Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dilahirkan ke dunia yang maha luas ini dengan berbagai

kekuatan dan fenomena alam semesta. Setelah mahluk berpikir ia menjadi

sadar terhadap eksistensi gejala-gejala alam, seperti siang dan malam,

matahari, bulan dan bintang-bintang, panas dan dingin, hujan, petir dan badai,

berbagai jenis tumbuhan dan binatang. Disamping itu ada kelahiran,

pertumbuhan, perkembangan, usia tua, rasa lapar, penyakit dan mimpi buruk

sehingga dapat menjadi sebuah fenomena bagi kehidupan manusia. Dengan

adanya suatu kepercayaan dan keyakinan itu, maka masyarakat Bangsa

Indonesia memberikan kebebasan yang mutlak dan paling azasi untuk memilih

dan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan kepercayaannya, sesuai dengan

bunyi pasal 29 UUD 1945 menyatakan “bahwa Setiap Warga Negara dijamin

kebebasannya memeluk dan menjalankan ajaran agamanya”.

Begitu pula halnya dengan umat Hindu yang merupakan bagian dari

masyarakat bangsa Indonesia ini, tentunya mempunyai hak dan kewajiban yang

sama dan setara dengan penganut agama lainnya, baik dalam hak dan

keewajiban dalam menjalankan peribadatan dan penyembahan maupun dalam

pelaaksanaan upacara-upacara agama lainnya didasari dengan keyakinan dan

kepercayaannya. Tuhan menurunkan ajaran-Nya penuh dengan Yadnya karena


Yadnya adalah merupakan suatu kemuliaan, kemakmuran dan kesejahteraan

yang abadi. Dalam Kitab Suci Weda (bhagawadgita XVII.11) menyatakan :

Aphālakānksibhir yajno

Vidhidrşţo ta ijyate

Yaşţavyam eve’ti manah

Samādhāya sa sāttvikah

Artinya :

Yajna yang dihaturkan sesuai dengan sastranya, oleh mereka yang tidak

mengharap buahnya dan teguh kepercayaannya, bahwa memang sudah

kewajibannya untuk beryajna adalah Sattvika baik.

Dalam kutipan mantram tersebut di atas menggambarkan bahwa umat

manusia harus melaksanakan Yadnya, karena Yadnya merupakan ajaran-ajaran

kesucian dan sangat mulia dihayati serta diamalkan dalam kehidupan sehari-

hari. Setiap agama telah mengajarkan tentang kebajikan, supaya manusia itu

berahlak, berbudi pekerti yang luhur dan memiliki Tata Krama yang baik.

Maka oleh sebab itu hendaknya umat Hindu Kaharingan di Kalimantan Tengah

harus benar-benar dapat menghayati dan mendalami ajaran agama terutama

tentang Upacara Ritual Keagamaan. Didalam ajaran agama Hindu terdapat

suatu istilah yang disebut dengan “Desa, Kala, Patra” (tempat, waktu, keadaan)

yang merupakan doktrin yang luhur dan strategis bagi umat Hindu.

Menurut Nyoman S. Pendit dalam bukunya “Aspek-aspek Agama

Hindu” menyatakan bahwa Desa artinya tempat kita berada, Kala artinya

waktu saat kita berada, Kala Patra artinya keadaan atau situasi, kondisi dimana

kita berada (Nyoman S. Pendit 1993 : 108). Dengan adanya pernyataan doktrin
tersebut, maka berarti pula bahwa ajaran agama Hindu itu pun juga harus

sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan (situasi) dimana umat Hindu berada.

Bagi intern umat Hindu perbedaan-perbedaan itu tidak perlu

dipermasalahkan bahkan merupakan kebanggaan dan sumber kekayaan budaya

Hindu yang menarik dan unik untuk dipelihara dan dilestarikan. Perbedaan itu

baik menyangkut nama, istilah, tata cara upacara (upakara), maupun bahasa

dan susunan suatu upacara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai daerah seperti

antara lain umat Hindu di Pulau Jawa tentu berbeda cara melaksanakan ibadah

dan pemujaannya dari pulau Bali, begitu juga di Pulau Kalimantan mempunyai

ciri khas tersendiri.

