyarakat Desa Padangbulia sebagai salah satu

pura yang paling banyak dikunjungi sebagai pura umum.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang

akan penulis rumuskan ada beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah Struktur Pura Gunung Sari di Desa Padangbulia,

Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng?

2. Bagaimanakah Fungsi Pura Gunung Sari di Desa Padangbulia,

Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng?

3. Bagaimana Kajian Teologi Hindu Pura Gunung Sari di Pura

Gunung Sari di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada,

Kabupaten Buleleng?

1.3 Tujuan Penelitian

Segala kegiatan pasti menginginkan tujuan. Begitu pula dengan

penelitian yang dilaksanakan ini tentu ada tujuan yang ingin dicapai, serta

dapat menentukan metode-metode yang efektif sehingga kegiatan penelitian

yang dilaksanakan dapat tererah dan sasaran yang dicapai memenuhi

kesempurnaan. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini yaitu memberikan gambaran umum

kepada masyarakat luas tentang Pura Gunung Sari yang ada di Desa

Padangbulia dan menganalisa lebih dalam mengenai struktur bangunan,


6

fungsi serta keberadaan Pura Gunung Sari. Agar masyarakat Hindu

mengetahui tentang keberadaan dan lebih memahami Pura Gunung Sari.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian ini dikaitkan dengan apa yang telah

dirumuskan sebagai masalah dalam penelitian ini, berdasarkan hal tersebut

tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui lebih jelas tentang Struktur Pura Gunung Sari di

Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.

2. Untuk mengetahui Fungsi dari Pura Gunung Sari di Desa

Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.

3. Untuk mengetahui Kajian Teologi Hindu yang terdapat di Pura

Gunung Sari, Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten

Buleleng.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian pasti memiliki manfaat apabila sudah penelitian itu

memiliki kegunaan atau fungsi yang optimal. Setiap penelitian pasti

mengharapkan hasil yang banyak memiliki manfaat baik untuk masyarakat

umum dan untuk diri sendiri sehingga kegiatan penelitian tersebut tidak

sekedar wacana dan sebuah kegiatan yang tanpa memiliki manfaat. Adapun

manfaat atau kegunaan dari penelitian ini dapat di bedakan menjadi dua

bagian yaitu : manfaat secara Teoritis dan manfaat secara Praktis.


7

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi mahasiswa menambah wawasan dan pemahaman dan sebagai

bahan perbandingan dari teori yang di terima saat kuliah dengan

kenyataan yang ada di lapangan.

2. Bagi masyarakat di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada,

Kabupaten Buleleng menambah dan meningkatkan pemahaman

masyarakat tentang tempat suci itu sendiri serta senantiasa

berusaha menjaga kesucian dan kelestarian khususnya yang ada di

Pura Gunung Sari.

3. Bagi Lembaga kamus sebagai tambahan buku perpustakaan

sehingga nanti dapat dipakai sebagai bahan perbandingan bagi

setiap mahasiswa yang memerlukannya nanti.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Menjadikan penelitian Pura Gunung Sari sebagai landangan atau

perbandingan bagi mahasiswa atau para peneliti.

2. Memberikan informasi yang utuh dan benar-benar terkait dengan

hakikat, tujuan, Fungsi Pura Gunung Sari Desa Padangbulia ini,

sehingga dapat menumbuhkan keyakinan umat sesuai dengan

ajaran Agama Hindu.

3. Menguatkan dan mendukung program pemerintah dalam

melestarikan peninggalan-peninggalan Leluhur.


8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, TEORI, DAN KONSEP PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan bagian yang penting dalam segala jenis

penelitian ilmiah, yang mencakup semua bidang ilmu. Kajian pustaka dipaparkan

dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kaitan penelitian ini dengan

penelitian lain yang mungkin sudah pernah diteliti. Selain itu juga dengan adanya

kajian pustaka maka akan memperjelas masalah yang akan diteliti sehingga tidak

terjadi duplikasi terhadap permasalahan yang sama yang telah diteliti oleh peneliti

sebelumnya.

Kajian pustaka atau literatur perlu dilakukan untuk menguasai teori-teori

yang relevan dengan masalah penelitian. Penelitian tidak mungkin dilakukan

dengan baik tanpa orientasi pendahuluan yang bersumber kepada literatur yang

berhubungan dengan masalah penelitian. Salah satu hal yang perlu dilakukan

dalam persiapan penelitian kualitatif adalah mendayagunakan sumber informasi

yang terdapat dalam literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian

(Iskandar,2009:100). Gay (dalam Tabroni, 2001:130) berpendapat bahwa kajian

kepustakaan meliputi pengidentifikasian secara sistematik, penemuan dan analisis,

dokumen-dokumen yang memuat informasi, yang berkait dengan masalah

penelitian. Beberapa pustaka yang akan digunakan peneliti adalah :

Ariawan (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Eksistensi Pura Mas

Pahit di Desa Tusan Kecamatan Banjarakan Kabupaten Klungkung Persefektif

Pendidikan Agama Hindu” menyimpulkan bahwa nilai-nilai Pendidikan Hindu


9

yang terkandung pada Pura Mas Pahit menyangkut nilai Pendidikan tattwa, nilai

Pendidikan upacara, nilai Pendidikan Susila, nilai Pendidikan estetika, nilai

Pendidikan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh ariawan menjerumus ke nilai-

nilai Pendidikan Hindu saja namun dalam penelitian yang akan dilaksanakan

membahasa tentang keberadaan Pura Gunung Sari Desa Padangbulia Kabupaten

Buleleng Kecamatan Sukasada Dalam Persefektif Teologi Hindu dengan nilai-

nilai Pendidikan Teologi Hindu. Penelitian ini memiliki kesamaan pembahasan

yaitu sama-sama membahas Pura. Kontribusi terhadap penelitian ini adalah

sebagai perbandingan dalam menganalisis permasalahan Pura, jika dibandingkan

dengan penelitian yang akan diteliti penulis, skripsi “Eksistensi Pura Mas Pahit di

Desa Tusan Kecamatan Banjarakan Kabupaten Klungkung Persefektif

Pendidikan Agama Hindu”, juga masih belum memaparkan tentang perspektif

teologi hindu.

