Anda di halaman 1dari 7

PROSESI DAN FUNGSI TRADISI NYACAHIN DALAM UPACARA PITRA YAJÑA

DI DESA PAKRAMAN PUJUNGAN KECAMATA PUPUAN KABUPATEN TABANAN

Oleh :
I Nyoman Suadnyana

ABSTRAK

Tradisi lokal di Desa Pakraman Pujungan dapat berakulturasi dengan ajaran agama
Hindu, pelaksanan tradisi Nyacahin dalam upacara pitra Yajña ada di Desa Pakraman
Pujungan dan harus dilaksanakan apabila ada orang meninggal dengan prosesi penguburan
jenazah. Masyarakat Desa Pakraman Pujungan tidak berani untuk tidak melaksanakan tradisi
ini apabila ada orang yang meninggal dengan prosesi dikubur, karena sebelum melakukan
upacara ini keluarga orang yang sudah meninggal dan pakarangan tempat jenazah orang
meninggal masih diyakini kotor atau cuntaka.
Prosesi pelaksanaan tradisi Nyacahin dalam upacara pitra Yajña ada di Desa
Pakraman Pujungan di awali dengan menstanakan roh orang yang meninggal dalam sebuah
tempat yang bernama sekah, Pelaksanaannya dilakukan di kuburan. Prosesi berikutnya diajak
pulang kerumah untuk diberikan upacra pembersihan. Setelah tengah hari dilanjutkan dengan
mengntar roh orang meninggal sampai didepan pura prajapati. Prosesi puncak tradisi
Nyacahin dalam upacara pitra Yajña ada di Desa Pakraman Pujungan adalah melakukan
upacara butha yadnya berupa caru ayam berumbun, sebagai simbolis bahwa tempat bekas ada
orang yang meninggal sudah bersih kembali.

Kata kunci : Tradisi nyacahin, Upacara, pitra yadnya

Abstract
Local traditions in Pakraman Pujungan Village can be acculturated with the teachings
of Hinduism, the implementation of the Nyacahin tradition in the Yajña pitra ceremony is in
Pakraman Pujungan Village and must be carried out if someone dies with a funeral
procession. The people of Desa Pakraman Pujungan did not dare not carry out this tradition if
someone who died by a procession was buried, because before doing this ceremony the
family of the deceased and the experts in the place where the bodies of the dead were still
believed to be dirty or broken.
The procession of the implementation of the Nyacahin tradition in the Yajña pitra
ceremony took place in the Pakraman Village of Pujungan, beginning with the eradication of
the spirit of the deceased in a place called sekah. The next procession was invited to go home
to be given a cleaning ceremony. After noon, the spirit of the dead is continued until in front
of the Prajapati Temple. The peak procession of the Nyacahin tradition in the Yajña pitra
ceremony in Pakraman Pujungan Village is to perform a butha yadnya ceremony in the form
of caru chicken, as a symbolic sign that the place where the dead people died is clean again.