Kalimantan yang merupakan pulau terbesar di Indonesia. Pelaksanaan

upacara agama Hindu sangat bervariatif dimana masing-masing Daerah Aliran

Sungai (DAS) selalu berbeda-beda yaitu dengan yang lainnya. bagi umat

Hindu di Kalimantan Tengah, khususnya masyarakat Hindu Kaharingan

perbedaan semacam itu tidak dipermasalahkan, bahkan perbedaan tersebut

dapat membawa suatu keindahan, karena masing-masing masyarakat Hindu

telah mengerti dan memahami dan telah diberikan kebebasan untuk

melaksanakan sesuai dengan ajaran dan keyakinannya masing-masing. Sebagai

contoh, bahwa dalam suatu pelaksanaan upacara keagamaan dalam masyarakat

Hindu Kaharingan tetap melaksanakan sesuai dengan ajaran dan adat budaya

keagamaannya yang telah berlangsung beribu-ribu tahun yang lalu. Bahkan ada

salah satu upacara Ritual yang sangat sakral dalam masyarakat Hindu

Kaharingan yaitu Upacara memohon petunjuk (Manenung) . Masyarakat

Hindu Kaharingan selalu mempunyai kepercayaan terhadap adanya kekuatan-


kekuatan pembantu-pembantu Ranying Hatalla Langit (Sangiang) dalam

memberikan petunjuk kepada umat manusia khususnya umat Hindu

Kaharingan.Upacara untuk memohon petunjuk dari kekuatan manifestasi

Tuhan (Sangiang) sering disebut dengan manenung.

Ajaran agama Hindu Kaharingan dapat dipahami dengan baik, apabila

seseorang dapat mempelajari secara utuh dengan sudut pandang agama Hindu

Kaharingan itu sendiri. Agama Hindu Kaharingan sebagaimana juga agama-

agama yang lain memiliki ciri-ciri khusus dan merupakan identitas diri sebagai

pemeluk. Salah satu menonjol adalah adanya bermacam-macam atau beraneka

ragam dalam penampilan atau pelaksanaan hidup beragama. Adapun yang

menjadi salah satu penampilan atau pelaksanaan ajaran agama Hindu

Kaharingan disebut dengan acara agama Hindu Kaharingan yang merupakan

suatu tradisi atau kebiasaan secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat

Hindu Kaharingan yang bersumber pada kaidah-kaidah hukum secara tertulis

maupun sesuai tradisi setempat. Oleh karena itu acara agama merupakan suatu

penampilan atau pelaksanaan ajaran agama Hindu Kaharingan dan menjadi

bagian luar yang paling nampak sebagai fenomena agama.

Agama Hindu Kaharingan merupakan agama yang universal yang

ajarannya selalu relevan dengan perkembangan jaman, karena agama Hindu

Kaharingan merupakan agama abadi. Agama Hindu Kaharingan dalam

pelaksanaan ajarannya menganut sistem Ekae (tempat), Katika (waktu), dan

Hampea (kapan) atau dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan istilah Desa,

Kala, dan Patra yang berpegang pada 3 (tiga) Kerangka Dasar Agama Hindu,

sehingga dapat mempertahankan upacara-upacara keagamaan yang sesuai


dengan budaya dan adat istiadat setempat. Hal ini membuat adanya perbedaan-

perbedaan jenis dan upacara antara satu daerah dengan daerah lainnya, namun

mempunyai hakekat dan nilai-nilai yang sama.

Masyarakat Hindu Kaharingan mempunyai keyakinan nilai upacara ritual

yang menyesuaikan dengan budaya dan adat istiadat setempat yang lebih baik

nilainya, karena sesuai dengan keadaan alam lingkungan yang berada

disekitarnya. Keadaan inilah yang membuat masyarakat Hindu Kaharingan

dalam melaksanakan upacara keagamaan terdapat jenis dan cara yang beraneka

ragam diberbagai daerah.

Keanekaragaman upacara agama Hindu Kaharingan ini apabila terus

dipertahankan dan menjadikan agama Hindu Kaharingan lebih maju dan

berkembang serta akan menjadi agama yang terbesar di dunia.

