Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PANGKAJA Vol.22, No.

2 Juli – Desember 2019


PROGRAM PASCASARJANA ISSN : 1412-7474 (Cetak)
INSTITUT HINDU DHARMA ISSN : 2623-2510 (Online)
NEGERI DENPASAR http://ejournal.ihdn.ac.id

UPACARA NGABEN WARGA PANYUWUNGAN


DI DESA ABIANBASE KABUPATEN GIANYAR

Mery Ambarnuari
Griya Mumbul Sari, Gianyar
Email: yiix.merry@gmail.com

Diterima tanggal 14 Juli 2019, diseleksi tanggal 20 Juli 2019, dan disetujui tanggal 28 Juli 2019

Abstract
Ngaben ceremony is the cremation for return the physical, soul, and the atman to the initially. Bali has many
tradition, and the tradition not always same at the diverent village. The diverent make some tradition so
unique, one of the unique tradition is the Ngaben ceremony of Panyuwungan clan at the Abianbase village
in Gianyar regency. Based on the data analysis, can be found a fact that Ngaben ceremony are share by
three part, the first part is preceremony (determine the best day for doing the ngaben ceremony, prepare the
medium, ritual offerings, and pabersihan procession); the second part is the realization of Ngaben ceremony
(ngaskara ceremony, ngupadesa ceremony, the cremation, and pengiriman ceremony); The third part is post
Ngaben ceremony (pecaruan ceremony).The fungsion of the Ngaben ceremony Panyuwungan clan at
Abianbase village is the cultural Fungsion, consist of: social fungtion, economy fungtion, language fungtion,
the art fungtion, and religion fungtion.The meaning of the Ngaben ceremony Panyuwungan clan at
Abianbase village was teology meaning, eskatology meaning, and soteriology meaning.

Keyword: ngaben ceremony, panyuwungan clan

Abstrak
Upacara Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah yang bertujuan untuk mengembalikan unsur-
unsur mayat, jiwa, dan atman kepada asalnya. Pelaksanaan upacara Ngaben di Bali yang merupakan wilayah
kaya akan budaya menjadikan upacara tersebut tidak selalu sama antara daerah satu dengan daerah lainnya.
Perbedaan ini menjadikan beberapa tradisi Ngaben terlihat sangat unik, salah satunya adalah upacara
Ngaben yang dilaksanakan oleh warga Panyuwungan di Desa Abianbase Kabupaten Gianyar. Berdasarkan
hasil analisis data, didapatkan data terkait pelaksanaan upacara Ngaben warga Panyuwungan dibagi menjadi
tiga tahapan yaitu: praupacara (menentukan padewasan, persiapan sarana prasarana, proses pabersihan);
pelaksanaan upacara Ngaben (ngaskara, ngupadesa, pengutangan, pengiriman); pasca upacara Ngaben
(pecaruan). Fungsi pelaksanaan upacara Ngaben warga Panyuwungan di Desa Abianbase adalah Fungsi
kebudayaan yang terdiri dari: fungsi sosial, ekonomi, bahasa, kesenian, dan fungsi religi. Makna
pelaksanaan upacara Ngaben warga Panyuwungan di Desa Abianbase terdiri dari: makna teologi, makna
eskatologi, dan makna soteriologi.
Kata Kunci: upacara ngaben, warga panyuwungan

JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019 23


I. Pendahuluan Panyuwungan (Bali Mula) di Desa Abianbase Gianyar.
Kelahiran, kehidupan, dan kematian Keunikan ini berdasarkan yang terlihat
merupakan suatu siklus yang dilalui oleh setiap dilapangan serta dari penuturan sekilas warga
mahluk hidup. Kematian merupakan hal yang pasti Panyuwungan, diantaranya: Banten dalam upacara
akan dialami oleh yang terlahir. Manusia Ngaben warga Panyuwungan berbeda dengan
merupakan mahluk hidup yang mengalami siklus masyarakat Hindu secara umum; Masyarakat Hindu
kelahiran, kehidupan dan kematian, namun sebagai secara umum melaksanakan upacara Ngaskara di
manusia tentu merupakan hal paling mulia karena rumah masing-masing, namun warga Panyuwungan
manusia memiliki kelebihan yaitu pikiran untuk melaksanakan upacara Pengaskaran di Pura Panti;
berpikir. Menggunakan Bade atau Petulangan berwarna serba
Manusia dalam kebudayaan tingkat rendah putih atau perpaduan antara putih dan kuning,
yang telah memiliki budaya berpikir sepertinya sedangkan secara umum masyarakat hindu
sangat dipengaruhi oleh dua persoalan biologis. menggunakan kombinasi warna-warna yang cerah
Pertama adalah apakah yang membedakan antara untuk Badenyaserta menggunakan warna putih atau
tubuh yang hidup dan yang telah mati; apa yang putih kuning untuk pemangku; Mengeluarkan jenazah
menyebabkan manusia bisa terjaga, tidur, pingsan, dari Bale Bali atau Bale dangin serta mengeluarkan
sakit, dan mati? Kedua, wujud apakah yang jenazah dari Bade menggunakan sistem ulu atau mayat
muncul dalam mimpi dan khayalan-khayalan dikeluarkan kearah kepala, sedangkan masyarakat
manusia?... E.B. Tylor (dalam Pals, 2012: 42). hindu secara umum mengeluarkan jenazah kearah
Berbagai peradaban manusia meninggalkan jejak- kaki; Sebelum berangkat ke setra dilaksanakan upacara
jejak proses penanganan terhadap tubuh yang nunas geni atau memohon api di Pura Panti; Tidak
sudah ditinggal oleh jiwanya atau yang telah mati, dilaksanakan upacara penghanyutan sisa hasil
seperti adanya sarkofagus sebagai peti mati yang pembakaran jenazah ke laut seperti masyarakat Hindu
terbuat dari batu besar dari zaman Megalitikum. pada umumnya, namun hanya dilaksanakan
Ada pula proses mumi pada peradaban Mesir pengembalian sisa pembakaran ke tanah; Pemuput
kuno. Hal ini merupakan contoh bahwa jasad dari upacara disebut dengan Dukuh, beliau yang memuput
manusia yang telah meninggal juga harus upacara keagamaan dari tingkat yang paling kecil
diperlakukan dengan baik sebagai tanda hingga tingkat yang paling besar dalam warga
penghormatan kepada orang tersebut. Panyuwungan, selain itu seorang Dukuh juga
Indonesia juga memberikan perhatian melaksanakan upacara Dwijati sebelum bergelar
khusus terhadap penanganan jasad manusia, Dukuh.
masing-masing daerah memiliki tradisi Keunikan dan kekhasan tersebut menjadikan
penguburan ataupun pembakaran jenazah, salah penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait
satunya adalah Bali. Bali yang sebagian besar dengan upacara Ngabenyang dilaksanakan oleh warga
masyarakatnya memeluk agama Hindu memiliki Panyuwungan di Desa Abianbase Gianyar, yang
ajaran tentang prosesi pembakaran jenazah yang terlihat berbeda dengan upacara Ngaben secara umum.
disebut dengan upacara Ngaben. Penulis memilih untuk meneliti tema ini karena penulis
Upacara Ngaben adalah upacara kremasi sangat ingin mengungkap tentang warga Panyuwungan
atau pembakaran jenazah yang merupakan serta keeksklusifan mereka dalam beragama dan
rangkaian dari upacara Pitra Yajña. Upacara mempertahankan tradisi leluhurnya ditengah pengaruh
Ngaben bertujuan untuk mengembalikan unsur- globalisasi. Penelitian ini akan mendeskripsikan
unsur mayat, jiwa, dan Atman kepada asalnya yaitu bentuk pelaksanaan upacara Ngaben yang
Panca Maha Bhuta, Panca Tan Matra, Panca dilaksanakan warga Panyuwungan; Fungsi
Karmendriya dan Panca Bhudindriya yang ada pelaksanaan upacara Ngaben tersebut; serta
didalam Bhuana Alit atau tubuh manusia ke menganalisis makna-makna yang terkandung dalam
Bhuwana Agung atau alam semesta. pelaksanaanya melalui pemaparan deskriptif kualitatif
Bali yang kaya akan tradisi-tradisi unik yang akan disusun dengan sistematis.
menjadikan upacara Ngaben di Bali tidak selalu
sama antara satu tempat dengan tempat lainnya. II. Tinjauan Pustaka
Salah upacara Ngaben yang unik adalah upacara 1. Wiana (2001 dan 2004) dalam dua seri
Ngaben yang dilaksanakan oleh warga bukunya yang berjudul Makna