Key words: tradition of sangin, ceremony, pitra yadnya

45
I. PENDAHULUAN lingkungan sekitar sebagai kepercayaan
Agama Hindu adalah agama yang terhadap adanya sekala dan niskala.
bersifat dinamis, fleksibel, dan universal. Salah satu cara untuk memperoleh
Dalam perkembangannya tidak membawa pemahaman tentang ajaran agama Hindu
budaya sehingga memberikan peluang secara mendalam dapat dilakukan dengan
terhadap bangsa dan negara lain untuk mempelajari kitab-kitab suci Hindu.
mempraktekkan ajaran agamanya sesuai Dalam mempelajarinya tidak dapat
dengan peradaban bangsa-bangsa yang ada merujuk langsung pada Veda melainkan
di dunia ini (Desa, Kala, Patra). Hal ini dengan berjenjang atau melalui tahapan-
akan mampu menumbuh kembangkan seni tahapan. Hal inilah yang nampaknya
budaya, sistem sosial, dan praktek diterapkan masyarakat Hindu di Bali. Hal
kehidupan umat lainnya yang penuh ini dinyatakan dalam pustaka suci
dengan nilai-nilai ajaran Agama Hindu. Bhagawadgita, Adhyaya IX, sloka 26,
Semua itu ditampilkan dengan berbagai seperti berikut ini :
macam perbedaan, namun tetap
berjiwakan nilai-nilai terkandung dalam “ Patram puspam phalam toyam,
Weda (Gunawijaya, 2020). Maksudnya Yo me bhaktya prayacchati,
adalah setiap pelaksanaan acara Tad aham bhaktyaupahsitam,
keagamaan yang berhubungan dengan adat Asnami prayatatmanah.”
istiadat, tradisi dan budaya merupakan Terjemahan :
suatu media untuk menyampaikan ajaran
agama Hindu. Strategi agama yang Siapa saja yang sujud kepada Aku dengan
universal tidak menentang munculnya persembahan sehelai daun, sekuntum
kepercayaan-kepercayaan atau agama- Bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air,
agama tetapi berusaha menyuburkan aku terima sebagai bhakti persembahan
kepercayaan yang telah berkembang. Hal dari orang yang berhati suci (Pudja, 2005:
ini merupakan salah satu alasan bahwa 123).
ajarannya mudah diterima oleh masyarakat
di berbagai belahan dunia. Upacara Yajña adalah pelaksanaan
Menurut Subagiasta, (2008: 1) Bali suatu persembahan yang dilakukan oleh
merupakan pulau kecil yang sebagian umat Hindu. Dalam pelaksanaan Yajña
besar masyarakatnya menganut agama hendaknya atas dasar kebenaran (satyam),
Hindu, hal ini dapat dilihat dalam ketulusan, keikhlasan, dan kesucian
pelaksanaan upacara-upacara agama Hindu (sivam), dan atas dasar keharmonisan,
di Bali yang pada hari raya tertentu kerukunan, dan keindahan (sundaram).
masyarakat melaksanakan kegiatan agama Dengan demikian Yajña yang dilakukan
sesuai dengan adat dan tradisinya masing- lebih mendekati kesempurnaan, dan yang
masing sebagai aplikasi dari tri kerangka menjadi tujuan dari Yajña tersebut bisa
dasar agama Hindu (tattwa, etika dan terwujud.
ritual) dalam pemahaman dan pelaksanaan Pelaksanaan ritual atau Yajña di
ajaran Agama Hindu. Desa PakramanPujungan Kecamatan
Pelaksanaan-pelaksanaan upacara Pupuan, Kabupaten Tabanan Bali memiliki
keagamaan Hindu di Bali nampaknya jumlah dan keanekaragaman yang sangat
sangat meriah dan semarak karena dijiwai banyak. Keanekaragaman ini terlihat dari
oleh ajaran agamanya dan di topang oleh segala pelaksanaan Panca Yajña dari
adat istiadatnya yang kuat. Setiap Dewa Yajña, Pitra Yajña, Rsi Yajña,
pelaksanaan upacara disertai dengan Manusa Yajña sampai Bhuta Yajña
banten sebagai sarananya. Yajña mendidik memiliki proses dan rangkaian serta
kita untuk mendekatkan diri pada alam sarananya masing-masing. Tetapi, menjadi
sangat unik dan menarik apabila dalam