Widiari (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Keberdaan Pura

Langgar di Desa Pakraman Bunutin, Kecamatann Bangli, Kabupaten Bangli”

menguraikan bahwa struktur Pura Langgar terdiri dari tiga mandala yaitu utama

Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Pura Langgar memiliki beberapa

fungsi yaitu fungsi religius sebagai tempat sembhyang, fungsi sosial sebagai

tempat berkumpul yang dilaksanakan pada saat ngayah piodalan, sehingga terjadi

jalinan hubungan harmonis antara satu dengan yang lain sesama pengempon.

Persamaan penelitian ini yaitu struktur dan fungsi. Perbedaannya dengan

penelitian ini yaitu lebih mengkhusus dalam membahas Struktur Pura dan tata

letaknya. Kontribusinya sebagai perbandingan karena sama-sama membahas

tentang keberadaan Pura.


10

Lisa Hardianti (2019) dalam Penelitiannya yang berjudul “Kajian Bentuk,

Makna, Dan Fungsi Ornamen Pura Giri Natha Kota Makasar” dalam skripsinya

menjelaskan secara spesifik tentang bentuk, makna dan fungsi oranmen pada

sebuah tempat suci. Kekurangan dari penelitian lisa ada tidak adanya kajian

teologi hindu didalam penelitiannya, sedangkan dalam penelitian yang penulis

rancang, akan memaparkan kajian teologi hindu secara spesifik dan hubungannya

dengan keharmonisan didalam masyarakat.

2.2 Landasan Konsep

Konsep merupakan salah satu syarat yang harus ada dalam kegiatan

penelitian atau penulisan karya ilmiah. Hal itu disebabkan konsep mampu

mengantarkan sejumlah variable terhadap topik yang diteliti. Konsep dalam

kegiatan penelitian dalam penulisan karya ilmiah wajib ditaati, dipatuhi serta

dilaksanakan oleh peneliti. Tujuan agar variable dalam topik yang akan diteliti

tidak menyimpang dari kegiatan penelitian. Konsep merupakan unsur-unsur

pokok dari suatu pengertian, definisi, Batasan secara singkat dan sekelompok

fakta atau gejala atau merupakan definisi dari apa yang perlu diamati dalam

proses penelitian (Koentjaraningrat, 1991:10).

Pada penelitian ilmiah yang bersifat kualitatif diharapkan masalah dapat

berkembang sesuai dengan kenyataan di lapangan, bergerak dari fakta, informasi

maupun peristiwa menuju tingkat abstraksi yang lebih tinggi. Secara konseptual

paradigna penelitian kualitatif harus mampu membebaskan diri dari lingkungan

tori. Namun, teori diperlukan dalam tahanp-tahap akhir suatu penelitian ketika

harus membahas atau mendiskusikan hasil penelitian (Faisal, 1990:38). Adapun


11

konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : pengertian “Kajian

Teologi Hindu Pura Gunung Sari Desa Padangbulia Kabupaten Buleleng

Kecamatan Sukasada dalam Persefektif Teologi Hindu”,

2.2.1 Pura Gunung Sari

Pura adalah istilah tempat suci atau persembhayangan Agama Hindu di

Indonesia. Secara etimologi kata Pura berasal dari akhiran Bahasa Sansekerta

(pur, puram, pore). Yang artinya kota, kota berbanteng atau kota dengan Menara

atau istana, pada awalnya istilah Pura berasal dari Bahasa Sansekerta, yang berarti

kota benteng yang sekarang berubah menjadi tempat pemujaan Sang Hyang

Widhi. Sebelumnya tempat suci atau tempat pemujaan disebut Kahyangan atau

Hyang (Sudharta,2006:135).

Menurut Titib (2003) pura berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya

kota atau benteng, setelah beberapa lama diubah menjadi artinya, yang sekarang

arti pura menjadi tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, jadi dapat diartikan

sebagai tempat lainnya yang dianggap keramat.

Pura Gunung Sari adalah salah satu bagian tempat suci umat Hindu,

terutama bagi masyarakat Desa Padang Bulia. Pura Gunung Sari merupakan

Sebuah Pura yang keseluruhannya pelinggihnya merupakan bangunan dengan

artefak khas bali berisikan beberapa jenis patra atau ukiran yang tersusun

sedemikian rupa seperti halnya pura-pura pada biasanya namun ada beberapa

kelengkapannya yang berupa pratima batu yang di puja dan diyakini sacral di

pura tersebut, dan lesung yang menjadikan pura tersebut berbeda dari pura

lainnya, yang dimana didalam konsep kepercayaan masih terindikasi Oleh konsep
12

dinamisme yang sangat kental terhadap pura ini, dalam hal tersebut yang

menjadikan penulis semakin tertarik untuk mengangkat pura ini sebagai bahan

penelitian adalah melihat dari keadaan geografis dan social bahwa desa ini adalah

desa tua, dan tentunya masih banyak bahan yang perlu digali dari desa ini,

terutama sejarah pura, ataupun dasar histori arca angsa dan lesung itu sendiri.

Kenapa bisa di puja dan dianggap keramat terutama pura ini dipuja seluruh desa

dan tidak dipuja oleh beberapa masyarakat.

2.2.2 Kajian Teologi Hindu

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:197) menjelaskan

Presefktif atau kajian artinya sudut pandang. Sudut pandang berarti pandangan

atau interpretasi terhadap sesuatu yang dilihat dari satu sudut pandang yang

dianggap relevan terhadap subtansi atau topik masalah yang diangkat Prefektif

digunakan untuk mengkaji suatu masalah dar sudut pandang tertentu demi

tercapainya pendapat atau interprestasi yang khusus dan mendalam.