24 JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019


Upacara Yajña dalam Agama Hindu I dan keberadaan masyarakat Pandhya Bangmerupkan
Makna Upacara Yajña dalam Agama Hindu II penduduk awal di wilayah desa Abianbase
2. Dewi (2015) dalam penelitiannya yang dikarenakan pendudukan secara administratif di
berjudul “Upacara Ngaben pada Tereh wilayah Abianbase dimulai ketika runtuhnya masa
Pandya Bang di Desa Gadungan Kecamatan kejayaan Dalem Dimade pada tahun 1686-1687M,
Selemadeg Timur KabupatenTabanan. sedangkan perpindahan masyarakat turunan Pandhya
3. Pemayun (2016) dalam buku yang berjudul Bang berlangsung pada masa Sri Aji Kresna
Upacara Ngaben Kepakisan yang berlangsung diantara tahun 1352 –
4. Harsananda (2017) dalam penelitiannya yang 1380 M, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
berjudul “Upacara Mabersih Dukuh Warga keberadaan warga Pandhya Bang di desa Abianbase
Panyuwungan Di Desa Abianbase Kabupaten telah ada 300-350 tahun lebih awal dibanding
Gianyar”. kedatangan Gusti Kubon Tubuh yang membangun
pemerintahan di daerah Abianbase, sehingga wajar
III. Metode jika penduduk sekitar Abianbase kini mengenal warga
Penelitian dalam usaha membahas upacara Panyuwung ini sebagai warga Bali Mula atau Bali
Ngaben warga Panyuwungan di Desa Abianbase aga.
Kabupaten Gianyar ini dibedah menggunakan dua Dukuh Suprapta (dalam wawancara pada
teori yaitu: teori religi dari Clifford Geertz untuk tanggal 17 Februari 2019) juga menjelaskan bahwa
membahas bentuk pelaksanaan upacara Ngaben sesuai dengan sejarah Desa Abianbase yang termuat
warga Panyuwungan di Desa Abianbase Gianyar, dan dalam profil desa, yaitu ketika Gusti Kebon Tubuh
teori interaksionalisme simbolik dari Herbert kearah barat daya Guliang, dan tiba pada suatu
Blummer digunakan untuk membahas fungsi dan dataran terhampar dengan tumbuh – tumbuhan yang
makna pelaksanaan upacara Ngaben warga banyak terdapat base (sirih), warga Panyuwungan
Panyuwungan. Jenis penelitian ini merupakan meyakini bahwa leluhur merekalah yang menanam
penelitian kualitatif dengan pendekatan teologis. sirih di kawasan Desa Abianbase yang pada kemudian
Lokasi penelitian mengambil tempat di Desa hari wilayah yang penuh dengan hamparan tumbuhan
Abianbase, Gianyar. Data didapatkan melalui metode sirih ini didatangi oleh Gusti Kubon Tubuh.
observasi, wawancara. studi dokumen,dan studi
kepustakaan.Pembahasan hasil penelitian ini 2. Ritual Keagamaan Yang Dilaksanakan Warga
disajikan dalam bentuk analisis kata-kata dan kalimat Panyuwungan
secara naratif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1990: 751) Ritual merupakan segala
IV. Pembahasan sesuatu yang berkenaan dengan ritus (tatacara dalam
1. Warga Panyuwungan di Desa Abianbase, upacara keagamaan). Ritual-ritual keagamaan yang
Gianyar dilaksanakan warga Panyuwungan tentunya berkaitan
Keberadaan keturunan Panyuwungan di Bali dengan Panca Yajña, yang terdiri dari:
di mulai dari Pandhya Bangyang merupakan pelarian 1. Dewa Yajña: piodalan di Pura Panti
dari jawa, beliau juga memiliki nama Ki Bang Bali Panyuwungan, piodalan di merajan masing-
Bangsul, yang kemudian melalui keturunannya yaitu masing, termasuk juga piodalan di pura
Pande Sakti dan Pande Bagus melanjutkan keturunan Kahyangan Tiga Desa Abianbase.
hingga berpindah dari Klungkung sampai ke daerah 2. Bhuta Yajña: pelaksanaan pecaruan baik
Abianbase Gianyar. Mengenai asal muasal atau tahun ketika piodalan, maupun mecaru pasca
keberadaan soroh Pandhya Bang di Bali jika di upacara Ngaben
telusuri melalui sejarah, maka keberadaannya telah 3. Rsi Yajña: pelaksanaan upacara mabersih
ada sejak kerajaan Bali Kuna. Kedatangan Pandhya Dukuh untuk dinobatkan menjadi Dukuh
Bang ke Bali pada sekitaran masa itu yaitu pasca 4. Manusa Yajña: pelaksanaan upacara
tahun 1126 saka. Pada saat itu yang menjadi raja Megedong-gedongan, mecolongan,
adalah Bhatara Guru Sri Adikuntiketana mesambutan, mekutang bok, otonan,
(Harsananda, 2017: 68). pebayuhan, potong gigi, serta upacara
Melihat dari sisi Prasasti serta pernikahan
membandingannya secara langsung dengan sejarah 5. Pitra Yajña: pelaksanaan upacara Ngaben
desa Abianbase, maka dapat dikaitkan bahwa serta Nyolasin.

JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI – DESEMBER 2019 25


3. Proses Pelaksanaan Upacara Ngaben Warga Ksatria yang pada masa sekarang digolongkan
Panyuwungan sebagai orang-orang yang berkecimpung di
3.1 Prosesi Praupacara Ngaben pemerintahan menggunakan Singa Putih,
3.1.1 Nunasang Padewasan (Menentukan Hari sedangkan masyarakat golongan Wesya dan Sudra
Baik) menggunakan Tambla atau Tabla.
Padewasan yang diberikan oleh (3) Membuat klakat ceraken; klakat ceraken atau
Dukuhpengarép mulai dri padewasan untuk bedeg sudamalameporong 108.
nanceb taring, dewasanunas tirta pabersihan serta (4) Nyurat ceraken; Cerakan merupakan kajang yang
pelaksanaan mabersih, dewasa upacara Ngaskara, digunakan oleh warga Panyuwungan.
dan dewasa pengutangan. Padewasan yang Rerajahannya berbentuk Padma tiga beserta patra-
digunakan oleh warga Panyuwungan adalah patra daun.
padewasan yang sama dengan masyarakat Hindu
secara umum, sehingga ketika pelaksanaan upacara
ngaben masal di desa, warga Panyuwungan juga
bisa melaksanakan upacara ngaben bersamaan
dengan warga lainnya meskipun prosesinya
berbeda. Padewasan yang digunakan oleh umat
Hindu khusus nya di Bali berpedoman pada Tika
(Titi Kahuripan), Wariga, dan Alahing Sasih.
Menentukan dewasa yang sangat baik harus Gambar 1
memperhatikan ketentuan-ketentuan yaitu: Ceraken
wewaran alah dening wuku, wuku alah dening
panglong, panglong alah dening sasih, sasih alah (5) Nyurat tetindih, rurub solas yang dilakukan oleh
dening dawuh, dawuh alah dening Sang Hyang PekakDukuh di Pura Panti. Tetindih dan rurub
Trio dasha saksi (Aditya, Candra, Anila/Angin, merupakan penutup jenazah usai melakukan
Aghni, apas/air, akasa, pertiwi, atma, yama/suara, upacara pabersihan.
ahas/siang, ratri/ malam, sandhya/ senja, dan (6) Membuat pengawak sang pitra
dwaja/ pagi (Pemayun, 2015: 37).

3.1.2 ProsesPersiapan Sarana Prasarana


dalam Upacara Pengabenan
Persiapan yang dilaksanakan meliputi:
(1) Pembuatan upakara yang dilaksanakan oleh
DadongDukuh (para Dukuh wanita) beserta
keluarga yang memiliki acara;
(2) Pembuatan Bade, petulangan, serta
Gambar 2
kelengkapannya oleh undagi. Bade yang
Pengawak Sang Pitra
digunakan oleh warga Panyuwungan tergolong
(7) Membuat asagan pelinggih sang pitra
unik karena seluruh warganya menggunakan
(8) Nunas tirtha pabersihan dan eteh-eteh
bade berbentuk Padma sedangkan di
pabersihan, tirtha ngupadesa, serta tirtha
masyarakat klan lainnya secara umum bade
pengiriman. Warga Panyuwungan hanya
berbentuk Padma hanya digunakan oleh
menggunakan tirtha dari pura Panti, tidak
pemangku atau sulinggih saja. Badenya
menggunakan tirtha kahyangan tiga maupun
berwarna serba putih dan itu merupakan hal
tirtha-tirtha lainnya. Tirthayang ditunas tersebut
paling utama, boleh menggunakan putih
dibuat oleh DukuhPengarép yang disebut dengan
kuning yang tergolong tingkatan madya.
proses Ngarga tirtha.
Menggunakan petulangan sesuai dengan jenis
(9) Melaksanakan upacara melaspas klakat, ceraken,
pekerjaan dalam golongan caturwarna.
rurub solas dan busana sang preta, serta
Golongan Brahmana yang dalam klan ini
melakukan upacara pengulapan untuk asagan
adalah Dukuh itu sendiri menggunakan
sang preta.
Petulangan Gajah Putih untuk Dukuh
Pengarép/Siwa, Dukuh Pengabih
menggunakan peti mekancing emas. Golongan