46
proses, rangkaian acara dan sarananya 2.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
memiliki perbedaan daripada umumnya di Tradisi Nyacahin dalam Upacara
Bali atau di khususnya desa-Desa Pitra Yajña
Pakramanyang ada di Kecamatan Pupuan Waktu dan tempat pelaksanan
atau di Kabupaten Tabanan bahkan di Bali. tradisi Nyacahin seperti dalam penelitian
Perbedaan itu tampak dari pelaksanaan ini paparkan sebelumnya yaitu dibeberapa
tradisi nyacahin dalam upacara Pitra tempat diantaranya di kuburan tepatnya
Yajña yang dilaksanakan oleh umat Hindu ditempat penguburan jenazah, dan di Bale
di Desa PakramanPujungan. tempat kematian. Pemaparan atau
Tradisi nyacahin dalam upacara pendapat dalam penelitian ini beranjak
mapendem dilaksanakan apabila ada orang dari penjelasan informan menjelaskan
yang meninggal, kemudian dilakukan bahwa ”waktu pelaksanaan upacara
upacara penguburan atau makingsan di Nyacahin Dalam Pitra Yajña adalah pada
pertiwi. Pelaksanaan tradisi nyacahin hari hitungan ganjil dan bertepatan pada
dalam upacara Pitra Yajña dilaksanakan Tri Wara Kajeng setelah jenazah dikubur
pada saat tri wara nemu kajeng, yang (Wawancara, 20 Mei 2018).
dipilih untuk pelaksanaanya yaitu hari Secara lebih mendetail, waktu dan
yang ganjil, dan tidak boleh lebih dari 11 tempat pelaksanaan tradisi Nyacahin
hari dari saat mapendem. Dipilih hari yang dalam Upacara Pitra Yajña demikian
bertepatan dengan kajeng adalah karena berikut dalam penelitian ini menyajikan
adanya pelaksanakan upacara buta Yajña penuturan informan (Wawancara, 20 Mei
pada tingkat eka sata. Kemudian diadakan 2018) yang mengatakan bahwa.
pembersihan (ngrebunin) di merajan suun, Sehubungan dengan rangkaian konsep Tri
pura Puseh, Bale Agung dan pura Dang Hita Karana pelaksanaan tradisi Nyacahin
Khayangan Manik Terus. Dalam Upacara Pitra Yajña berada
Pelaksanaan tradisi ini juga dibagian kedua dan ketiga karena
termasuk sangat unik karena suatu tradisi tergolong pada konsepPawongan dan
dapat bertahan dan wajib dilaksanakan Palemahan yaitu keharmonisan manusia
umat Hindu pada orang yang sudah dengan manusia, keharmonisan manusia
meninggal sebagai bagian dari upacara dengan alam. Sebelumnya dilaksanakan
Pitra Yajña. Dapat dikatakan bahwa suatu hubungan manusia dengan Dewa atau
kebudayaan lokal di Desa Pakraman Tuhan. Dengan demikian tempat
Pujungan dapat beralkulturasi dengan pelaksanaan tradisi Nyacahin Dalam
ajaran agama Hindu. Upacara Pitra Yajña awalnya adalah di
kuburan bertujuan untuk memanggil roh
II. PEMBAHASAN orang yang sudah meninggal dan di
tempatkan pada sekah untuk tinggal
2.1 Prosesi Pelaksanaan Tradisi sementara selama upacara dilaksanakan.
Nyacahin dalam Upacara Pitra Sedangkan tempat yang kedua adalah di
Yajña Bale sebagai bentuk pembersihan roh
Setiap kegiatan atau prosesi orang yang meninggal. Waktu pelaksanaan
tertentu tentunya memiliki berbagai Tradisi Nyacahin dalam Upacara Pitra
tahapan dalam setiap prosesnya. Tahapan Yajña, pada awalnya dilaksanakan sebelas
tersebut memisahkan bagian awal bagian hari setelah mayat dikubur, namun seiring
inti dan bagian akhir dari suatu kegiatan dengan perjalanan waktu dan alasan-
atau proses. Seperti halnya pelaksanaan alasan untuk memudahkan dan
tradisi Nyacahin dalam upacara Pitra melancarkan setiap sisi kehidupan di
Yajña memiliki beberapa tahapan yaitu zaman modern ini, maka pelaksanaan
sebagai berikut: tradisi nyacahin dalam upacara pitra
yadnya ini dilaksanakan pada hari