Di Kalimantan Tengah terdapat berbagai jenis ritual yang diyakini dan

dilaksanakan oleh masyarakat Hindu Kaharingan, salah satunya adalah

memohon petunjuk dengan cara manenung.

Upacara Manenung ini masih belum dilaksanakan secara keseluruhan

oleh masyarakat khususnya masyarakat Hindu Kaharingan, karena banyak

kurang memahami makna dari upacara tersebut. Keadaan demikian perlu

mendapat perhatian oleh lembaga Agama Hindu Kaharingan, karena upacara

Manenung mengandung nilai yang sangat tinggi dan bermanfaat dalam

kehidupan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Hindu Kaharingan pada

khususnya. Semakin meningkat dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan

beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat perlu

diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial


kemasyarakatan. Sebagai warga negara yang baik, kita berkewajiban

melestarikan dan memelihara budaya-budaya seperti budaya keagamaan

termasuk kepercayaan Hindu Kaharingan di Kalimantan Tengah.

Di Desa Tumbang Hakau Upacara Manenung dilakukan hanyalah

sebagai upacara memohon petunjuk kepada manifestasi Ranying Hatalla Langit

(Tuhan Yang Maha Esa) tanpa tahu makna yang terkandung dalam upacara

tersebut. Pada setiap upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu

Kaharingan pada hakekatnya memiliki berbagai macam makna, baik itu makna

filosofis maupun makna religius.

Pertanyaan yang paling mendasar dalam kita melaksanakan upacara

keagaama/ritual keagaaman adalah apakah tujuan yang hendak kita capai

dalam upacara tersebut? Karena dengan kita tahu tujuan yang hendak kita capai

dalam upacara keagamaan yang kita laksanakan maka hendaknya kita harus

mengetahui makna yang terkandung dalam upacara tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk

melaksanakan penelitian tentang “Upacara Manenung Menurut Agama

Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun

Kabupaten Gunung Mas”.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah

diatas bahwa umat Hindu Kaharingan tidak pernah terlepas dari upacara ritual

dalam kehidupannya sebagai mahluk Tuhan, diantaranya yaitu upacara

Manenung dengan sarana prasarana yang lengkap, upacara yang digunakan


sebagai jalan dalam mendapatkan petunjuk dari para leluhur maupun dari

Sangiang (pembantu Ranying Hatala).

Berdasarkan hal tersebut yang jadi permasalahan dalan penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana Prosesi Upacara manenung menurut Agama Hindu Kaharingan

di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.

2. Apa fungsi upacara manenung menurut Agama Hindu Kaharingan di Desa

Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.

3. Bagaimana Perspektif filosofis upacara manenung menurut Agama Hindu

Kaharingan di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten

Gunung Mas.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan aktivitas seseorang untuk memperoleh keterangan

di dalam rangka memperoleh fakta dengan menggunakan metode-metode

ilmiah. Disamping itu, penelitian juga bertujuan untuk menemukan,

membangun atau untuk menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan

berarti mendapatkan suatu yang diperlukan. Mengembangkan berarti

memperluas, menggali memperdalam serta mempertinggi kajian tentang apa

yang sudah ditemukan. Sedangkan mengerti dapat diartikan memeriksakan

atau mencocokan kebenaran dengan diteliti. (Hadi 1984 : 3)

Rangkaian penelitian ini merupakan alasan untuk menemukan dan

mendapatkan fakta-fakta, data dan gambaran umum tentang Upacara

Manenung Menurut Agama Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau


Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. Berdasarkan rumusan masalah

yang telah dicanangkan untuk di telaah maka tujuan penelitian ini mempunyai

tujuan umum dan khusus yang di uraikan sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran yang jelas tentang Upacara Manenung Menurut Agama

Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun

Kabupaten Gunung Mas serta untuk ikut menumbuh kembangkan rasa

tanggung jawab terhadap pelestarian nilai-nilai agama Hindu ( Hindu

Kaharingan ) yang adiluhur. Di mana nilai-nilai tersebut masih dikemas

dengan dogma-dogma serta mitologi-mitologi ataupun masih terbalut

rapi oleh ritual-ritual yang unik. Untuk ke depan seiring dengan

perkembangan dunia yang semakin mengglobal maka metode-metode

untuk menerangkan nilai-nilai tersebut dibutuhkan suatu sistem yang

lebih bersifat ilmiah dan rasional. Mengingat semakin kritisnya umat di

dalam menerima atau menelaah setiap konsep-konsep agama yang

ditawarkan. Akhirnya semakin banyak muncul wacana atau pertanyaan

mengenai segala sesuatu yang memiliki sangkut paut dengan hal-hal

yang berhubungan dengan keagamaan termasuk meyangkut,

filosofisnya, etika dan ritual.

Dengan demikian terhadap hasil penelitian ini nantinya

diharapkan dapat memberikan kontribusi membangun rasa spiritual di


kalangan umat Hindu Kaharingan yang sedang menata kehidupan baik

dalam sektor material maupun sektor rohaniah.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan penelitian ini secara khusus dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Prosesi Upacara Manenung Menurut Agama

Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun

Kabupaten Gunung Mas

2. Untuk mengetahui fungsi Upacara Manenung Menurut Agama

Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan kurun

Kabupaten Gunung Mas.

3. Untuk mengetahui perspektif filosofis Upacara Manenung Menurut

Agama Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan

Kurun Kabupaten Gunung Mas.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna sebagai

bentuk kontribusi bagi peneliti lainnya di dalam menetapkan suatu

kebijaksanaan. Selanjutnya penelitian ini dapat digunakan sebagai

landasan untuk membedakan setiap ritual. Sehingga ajaran ini dapat

dilaksanakan secara terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun yang menjadi manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :


Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat teoretis sebagai berikut :

1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya umat

Hindu Kaharingan di Desa Tumbang Hakau tentang pentingnya

pelaksanaan upacara Manenung.

2. Memberikan sumbangan pengetahuan dan informasi bagi ilmu

pengetahuan lainnya yang ada kaitannya dengan upacara

Manenung.

3. Menambah perbendaharaan pengetahuan tentang manusia yajna

khususnya upacara Manenung di desa Tumbang Hakau baik yang

berkaitan dengan bidang agama Hindu maupun sosial keagamaan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Mendapatkan pemahaman tentang Upacara Manenung Menurut

Agama Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan

Kurun Kabupaten Gunung Mas.

2. Hasil penelitian ini sifatnya dijadikan sumbangan pengetahuan

bagi yang ingin lebih mendalami pemahaman tentang Upacara

Manenung.
BAB II

KONSEP DAN LANDASAN TEORITIS

2.1 Konsep

2.1.1 Pengertian Upacara

Upacara berarti rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait

pada aturan-atura tertentu menurut pendapat atau agama (Kamus Besar

Bahasa Indonesia,1991 : 1108). Sementara itu secara ethimologi berasal

dari dua suku kata yakni “Upa” yang berarti hubungan sedangkan kata

“car” yang berarti gerak selanjutnya mendapat akhiran “a” menjadi kata

benda yang berati gerakan (Surayin, 2004 : 7)

Berdasarkan pengertian upacara tersebut diatas, maka upacara

adalah segala suatu yang ada hubungannya dengan gerakan atau

kegiatan. Dalam hal ini upacara diartikan adalah gerakan (pelaksanaan)

dari pada salah satu yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu

Kaharingan.

2.1.2 Pengertian Manenung

Dalam kamus bahasa Indonesia kata manenung berasal dari kata

“tenung” yang artinya kepandaian dan sebagainya untuk mengetahui

sesuatu yang gaib. (Pusat Bahasa depdikbud, 2008 : 1781) Jadi

manenung adalah melihat atau meramal suatu peruntungan seseorang

baik dalam hal penyakit ataupun berbagai hal termasuk hal-hal gaib

yang tidak terlihat secara kasat mata.


2.1.3 Pengertian Persfektif Filosofis

Kata perspektif dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia

berarti cara melukiskan suatu benda dan sebagainya pada permukaan

yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga

dimensi, secara etimologi kata perspektif ini memiliki arti pandangan

atau sudut pandang (Tim Media : 415).