26 JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019


3.1.3 Prosesi Pabersihan Puja Pengastawa, serta Ngarga Tirtha
Prosesi pabersihan dilaksanakan di rumah duka, Pangentas.Tirtha pengentas kemudian diletakkan
tepatnya di Baledangin atau bale adat dengan pada pengawak. Tirthapengentas terdiri dari 2 jenis,
menggunakan baleditebenan atau bale tambahan tempatnya adalah sibuh, berisikan bunga masing-
yang diletakkan ditebenan. Hal ini tergolong sangat masing 11 suwansamipetak. Tirtha pertama
unik karena pada umumnya memandikan jenazah diluwanan berisi tunjungbungkulan, berisi pakelem
dilaksanakan di natah rumah dengan menggunakan emas, bungkung, dan lain-lain. Tirtha ke dua di
pepaga, warga Panyuwungan tidak menggunakan tebenan berisitunjung sibakan, tidak berisi pakelem.
pepaga, jenazah dipangku oleh sanak saudara diatas Kedua tirtha ini akanditegen menuju setra saat hari
tangan dan paha mereka. Pabersihan dipimpin oleh pengabenan (wawancara dengan Dukuh Suprapta 17
DadongDukuh, diawali dengan mengaturkan puja Februari 2019).
mantra/penganter kemudian pabersihan pertama Prosesi dilanjutkan dengan Nyudamala,
dilakukan di area kepala, badan, dan terakhir nyudamala merupakan sejenis upacara penglukatan
dibagian kaki. Proses pabersihan ini menggunakan atau membersihkan mala untuk pitra yang semasa
eteh-eteh pabersihan yang telah dibuat sebelumnya. hidup memiliki kecacatan fisik baik cacat bawaan
Ngemargiang tirtha pabersihan dilaksanakan kelahiran maupun cacat karena kecelakaan, serta
ketika jenazah telah usai berpakaian, jenazah untuk pitra yang salah pati dan juga ulah pati.
digulung dengan kain penggulungan dan tikeh. Nyudamala dilakukan oleh Dukuhpengarép dengan
Benang digunakan untuk mengikat ujung kain menguncarkan kidung yang bersifat rahasia yang
penggulungan jenazah. Jenazah selanjutnya munggah hanya diketahui oleh Dukuh saja. Selanjutnya ayam
ke tumpang salu dan ditutup dengan rurub dan bebek salaran natabbanten Pengaskaran
solas.Prosesi pabersihan diakhiri dengan ngaturang kemudian pengawak sang pitra ditedunkan dari bale
banten pawetonan untuk sang preta. Banten gede menuju asaganpelinggih untuk sang pitra,
Paotonan terdiri dari: Pangkonang 2, kawisan 2, Dukuh pengarép malih mapuja untuk ngaturang
sayut pengambeyan 1, peras penyeng 1, bayuan 1, banten Pebaktian sang pitra ring Bhatara Hyang
santun 1 (Wawancara dengan Dukuh Ginasih, 24 Sinuhun kidul, bhatara nabe, dan bhatara kawitan,
Maret 2019). dilanjutkan dengan persembahyangan pertisentana
semua. Setelah sembahyang dan nunas wangsuhpada
3.2 Pelaksanaan Upacara Ngaben serta bija, dilakukan mesekarura atau sang pitra
3.2.1 Upacara Ngaskara medana ring sentana sami.
Melaksanakan upacara Ngaben dalam 3.2.2Upacara Ngupadesa
tingkatan kecil, sedang, ataupun besar, hendaknya Upacara Ngupadesa dilakukan dirumah duka,
lebih dulu dilaksanakan upacara pengaskaran kajang ceraken serta tirthaupadesa dipundut dari
(Samskara). Upacara Ngaskara merupakan upacara Pura PantiPanyuwungan menuju rumah duka,
untuk penyucian bagi Sang Hyang Atma agar Sang kemudian ceraken dimasukkan pada tumpang salu
Hyang Atma dapat kembali kepada sumbernya dibawah sawa. Rurub solas diambil satu kemudian
(Pemayun, 2015: 32). Upacara Ngaskara merubah diganti dengan tetindih yang sudah diplaspas
kedudukan atma dari preta menjadi pitra. Upacara sebelumnya sehingga jumlah rurubnya tetap solas.
Ngaskara ini sebagai upacara padiksan bagi umat Sawa beralaskan ceraken dan bedeg
Hindu yang sewaktu hidupnya tidak di Diksa menjadi sudamalameporong satus kutus. Dukuh Pengabih
Dwijati. ngereka ring sawa diatas tumpang salu dengan
Upacara Ngaskara pada umumnya canang pengrekayan. Tata caranya adalah: Embadang
dilaksanakan di rumah duka, namun berbeda dengan canang pabersihanne dumun, penastan, cecepan,
warga Panyuwungan yang melaksanakan upacara aturin pabersihanne, terus ayabang, malih penastan,
Ngaskara di Pura Panti sesuai dengan petunjuk dari cecepan, mangkin ketisin sawane tirtha ping 11, 9, 7,
Prasasti warga Panyuwungan, yang menyatakan tirtha yang dimaksud adalah tirtha upadesa yang
bahwa apapun yajña yang dilaksanakan “sami puput dipundut dari pura Panti, apabila melaksanakan
ring panti”atau semuanya diselesaikan di pura Panti. penyudamalaan maka tirtha sudhamala juga
Upacara diawali dengan Ngarga tirtha pangresikan, dipercikkan pada sawa. Dukuh kemudian mapuja
dilanjutkan dengan prosesi pangresikan untuk ngaturin banten paotonan untuk sang pitra
banten-banten semua termasuk sane munggah ke dilanjutkan dengan memeras.
palinggih. DukuhPengarép kemudian melanjutkan

JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019 27


Pemerasan diberikan kepada cucu dan melainkan memang sudah tradisi warisan dari para
cicit dari sang pitra. Diawali dengan natab banten leluhur pendahulu di desa Abianbase sebagai
paotonan sang pitra, kemudian cucu dan cicit akan penghormatan bahwa warga Panyuwungan inilah
dibagian pamerasan. Pamerasanberisi: metatakan warga Bali mula yang pertama kali tinggal di wilayah
don dapdap, medaging keris, jinah, dan kain kasa. Abianbase jauh sebelum kerajaan Dalem Samprangan
Ngupadesa merupakan suatu proses berkuasa.
meditasi atau semadhi bagi sang pitra untuk Sesampainya di setra Desa Abianbase, hulu
perenungan yang mendalam terhadap sang dari bade dibuka kemudian rurub dikeluarkan melalui
pencipta, jiwatman, kehidupan, serta persiapan hulu, ceraken dikeluarkan melalui hulu, yang terakhir
sang pitra menuju sunia loka, sehingga dalam jenazah dikeluarkan dari bade melalui hulu, dalam hal
proses ini sang pitra tidak boleh diganggu dan ini konsepnya sama seperti saat mengeluarkan jenazah
tidak boleh dihaturkan apapun sampai matahari dari bale dangin. Jenazah diletakkan diatas tambla,
terbit. (Wawancara dengan Dukuh Suprapta 17 DukuhPengabihngemargiang tirthapengentas yang
Februari 2019). berisikan bunga sibakan dijalankan terlebih dahulu
3.2.3 Prosesi Pembakaran/Pengutangan dengan memercikkan tirtha dikepala sebelas kali,
Pelaksanaan pembakaran merupakan didada sembilan kali dan dikaki tujuh kali, sisanya
puncak dari rangkaian upacara ngaben. Prosesi di tiwakin keteben atau diguyurkan dari kepala menuju
hari puncak ini diawali dengan melaspas bade dan kaki. Kedua Tirta pengentas tunjung bungkulan
petulanganyang bertujuan untuk membersihkan dipercikkan sama seperti diatas, sisanya tiwakin ke
danmenyucikanunsur-unsur material dari bade dan luwanan atau diguyurkan dari kaki menuju kepala.
petulangan yang akan digunakan sebagai Ketiga adalah tirtha tunggang, dipercikkan sama
kendaraan pengantar sawamenuju ke setra. seperti diatas, sisanya tiwakin ke luwanan. Kemudian
Menjelang pukul satu siang semua sawa diberikan bekal oleh Dukuh berupa pis
persiapan dan prosesi sebelum ke setra telah usai bolongmebungkus tapis (sebelumnya diletakkan
dilaksanakan. Beberapa keluarga dan para Dukuh dipengawak kemudian dibawa ke setra bersama
menuju Pura Panti untuk nedunangtirtha tunggang dengan tirtha pengentas), sanak keluarga juga
dan nunas geni yang akan digunakan sebagai memberikan bekal berupa pis bolong, uang kertas dan
pemantik api dalam pembakar jenazah. Di rumah uang logam, atau dapat juga berupa barang-barang.
duka dilakukan persiapan untuk membawa sawa Sawa kemudian dibalikkan sehingga badan menghadap
menuju bade. Penutup tumpang salu dan rurub ke bawah, diatasnya diisi tetindih dan setelah itu tidak
solas dibuka, kajang ceraken dikeluarkan dari boleh diberikan apa-apa lagi.
bawah jenazah kemudian jenazah diangkat dan Dukuh memberikan doa pada utik (geni),
dipapah keluar dari bale dangin dengan menuju keluarga kemudian mengibas-ngibaskan utik agar
arah hulu dengan kepala yang dikeluarkan lebih apinya menyala. Apabila sudah menyala maka proses
dahulu. Hal ini sangat unik dan berbeda dengan pembakaran dapat dimulai. Dikarenakan era sekarang
masyarakat klan lain pada umumnya yang pembakaran jenazah menggunakan kompor mayat
mengeluarkan jenazah kearah tebenan atau maka apiutik digunakan untuk menghidupkan kompor
kakinya dikeluarkan lebih dulu. mayat.
Salah seorang keluarga memikul Tirtha Bantenpemeeg sebagai bantenpengiriman
pengentas serta membawa apiutik, disusul oleh dibawa dari pura Panti menuju setra dengan diiringi
seseorang yang membawa tirtha tunggang dengan gamelan angklung. Banten kemudian ditata dan
cara di suwun, kemudian bade diiringi beleganjur diletakkan di setra bagian selatan dan dipersiapkan
dan diikuti oleh seluruh keluarga serta karma pula sarana untuk Dukuhpengarépmapuja dengan
banjar. Ketika melewati pertigaan atau perempatan hanya beralaskan tikar.
tidak ada pemutaran bade eperti yang dilakukan 3.2.4 Prosesi Pengiriman
masyarakat klan lain pada umumnya. Apabila Ketika jenazah telah menjadi abu, maka abu sisa
upacara ngaben bersamaan dengan warga klan lain pembakaran ditutup dengan daun legoni dan
maka warga Panyuwungan mendapat ambengan. DukuhPengarépngaturin banten pekiriman
keistimewaan untuk berjalan terlebih dahulu dan pemeegring setra. Kemudian dilakukan
menuju setra sekalipun orang lain yang meninggal pengresikan, ngayabin banten, serta
adalah keturunan raja. Keistimewaan ini didapat persembahyangan. Keluarga melakukan
bukan karena permintaan warga Panyuwungan persembahyangan untuk mendoakan sang pitra.