47
hitungan ganjil yang bertepatan dengan Keberhasilan sebuah Yadnya
kajeng. ditentukan oleh Tri Manggalaning Yajña
yaitu pemimpin upacara, serati banten dan
Berdasarkan penjelasan informan Sang Yajamana. Serati banten adalah
sudah sangat jelas mengambarkan orang yang mempersiapkan segala sesuatu
beberapa alasan mengenai pemilihan yang berkaitan dengan upakara (banten).
waktu dan tempat pelaksanaan tradisi Sang Yajamana adalah orang yang
Nyacahin Dalam Upacara Pitra Yajña di mempunyai acara ritual tersebut (pemilik
Desa Pakraman Pujungan. Secara umum yadnya) dalam hal ini adalah pratisentana
dapat dipahami bahwa waktu pelaksanan dari orang yang telah meninggal.
tradisi Nyacahin Dalam Upacara Pitra Pemimpin upacara tradisi Nyacahin Dalam
Yajña ini berhubungan dengan konsep Tri Upacara Pitra Yajña adalah bisa dilakukan
Hita Karana dan etika dalam kehidupan oleh orang yang dituakan, Pandita
sebagai manusia beragama Hindu yang (pemangku) baik satu merajan maupun
menghargai dan menyadari kehidupan ini diluar merajan, dan bisa juga dilakukan
terdiri dari beberapa sisi kehidupan yang oleh seorang Pinandita atau Sulinggih.
saling bertalian. Sedangkan masalah Dalam penelitian yang penulis lakukan
tempat pelaksanaan berhubungan dengan dan berdasarkan wawancara dari informan
teologi dan ideologi agama Hindu sebagian besar yang memimpin tradisi
khususnya di Desa Pakraman Pujungan Nyacahin Dalam Upacara Pitra Yadnya
yang mempercayai bahwa Roh orang adalah Pemangku, baik Pemangku
meninggal perlu disucikan dalam tahap Merajan ataupun Pemangku Kawitan dan
kecil sebelum melakukan upacara juga Pemangku Desa. Sulinggih sebagai
penyucian yang lebih besar yaitu Upacara pemimpin Tradisi Nyacahin dalam
Ngaben dan Atma Wadana. Upacara Pitra Yajña sangat jarang
dilakukan di desa Pujungan, kecuali ada
2.2.1 Pelaku pada Pelaksanaan orang meninggal bunuh diri atau ngulah
Tradisi Nyacahin dalam Upacara pati karena ada tambahan prosesi lain, atau
Pitra Yajña jika ada yang meninggal mempunyai
Pada bagian pembahasan ini status ekonomi yang tinggi di masyarakat.
melanjutkan seperti yang dipaparkan
sebelumnya bahwa masalah pelaku 2.3 Sarana Banten yang digunakan
pelaksanaan tradisi ini secara khusus pada Tradisi Nyacahin dalam
adalah kalangan keluarga yang sedang Upacara Pitra Yajña
melaksanakan upacara Nyacahin Dalam Secara lebih mengkhusus
Upacara Pitra Yajña, terutama keluarga penjelasan hasil penelitian ini yaitu
yang ditinggal oleh orang yang meninggal, menginjak pada bentuk sarana upakara
dan melibatkan semua anggota merajan. yang dipergunakan dalam tradisi Nyacain
Dapat dipahami bahwa masalah pelaku dalam upacara pitra Yajña di Desa
adalah mengkhusus atau tersendiri yaitu Pakraman Pujungan. Hasil penelitian ini
seluruh anggota keluarga yang di tinggal menyajikan hasil penelitian berdasarkan
oleh orang yang sudah meninggal, hasil pengamatan, perpaduan hasil
sementara untuk pelaku lainnya adalah wawancara dan studi dokumen yang
sifatnya hanya membantu saja tidak ikut dapatkan selama melakukan penelitian.
sampai hal yang serius seperti sembahyang Secara umum setiap upacara Yajña
di depan tempat orang dikubur. atau pelaksanaan tradisi di Bali tentunya
menggunakan berbagai sarana
2.2.2 Pemimpin Pelaksanaan Tradisi pendukungnya seperti bebantenan. Sarana
Nyacahin dalam Upacara Pitra merupakan bentuk simbol dari ajaran
Yadnya agama Hindu yang diwujudkan kedalam