Kata Teologi berasal dari kata theo yang artinya “Tuhan” dan logos yang

artinya “Ilmu” atau “pengetahuan tentang Tuhan”. Ada banyak Batasan atau

defenisi Teologi sebagaimana uraian berikut ini : Teologi secara harfiah berarti

teori atau studi tentang Tuhan. Dalam praktik, istilah ini dipakai untuk kumpulan

dokrin dari kelompok keagaman tertentu atau pemikir individu (Maulana, 003:500

dalam Donder, 2006:4).

Pengertian teologi secara umum Menurut Relin (2013) yang penulis kutip dalam

penelitiannya yang berjudul “Teologi Hindu Dalam Tradisi Slametan Di Desa

Kemendung Muncar Banyuangi Jawa Timur “ Pada mulanya istilah teologi ini
13

muncul di Eropa terutama di daerah Yunani, sehingga teologi ini berasal dari

bahasa Yunani yaitu dari kata Theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti

ilmu. Jadi teologi ini berarti ilmu yang mempelajari tentang Tuhan. Lebih jauh di

dalam kamus An English Readers Dictionary oleh Ashrnby and Ec Parn

Well,1992 : 133). yang artinya Teologi itu adalah ilmu pengetahuan tentang alam

semesta, tentang Tuhan, tentang keyakinan agama yang mendasar”. Dengan

memperhatikan rumusan tersebut di atas maka peranan ilmu Teologi ini sangat

besar untuk merumuskan teori ke-Tuhanan yang terdapat di dalam masing-masing

agama yang diyakininya, tujuannya agar setiap sistem keTuhanan yang ada pada

masing-masing agama, dapat dipelajari secara sistematis sehingga mudah

dipahami oleh pemeluknya.

Etimologi Teologi, ada banyak definisi (terminologi) tentang istilah

teologi ini, namun pada hakikatnya semua definisi ini mengarah pada satu

pengertian, yaitu pengetahuan “Tuhan”. Sebagaimana pendapat seorang teolog

besar dari Roma Katholik yang bernama Albert, ia menguraikan bahwa: Istilah

“teologi” secara harafiah berarti studi. mengenai Allah. Yang berasal dari kata

Yunani theos, yang berarti Tuhan dan akhiran-ology dari kata Yunani logos yang

berarti wacana, teori, atau penalaran. Selain definisi tersebut pendapat lain yaitu

Agustinus dari Hippo mendefinisikan bahwa teologi berasal dari bahasa Latin,

yaitu theologia, sebagai penalaran atau diskusi mengenai Ketuhanan, selain itu

Richard Hooker mendefinisikan “theology” dalam bahasa Inggris sebagai “ilmu

tentang hal-hal yang ilahi”. Juga secara umum, teologi adalah studi iman agama,

praktik, dan pengalaman atau spiritualitas.


14

Ontologi teologi adalah sebuah ilmu pengetahuan, dan sebagai ilmu

pengetahuan, teologi harus mampu membuktikan kebenaran ilmu

pengetahuannya. Pembuktian teologis, walaupun melibatkan daya nalar manusia,

namun teologi tetap bertumpu pada pewahyuan dan kebenaran-kebenaran iman

(Donder, 2009:1-14).

Dari pemaparan berdasarkan sumber-sumber yang telah penulis cari diatas,

teologi hindu adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan tentang ketuhanan

dan cara mendeskripsikan suatu symbol kedalam suatu bentuk penafsiran

hubungan antara tempat suci dengan Tuhan. Hal ini juga akan penulis paparkan

dalam bab selanjutnya dan akan penulis rinci hubungan antara tempat suci yang

akan penulis bahas serta hubungannya dengan Teologi Hindu.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori secara umum merupakan sebuah sistem konsep abstrak

yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang

membantu dalam memahami sebuah fenomena. Teori merupakan salah satu

konsep dasar penelitian. Secara khusus, teori adalah seperangkat konsep, definisi

dan proposisi yang berusaha menjeaskan hubungan sistematis dari suatu

fenomena, dengan cara merinci hubungan sebab-akibat yang terjadi.

Pada hakekatnya penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk

memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang

diperoleh dari penelitian terdiri dari fakta, konsep, generalisasi dan teori yang

memungkinkan seseorang dapat memahami fenomena untuk memecahkan

masalah yang dihadapinya. Masalah dalam penelitian muncul karena adanya


15

kesulitan yang menganggu kehidupan manusia atau karena dorongan ingin tahu

sebagai sifat naluri manusia.

Pada bagian landasan teori memuat sari-sari hasil penelitian literatur yaitu

berupa teori-teori. Uraian teori yang disusun bisa dengan kata-kata penulis secara

bebas dengan tidak mengurangi makna teori tersebut atau dalam bentuk kutipan

dari tulisan orang lain. Teori-teori tersebut harus relevan dengan permasalahan

penelitian yang akan dilakukan. Landasan teori sangat perlu ditegakkan agar

penelitian tersebut mempunyai dasar yang kuat, bukan sekedar penelitian coba-

coba. Dengan adanya landasan teori ini menjadi penanda bahwa penelitian itu

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data (hardani, 2020: 367).