28 JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019


Dilanjutkan dengan nuduk galih atau upacaranya, semua terselesaikan di pura panti”.
mengambil tulang sisa-sisa hasil pembakaran sawa Melaksanakan upacara Pengaskaran di pura Panti
yang ditempatkan kedalam paso/ periuk yang terbuat menandakan bahwa kematian seseorang tidak
dari tanah liat. DukuhPengabih kemudian membuat keluarganya menjadi cuntaka dan dilarang
memberikan pakaian diatas paso, diatasnya berisikan ke merajan, melainkan mereka wajib ke Pura Panti
canang payasan kemudian dipercikkan untuk menyelesaikan rangkaian upacara Ngabennya.
tirthapengiriman diarah hulu sebelas kali, tengah Oleh sebab itu, cuntaka akibat meninggalnya
sembilan kali dan bawah tujuh kali, sisanya seseorang tidak berlaku dalam lingkup warga
ditiwakkan atau diguyurkan sampai habis. Terakhir Panyuwungan. Namun karena warga Panyuwungan
paso tempat galih tingkebin atau dibalikkan sehingga juga merupakan anggota dari banjar dan Desa
semua isi dalam paso menyatu dengan tanah. Pakraman, maka untuk ke pura Kahyangan tiga
Keluarga kemudian mesekarura dan ngelungsur sendiri dapat dilaksanakan setelah melakukan upacara
banten pemeeg. Maka prosesi pengabenan berakhir pecaruan.
sampai disini, tidak ada nganyud tulang ke pantai 3.3.2 Pecaruan dan Metungapan
seperti klan lain pada umumnya dan warga Rangkaian upacara Ngaben dilanjutkan tiga
Panyuwungan juga tidak menghaturkan banten hari setelah pelaksanaan pengutangan atau disebut
penebusan di setra seperti masyarakat pada dengan ngetelunin. Pada saat ngetelunin dilaksanakan
umumnya. upacara pembersihan bhuwana agung dan bhuwana
3.3 Proses Pasca Upacara Ngaben alit. Pembersihan bhuwanaagung dilakukan dengan
3.3.1Tentang Cuntaka melaksanakan upacara pecaruan di Pura Panti dan di
Kematian seseorang akan mengakibatkan rumah duka, sedangkan untuk pembersihan bhuwana
cuntakaatau kesebelan pada keluarga segaris alit dilakukan dengan caramelukat dan meprayascita.
purusa.LontarCatur Cuntaka menyatakan bahwa Dilakukan pula upacara metungapan dengan natab
alat-alat upacara pengabenan juga dipandang banten Pengambeyan, Dhurmengala serta Prayascita.
menimbulkan sebel atau cuntaka, demikian juga Natab banten ini juga menandakan bahwa keluarga
mayat, arang, abu, tumpang salu, dan semua telah melaksanakan penyucian terhadap bhuwana alit
perlengkapan upacara pengabenan yang melekat masing-masing.
pada mayat seperti rurub, kereb, kajang, rantasan, 4. Fungsi Pelaksanaan Upacara Ngaben Warga
damar kurung, benang penuntun, dan sebagainya, Panyuwungan
semuanya merupakan sumber cuntaka atau sebel. Melakukan suatu kegiatan tentunya memiliki
Pandangan seperti ini juga dimuat di pustaka yang fungsi dan tujuan tertentu yang ingin dicapai,
ditulis diatas daun lontarPatetiwan yang menyebut demikian pula dalam melaksanakan suatu kegiatan
bahwa manusia yang mengalami masa cuntaka keagamaan. Upacara Ngaben yang merupakan bagian
dipandang sebagai orang leteh dan karena itu tidak dari upacara PancaYajña tentu memiliki beberapa
dibenarkan mengikuti upacara agama; Seseorang fungsi sehingga upacara tersebut wajib dilaksanakan.
yang masih dalam status cuntaka tidak diperkenankan Pelaksanaan upacara ngaben tidak terlepas dari
melaksanakan upacara suci atau yajña selain simbol-simbol, interaksi, serta makna dibaliknya,
pitrayajña, jika belum sampai jangka waktu cuntaka sehingga teori interaksionalisme simbolik akan
tidak diperkenankan menghaturkan banten ke pura digunakan untuk membahas fungsi dan makna dari
kahyangan tiga atau di pemerajan, karena dipandang pelaksanaan upacara Ngaben warga Panyuwungan.
melanggar etika atau sesana dan dikutuk oleh para 4.1 Fungsi Religi
Dewa beserta Bhatara Kawitan (Pemayun, 2016: 59). Upacara Ngaben memiliki tujuan untuk
Umat Hindu pada umumnya menjalankan memproses kembalinya unsur-unsur Panca Maha
proses cuntaka seperti yang diuraikan diatas, Bhuta dalam badan manusia untuk menyatu dengan
disamping menjalankan cuntaka sesuai dengan Panca Maha Bhuta di alam semesta dan
aturan-aturan lain yang berlaku di daerah masing- mengantarkan atma kealam pitra dengan memutuskan
masing. Hal ini sangat berbeda dengan warga keterikatannya dengan badan duniawi itu (Wikarman,
Panyuwungan yang dimana tidak ada cuntaka setelah 2002: 26). Upacara Ngaben berfungsi untuk
melaksanakan upacara Ngaben. Tidak adanya mendoakan sang atma dari orang yang meninggal
cuntaka ini berkaitan dengan pelaksanaan upacara agar dapat bersatu dengan Brahman;
Pengaskaran yang dilakukan di pura Panti serta
prasasti yang menyatakan bahwa “apapun

JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019 29


meningkatkan status roh dari Preta menjadi Pitara, yang akan diabenkan mendapatkan kelancaran dalam
sehingga dalam pelaksanaannya lebih cepat perjalanannya menuju alam sunia.
dilaksanakan upacara Ngaben akan lebih baik 4.4 Fungsi Bahasa
sebab unsur-unsur panca maha bhuta nya lebih Fungsi Bahasa dalam pelaksanaan upacara
cepat kembali, serta status dari preta menjadi Ngaben warga Panyuwungan adalah sebagai pengantar
pitara juga lebih cepat. Pelaksanaan upacara doa untuk sang Pitra. Bahasa yang digunakan didalam
Ngaben juga berfungsi untuk melestarikan tradisi mantra-mantra pengantar doa berupa bahasa Sanskerta
warisan leluhur disamping untuk membuat maupun bahasa jawa Kuna. Mantra dan kidung
keluarga lebih cepat mengiklaskan perjalanan roh dipelajari melalui proses pendengaran serta digunakan
dari orang yang telah meninggal. dalam pelaksanaan upacara yajña termasuk Ngaben.
4.2 Fungsi Sosial Mantra dan kidung yang digunakan hanya boleh
Upacara Ngaben memiliki fungsi sebagai dilantunkan oleh Dukuh sehingga mereka
perekat hubungan sosial manusia terutama yang dikategorikan sebagai pewaris kebudayaan aktif yang
memiliki hubungan kekerabatan maupun yang memang mengetahui, mempelajari, serta berperan
terikat oleh adat dan hukum. Secara umum sangat penting dalam pelestarian kebudayaan maupun
dimasyarakat apabila mendengar kabar bahwa eksistensi mereka. Ketika seseorang dinobatkan
salah seorang keluarga/ kerabat/ tetangga/ anggota menjadi Dukuh maka Dukuh yang baru ini akan
banjar meninggal maka dengan otomatis warga belajar mengucapkan mantra-mantara serta kidung
akan melakukan kegiatan mejenukan atau yang sifatnya rahasia ini melalui Dukuh Pengarep.
medelokan ke rumah duka secara sadar serta suka 4.5 Fungsi Kesenian
rela sebagai bentuk rasa simpati serta turut berduka Pelaksanaan upacara Ngaben Warga
cita untuk keluarga yang ditinggalkan. Panyuwungan juga tidak terlepas dari unsur-unsur
4.3 Fungsi Ekonomi seni. Seni Suara ditunjukkan oleh puja mantra serta
Upacara Ngaben Warga Panyuwungan kidung suci rahasia yang dilantuntan oleh para Dukuh;
memiliki fungsi ekonomi yang berbeda dengan Seni tari ditunjukkan oleh gerak
masyarakat Hindu secara umum.Warga mudraDukuhPengarép dalam memimpin jalannya
Panyuwungan sangat egaliter dalam pelaksanaan upacara; Seni lukis ditunjukkan dengan pembuatan
upacara panca yajñanya, mereka tidak mengenal kajang yang ditulis atau dilukis secara manual oleh
tingkatan-tingkatan dalam pelaksanaan upacara Dukuh, berbeda dengan beberapa warga di trah
termasuk dalam upacara Ngaben. Sekaya-kayanya lainnya yang sudah melakukan proses sablon untuk
maupun sekurang mampunya warga Panyuwungan memudahkan pembuatan serta memperbanyak kajang
tetap melaksanakan upacara Pengabenan yang maupun ulap-ulap; dan seni sastra ditunjukkan dengan
sama tingkatan upacara dan upakaranya, sehingga penggunaan Prasasti warga Panyuwungan baik yang
tidak ada perbedaan yang dapat menimbulkan masih berupa daun lontar ataupun yang sudah disalin
kecemburuan sosial. Hal ini sesungguhnya sangat kedalam kertas; terdapat pula seni arsitektur dalam
baik untuk dicontoh karena kelengkapan dalam merancang bedeg sudamala, pelinggih sang pitra,
pelaksanaan upacara tingkatnya sama antar warga bade serta petulangan yang digunakan dalam proses
satu dan warga lainnya. Oleh karena itu, dari sudut Pengabenan. Unsur-unsur kesenian yang digunakan
pandang ilmu ekonomi dengan prinsip ekonomi dalam upacara Pengabenan ini berfungsi untuk
yakni mengeluarkan biaya sekecil-kecilnya dengan melengkapi bekal-bekal yang diberikan kepada sang
mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin pitra untuk menuju Sang pencipta.
sangat tepat menggambarkan pelaksanaan upacara 5. Makna Pelaksanaan Upacara Ngaben warga
Ngaben warga Panyuwungan yang dimana dengan Panyuwungan
melaksanakan upacara Ngaben yang tergolong 5.1 Makna Teologi
sederhana atau lebih kecil dibandingkan dengan Donder (2009:1) ada banyak definisi (terminologi)
masyarakat Hindu secara umum namun mereka tentang istilah teologi ini, namun pada hakekatnya
meyakini mendapatkan kualitas yang sama dengan semua definisi itu mengarah pada suatu pengertian
tingkatan yang besar sekalipun. Keyakinan ini yaitu pengetahuan tentang “Tuhan”.
timbul karena didalam setiap proses pembuatan Makna Teologis dlam penelitian ini terdiri dari:
upakara maupun proses pelaksanaan upacaranya, Pertama, Panyuwungan merupakan warga yang
orang-orang yang terlibat didalamnya benar-benar menganut sekte Brahma atau Sora,
melaksanakan dengan ketulusan hati agar orang