48
berbagai bentuk kreatifitas tangan dan olah barak satu buah dan tumpeng selem satu
kesenian dan keindahan yang buah.Banten ngrebunin di Pura Puseh
berlandaskan religiusitas beragama Hindu. adalah Banten pejati, saudan nyeplek 25,
Keyakinan dan religiusitas beragama segehan berisi kelapa, piritan don dapdap,
Hindu di Bali diwujudkan dalam berbagai don temen, don padma, masing masing 25
bentuk banten yang sarat dengan makna buah, sampaian siap, cacahan siap 5
teologi dan ideologi agama Hindu. Tetapi tangkih, banten sorohan cenik, ajengan
dalam hal ini di Bali sarana agama Hindu kepel satu buah, tumpeng barak satu buah
diperindah dengan tradisi dan kebudayaan dan tumpeng selem satu buah. Banten
local. Agama Hindu berkembang, yang ngrebunin di Bale Agung adalah Banten
tentunya hal inilah yang menyebabkan pejati, saudan nyeplek 25, segehan berisi
adanya perbedaan pelaksanaan dan kelapa, piritan don dapdap, don temen,
bentuknya dari Desa satu dengan Desa don padma, masing masing 25 buah,
lainnya (Suadnyana, 2019). sampaian siap, cacahan siap 5 tangkih,
Sarana dan prasarana yang banten sorohan cenik, ajengan kepel satu
diperlukan dalam pelaksanaan tradisi buah, tumpeng barak satu buah dan
Nyacain dalam upacara pitra Yajña di tumpeng selem satu buah.Banten
kuburan atau setra adalah: satu buah sekah ngrebunin di Merajan adalah Banten
dan banten yang digunakan adalah satu pejati,saudan nyeplek 25, segehan berisi
banten Suci, peras ajengan, dua banten kelapa, piritan don dapdap, don temen,
Pejati, tipat galeng, pangleluar tregep, don padma, masing masing 25 buah,
banten ini dihaturkan pada padma di setra. sampaian siap, cacahan siap 5 tangkih,
Di atas tempat orang dikubur, banten yang banten sorohan cenik, ajengan kepel satu
dipakai adalah satu buah banten pejati, buah, tumpeng barak satu buah dan
ajengan tregep dan beberapa buah punjung tumpeng selem satu buah.
serta banten peras. Pada bale,banten yang
digunakan adalah: banten Biyakala, banten 2.4 Fungsi Wujud Sradha dan Bhakti
Prayascita, banten pangening-ening, Agama Hindu mengajarkan bahwa
banten pabersihan, banten pangambean, setiap manusia harus melaksanakan yajña
banten pangulapan, pangiring kurenan, karena alam semesta dan isinya diciptakan
banten panyambutan, banten pejati, oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas
banten suci alit, teenan, canang arepan, dasar yajña. Dengan demikian, yajña
banten Segehan Agung, satu banten wajib dilaksanakan. Melalui persembahan
segehan Kepel, satu buah Segehan Putih yajña alam semesta tetap tegak dalam
Kuning, satu buah banten Segehan Manca kitab atharva veda XII.1 disebutkan
Warna dan satu buah Rantasan Kampuh, sebagai berikut:
dan banten peras. Banten mecaru “Satyam brhad rtam ugram, diksa
dipakarang adalah banten Biyakala, banten tap brahma yajnah, prthiwim
Prayascita, banten pangening-ening, dharayanti, sa no bhutasya bhany
banten pabersihan, banten pangambean, asya patyanyurumlokam”.
banten pangulapan, banten pejati, caru Terjemahannya :
ayam berumbun olahan delapan, sanggah Kebenaran (satya) hukum yang agung,
cucuk, dan alas caru berupa sangkui, dan yang kokoh dan suci (rta), Tapa, brata,
banten peras. Banten ngrebunin di Pura doa dam yajna, inilah yang menegakkan
Manik Terus adalah Banten pejati, saudan bumi, semoga bumiini, ibu kami sepanjang
nyeplek 30, segehan berisi kelapa, piritan masa memberikan tempat yang melegakan
don dapdap, don temen,don padma, bagi kami (Pendit 1976: 81).
masing masing 30 buah, sampaian bebek,
cacahan bebek 32 tangkih, banten sorohan
cenik, ajengan kepel satu buah,tumpeng