Pada penelitian yang berjudul tentang “Kajian Teologi Hindu Pura

Gunung Sari Desa Padangbulia Kabupaten Buleleng Kecamatan Sukasada”

penulis akan menggunakan teori simbol untuk mengkaji rumusan masalah

pertama, kemudian untuk rumusan masalah kedua penulis akan menggunakan

teori fungsiaonal struktural, simbol dan religi, untuk pembahasan tentang ketiga

teori tersebut penulis akan paparkan sebagai berikut:

2.3.1 Teori Simbol

Manusia dan alam merupakan realitas. Realitas ini ditangkap melalui

indera dalam bentuk pengalaman. Pengalaman yang ditangkap terdiri atas matter

(bahan-bahan) yang membentuk form (bentuk). Form membentuk simbol yang

kemudian menciptakan kebudayaan. Form yang membentuk kebudayaan adalah

bahasa, mitos, religi, seni, dan ilmu pengetahuan (Cassirer, 1953:10). Bahasa

merupakan sumber dari seluruh aktivitas intelektual manusia, yang menunjukkan


16

cara baru untuk memimpin secara terus-menerus kepada konsep baru atas dunia

objektif (Cassirer, 1979:182). Tiap kemajuan dari bahasa membuka perspektif

baru dan memperluas serta memperkaya pengalaman konkret kita. Selain itu,

bahasa juga memiliki bermacam-macam bentuk dan masingmasing bentuk

tersebut mempunyai makna., yaitu:

Pertama, simbol verbal (verbal symbols) seperti seni (art). Bahasa tidak

hanya konseptual, tetapi juga ada karakter intuitif gambar dan emosi. Karena

bahasa merupakan ekspresi individual, maka perlu persatuan dan dibuat

pengalaman sistematis – sehingga ada bahasa ilmiah, yaitu bahasa logika.

Simbolisme bahasa bukan hanya semantik, namun juga simbol estetika (Cassirer,

1979: 183- 184).

Kedua, Mitos (Myth), mitos merupakan gejala kebudayaan manusia yang

paling sulit diterima secara logis, karena mitos dianggap sebagai gagasan yang

tidak koheren dan tanpa bentuk. Namun, sebenarnya mitos menyatukan unsur

teoritis dan unsur penciptaan artistik serta lebih banyak terwujud dalam tindakan

daripada dalam pikiran dan khayalan. Mitos merupakan sesuatu yang memiliki

makna rasional sesuai dengan kenyataan yang ada. Mitos tidak mempunyai

karakter permanen, meskipun mitos mematuhi aturan yang ada. Mitos mempunyai

tendensi untuk mengatur perasaan dan imajinasinya. Mitos tidak hanya karya dari

kecerdasan, tetapi merupakan karya dari imajinasi (Cassirer, 1979:174) dan

merupakan produk manusia – produk cerdas pertama – yang berisi kosmologi dan

antropologi umum (Cassirer, 1979:187). Di samping itu, bahasa dan mitos juga

memiliki hubungan yang sangat erat, bahasa digunakan untuk mengungkapkan,

mengisi, dan menyebarkan mitos (Cassirer, 1979:175).


17

Ketiga, Religi (Religion). Dalam perkembangan kebudayaan manusia, kita

tidak dapat menentukan suatu titik dimana mitos berakhir dan dimana religi

dimulai (Cassirer, 1987:132). Dalam banyak kasus, pemujaan arwah nenek

moyang tampak sebagai sifat menyeluruh yang memadai dan menentukan seluruh

kehidupan sosial dan religius. Di dalam religi terdapat rasa kasih sayang, yaitu

rasa kasih sayang atas kepercayaan dan harapan, atas cinta dan rasa syukur, dan

atas semua inilah religi bergantung (Cassirer, 1979:176). Pada perkembangan

pemikiran religius, terlihat kebangkitan aktivitas dan kekuatan baru dari pikiran

manusia. Para filsuf dan antropolog seringkali mengatakan bahwa sumber hakiki

dan sumber sejati dari religi adalah rasa ketergantungan manusia (Cassirer,

1987:138).

Keempat, Seni (Art), seni merupakan salah satu jalan ke arah pandangan

objektif atas benda-benda dan kehidupan manusia. Seni bukanlah tiruan, ia adalah

kreasi bentuk yang bisa dinikmati (tidak abstrak). Dalam seni, kita

mengkonsepkan dunia. Seni bukannya imitasi realitas, melainkan penyingkapan

realitas. Seni adalah intensifikasi, “pendalaman”, realitas dan dikatakan berupa.

proses konkretisasi tanpa henti. Dalam seni kita hidup dalam wilayah

bentuk-bentuk murni, bukan pada analisis dan penelitian atas objek-objek

inderawi. Kelima, Ilmu pengetahuan (Science), ini merupakan langkah terakhir

dalam perkembangan tertinggi kebudayaan manusia. Ilmu adalah sesuatu yang

tercipta kemudian dan hanya dapat berkembang dengan adanya kondisi- kondisi

khusus (Cassirer, 1987:315). Di sini Cassirer membahas fungsi umum ilmu

(memberi kita jaminan bagi adanya dunia konstan) dan menentukan tempatnya

dalam sistem bentuk-bentuk simbolis. Ilmu tidak memaparkan fakta-fakta yang


18

terpisah, tetapi memberikan pandangan yang komprehensif yang dituntut suatu

prinsip keteraturan baru, bentuk interpretasi intelektual baru. Ilmu pengetahuan

juga disebut Cassirer sebagai simbol intelektual (intellectual symbol), bukan

pengalaman, yang di dalamnya terdapat aturan-aturan dan rumus-rumus (Cassirer,

1979:185).