30 JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019


warga Panyuwung sebenarnya adalah eksistensi warga Panyuwungan. Axis mundi berarti pusat dunia,
paksa Brahma dengan Dukuhmenjadi panditanya, merupakan poros utama, tiang penyangga, tempat
sehingga upacara-upacara yajña yang dilaksanakan berputarnya kehidupan (Pals, 2012: 238).
terlihat sangat berbeda dengan masyarakat Hindu Pelaksanaan Upacara Ngaben warga
secara umum yang sebagian besar menganut paham Panyuwungan juga menunjukkan Panti sebagai axis
Saiva Siddhantha. Dukuh Suprapta (dalam mundi, hal ini terlihat dari pelaksanaan upacara
Harsananda, 2017: 125) menyatakan bahwa: “ Tyang Pengaskaran yang dilaksanakan di pura Panti.
memang dari (keturunan) Hyang Brahma, namun jika Pelaksanaan upacara Pengaskaran di pura sangatlah
dilihat dari pelinggih Gedong Sinapa yang menjadi utama nilainya, karena pura yang merupakan tempat
pelinggih utama warga Nyuwung maka yang suci juga dijadikan tempat untuk menyucikan sang
melinggih disana Meraga Siwa dengan sebutan atma yang sudah terlepas dari badan wadagnya,
Hyang Siwa Kidul, Kidul sendiri jelas memiliki arti sedangkan masyarakat Hindu Bali pada umumnya
selatan dan jelas hal itu merujuk pada Dewa Brahma. melaksanakan upacara Pengaskaran di rumah
Maka dari itu Dukuh disini disebut juga Dukuh Siwa masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, peran pura
namun dengan Paham Brahma karena memang Panti sebagai axis mundi merupakan sebuah titik
tercipta dari Beliau (Dewa Brahma) sebelum ada apa dimana seseorang menemukan tangga sakral
– apa di dunia”. Berdasarkan hal tersebut, dalam penghubung langit dan bumi, tempat bertemunya dua
upacara Pengabenan, Warga Panyuwungan juga hal yang berlawanan: yang sakral dan yang propan
mengambil lokasi di setra bagian selatan baik untuk (Pals, 2012: 241).
menanam jenazah maupun untuk melaksanakan Ketiga, warga Panyuwungan juga tidak
segala prosesi pengutangan dan pengiriman. Hal ini menggunakan tirtha dari kahyangan tiga atau dari
tentu berkaitan pula dengan Dewa Brahma yang pura lainnya. Tirthanya hanya berasal dari pura Panti.
menempati arah selatan dalam pengideran Dewata Hal kemungkinan dikaenakan oleh warga
Nawa Sanga. Dewa Brahma yang berada di selatan Panyuwungan tidak terlibat dalam perjamuan ajaran
dalam prasasti warga Panyuwungan disebut sebagai Saiva Siddhanta yang akhirnya menyatukan sekte-
Sang Hyang Siwa Kidul sama artinya dengan Siwa sekta untuk membangun kahyangantiga Sementara
yang ada di selatan. itu, hierofani dari warga Panyuwungan adalah Pura
Upacara Ngaben warga Panyuwungan juga Panti. Namun meskipun demikian, warga
lebih dominan menggunakan sarana-sarana yang Panyuwungan yang merupakan anggota dari banjar
berkaitan dengan Dewa Brahma, salah satunya adalah adat serta Desa Pakraman Abianbase tetap memiliki
penggunaan Bunga Tunjung atau teratai atau dikenal kewajiban untuk ngayah maupun urunan setiap
juga dengan bunga Padma, merupakan bunga yang dilaksanakan piodalan di Pura Kahyangan Tiga Desa
sangat penting dan utama dalam pelaksanaan upacara Abianbase.
Ngaben warga Panyuwungan. Bunga tunjung Keempat, Warga Panyuwungan memiliki nilai
digunakan dalam pembuatan tirtha pengentas lebih dalam memaknai penggunaan tirtha pengentas
sekaligus sebagai sarana untuk memercikkan tirtha yaitu ketika DukuhPengarépngarga tirtha pengentas,
pengentas tersebut kepada jenazah. Ceraken warga beliau nedunang atau menurunkan Bhatara kawitan
Panyuwungan juga menggunakan sesuratan dengan yang dimana Bhatara kawitanlah sane meraga tirtha
gambar tiga buah Padma. Padma merupakan lingga pengentas dan kemudian disatukan dengan pengawak
sthana dari Dewa Brahma yang dimana sang pitra, dalam artian secara spirit atman sang pitra
DewaBrahma merupakan Bhatara Kawitan dari disatukan dengan sang penciptanya. Barulah
warga Panyuwungan. kemudian proses Pengaskaran dimulai, sehingga
Kedua, Pura PantiPanyuwungan di Desa sejak proses Pengaskaran sampai sebelum menuju
Abianbase Gianyar merupakan poros dalam setra, pengawak sang pitra bersatu dengan
melaksanakan kegiatan keagamaan, dalam prasasti kawitannya yang berupa tirthapengentas.
dikatakan bahwa “sami puput ring panti”. Apapun Kelima, Proses Pabersihan dilakukan diatas
yajña yang dilaksanakan penyelesaiannya berpusat di bale dangin karena merujuk pada isi prasasti bahwa
pura Panti karena tirtha anugrah dari bhatara keturunan warga Panyuwungan terlahir dari Yoga
kawitan (melinggih di gedong sinapa pura Panti) atau adnyana-Nya Bhatara Brahma sehingga ketika
merupakan pemuput segala upacara yajña yang lahir dianggap langsung Werdha.
dilaksanakan oleh warga Panyuwungan. Berdasarkan
hal tersebut, pura Panti merupakan axis mundi bagi

JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019 31


Oleh karena diciptakan dari adnyana dan shiwadwara yang secara simbolisasi dilakukan dengan
dianggap suci sejak lahir maka tidak melakukan mengeluarkan badan wadag dari wadah atau balenya
pabersihan di natah rumah tetapi langsung diatas melalui hulu dengan membuka parba/ ulon.
bale dangin. Prosesi pabersihan juga tidak 5.2 Makna Eskatologis
menggunakan pepaga, jenazah dipangku oleh Menurut Blackburn (2013: 290) eskatologi
keluarga. Hal ini dapat menggambarkan kasih berasal dari bahasa Yunani yaitu “eskatos” yang
sayang, kebersamaan, serta solidaritas dari memiliki arti “yang terakhir” dalam hal ini
keluarga untuk sang pitra. dimaksudkan bahwa eskatologi merupakan sebuah ide-
Keenam, menggunakan atribut berwarna ide tentang akhir kehidupan atau kehidupan setelah
serba putih, putih merupakan warna utama dari kematian.
cahaya matahari, warna putih inilah yang Warga Panyuwungan meyakini bahwa
menimbulkan warna-warna lain apabila dilakukan eskatologis nya adalah “mulih ke sunia loka”, kembali
pemecahan spectrum. Isaac Newton yang kepada Hyang Brahma seperti dalam upacara
melakukan eksperimen sederhana mengenai Ngupadesa yang dilaksanakan dengan tujuan
cahaya matahari (1966) menyimpulkan bahwa mempersiapkan atma untuk bersemadhi sebelum
apabila dilakukan pemecahan warna spektrum dari menuju sunia loka dan bersatu dengan
sinar matahari, akan ditemukan warna-warna yang Kawitannya/asalnya. Ngupadesa dapat diartikan
beraneka ragam meliputi: merah, jingga, kuning, sebagai Ngeneng, ngeneng merupakan fase tidak
hijau, biru, nila, dan unggu warna-warna ini sering melakukan apa-apa atau sang atman bertapa untuk
disebut dengan mejikuhibiniu. Warna-warna mencari sumbernya sambil menunggu waktu
tersebut bisa kita lihat ketika muncul pelangi pengutangan (Wawancara dengan Dukuh Suprapta,
setelah hujan reda, yang kemudian dikenal sebagai Minggu, 21 April 2019). Warga Panyuwungan
susunan spectrum warna dalam cahaya. Jika khususnya Dukuh Pengarep meyakini bahwa
spectrum cahaya tersebut dikumpulkan dan kembalinya sang pitra kepada hyang Brahma atau
diloloskan kembali melalui sebuah prisma, cahaya kawitannya ini sebagai surga, sedangkan kemerosotan
tersebut kembali menjadi cahaya sang atma sampai mengalami punarbhawa merupkan
putih(http//edupaint.com/warna/roda-warna/585- neraka. Selain itu dalam proses Ngaskarapengawak
mengenal-teori-warna-issac-newton-yuk.html. dari sang pitra dibuat dari unsur Panca Maha Bhuta
diakses pada 15 April, pukul 23.14 WITA). dan diletakkan di asagan pelinggih untuk warga biasa
Berdasarkan pendapat Newton tersebut, maka dan munggah ke pelinggih gedong sinapa untuk
dapat ditarik benang merah bahwa cahaya matahari Dukuh, dengan harapan unsur panca maha bhuta
yang sinarnya berwarna putih merupakan cahaya dalam tubuhnya serta atman dari sang pitra menunggal
yang utama, warga Panyuwungan yang merupakan dengan asalnya/ kawitannya.
sekta Brahma maka menggunakan atribut yang 5.3 Makna Soteriologi
serba putih merupakan hal paling utama atau Soteriologi merupakan ajaran tentang
bernilai paling tinggi. keselamatan manusia (Thiessen, 2010: 301).
Ketujuh, Membuka Ulon/parba ketika Soteriologi dalam upacara Ngaben warga
mengeluarkan jenazah dari baledangin dan dari Panyuwungan memilik peran ganda, yaitu untuk
bade. Makna dari pembukaan ulon/parba ketika keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.
mengeluarkan jenazah ini adalah melambangkan Keselamatan di akhirat yang dimaksud adalah upacara
bahwa tubuh manusia sesungguhnya dipenuhi oleh Pengabenan yang ditujukan untuk orang meninggal
lubang baik tubuh kasar maupun tubuh halus, bertujuan untuk keselamatan serta kelancaran bagi
memiliki lubang biologis maupun lubang mistis, sang atman dalam menempuh perjalanan menuju
sehingga disebut sebagai manusa bolong. Ada Brahman, begitupula bagi badan wadag untuk kembali
beberapa istilah yang sama-sama digunakan kepada unsur-unsur panca maha bhutanya. Semakin
menunjukkan arti lubang, dipergunakan dalam cepat proses Pengabenan dilaksanakan maka semakin
berbagai teks tutur, antara lain: lawang, dwara, cepat pula atman beserta unsur-unsur panca maha
lyang, leng, song, dan bolong (Palguna, 2018: 1). bhuta dalam tubuh kembali ke asalnya. Upacara
Membuka ulon/ parba dalam proses Pengabenan Ngaben mencegah sang atman menjadi dhanawa,
warga Panyuwungan dapat dimaknai sebagai
proses untuk menghantarkan atma agar keluar
melalui jalan yang utama yaitu ubun-ubun atau

32 JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019


sehingga dengan melaksanakan upacara Pengabenan Fungsi dari pelaksanaan upacara Ngaben
secepat mungkin berarti keluarga turut serta menjaga warga Panyuwungan di Desa Abianbase adalah
keselamatan akhirat sang atma yang meninggalkan Fungsi kebudayaan yang didalamnya menyangkut:
badan wadagnya agar tidak menjadi bhuta cuil/ tidak (1) Fungsi Religi (2) Fungsi Sosial (3) Fungsi
menuju alam bawah. Kedua adalah keselamatan di Ekonomi (4) Fungsi Bahasa (5) Fungsi Kesenian dan
dunia untuk keluarga yang ditinggalkan. Keselamatan makna pelaksanaan upacara Ngaben Warga
di dunia dilakukan dengan melaksanakan upacara Panyuwungan meliputi: (1) Makna Teologi; (2)
meperas dan mepegat atau metungapan. Meperas Makna Eskatologi ; (3) Ketiga adalah Makna
merupakan upacara yang bertujuan untuk Soteriologi
memberikan bekal atau kenang-kenangan terakhir
oleh sang pitra kepada anak cucu. Mepegat bertujuan Daftar Pustaka
untuk memutuskan hubungan antara yang meninggal Departemen Pendidikan Kebudayaan. 1990. Kamus
dengan keluarga yang ditinggalkan, memutuskan ini Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
dalam artian bahwa keluarga yang ditinggalkan dapat Pustaka.
mengiklaskan kepergian sang pitra sehingga Dewi, Ni Luh Putu Evi Septiana. 2017. “Upacara
perjalanan atma sang pitra menuju sumbernya dapat Ngaben Pada Tereh Pandya Bang Di Desa
berjalan dengan baik Gadungan Kecamatan Selemadeg Timur
Upacara Pecaruan juga merupakan salah satu Kabupaten Tabanan. Skripsi (tidak
upacara yang bertujuan untuk keselamatan dan diterbitkan). Denpasar: Fakultas Brahma
keharmonisan. Menurut kitab Samhita Widya Institut Hindu Dharma Negeri
Swarakatacaru berarti cantik atau harmonis. Upacara Denpasar.
Bhuta Yajña disebut caru karena salah satu tujuan Donder, I Ketut. 2009. Teologi: Memasuki Gerbang
dari bhuta yajña adalah untuk mengharmoniskan Ilmu Pengetahuan Ilmiah tentang Tuhan
hubungan manusia dengan alam lingkungannya Paradigma Sanatana Dharma. Surabaya:
(Wiana, 2002: 178). Paramita.
Harsananda, Hari. 2017.”Upacara Mabersih Dukuh
IV. Simpulan warga Nyuwung di Desa Abianbase Gianyar”.
Proses pelaksanaan upacara Ngaben warga Tesis (tidak diterbitkan). Denpasar:
Panyuwungan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri
prosesi praupacara Ngaben, prosesi upacara Ngaben, Denpasar.
serta prosesi pasca upacara Ngaben. Prosesi (1) Pra Pals, Daniel L. 2012. Seven Theories Of Religion.
Upacara terdiri dari (a) menentukan hari baik untuk Jogjakarta: IRCiSoD.
melaksanakan upacara pengabenan; (b) persiapan Pemayun, Sri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa.
sarana prasarana (c) Prosesi Pabersihan atau 2016. Upacara Ngaben. Denpasar: Pustaka
nyiramang layon di rumah duka. (2) Pelaksanaan Larasan.
Upacara Pengabenan, yang terdiri dari (a) Upacara Wikarman, I Nyoman Singgin. 2002. Ngaben
Ngaskara (b) Upacara Ngupadesa (c) Prosesi (Upacara dari Tingkat Sederhana sampai
Pengutangan (d) Prosesi pengiriman. (3) Prosesi Utama). Surabaya: Paramitha.
pasca Upacara Ngaben yaitu melakukan upacara
pecaruan, melukat dan meprayascita untuk seluruh
anggota keluarga, serta melakukan prosesi
metungapan.

JURNAL PANGKAJA VOL 22, NO 2, JULI - DESEMBER 2019 33

Anda mungkin juga menyukai