Berdasarkan pengertian perspektif tersebut di atas, maka yang

akan dipandang adalah upacara manenung bukanlah sekedar bersifat

formalitas dan bukan merupakan tradisi yang bersipat tradisional. Sebab

upacara mempunyai dua aspek atau sisi pandang dengan pengertian

yang bersifat keluar adalah perbuatan-perbuatan religi dengan segala

bentuk proses lahiriah yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh

orang yang melaksanakannya, dan bersifat kedalam adalah sifat

spiritual yang bertujuan untuk membentuk jiwa sempurna, karena

upacara dimaksudkan untuk menanam kebiasaan-kebiasaan yang

bertujuan suci dan mulia.

Sedangkan Filosofis secara etimologi (arti kata/istilah dan

asal usulnya ). Filosofis yang sudah di serap ke dalam bahasa

Indonesia sebenarnya dari bahasa Yunani ( latin ) PHILOSOPHIA,

dari bahasa Inggris : Philosophy. Semua istilah itu mempunyai

sumber yang sama yaitu berasal dari kata : Philen ( To Love ) yang

artinya “Cinta”yang berhubungan dengan perasaan seseorang atas

apa yang di yakini nya, cinta akan sesuatu yang baik ,Shopos

( wisdom ) artinya hikmah, bijaksana. Jadi Philosophia artinya :


Mencintai akan kebijaksanaan, mencintai akan hal-hal yang bersifat

bijaksana.

Sudut pandang terhadap upacara Manenung adalah

bagaimana nilai-nilai perasaan seseorang dalam meyakini upacara

Manenung tersebut dan di Implemetasikan atau diterapkan pada

masyarakat umat Hindu Kaharingan.

2.2 Teori

2.2.1 Teori Simbol

Kata simbol berasal dari kata Yunani yaitu symbolon yang

berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang.

Manusia dalam hidupnya selalu berkaitan dengan simbol-simbol yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Manusia adalah animal

symbolicum,artinya bahwa pikiran dan tingkah laku simbolis

merupakan ciri yang betul-betul khas manusiawi dan bahwa seluruh

kemajuan kebudayaan manusia berdasarkan diri pada kondisi-kondisi

itu.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa simbol

merupakan bagian terkecil dari ritual yang menyimpan sesuatu makna

dari tingkah laku atau kegiatan dalam upacara ritual yang bersifat khas.

Simbol adalah suatu tanda yang memberitahukan sesuatu kepada

seseorang yang telah mendapatkan persetujuan umum dalam tingkah

laku ritual ( Suwardi 2006:171-172 ).

Simbol adalah sutu hal atau keadaan yang merupakan

pemahaman terhadap objek. Manifestasi serta karakteristik simbol tidak


terbatas pada sifat fisik,tetapi dapat juga berwujut dalam penggunaan

kata-kata, yakni simbol suara yang mengandung arti bersama serta

bersifat standar. Singkatnya,simbol berpungsi memimpin pemahaman

subjek pada objek. Dalam makna tertentu, simbol acap kali memiliki

makna mendalam,yaitu suatu konseb yang paling bernilai dalam

kehidupan masyarakat ( Yudha 2004 : 7 ).

Maka itu didalam keyakinan umat Hindu dan Hindu Kaharingan

meyakini bahwa suatu simbol adalah suatu perwakilan atau cerminan

dari niat dan perasaan yang tulus iklas kepada Tuhan Yang Maha Esa

serta manifestasinya.

2.2.2 Teori Fungsionalisme

Fungsionalisme dikembangkan dari teori-teori klasik oleh

beberapa tokoh seprti Emile Durkheim, Max Weber, Talcott Person dan

Robert K. Merton. Menurut Durkheim adalah : fakta sosial atau realitas

sosial akan membentuk perilaku individu, sebab berbagai struktur

masyarakat dipahami sebagai fakta atau realitas sosial yang secara

fungsional menekankan pada keserasian, keteraturan, keseimbangan

dalam sebuah sistem sosial.

Fungsional menurut Talcott Person bahwa sebuah sistem sosial

terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi patokan dan rujukan

tingkah laku bagi setiap komonitas. Senantiasa dipertahankan agar

masyarakat tetap berada dalam keteraturan dan keserasian ( dalam

Maman Kh, dkk, 2006 : 128-129 ).