Representasi simbol merupakan dunia simbolis, di mana kesadaran

manusia dapat membangun sebuah simbol ideal atas dirinya sendiri (ada

tendensi). Dalam buku The Philosophy of Symbolic Forms, Cassirer menjelaskan

ada tiga model dari fungsi representasi simbol, yaitu: 1) Fungsi ekspresi/

expression function (Ausdrucksfunktion). Model ini adalah model yang paling

primitif di mana dunia menunjukkan dunia primitif dari mitos, tanda dan

signifikansinya yang bergabung satu sama lain. 2) Fungsi intuisi ‘intuition

function’ (Auschauungsfunktion). Fungsi ini lebih ke arah common-sense dan

merupakan suatu persepsi. Namun, persepsi di sini tidak hanya dibawa sebagai

representasi atas sesuatu yang lain. Menurut Cassirer, model ini dikemukakan

sebagai bentuk asli dan pokok dari ‘penglihatan’. Jadi, apabila perspektif

ditentukan oleh kepentingan keinginan-teleologis manusia, pikiran sehat

dikatakan membuat ‘intuisi’ atau pengertian hal-perseptual. 3) Fungsi konseptual

conceptual function (reine bedeutungsfunktion) yang merupakan dunia

pengetahuan. Fungsi ini berhubungan dengan prinsip-prinsip logis dan

keteraturan. Fungsi ini biasanya terdapat pada simbol-simbol matematika. Jika

perspektif ditentukan oleh kepentingan teoritis manusia, pikiran sehat dikatakan

membuat pengertian konseptual atau ilmu pengetahuan ilmiah (scientific). Dalam

hal ini penulis akan menggunakan teori simbol dari Cassirer untuk rumusan
19

pertama yang menjelaskan tentang Struktur Pura Gunung Sari, selain ekspresi,

intuisi, dan juga fungsi yang sangat berkaitan dengan historis pembuatan Pura

Gunung Sari sehingga mencipatakan suatu yang mampu untuk dipuja Bersama,

bisa juga dikaitkan dengan seni atau art kenapa harus menggunakan bentuk angsa

dan lesung.

2.3.2 Teori Fungsional Struktural

Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural

fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di

mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu

biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan

mempertahankan sistem. Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada

prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah

konsep fungsi dan konsep struktur (Graham,2009:188).

Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam

sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah

struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme

menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-lemen

konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi (Agung, 2012: 71).

Pada rumusan masalah pertama yang membahas tentang fungsi penulis

sangat meyakini bahwa teori fungsional structural sangat cocok digunakan untuk

membahas permasalahan tersebut dimana dalam teori ini dijelaskan bahwa

fungsional structural adalah sebuah sudut pandang yang luas dalam sosiologi dan

antropologi yang didalam penelitian ini hasil cipta karsa manusia terwujud dalam
20

bentuk bangunan, serta kebudayaan yang dihasilkan dalam bentuk pura dan

kegunaannya.

2.3.3 Teori Religi

Pada mulanya manusia hanya mempergunakan ilmu gaib untuk

memecahkan soal kehidupannya yang ada diluar batas kemampuan dan

pengetahuan akalnya. Religi waktu itu belum ada dalam kebudayaan manusia.

Lambat laun terbukti bahwa banyak dari pada perbuatan magicnya itu ada

hasilnya juga, mulailah ia percaya bahwa alam itu dialami oleh mahluk-mahluk

halus yang lebih berkuasa dari padanya, maka mulailah ia mencari hubungan

dengan mahluk-mahluk halus yang mendiami alam itu. Begitulah asal asal mula

timbulnya religi dalam kehidupan manusia (Koentjaraningrat, 1985 : 224).

Koentjaraningrat (1992, 239) menyebutkan bahwa seseorang terikat dengan

sesuatu yang disebut emosi keagamaan yang menyebabkan orang tersebut

melakukan hal-hal yang berhubungan dengan religi. Perilakunya juga menjadi

serba religi. Emosi keagamaan termasuk salah satu dari unsur-unsur dasar

pembentuk religi, yaitu:

1. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia

menjalankan kelakuan keagamaan.

2. System kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang

bentuk dunia, alam, gaib, hidup, maut.

3. System upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan

dengan dunia gaib berdasarkan atas system kepercayaan tersebut.


21

4. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan social yang

mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta system upacara-

upacara keagamaannya.

Unsur-unsur yang menimbulkan suatu religi dalam suatu masyarakat

tertentu, diantaranya adalah : a) Upacara. B). Kepercayaan dan c). Mitologi.

Susunan suatu masyarakat dari beribu-ribu suku bangsa dimuka bumi yang

berbeda-beda ini telah menentukan adanya beribu-ribu bentuk religi yang

perbedaan-perbedaannya tampak lahir pada upacara-upacara yang dilaksanakan,

kepercayaan-kepercayaan dan mitologi. Hal ini dapat dihubungkan dengan

pengkajian Pura Gunung Sari dalam hal teologi hindu dikarenakan pada saat

kegiatan keagamaan terdapat upacara keagaaman, yang secara tidak langsung

melahirkan kepercayaan berdasarkan mitologi-mitologi dan sejarah yang

mendasari pemujaan terhadap arca angsa dan lesung yang terdapat didalam pura.

Teori religi ini akan penulis fungsikan untuk membedah rumusan masalah pada

point 2 dan 3 yaitu bagaimanakah fungsi Gunung Sari, dan bagaimana kajian

teologi hindu terhadap pura gunung sari yang bertempat di desa Padangbulia

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.

2.4 Model Penelitian

Fraenkel (1993 : 7) mendefinisikan penelitian sebagai “any sort of careful,

systematic, patient study and investigation in some field of knowledge, undertaken

to discover or establish facts and principles”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam melakukan penelitian terdapat

tiga bidang yang harus dikuasai yakni :


22

a. Hakekat penelitian dan pengetahuan (nature of research and knowledge)

Merupakan keterkaitan dari aspek-aspek (a) hakekat pengetahuan sebagai objek

formal, (b) matarantai alasan yang memperlihatkan organisasi dan paradigma, (c)

hubungan, (d) kriteria penelitian yang memperlihatkan validitas internal dan

eksternal, (e) kriteria untuk mengoptimalkan dan keterbatasan / kendala.

b. Metode-metode penelitian (methods of research) Penggunaan salah satu dari

berbagai variasi bergantung pada poin b, c, d, e. Metode penelitian dapat

dikelompokan (1) Basic Methods (kualitatif, survey, eksperimental), dan (2)

Derivate Methods (sejarah, evaluasi, metode-metode lain).

