Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Krisis sumber energi tak terbaharui mendorong arsitek untuksemakin peduli akan
energi dengan cara beralih ke sumber energi terbaharui dalam merancang bangunan yang
hemat energi.
Konsep penekanan desain ekologi arsitektur didasari dengan maraknya issue global
warming. Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam
ini, dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Satu penyumbang
terbesar bagi pemanasan globaldan bentuk lain dari perusakan lingkungan adalah industri
konstruksi bangunan. Sebuah wacana tentang perlawanan terhadap Global warming pun
segera menjadi sorotan dunia saat ini, tidak terkecuali negara Indonesia yang
tercatat memiliki nilai respon tertinggi 12,6% dari 9 negara lainnya (China,
Australia dan Negara Asia Tenggara) dalam green building survey awal tahun lalu.

Meskipun demikian, Indonesia menempati posisi ke-8 dengan nilai Green Building
Involvement yang hanya bernilai 38% (konferensi BCI Asia FuturArc Forum 2008). Itu
berarti bahwa penerapan konsep desain yang berwawasan lingkungan di Indonesia masih
sangat perlu ditingkatkan.
Arsitektur yang ekologis akan tercipta apabila dalam proses berarsitektur menggunak
an pendekatan desain yang ekologis (alam sebagai basis desain). Proses pendekatan desain
arsitektur yang menggabungkan alam dengan teknologi, menggunakan alam sebagai basis
design,strategikonservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada semua tingkatan d
anskala untuk menghasilkan suatubentuk bangunan, lansekap, permukiman dan kota yang
revolusioner dengan menerapkan teknologi dalam perancangannya.
Perwujudan dari desain ekologi arsitektur adalah bangunan yang berwawasan
lingkungan yang seringdisebut dengan green building. Hal ini erat kaitannya dengan konsep
arsitektur hijau yang merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture
Sustainable Architecture | 1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah definisi, konsep dan Prinsip Ekologi tersebut ?
2. Bagaimanakah pendekatan Ekologi pada perancangan arsitektur?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan-tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menyelesaikan tuntutan tugas mata kuliah Ekologi Arsitektur
2. Meningkatkan pemahaman tentang pendekatan Ekologi pada perancangan
arsitektur

1.4 MANFAAT
1. Bagi Penulis
Manfaat penulisan bagi penulis yaitu dapat menambah pengetahuan penulis
tentang pemahaman Arsitektur Sustainable yang bersumber dari internet dan
literatur buku
2. Bagi Lembaga Universitas
Manfaat penelitian bagi Lembaga Universitas adalah dapat mengamalkan nilai –
nilai dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu, Pembelajaran, Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat adalah sebagai bahan pengetahuan dalam pemahaman
dan pengimplementasian Arsitektur Sustainable dalam pembangunan

Sustainable Architecture | 2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ekologi


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst
Haeckel, ahli dari ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi dari segala jenis
makhluk hidup dan lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah
rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dan lingkungannya (Frick Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai
komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air,
kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang
terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan
tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang
saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut :
1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk
hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang
menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-
faktor yang menyebabkannya.
(Krusche, Per et sl. Oekologisches Bauen. Wiesbaden, Berlin 1982. Hlm.7 )
Sebenarnya, eko-arsitektur tersebut mengandung juga bagian-bagian dari
arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan), arsitektur
alternative, arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic
(teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi
pembangunan.Eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur
karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun, eko-
arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya.
Sustainable Architecture | 3
1. Penyelidikan kualitas
Tujuan setiap perencanaan eko-arsitektur yang memperhatikan cipta dan rasa
adalah kenyamanan penghuni. Sayangnya, kenyamanan tidak dapat diukur dengan alat
sederhana seperti lebar dan panjang ruang dengan meter, melainkan seperti yang telah
diuraikan tentang kualitas , penilaian kenyamanan selalu sangat subjektif dan tergantung
pada berbagai faktor. Kenyamanan dalam suatu ruang tergantung secara immaterial dari
kebudayaan dan kebiasaan manusia masing-masing, dan secara material terutama dari
iklim dan kelembapan, bau dan pencemaran udara.

2. Bentuk dan struktur bangunan


Bentuk dan struktur bangunan merupakan masalah kualitas dalam perencanaan
eko-arsitektur, walaupun terdapat beberapa masalah kualitas yang lain yang
berhubungan, terutama kualitas bentuk yang tidak dapat diukur maupun diberi standar.