Konsep ajaran agama Hindu berdasarkan teori Fungsionalisme

adalah konsep Yadnya, dimana masing-masing Yadnya memiliki arah

dan tujuan yang berbeda guna melahirkan konsef kedamaian,

ketentraman, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.

Konsep Yadnya ini selanjutnya dijabarkan dalam konsefsi Tri

Hita Karana yakni tiga penyebab hubungan yang harmonis. Yakni

hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam

sekitarnya dan hubungan manusia dengan Tuhan sebagai pencipta.

Dalam hal ini Upacara manenung merupakan suatu upacara

yang berkaitan erat dengan teori-teori diatas yaitu menekan pada

norma-norma suatu tingkah laku tentang keserasian, keteraturan,

keseimbangan untuk menjalankan kehidupan sebagai umat manusia

yang harmonis. Dan sebagai asumsi Upacara Manenung merupakan

suatu upacara yang patut atau baik untuk dipertahankan dan

dilaksanakan agar mendapatkan suatu keharmonisan hidup dengan cara

mencari petunjuk dari leluhur maupan manifestasi Ranying Hatalla.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara melakukan suatu dengan menggunakan

pikiran-pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan (Cholied, 2003 : 1).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Karena penelitian ini bermaksud menggambarkan secara sistematis fakta dan

karakteristik individu atau subjek yang diteliti secara tepat. Dan dalam penelitian

ini peneliti juga akan mengumpulkan data untuk menginten pertanyaan peneliti

atau hipotesis yang berkaitan dengan kejadian yang terjadi sekarang.

Sejalan dengan pendapat Surahcmad (1982 : 140) tentang ciri-ciri metode

deskriptif yaitu :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, dan

masalah aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa.
Adapun dasar peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam

penelitian ini yaitu :

1. Metode deskriptif berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang

berkaitan dengan tingkah laku responden dan keadaan di lapangan.

2. Bentuknya yang sangat sederhana dan mudah dipahami serta tanpa

memerlukan tehnik statistik yang kompleks.

3. Penelitian deskriptif ini, peneliti memungkinkan untuk menjawab pertanyaan

peneliti yang berkaitan dengan hubungan antar variabel, yaitu Upacara

Manenung Menurut Agama Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau

Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun

Kabupaten Gunung Mas yang mana umat Hindu Kaharingan masih ada dan

memiliki penganut yang cukup banyak sehingga dapat dijadikan sebagai

sebuah lokasi penelitian.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif yaitu suatu strategi penelitian yang menghasilkan data atau

keterangan yang dapat mendeskripsikan realita sosial dan peristiwa-peristiwa

yang terkait di dalam kehidupan masyarakat. Proses penelitian ini bersifat

siklus, bukan linier seperti penelitian kuantitatif (Sugiono 1992 : 2).


“Metode kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati, menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada

latar dari individu tersebut secara holistik (utuh). Sebelum terjun ke lapangan

peneliti kualitatif menggunakan metode yang telah direncanakan terlebih

dahulu diadakan penjajakan dan penelitian lapangan. (Maleong 2001 : 88).

Penelitian yang dilakukan tentang Upacara Upacara Manenung

Menurut Agama Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan

Kurun Kabupaten Gunung Mas terlebih dahulu peneliti mengadakan

pendekatan, mengidentifikasi masalah, observasi obyek penelitian,

pengumpulan data, selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif kualitatif

untuk mendapatkan hasil atau kesimpulan umum.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis data kualitatif,

untuk mengidentifikasi bagaimana gambaran Upacara Manenung Menurut

Agama Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun

Kabupaten Gunung Mas yang berdasarkan fakta lapangan. Sedangkan sumber

data adalah data primer (yang langsung memberikan data kepada pengumpul

data), dan sekunder (merupakan sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data “lewat dokumen”). Selanjutnya data ini

dipadukan sehingga memperoleh hasil penelitian sesuai tujuan dan manfaat

penelitian. (Loflan dalam Maleong, 2006 : 157).