c. Keterampilan-keterampilan dan alat-alat penelitian (skills and tools of research)

Keterampilan-keterampilan dan alat penelitian terdiri atas menemukan masalah,

kajian literatur, sampel, analisis konseptual, statistik, dan pengukuran, digunakan

sesuai dengan metode penelitian. Artinya alat-alat tersebut bergantung kepada

penggunaan / pendekatan metode. Gambar berikut memperlihatkan keterkaitan

atau matarantai dalam suatu kajian penelitian, dari ketiga prinsip yang dijelaskan

oleh Fraenkel, penulis dapat membuat bagan metode penelitian sebagai berikut:
23

Agama Hindu

Tri Krangka Dasar Agama Hindu

Tattwa Etika/Susila Upacara/Ritual

Pelaksanaan Upacara Keagaman di Pura Gunung


Sari di Pura Gunung Sari di Desa Padangbulia
Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng

Bagaimanakah Struktur Bagaimanakah Fungsi Bagaimanakah Kajian


Pura Gunung Sari Pura Gunung Sari Teologi Pura Gunung Sari

Meningkatkan Sradha Bhakti Umat di Desa


Padang bulia, dan melestarikan sejarah
kebudayaan Pura Gunung Sari
24

Keterangan : : Hubungan Timbal Balik

: Tujuan Yang Diharapkan

: Menerangkan Alur
25

BAB III

METODE PENELITIAN

Hakikat Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data/informasi sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana seharusnya,

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata kunci yang perlu

diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, kegunaan tertentu (Sugiono,2006: 3).

Data yang diperoleh melalui penelitian adalah data empiris (teramati)

yang valid, reliabel dan obyektif. Untuk mendapatkan data-data tersebut,

maka instrumen penelitiannnya harus valid, dan reliabel, pengumpulan data

dilakukan dengan cara yang benar pada sampel yang representative. Pada

umumnya jika data tersebut reliable dan objektif, maka data tersebut

memiliki kecenderungan data valid. Data yang valid pasti reliable dan

objektif. Data yang reliable belum tentu valid, demikian pula dengan data yang

objektif belum tentu juga valid.

Menurut Arikunto (2019, hlm. 136) metode penelitian adalah cara utama

yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas

masalah yang diajukan. Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan

peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang

diajukan (Sukandarrumidi, 2012, hlm. 111).

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan tingkat

kealamiahan obyek yang diteliti. Berdasarkan tujuannya, jenis penelitian dapat

diklasifikasikan menjadi penelitian dasar, penelitian terapan dan penelitian


26

pengembangan.Selanjutnya berdasarkan tingkat kealamiahannya, jenis penelitian

dapat dibedakan menjadi penelitian exsperimen, penelitian survey dan penelitian

naturalistik.

Berdasarkan uraian diatas, maka jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini yakni jenis penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu suatu

metode penelitian yang berlandaskan pada naturalistik. Penelitiannya dilakukan

pada kondisi yang alamiah, karena pada awalnya penelitian ini lebih banyak di

gunakan antropologi budaya maupun adat istiadat.

Menurut Bogdan dan Tailoy (1992) menjelaskan bahwa penelitian

kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskrptif

beruapa ucapan dan tulisan da prilaku orang-orang yang diamatai. Pendekatan

kualitatif di harapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang

ucapan, tulisan, atau prilakau yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok,

masyarakat, atau oragnisasi tertentu dalam suatu keadaan kontesk tertentu yang di

kaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif,dan holistik. Dalam hal ini

peneliti mengumpulkan data-data tentang Pura Gunung Sari Desa Padang Bulia.

Kemudian data ini dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh pemahaman

secara mendalam terhadap Pura Gunung sari, Desa Pang Bulia.

3.2 Lokasi Penelitian Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Desa Padang Bulia, Kecamatan

Sukasada, Kabupaten Buleleng. Desa ini terletak 415 meter dari

permukaan laut. Penduduk desa Padang Bulia berjumlah 3.313 jiwa terdiri
27

dari 1.636 laki-laki dan 1.677 perempuan. Desa Padang Bulia merupakan

salah satu desa tua dan masih kental dengan adat-istiadat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Berdasarkan penelitian tentang Pura yang dilakukan oleh peneliti lainnya

tentunya memerlukan pendekatan kepada pihak desa adat atau Pemangku

serta perlu syarat pengantar penelitian agar pihak desa memberikan izin

untuk melakukan penelitian didesa tersebut. erdasarkan dari syarat surat

keterangan yang akan disetor ke desa dan pendekatan terhadap pihak desa,

penulis mempekirakan pebelitian ini memerlukan waktu kira-kira 1 Bulan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Menurut Margono (1996:23) menyatakan bahwa “data adalah informasi

yang diperoleh langsung dari sumber informasi yang masih bersifat mentah,

sehingga data perlu diolah”. Selanjutnya jenis data ada dua yaitu data kualitatif

dan data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang terdapat dari hasil

penelitian, yang penyajiannya berupa narasi dan dekripsi dalam bentuk kalimat,

sedangkan data kuantitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian

yang penyajiannya dituangkan dalam bentuk angka-angka. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang didapat dari hasil wawancara

terhadap informan.

Data adalah bentuk jamak dari datum, dimana data merupakan keterangan-

keterangan tentang sesuatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang

dianggap sebagai suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan
28

lain-lainnya. (Hasan, 2002 : 82). Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data

yaitu :

3.3.1 Data Primer

Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama (Burhan Bungin

2001 : 128) jadi data yang bersifat primer terkait dalam penelitian adalah data

yang berasal dari sumber pertama, Responden melalui wawancara langsung

dengan pemangku, tukang banten serta tokoh-tokoh agama.

Hasan (2002 : 82) Data primer adalah data yang diperoleh dengan

melakukan observasi atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti atau

yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer ini, disebut juga data asli.