3. Pencahayaan dan warna


Pencahayaan dan warna memungkinkan pengalaman ruang melalui mata dalam
hubungannya dengan pengalaman perasaan. Pencahayaan (penerangan alami maupun
buatan) dan pembayangan mempengaruhi orientasi di dalam ruang.
Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam keadaan gelap akan menentukan nilai
psikis yang berhubungan dengan ruang (misalnya dengan perabot, lukisan, dan hiasan
lainnya). Cahaya matahari memberi kesan vital dalam ruang, terutama jika cahaya
tersebut masuk dari jendela yang orientasinya ke timur..
Oleh karena pencahayaan matahari di daerah tropis mengandung gejala
sampingan dengan sinar panas, maka di daerah tropis tersebut manusia sering
menganggap ruang yang agak gelap sebagai sejuk dan nyaman. Akan tetapi, untuk
ruang kerja ketentuan tersebut melawan kebutuhan cahaya untuk mata manusia. Karena
Sustainable Architecture | 4
pencahayaan buatan dengan lampu dan sebagainya mempengaruhi kesehatan manusia,
maka dibutuhkan pencahayaan alam yang terang tanpa kesilauan dan tanpa sinar panas.
Untuk memenuhi tuntutan yang berlawanan ini, maka sebaiknya sinar matahari tidak
diterima secara langsung, melainkan dicerminkan/dipantulkan sinar tersebut dalam air
kolam (kehilangan panasnya) dan lewat langit-langit putih berkilap yang menghindari
penyilauan orang yang bekerja di dalam ruang.

Kenyamanan dan kreativitas dapat juga dipengaruhi oleh warna seperti dapat
dipelajari pada alam sekitar dengan warna bunga. Oleh karena itu, warna adalah salah
satu cara untuk mempengaruhi ciri khas suatu ruang atau gedung. Masing-masing warna
memiliki tiga ciri khusus, yaitu sifat warna, sifat cahaya (intensitas cahaya yang
direfleksi), dan kejenuhan warna (intensitas sifat warna). Makin jenuh dan kurang
bercahayanya suatu warna, akan makin bergairah. Sebaliknya, hawa nafsu dapat
diingatkan dengan penambahan cahaya.
Pada praktek pengetahuan, warna juga dapat dimanfaatkan untuk mengubah
atau memperbaiki proporsi ruang secara visual demi peningkatan kenyamanan.
Misalnya :
(Tomm, Arwed. Oekologisch Planen und Bauen. Braunschweig 1992. Hlm.23)
 Langit-langit yang terlalu tinggi dapat „diturunkan‟ dengan warna yang hangat dan
agak gelap
 Langit-langit yang agak rendah diberiwarna putih atau cerah, yang diikuti oleh 20 cm
dari dinding bagian paling atas juga diberi warna putih, yang memberi kesan langit-
langit seakan melayang dengan suasana yang sejuk.

Sustainable Architecture | 5
 Warna-warna yang aktif seperti merah atau oranye pada bidang yang luas memberi
kesan memperkecil ruang.
 Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi kesan
memperkecil ruang.
 Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi warna
hangat pada dinding bagian muka, sedangkan dapat berkesan panjang dengan
menggunakan warna dingin.
 Dinding samping yang putih memberi kesan luas ruang tersebut.
 Dinding tidak seharusnya dari lantai sampai langit-langit diberi warna yang sama.
Jikalau dinding bergaris horizontal ruang berkesan terlindung, sedangkan yang
bergaris vertical berkesan lebih tinggi.

4. Keseimbangan dengan alam


Pada penentuan lokasi gedung tersebut diperhatikan fungsi dan hubungannya
dengan alam, seperti matahari, arah angina, aliran air dibawah tanah, dan sebagainya.
Setiap serangan terhadap alam mengakibatkan suatu luka yang mengganggu
keseimbangannya. Oleh karena setiap benda memiliki hubungan langsung dengan
benda-benda lainnya, maka masuk akal apabila setiap perubahan pada suatu titik
tertentu membutuhkan penyelesaian masalah yang harus dilakukan didalam batas
ruangan. Dengan sadar atau tidak sadar manusia telah menghancurkan keseimbangan
dengan alamnya sehingga terjadi ketidakseimbangan antara makrokosmos dan
mikrokosmos. Seperti manusia dalam lingkungan ilmiah, sebenarnya menjadi spesialis
hanya dalam aspek keahliannya tetapi tetap bersatu didalam wadah kemanusiaan. Maka
pengertian keseimbangan dengan alam mengandung kesatuan makhluk hidup (termasuk
manusia) dengan alam sekitarnya secara holistis