3.4 Subjek dan Objek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah Majelis Resort 1orang, Majelis

Kelompok 1 orang, Tokoh agama 2 orang dan 2 orang umat Hindu

Kaharingan yang ada di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun. Sedangkan

yang menjadi objek kajian pokok sesuai dengan rumusan masalah yang

diteliti yaitu : Bagaimana Upacara Upacara Manenung Menurut Agama

Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten

Gunung Mas.

3.5 Tehnik Penentuan Informan

Tehnik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan tehnik sampling. Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Mengenai hal ini Imam

dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian Sosial Agama”

menyatakan bahwa : Purposive sampling adalah “kecenderungan peneliti

untuk memilih Informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah

secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang

mantap”. (Suprayogo dan Tobroni, 2002 : 165)

Teknik purposive sampling digunakan anggota informan yang dipilih

secara khusus berdasarkan penelitian. Yang menjadi informan dalam

penelitian ini adalah para tokoh umat Hindu Kaharingan antara lain Majelis

Resort, Tokoh agama Hindu Kaharingan yang dipandang paham dan

mengetahui Upacara Upacara Manenung Menurut Agama Hindu Kaharingan

Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. Para


tokoh umat menjadi informan yang digunakan mencari data dengan

wawancara secara mendalam.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan

manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala

sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Selain manusia atau peneliti

sendiri yang menjadi instrumen penelitian dalam pnelitian ini juga

menggunakan handphone (hp) sebagai alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data hasil wawancara dengan informan dengan maksud : (1)

untuk menjaga keutuhan data, (2) agar waktu wawancara menjadi efisien, (3)

menghindari kelemahan peneliti dalam mengingat dan mencatat hasil

wawancara, dan (4) untuk memudahkan menganalisis data secara akurat.

Nasution (dalam Sugiono, 2007 : 222)

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Setelah diketahui tentang definisi data itu, maka sesuai dengan judul

penelitian yang dilaksanakan yaitu : Upacara Manenung Menurut Agama

Hindu Kaharingan Di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten

Gunung Mas.Untuk mengetahui nilai-nilai, pelaksanaan dan fungsi yang

terkandung didalamnya, dapatlah diketahui data apa saja yang harus

dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu berupa penjelasan-penjelasan,


pendapat-pendapat, keterangan- keterangan yang menyangkut tentang

Upacara Manenung.

Untuk memperoleh data tentang masalah diatas, maka diperlukan

pengumpulan data. Adapun yang dimaksud dengan metode pengumpulan data

adalah merupakan suatu metode pencarian data lapangan dengan

menggunakan alat pengumpulan data yang telah disediakan baik secara

tertulis ataupun angan-angan tentang suatu hal yang akan dicari di lapangan.

Subagyo (1997:37). Metode pengumpulan ini sangat erat kaitannya dengan

jenis data yang diperlukan, sebab dengan metode atau alat pengumpulan data

yang tepat akan diperoleh data yang benar-benar akurat, valid dan kredibel

dengan sasaran penelitian yang telah dirumuskan. Adapun metode yang

dipergunakan dalam pengumpulan data yang akurat, kredibel dan valid dalam

penelitian ini adalah : Metode observasi, metode wawancara sebagai metode

utama dan teknik dokumentasi.

3.7.1 Observasi

Observasi yang dikumpulkan peneliti untuk mengumpulkan

data yang akurat, valid dan kredibel peneliti secara langsung

mengobservasi segala tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh

masyarakat serta melihat dan terlibat langsung dalam pelaksanaan

Upacara Manenung. Observasi dilakukan untuk memperoleh

informasi yang baik tindakan manusia dalam realitas kehidupan.

Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan peneliti

terlibat langsung ke lapangan mengamati secara sengaja, sistematis


mengenai fenomena sosial keagamaan dengan gejala-gejala psikis

untuk kemudian dilakukan pencatatan. (Subagyo 1974 : 62-63).

Mengadakan observasi di lapangan pada pelaksanaan Upacara

Manenung secara cermat, tepat, mencatat dan mengolahnya untuk

mendapatkan data yang valid dan kredibel hingga representative.