Data primer diperoleh dari orang-orang yang berkompeten dan ada hubungannya

dengan penelitian yang sedang dikaji. Orang-orang yang mengetahui tentang Pura

Kelingking yaitu pemangku dan tokoh masyarakat di Desa Padang Bulia serta

anggota-anggota masyarakat di desa tersebut khususnya yang beragama Hindu.

3.3.2 Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-

sumber yang lain (Moleong, 2001 : 23). Hasan (2002 : 82) menyatakan Data

Sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang

telah ada. Data ini, biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan penelitian

terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia. Dalam penelitian ini yang

termasuk kedalam data sekunder adalah buku-buku lain yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti, misalnya sumber buku yang digunakan berupa buku-
29

buku tentang pura dan skripsi yang ada hubungannya dengan eksistensi Pura dan

dianggap mendukung hasil penelitian.

3.3.3 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh. Apabila penelitian menggunakan wawancara dalam mengumpulkan

datanya, maka sumber data disebut responden yaitu orang yang merespon atau

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Sumber data primer, dan

sumber data sekunder peneliti gunakan dalam kajian Teologi Hindu terhadap

suatu permasalah mengenai Pura Gunung Sari Desa Padamgbulia.

3.4 Objek dan Subjek Penelitian

Dalam sebuah penelitian tentunya terdapat subjek dan objek. Antara objek

dan subjek penelitian melengkapi dan terkait antara keduanya saling

berkesinambungan dalam sebuah penelitian, objek penelitian tidak bisa eksis

tanpa didukung oleh atau tanpa adanya subjek penelitian, begitu pula sebaliknya,

pada hakikatnya objek penelitian adalah topik permasalahan yang di kaji dalam

penelitian atau merupakan sebuah isu yang di bahas dan permasalahan yang di

investigasi, sedangkan subjeknya merupakan entitas yang menjadi sumber

informasi atau narasumber yang menjadi sumber data di mana penelitian itu di

lakukan.

Objek penelitian adalah setiap gejala atau peristiwa yang akan diteliti,

apakah itu alam (natural fenomena), maupun gejala kehidupan (efek fenomena)

(Hamidi, 2004:20). Penelitian ini memiliki objek penelitian yaitu Pura Gunung

Sari di Desa Padang Bulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.


30

Sedangkan subjek Penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang

memiliki data mengenai variable-variabel yang diteliti. Subjek penelitian pada

dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Subjek penelitian

apabila sangat banyak dan berada diluar jangkuan sumber daya peneliti atau

apabila Batasan popularitas tidak mudah untuk didefinisikan, maka dapat

dilakukan studi sampel. (Azwar, 2004 : 34).

Subjek penelitian adalah seseorang yang menjadi sumber informasi dalam

penelitian, yang dapat memberikan tanggapan dan informasi terkait data yang

dibutuhkan oleh peneliti serta memberikan masukan kepada peneliti baik secara

langsung maupun tak langsung. Dalam hal penelitian ini adalah para narasumber

yakni pemangku atau pengempon di Pura Gunung Sari, Kelian Adat dan tokoh-

tokoh adat lainnya yang mengetahui tentang Pura Gunung Sari, Desa Padang

Bulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.

3.5 Teknik Penentuan Informan

Metode penentuan subjek penelitian (informan) merupakan metode yang

dipergunakan untuk menentukan subjek atau individu yang kiranya dapat

memberikan informasi / keterangan terkait dengan permasalahan yang akan

diteliti. Penentuan subjek penelitian dipilih dengan teknik bola salju (snowball

sampling), yaitu teknik yang menggunakan informan kunci tokoh masyarakat

(Sugiyono, 2006 : 56).

Ridwan, (2004 : 64) Sumber data adalah yang dalam penelitian kualitatif

disebut informan. Informan yang dipilih secarapurposive atau sistem gethok

ular atau snow ball adalah suatu tekhnik yang semula berjumlah kecil sebagai

informan kunci yang kemudian menjadi anggota sampel (responden) mengajak


31

para sahabatnya atau orang yang dianggap mengetahui untuk dijadikan sampel

dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak seperti bola salju yang

sedang menggelinding semakin jauh semakin besar.

Dalam hal ini dapat dilakukan karena informan-informan yang dijadikan

obyek penelitian memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi

data dan keterangan berkenaan dengan Kajian Pura Gunung Sari Desa Padang

Bulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik Snawball, karena penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif tentuya untuk pengambilan data harus menggunakan banyak sampel atau

orang, dari banyak sampel tersebut pastinya akan mendapatkan hasil dari suatu

tujuan penelitian tersebut.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu cara atau metode yang dipergunakan

untuk mendapatkan data yang ada pada satu obyek penelitian, Metode

pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian ini diperoleh dari informan

maupun dari berbagai sumber buku-buku yang relevan.

Dalam penelitian “kwalitas data sangat ditentukan oleh kwalitas alat

pengumpulan datanya”. Jadi sesuai dengan pendapat di atas jika alat pengumpulan

datanya cukup maka datanya juga akan valid, riabel dan objektif. Adapun metode

pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.5.1 Observasi

Arikunto (2002:107) menyatakan bahwa subjek adalah suatu hal yang

menjadi sumber data. Sumber data dapat berupa, person (sumber data berupa
32

orang),place (sumber data berupa tempat), dan paper (sumber data berupa huruf,

angka, gambar dan symbol-simbol lainnya). Nasution (dalam Sugiyono, 2007 :

310) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para

ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia

kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Dari pemaparan pengertian observasi menurut Arikunto, subjek penelitian

dalam suatu permasalahan yang akan diteliti dapat berupa orang atau person dan

juga dapat berwujud benda atau symbol. Observasi yang dilakukan ini

mengunakan Non Partisipan karna Objek yang akan diteliti sudah di laksanakan

dan penulis tidak dapat secara langsung melakukan obervasi atau pengamatan

tentang kajian teologi Gunung Sari. Sehingga penulis melakukan observasi dari

data-data informan yang telah diberikan oleh informan.