49
Dari uraian di atas, yajña- yajña sampai rohnya disucikan dan
penting dilaksanakan karena diyakini di-sthana-kan pada pura
sebagai salah satu sarana penyangga bumi. keluarga.
Pentingnya ber-yajña juga 3. Rsi yajña ditujukan kepada
diuraikan dalam kitab Bhagavadgita III.12 para pandita sejak upacara
sebagai berikut : inisiasi sampai yang
“Istan bhogan hi vo deva, bersangkutan meninggal
dasyante yajña bhavitah, tair dunia;
dattan apradayai ‘bhyo, yo 4. Manusayajña ditujukan
bhunkte stena eva sah”. kepada manusia sejak bayi
Terjemahannya : dalam kandungan sampai
Dipelihara oleh, yajña para dewa upacara penyucian diri
akan member kamu kesenangan (pawintënan).
yang kau inginkan. Ia yang 5. Bhùtayajña ditujukan
menikmati pemberian ini tanpa kepada makhluk rendahan
memberikan balasan kepadaNya, dan kekuatan-kekuatan
adalah pencuri (Pendit 1976:50). negatif. Bhùtayajña disebut
juga sebagai upacara
Dari uraian di atas bahwa setiap penyucian alam semesta dari
ber-yajña pada dasarnya selalu gangguan kekuatan
mengadakan hubungan yang harmonis bhùtakàla, yakni roh-roh
dengan Yang Maha Kuasa untuk mencapai jahat yang menimbulkan
suatu tujuan yang diinginkan. masalah bagi umat manusia,
baik dalam skala besar
2.5 Fungsi Pembayaran Hutang Kepada maupun kecil (Tim
Leluhur Penyusun, 2000 : 1-3).
Manusia semasa hidupnya mesti
ber-yajña. Berbagai yajña dilaksanakan 2.6 Fungsi Pelestarian Tradisi
oleh umat Hindu karena mereka sadar akan Fungsi yang ketiga adalah
dirinya memiliki tiga hutang yang lazim mempertahankan warisan leluhur berupa
disebut Tri Rna yakni Dewa Rna (hutang nilai budaya yang tidak ternilai harganya,
terhadap para dewa), Rsi Rna (hutang sebab budaya dan tradisi ini telah banyak
kepada para Rsi, dan Pitra Rna (hutang memberikan kontribusi berupa
kepada para leluhur/pitara). Implementasi keharmonisan keberlangsungan kehidupan
ajaran tri rna dalam praktek keagamaan di masyarakat di Desa Pakraman Pujungan.
Bali dilaksanakan melalui berbagai Berbagai upaya yang dilakukan para
aktivitas ritual yang selalu dilakukan yang pendahulu untuk menyelesaikan suatu
disebut yajña (Untara, 2019). permasalahan yang muncul dalam setiap
Keseluruhan yajña tersebut, dibedakan kehidupan yang kemudian secara terus
menjadi 5 macam yakni : menerus mencarikan jalan keluar yang
1. Devayajña ditujukan kepada sebaik mungkin sehingga menjadi
Tuhan Yang Maha Esa, para pedoman generasi selanjutnya. Tentunya
Dewa manifestasi Tuhan para pendahulu mewariskan suatu tradisi
Yang Maha Esa, dan roh atau budaya berdasarkan nilai
suci para leluhur yang dipuja pertimbangan yang sangat matang dan
melalui pura atau tempat nilai-nilai luhur unutk kebaikan bersama
yang dipandang suci lainnya; (Veronika, 2019). Sejak dahulu para tokoh
2. Pitrayajña ditujukan kepada masyarakat memikirkan kebaikan
para leluhur sejak yang masyarakatnya, melindungi masyarakatnya
bersangkutan meninggal dari segala musibah. Tradisi ini diakui jauh