5. Alam dan iklim tropis


Dalam rangka persyaratan kenyamanan, masalah yang harus diperhatikan
terutama berhubungan dengan ruang dalam. Masalah tersebut mendapat pengaruh besar
dari alam dan iklim tropis di lingkungan sekitarnya, yaitu sinar matahari dan orientasi
bangunan, angin, dan pengudaraan ruangan, suhu dan perlindungan terhadap panas,
curah hujan dan kelembapan udara.

Sustainable Architecture | 6
6. Sinar matahari dan orientasi bangunan
Sinar matahari dan orientasi bangunan yang ditempatkan tepat diantara lintasan
matahari dan angin, serta bentuk denah yang terlindung adalah titik utama dalam
peningkatan mutu iklim-mikro yang sudah ada. Dalam hal ini tidak hanya perlu
diperhatikan sinar matahari yang mengakibatkan panas saja, melainkan juga arah angin
yang memberi kesejukan. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang paling
cocok dan menguntungkan terdapat sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari
timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin seperti gambar berikut.

7. Angin dan pengudaraan ruangan


Angin dan pengudaraan ruangan
secara terus-menerus mempersejuk iklim
ruangan. Udara yang bergerak menghasilkan
penyegaran terbaik karena dengan penyegaran
tersebut terjadi proses penguapan yang
menurunkan suhu pada kulit manusia. Dengan
demikian juga dapat digunakan angin untuk
mengatur udara didalam ruang. (Reed, Robert
H. Design for Natural Ventilation in Hot
Humid Weather. Texas 1953 )

Sustainable Architecture | 7
2.2 Prinsip Desain

2.1.1 Setting

“Te context and environment in which something is set”

Dimana lingkungan dan konteksnya sudah diatur sesuai dengan ketentuandari


tempatnya berada. Dalam ekologi, setting dalam pemecahan-pemecahan disainyang tumbuh
dari tempat itu sendiri diatur berdasarkan budaya tradisional, pengeta-huan lokal, dan
peraturan- peraturan yang berlaku di tempatnya.Prinsip-prinsip keberlanjutan dalam budaya
tradisional dilatar belakangi olehbeberapa tata nilai ruang Arsitektur Bali. Tata nilai ruang
tersebut dapat berpengaruh dengan alam dimana masyarakat harus tetap bisa
mempertahankan eksistensi alam.Pada objek, prinsip- prinsip menghargai dan menghormati
alam kurang dicerminkan karena tuntutan fungsi bangunan yang lebih mengutamakan
kepuasan manusia dalam perancangan bangunan, pemerintah daerah sudah membuat aturan-
aturan yang difungsikan sebagai batasan dalam perancangan bangunan. Contoh per-da yang
telah dikeluarkan yakni :Perda kota Denpasar Nomor 27 tahun 2011 BABVIII Ketentuan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang bagian Kedua mengenai KetentuanUmum Peraturan
Zonasi Paragraf 1 Ketentuan Umum Penatagunaan Ruang Penata-gunaan tanah Pasal 66.
Peraturan tersebut mengharuskan pemilik bangunan untuktetap memberikan ruang alam
dalam bentuk ruang hijau dalam tapak bangunan.

2.1.2. Konteks

Konteks merupakan batasan yang berkaitan erat dengan lokasi sebuah obyekarsitektur
al, karena arsitektur bisa didesain sesuai atau tidak dengan konteks. Kontekspenting karena
pengguna rancangan adalah mereka yang terelasikan oleh konteks ar-sitektural. Konteks
arsitektural bisa berarti sejarah, lokasi, arkeologi maupun ekologidisekitar lokasi arsitektur.
Konteks mendefinisikan hubungan antara arsitektur danlokasi serta waktu. Baik disadari
ataupun tidak, arsitektur memiliki hubungan dengankeseluruhan lingkungannya serta selalu
memberikan dampak. Arsitektur menjadipenting menyangkut seberapa jauh perancang
mengerti tentang hubungan arsitekturdan lingkungannya, untuk mengerti konteks
adalah langkah awal dari sebuah desain.