3.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan Teknik penggalian data yang paling banyak

dilakukan baik tujuan praktik maupun ilmiah, terutama untuk penelitian social

yang bersifat kualitatif. Sugiyono (2007:317) menyebutkan bahwa wawancara

adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Sugiyono (2007:233) menegaskan beberapa wawancara yaitu wawancara

terstruktur, semiterstrutur, dan tidak berstruktur. Wawancara terstruktur

digunakan sebagai Teknik pengumpulan data, peneliti telah mengetahui pasti

tentang informasi apa yang akan diperoleh. Wawancara semiterstruktur dimana

pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara yang bebas


33

dimana peneliti tidak menggunakan pedoman yang telah tersusun secara

sistemastis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Teknik wawancara dipergunakan dalam penelitian ini adalah untuk

mengumpulkan data mengenai fungsi dan kajian teologi hindu yang terkandung

dalam Pura Gunung Sari Desa Padang Bulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten

Buleleng melalui informasi-informasi yang diperoleh berdasarakan wawancara

dengan informan.

3.5.3 Studi Kepustakaan

Menurut M. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian”

mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah Teknik pengumpulan data

dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

dipecahkan (Nazir, 2003:111).

Dari hasil pemaparan studi kepustakaan uang di definisikan oleh Nazir.

Maka studi kepustakaan merupakan suatu cara mendapatkan informasi sebanyak-

banyaknya dari sumber teks lainnya, tidak memungkiri bahwa studi

keperpustakaan dipergunakan di dalam penelitian teks, melainkan juga dalam

penelitian lapangan. Penelitian yang akan peneliti teliti pada Pura Gunung Sari

yang Bertempat di Desa Padangbulia Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng,

akan menggunkan sumber-sumber dari buku, hasil peneliatian, dan juga

wawancara.

3.5.4 Studi Dokumentasi


34

Untuk mendapatkan informasi secara lengkap, untuk melakukan tindak

lanjut dalam pengambilan langkah penting dalam kegiatan ilmiah perlu adanya

buku utama dan buku panjang. Dengan demikian dalam penelitian ini

menggunakan pemanfaatan dokumentasi. Nawawi (2001 : 133) mengungkapkan

bajwa pemanfaatan dokumentasi adalah cara pengumpulan dan melalui

peninggalan tertulis terutama berupa peninggalan-peninggalan atau arsip-arsip dan

tugu. Termasuk buku-buku, pendapat, teori-teori yang berhubungan dengan

masalah.

3.7 Metode Analisa Data

Secara umum, analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara

induktif, yaitu dari data/fakta menuju ketingkat abstraksi yang lebih tinggi,

termasuk juga melakukan sintesis dan mengembangkan teori (bila diperlukan, dan

datanya menunjang). Artinya, analisis data pada penelitian kualitatif lebih bersifat

open minded dan harus disesuaikan dengan data/informasi di lapangan

sehingga prosedur analisisnya sukar untuk dispesifikkan sedari awal

(Hardani,2020: 51).

Sugiono (2008:244) menyatakan anaslisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang yang diperoleh dari hasil wawacara, catetan

lapangan, dan dokumnetasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyesun ke dalam

pola, memilih mana yang terpenting dan patut dipelajari, serta membuat simpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupaun orang lain.


35

DAFTAR PUSTAKA

Agung Tri Haryanta dan Eko Sujatmiko.2012, Kamus Sosiologi, (Surakarta:


Aksarra Sinergi Media
Arikunto, S.(2019). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka cipta.

Azwar, Saifuddin.2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Chaer, Abdul.1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarata: Rineka Cipta.

Badrun, A. 2003. “Patu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan,


Fungsi.”(Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia.

Cassirer, Ernst, 1953, The Philosophy of Symbolic Forms Vol.1 Language,


Transleted by Ralph Manheim, New Haven, Yale University Press

Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya Teologi Kasih Semesta, Surabaya: Paramita.

Dwi Rahmani, 2017 “Menumbuhkembangkan Kesenian Gejog Lesung Sebagai Salah


Satu Aset Wisata Di Situs Sangiran Kabupaten Sragen”. Surakarta : Institut Seni
Indonesia

Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi,


(Bandung: Pustaka Setia, 2009).

Hamidi.2004. Metode Penelitian Kualitatif : Aplikasi Praktis Pembuatan


Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : CV. Pustaka Ilmu
Group.

Iskandar. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Referensi.


36

Ki Purba 1982 “Peninggalan Purbakala dan Mobilitas Sosial” Dalam Majalah


Analisis Kebudayaan”, Tahun I, Jakarta.

Koentjaraningrat, 1985, Beberapa Pokok Ajaran Antropologi Sosial, Jakarta :


Dian Rakyat

Moleong, Lexy. J. 2002. Metodelogi Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja


Rosda Karya.

Lorens Bagus, 2005. Kamus Filsafat Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

M. Iqbal Hasan, 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan


Aplikasinya. Penerbit Ghalia Indonesia : Jakarta.

Mardalis.2010. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi


Aksara.
Margono. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ridwan.2004. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-karyawan dan Penelitian


Pemula. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Putu.2010. Acara Agama Hindu I. Paramita : Surabaya.

Sudharta, Tjok. Rai. (2009). Yang Suci Dalam Agama Hindu Sungai Gangga,
Mandiradan Pura. Surabaya: Paramita.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D, Alfabeta : Bandung,2006.

Sugiyono,. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sukandarrumidi.2012. Metodologi Penelitian. Cetakan Keempat. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Relin. 2013. “Teologi Hindu Dalam Tradisi Slametan Di Desa Kemendung Muncar
Banyuangi Jawa Timur “,Denpasar :IHDN

Anda mungkin juga menyukai