Anda di halaman 1dari 2

1.

1 latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari jasmani dan rohani yang masing-masingnya memiliki kebutuhan
berbeda. Kebutuhan jasmani seperti diantaranya : pakaian, makanan, dan pemukiman berusaha
dicukupi oleh setiap manusia untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan kebutuhan rohani wujudnya
tidak terlihat, tetapi dapat diaplikasikan dalam bentuk kegiatan pemujaan terhadap apa yang
manusia yakini, dan dapat memenuhi kebutuhan spiritual manusia itu sendiri. Salah satu bentuk
aplikasinya adalah agama. Hampir seluruh manusia di dunia ini memiliki agama dan kepercayaan
yang dianut. Salah satu agama tertua yang masih tetap dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia
adalah agama Hindu. Agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang datang
dengan membawa misi perdagangan. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang masyarakatnya
menganut agama Hindu dikarenakan hal tersebut, tetapi dengan masuknya pengaruh-pengaruh dari
bangsa lain, maka masyarakat yang menganut agama Hindu saat ini berkurang dan menjadi agama
dengan jumlah penganut minoritas yang sebagian besar berdomisili di Bali. Berbicara mengenai
agama, tidak lepas dari kegiatan peribadahanan dan sarana atau tempat peribadahan. Begitu pula
dengan agama Hindu yang tempat peribadatannya disebut dengan Pura. Pura merupakan salah satu
bangunan penting bagi umat Hindu Bali yang dikenal memiliki kehidupan religius yang tinggi.
Masyarakat Bali selalu menempatkan pura di tempat yang utama atau di tempat yang menurut
aturan atau pakem yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai spiritual umat Hindu. Bali sebagai pulau
yang masyarakatnya sebagian besar menganut agama Hindu, memiliki banyak sekali bangunan pura
dengan nilai historis yang tinggi bagi kehidupan spiritual masyarakatnya. Diantaranya Pura
Khayangan tiga (Puseh,Desa,Dalem) Pura-pura tersebut merupakan pura-pura utama yang menurut
kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali. Jika diperhatikan, setiap bangunan
Pura memiliki kesamaan Konsep,Struktur maupun Wujudnya. Arsitektur Pura memiliki konsep
lapangan, yakni tiap bangunannya dipisahkan berdasarkan fungsinya. Pura secara keseluruhan dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu Nista Mandala (bagian terluar), Madya Mandala (bagian tengah) dan
Utama Mandala (bagian dalam). Jadi, walaupun kita telah berada di dalam Pura kita tetap dapat
menemukan halaman terbuka.

Pura Dalem adalah berfungsi untuk pemujaan kepada Dewa Siwa sebagai bagian
dari Kahyangan Tiga yang terdapat di setiap desa adat di Bali. Dalam sejarahnya, dahulu disebutkan
Pura Dalem merupakan pemujaan kepada Dewi Durga sebagai Dewa utama dari Sekte Bhairawa,
sehingga Pura Dalem ini sangat erat kaitannya dengan setra dan Pura Prajapati sebagai tempat
pemujaan alam kosmis untuk menetralisir kekuatan positif dan negatif.

Jajaran Pelinggih di pura dalem ini sebgaimana disebutkan dalam artikel esensi & konsepsi
pura sebagai tempat suci di bali, pelinggih - pelinggih yang ada di pura dalem disebutkan :

 Gedong Linggih Sthana Dewi Durgha (Sakti Siwa)

 Linggih Sthana Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, (gelar dari "banaspatiraja"; Lontar Kanda
Pat Sari)

 Lingga Sthana Sedahan Penglurah (Tepas Ratu Gede`Mecaling)

 Bedogol Apit Lawang :

o Linggih Sthana Sang Bhuta Diyu, dan

o Linggih Sthana Sang Bhuta Garwa.


 Pada Panghulun Setra dibangun Pelinggih Prajapati, berbentuk Padma dan sebuah
bebaturan Linggih Sedahan Setra.

Hal tersebut dikarenakan pada bangunan pura, walaupun bangunan-bangunannya


dipisahkan seperti kompleks bangunan, tetapi tetap dianggap sebagai suatu kesatuan dari pura.
Pembatas antara bagian dalam pura dengan bagian luar pura adalah tembok Panyengker. Hal ini
dikarenakan ada pakem-pakem yang mengatur pembuatan Pura dan harus dipatuhi dimanapun Pura
itu berada. Arsitektur Pura sebagai tempat beribadahpun berbeda arsitektur Bali lainnya. Walaupun
ada pemahaman logika mengenai ruang yang sama dengan arsitektur tradisional Bali lainnya, tetapi
bangunan Pura dari segi konsep maupun struktur lebih dikaitkan dengan pemahaman masyarakat
Bali terhadap ajaran agamanya. Dalam pemahaman kosmologinya, masyarakat Bali berusaha untuk
menyeimbangkan hubungan keseluruhan elemen dalam alam semesta. Yakni keseimbangan
hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan
penciptanya (Sang Hyang Widi Washa)

Anda mungkin juga menyukai