50
sebelum konsep ajaran Pañca Yajña ada di pelestarian tradisi, karena tradisi tersebut
di Desa Pakraman Pujungan dan sudah diwariskan secara turun temurun
kemudian dengan masuknya agama Hindu dan sudah diyakini oleh masyarakat yang
tradisi ini menyesuaikan diri dan masuk ada di Desa Pakraman Pujungan Kec.
dalam rangkaian upacara Pitra Yajña. Hal Pupuan Kab. Tabanan
ini dikarenakan adanya kesamaan nilai dan
makna di dalamnya sehingga tradisi ini DAFTAR PUSTAKA
digolongkan dalam penjabaran nilai ajaran
agama Hindu. Gunawijaya, I. W. T. (2020). KONSEP
TEOLOGI HINDU DALAM
GEGURITAN GUNATAMA (Tattwa,
III. SIMPULAN Susila, dan Acara). Jñānasiddhânta:
Berdasarkan penjelasan di atas Jurnal Teologi Hindu, 2(1).
dapat memberikan beberapa simpulan Koentajaraningrat, 1985. Manusia dan
yang didasarkan pada hasil analisis Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
penelitianya itu sebagai berikut: Djambatan
Prosesi tradisi Nyacahin dalam Upacara Pals DL. 2001. Seven Theories of Religion.
Pitra Yadnya di Desa Pakraman Pujungan Yogyakarta: Qalam.
Kec. Pupuan Kab. Tabanan diawali dengan Subagiasta, 2008. Pengantar Acara
menjelaskan prosesi secara umum bahwa Agama Hindu. Surabaya :
pelaksanaan tradisi Nyacahin dalam Paramita.
Upacara Pitra Yadnya adalah sebagai Somawati, A. V., & Made, Y. A. D. N. (2019).
berikut: pertama Nangiang roh orang yang IMPLEMENTASI AJARAN TRI KAYA
meninggal yang ditempatkan dalam sekah, PARISUDHA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER GENERASI MUDA
kedua prosesi inti dari Nyacahin dalam HINDU DI ERA DIGITAL. Jurnal
Upacara Pitra Yadnya yaitu melakukan Pasupati Vol, 6(1).
penyucian yang dilaksanakan di Bale, Suadnyana, I. B. P. E., & Yuniastuti, N. W.
ketiga mengantar roh orang yang (2019). KAJIAN SOSIO-RELIGIUS
meninggal sampai di depan pura mrajapati, PENERAPAN SANKSI ADAT
KANORAYANG DI DESA PAKRAMAN
keempat melakukan upacara Bhuta Yadnya BAKBAKAN KECAMATAN GIANYAR,
Eka Sata Ayam Brumbun, kelima KABUPATEN GIANYAR.
melaksanakan prosesi ngrebunin atau WIDYANATYA, 1(2), 18-31.
pebersihan di Sanggah Merajan, Pura Sudarsana, 2009. Upacara Pitra Yajña.
Manik Terus, Pura Puseh dan Bale Agung. Denpasar : Anom
Sinir, 2007. Tesis Upacara Nyacahin di
Tradisi Nyacahin dalam Upacara Desa Sebatu Tegallalang Giabyar
Pitra Yadnya memiliki beberapa fungsi (Kajian Bentuk Fungsi dan
yaitu : (1) merupakan wujud sradha dan Makna). IHDN Denpasar
bhakti kepada Tuhan dan Roh Leluhur. (2) Untara, I. M. G. S. (2019). KOSMOLOGI
sebagai pembayaran hutang kepada leluhur HINDU DALAM BHAGAVADGĪTĀ.
Jñānasiddhânta: Jurnal Teologi Hindu,
karena sebagai keturunan dari leluhur 1(1).
sudah pasti kita mempunyai kewajiban Wiana, 2000. Arti dan Fungsi Sarana
terhadap leluhur yang sudah meninggal Persembahyangan. Surabaya :
untuk mensucikan roh beliau sebagai Paramita.
wujud pembayaran hutang. (3) sebagai

51

Anda mungkin juga menyukai