Sustainable Architecture | 8
Menurut Anthony C. Antoniades dalam buku Poetics of Architecture: “Kontekstual
merupakan suatu hubungan antara arsitektur dan sitenya, berkaitandengan lingkungan
sekitarnya dengan memperhatikan kondisi bangunan sekitar, di-mana masyarakat, budaya,
area, dan materialnya berasal dari tempat arsitektur itu akan dibangun.
(Sumber: https://www.scribd.com/doc/52680425/Arsitektur-kontekstual-merupa-kan-salah-
satu-prinsip-perancangan-dalam-arsitektur-yang-mempertimbangkan-permasalahan-desain-
dalam-beberapa-atau-kesatua#download )

Merupakan suatu konsensus bahwa arsitektur sebaiknya berdampak positifbagi


lingkungannya, menaikkan nilai lingkungan melalui keberadaan arsitektur. ter-dapat
beberapa prioritas yang sebaiknya diperhatikan saat mendesain arsitektur ber-dasarkan
konteks:

a. Memperkuat komunitas lokal

Untuk meyakinkan bahwa pengembangan bangunan yang direncanakan akan


memperkuat dan bukan memperlemah komunitas lokal serta mendukung proyekyang sukses
bagi perancang, pemilik maupun masyarakat dan lingkungan. Arsitektur tidak bisa berdiri
sendiri seperti sebuah tiang yang angkuh dan tidak berdaya guna,sebaiknya arsitektur sedapat
mungkin memiliki fungsi meningkatkan komunitas lokal, yang berarti manusia dalam
lingkungan tersebut. Apabila dapat mewujudkan arsitektur kontekstual yang memperhatikan
lokalitas serta partisipasi masyarakat,akan menjadi arsitektur yang berguna bagi lebih banyak
orang dan lingkungannya.

b. Menciptakan arsitektur yang berkarakter

Mendapatkan inspirasi dari arsitektur lokal bisa membawa kita kepada arsitektur
yang „berkarakter lokal‟, mungkin sebuah pilihan yang bisa diambil bila dibandingkan jenis
arsitektur non kontekstual yang sifatnya „internasional‟ dan „bisa ditempatkan dimana saja‟.
Karakter lokal bisa didapatkan dari tradisi, nilai lokal, kon-templasi tempat ataupun material
lokal, yang pada akhirnya mendapatkan karakter yang bisa dihubungkan dengan lingkungan.
Saat ini metode perancangan yang di-ajarkan melalui dunia akademis masuk melalui tunnel
„modern‟ yang minim nilai-nilai lokal, namun disaat yang sama arsitek dapat mengadaptasi
konteks „lokal‟ dalam karakter arsitektural.

Sustainable Architecture | 9
c. Memperhatikan potensi dalam site

Dengan mengenal konteks lahan, maka arsitek dapat menggali potensi dalamlahan
yang berupa topografi, view, drainase, energi matahari dan angin, air, dan sebagainya untuk
memperoleh arsitektur yang berkelanjutan.

d. Integrasi dengan infrastruktur dalam lingkungan

Menemukan integrasi dengan lingkungan menggunakan material, bentukdan elemen


landskap yang memperhatikan lokalitas, jalan-jalan tembusan dan jalansetapak, jalan raya
dan jalan kampung yang berkaitan dengan lokasi dan strukturarsitektur. Dengan
memperhatikan lebih detail bagaimana pencapaian ke arah site,kemudian memperkirakan
ulang saat bangunan sudah terbangun agar selaras dengan infrastruktur yang ada.

e. Memperhatikan faktor ekonomi

Sebuah bangunan dengan arsitekturnya seharusnya direncanakan denganmemperhatik


an aspek ekonomi sehingga dapat terbangun dan memenuhi persyaratan pembangunan.
Namun dalam memperhatikan faktor ekonomi seyogyanya tidak melupakan faktor estetika
dalam perancangannya.

Sustainable Architecture | 10
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Arsitektur Sustainable

Sustainable design adalah desain yang selama prosesnya, mulai dari pengambilan
sumber daya yang ada di alam sampai pengolahan kembali menggunakan metode yang
tidak berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan manusia, sehingga kehidupan
manusia dan alam di bumi dapat terus bertahan (Febriany dkk, 2013).
Secara sederhana, sustainable architecture atau arsitektur berkelanjutan dapat
didefinisikan sebagai desain Arsitektur yang berwawasan lingkungan. Tentu saja
pendekatan ini terkait dengan pendekatan Sustainable Development atau Pembangunan
Berkelanjutan yang diungkapkan dalam Report of the World Commission on
Environment and Development tahun 1987.
Konsep Sustainable Development dapat didefinisikan secara sederhana, yakni
pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya di masa mendatang (Prayoga, 2013).
Sehingga dengan demikian, maka desain berkelanjutan (sustainable design)
merupakan desain yang mampu untuk mengatasi kondisi-kondisi yang terjadi dewasa ini
terkait dengan krisis lingkungan global, pertumbuhan pesat kegiatan ekonomi dan
populasi manusia, depresi sumber daya alam, kerusakan ekosistem dan hilangnya
keanekaragaman hayati manusia.
Desain berkelanjutan (sustainable design ) berusaha mengurangi dampak
negative pada lingkungan, kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan, sehingga
meningkatkan kinerja bangunan. Pada dasarnya pelaksanaan desain berkelanjutan
(sustainable design) ini dapat diaplikasikan bentuk (Prayoga, 2013):
A. Mikrokosmos, yang diwujudkan dalam bentuk benda untuk penggunaan
sehari-hari.
B. Makrokosmos, yang diwujudkan dalam bentuk bangunan, kota dan fisik
permukaan bumi.
Bentuk inilah yang dapat diterapkan dibidang arsitektur, arsitektur lansekap,
desain urban, perencanaan kota, teknik, desain grafis, desain industri, desain interior dan
fashion design.

Sustainable Architecture | 11
3.2 Konsep Arsitektur Sustainable

Mengutip kalimat dari Jack A. Kramers (dalam Kurniasih, 2013. Hal:13)


menyebutkan bahwa: “Sustainable Architecture is responce and an expression of celebration
of our existence and respect for the world arround us”. Arsitektur berkelanjutan merupakan
suatu respon dan ekspresi keberadaan kita serta rasa peduli terhadap dunia sekitar kita.
Adapun konsep dalam arsitektur yang mendukung Arsitektur Berkelanjutan, antara
lain (Kurniasih, 2013. Hal:14):

A. Bangunan Hemat Energi

Bangunan hemat energi dalam dunia arsitektur adalah meninimalkan


penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan,
maupun produktivitas penghuninya. Hemat energi adalah suatu kondisi dimana energi
dikonsumsi secara hemat atau minimal tanpa harus mengorbankankenyamanan fisik
manusia. Konsep bangunan hemat energi terdiri dari beberapa komponen, yakni
sebagai berikut:
a) Meminimalkan perolehan panas matahari
b) Orientasi bangunan utara-selatan
c) Organisasi ruang : Aktivitas terdapat pada ruang utama yang
diletakkan di tengah bangunan, diapit oleh ruang-ruang penunjang atau
service di sisi Timur-Barat.

Sustainable Architecture | 12
d) Memaksimalkan pelepasan panas bangunan kemudian menghindari
radiasi matahari masuk ke dalam bangunan.
e) Memanfaatkan radiasi matahari secara tidak langsung untuk menerangi
ruang dalam bangunan.
f) Mengoptimalkan ventilasi silang untuk bangunan non-AC.
g) Hindari pemanasan permukaan tanah sekitar bangunan.

B. Efisiensi Penggunaan Lahan


Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan
seluruhnya untuk bangunan, karena sebaiknya selalu ada lahan hijau dan penunjang
keberlanjutan potensi lahan.

a) Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan
bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang
ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara
efisien, kompak dan terpadu.

b) Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan


dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan, taman
gantung, pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan
taman pada dinding), dan sebagainya

c) Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah


menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian
untuk berbagi dengan bangunan

d) Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman dapat menjadi


inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan
fleksibilitas ruang yang lebih besar.

e) Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan


fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi
untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas
ruang yang lebih besar.

Sustainable Architecture | 13
C. Efisiensi Penggunaan Material

Penggunaan material yang dimaksimalkan sehingga mengurangi sisa material yang


terbuang
a) Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan,
sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa bekisting dapat
digunakan untuk bagian lain bangunan.
b) Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih
bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama

c) AMenggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui


dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material yang semakin jarang seperti
kayu.

D. Manajemen Limbah
Pengelolahan sistem linmbah seperti air bekas, air kotor, serta sampah diarea
site bangunan, baik limbah organik maupun anorganik.
a) Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water,
grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
b) Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi
limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan [ref buku rumah],
membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari
bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah
terdekomposisi secara alami.
E. Penggunaan Teknologi dan Material Baru

Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari


dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan
lain secara independen.
Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat
membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi,
murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.

Sustainable Architecture | 14
3.3 Indikator Perngaruh
Ada 3 indikator utama yang diangkat menjadi isu utama alat bantu ini. Tiap indikator utama
tersebut membawahi beberapa sub-point kriteria yang harus diberi penilaian secara
kuantitatif.

A. Indikator sosial meliputi:

o Kenyamanan pengguna bangunan

o Akses dalam bangunan

o Kemudahan akses menuju lokasi bangunan

o Partisipasi dan kontrol

o Segala hal yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan keselamatan

B. Indikator ekonomi meliputi:

o Pendayagunaan komponen lokal demi memajukan pendapatan lokal

o Efisiensi bangunan

o Fleksibilitas dalam tata ruang dalam dan luar bangunan

o Biaya – biaya yang keluar sejak proyek bangunan akan dimulai

o Alokasi total dana yang dipakai untuk membangun

C. Indikator Lingkungan meliputi:

o Penggunaan air

o Penggunaan energi

o Pengolahan limbah

o Pemilihan material dan komponen bahan

o Situasi site

Sustainable Architecture | 15
Aspek – aspek sustainable :

A. Sosial

o Hampir mencakup semua kriteria yang ada, kenyamanan pengguna benar –


benar diperhatikan dengan menciptakan bukaan – bukaan yang tinggi (3,75 m)
sehingga hanya 1 m area lantai kantor yang tidak terkena cahaya matahari.
Pencahayaan alami terbukti meningkatkan tingkat produktivitas kerja. Selain
itu, lokasi bangunan berada di daerah strategis sehingga memudahkan
pencapaian ke gedung ini dengan transportasi publik.

B. Ekonomi

a. Pemilik grha ini melibatkan kontraktor dan arsitek lokal dalam


pembangunannya, serta sebagian besar komponen dan material menggunakan
produk lokal.

b. Efisiensi bangunan ditunjukkan melalui tingkat hunian yang tinggi yaitu


mencapai 85%, dengan jam operasional 8 jam sehari.

c. Efisiensi berinteraksi juga dipertimbangkan dengan mengalokasikan satu


lantai untuk satu divisi.

d. Fleksibilitas ruang ditunjukkan antara lain dengan plafon dengan tinggi lebih
dari 3 m, dan tiap lantainya tidak menggunakan partisi permanen sehingga
dapat dibongkar dan dengan mudah dialihfungsikan untuk kebutuhan yang
lain.

C. Lingkungan

a. Mematikan AC secara otomatis pada jam istirahat dan pada jam 16.00

b. Pemanfaatan potensi cahaya matahari sebagai penerangan alami pada jam –


jam kerja, lampu hanya dinyalakan saat kondisi cuaca ekstrem, misalnya
mendung.

c. Dari sisi penghematan air, dilakukan efisiensi system plumbing yang


dipusatkan dalam satu area core plumbing.

Sustainable Architecture | 16
d. Dampak yang signifikan dari penghematan energi ini adalah running cost bias
ditekan sampai 40% jika dibandingkan bangunan – bangunan lain yang
berskala hampir sama.

2.4 Implementasi Pembangunan Berkelanjutan Pada Bangunan Rumah dan


Perkantoran

Dalam mendesain bangunan berkelanjutan atau sustainable building harus


memperhatikan tiga indkator yaitu indikator sosial, ekonomi dan lingkungan. Dan pada
kenyataannya penerapan pembangunan berkelanjutan, dapat dibantu dengan menggunakan
alat bantu untuk mengukur dalam memberi penilaian dari masing-masing kriteria. Beberapa
kriteria tersebut bisa dilihat pada tabel dibawah.

a. Kenyamanan Pengguna bangunan, pendayagunaan komponen lokal demi memajukan


pendapatan lokal atau daerah setempat, penggunaan air.
b. Akses dalam bangunan, efsiensi bangunan, penggunaan energi.
c. Kemudahan akses menuju lokasi bangunan, fleksibilitas dalam tata ruang dalam dan
luar bangunan, pegolahan limbah.
d. Partisipasi dan control, biaya-biaya yang keluar sejak proyek bangunan akan dimulai,
pemilihan material dan komponen bahan.
e. Segala hal yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan keselamatan, alokasi
total dana yang dipakai untuk membangun dan situasi site.
Dalam penilaiannya dua objek yang digunakan sebagai contoh yaitu Sharon‟s House dan
Gedung Perkantoran dengan penilaian pada indikator sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai
dengan data diatas. Penjelasan kedua objek tersebut antara lain :

Sustainable Architecture | 17
A. Sharon’s House

Sharon‟s House merupakan salah satu bangunan rumah tinggal yang teretak di daerah
Bantul, Yogyakarta. Berdasarkan penilaian dari SCAT bangunan ini masuk kedalam kategori
bangunan berkelanjutan.
a) Nilai sosial, bangunan ini telah memenuhi standar kenyamanan dari penghuni,
penggunaan pencahayaan alami secara optimal, ventilasi yang baik serta memenuhi
kenyamanan termal. Bangunan ini jauh dari kebisingan serta lokasi bangunan yang
mudah diakses angkutan umum.
b) Nilai ekonomi, nilai keberlanjutan bangunan ini bisa dilihat dengan pemanfaatan
material bangunannya yaitu dengan memanfaatkan material yang serba lokal. Misalnya
pemakaian kayu kelapa untuk strukturnya, tegel lantai dan penggunaan genteng lokal.
c) Nilai lingkungan, lahan yang digunakan dalam pembuatan rumah ini merupakan rumah
lama yang kondisinya sudah tidak layak. Namun beberapa dinding masih tetap
dipergunakan kembali. Adanya kondisi ruang luar yang tetap alami, pohon-pohon yang
ada tetap dibiarkan tumbuh dan sekaligus sebagai filter cahaya.

Sustainable Architecture | 18
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sustainable design adalah desain yang selama prosesnya, mulai dari pengambilan sumber
daya yang ada di alam sampai pengolahan kembali menggunakan metode yang tidak
berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan manusia, sehingga kehidupan manusia dan
alam di bumi dapat terus bertahan dan memiliki prinsip Efisiensi Energi, Efisiensi Material,
Efisiensi Penggunaan Lahan, Manajemen Limbah, dan memiliki 3 indikator yaitu sosial,
ekonomi dan lingkungan. Jadi sustainable architecture merupakan sebuah konsep dimana
penggunakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang untung menanggulangi kerusakan
lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

3.2 Saran
a. Untuk Mahasiswa
Sebaiknya Mahasiswa atau calon Arsitek sebaiknya lebih memperhatika lingkungan
dan dapat menerapkan konsep yang mendaur ulang atau menggunakan bahan-bahan
yang dapat didaur ulang sehingga dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
b. Untuk Pemerintah
Sebaiknya pemerintah memperkuat atau membuah peraturan yang mampu mengikat
masyarakat agar lebih peduli akan pentingnya lingkungan dari hal kecil seperti
pengolahan limbah untuk menjadi barang baru atau yang berguna dan tentang bahan-
bahan bangunan yang dapat didaur ulang.

Sustainable Architecture | 19
DAFTAR PUSTAKA

Internet:
en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_architecture
astudioarchitect team, Senin, 08 September 2008,Sustainable Architecture
astudioarchitect.com/2008/09/sustainable-architecture-arsitektur.html

Adeli R Riandito , October 16, 2009 , Sustainable Architecture


riandito.blogspot.co.id/2009/10/sustainable-architecture_16.html

Probo Hindarto, September 8, 2008, Sustainable Architecture


probohindarto.wordpress.com/2008/09/08/sustainable-architecture-arsitektur-berkelanjutan-
1-2/

scribd.com/doc/52680425/Arsitektur-kontekstual-merupakan-salah-satu-prinsip-
perancangan-dalam-arsitektur-yang-mempertimbangkan-permasala-han-desain-dalam-
beberapa-atau-kesatua#download )

scribd.com/doc/243441812/Setting-Dan-Konteks- www.royalpitamaha.com

Buku:

Agoes Soegianto, (2005), Ilmu Lingkungan, sarana menuju masyarakat berkelanjutan,

Airlangga University Press, Surabaya


Frick H, Tri Hesti Mulyani, (2006), Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sustainable Architecture | 20

Anda mungkin juga menyukai