3.7.2 Wawancara

Salah satu sumber informasi yang penting dalam penelitian

adalah wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara

mendalam yaitu dengan mewawancarai kepada informan untuk

mendapatkan data yang lengkap segala tindakan, kegiatan dan alat

dalam Upacara Manenung yang sarat dengan simbol. Untuk

mendapatkan jawaban yang lengkap dan komprehensif dari informan

semua fenomena yang ada, peneliti menggunakan wawancara tak

berstruktur yaitu tidak menggunakan pedoman pernyataan, namun

secara mendalam dan terperinci dari semua aspek. Untuk mendapatkan

informasi yang relatif lebih bersifat objektif maka wawancara

dilakukan terhadap setiap responden. Subagyo (1997 : 39). Dalam

interview ini dilakukan terhadap tokoh-tokoh Umat Hindu Kaharingan

di Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun antara lain MR-AHK dan

Tokoh Agama Hindu Kaharingan.


3.7.3 Dokumentasi

Teknik ini sebagai pendukung alat utama agar penelitian yang

dilakukan mendapat hasil yang optimal sesuai dengan kenyataan yang

ada. Pengambilan dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan kamera (Tustel) untuk merekam hal-hal yang berkaitan

dengan fenomena yang sedang diteliti. Selain itu dokumentasi juga

berfungsi sebagai alat untuk mengingatkan peneliti dalam

menganalisis dan menginterprestasikan tindakan dan sarana yang

diperlukan yang sarat dengan simbol. Selain itu juga memperjelas

pengertian bagi orang lain yang tidak pernah melihat pelaksanaan

Upacara Manenung .

3.8 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah merupakan bagian dalam proses penelitian

yang penting, karena dengan analisis data yang ada akan nampak manfaatnya

dan ada gunanya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan

mencapai tujuan penelitian. Dalam analisis diperlukan imajinasi dan

kreativitas sehingga di uji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu.

Subagyo (1974 :104-106).

Metode pengolahan/ analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data baik

berupa kualitatif maupun kuantitatif, terhadap data kualitatif dalam hal ini

dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa

prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapat kejelasan


terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran

yang sudah ada dan sebaliknya. Jadi bentuk analisis ini dilakukan merupakan

penjelasan-penjelasan dan keterangan-keterangan, oleh karena itu diperlukan

imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar

dan menyimpulkan sesuatu. (Subagyo 1997 :106).

Analisis data kualitatif adalah upaya yang berlanjut, berulang dan

terus menerus. Analisis data kualitatif dilakukan melalui 4 (empat) langkah,

yaitu :

Pengumpulan data, reduksi, penyajian data dan verifikasi untuk

menarik kesimpulan. Menganalisis data dengan proses mengatur urutan data

mengorganisasikan dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, selain

itu juga mengadakan suatu interprestasi dan penafsiran terhadap proses

analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan diantara unsur

satu dengan lainnya dan kemudian merumuskan konstruksinya. Semua data

yang dianalisis sejak observasi dan wawancara mendalam, dideskripsikan,

diklasifikasikan, dianalisis dan diinterprestasikan sesuai dengan masalah tema

dan sub tema yang diangkat.

Adapun teknik atau aturan-aturan yang dipergunakan untuk

mengadakan analisa terhadap data yang telah terkumpul adalah dengan cara

sebagai berikut :

1. Teknik induksi yaitu suatu teknik untuk memperoleh kesimpulan dengan

terlebih dahulu untuk mengemukakan fakta-fakta yang berlaku khusus

atas dasar ini kita menarik kesimpulan.


2. Teknik argumentasi yaitu suatu teknik untuk memperoleh suatu

kesimpulan dengan memberikan komentar-komentar pada saat menarik

kesimpulan.

3. Teknik spekulasi yaitu semata-mata kita menggunakan ketajaman ratio

atau akal pada setiap menarik kesimpulan. (Netra 1974 :82).

Dengan teknik analisis data kualitatif diatas, maka diharapkan proposal

yang berjudul “Upacara Manenung Menurut Agama Hindu Kaharingan Di

Desa Tumbang Hakau Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.” bisa

selesai secara efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai