Anda di halaman 1dari 10

Fungsi Upacara Adat Nyangku untuk Masyarakat Panjalu Dewasa Kini

Santi Febrianti
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG
Santi.febrianti@gmail.com

Abstrak

Upacara Nyangku merupakan wujud ucapan syukur masyarakat setempat atas masuknya
ajaran Islam yang dibawa Prabu Sanghyang Borosngora. Oleh karena itu, tradisi ini diadakan
setiap bulan Maulid minggu keempat. Inti dalam ritual ini adalah pembersihan benda-benda
pusaka yang dimiliki oleh Kerajaan Panjalu. Nyangku juga menjadi alat pendekat bagi setiap
masyarakat dari berbagai kalangan usia dan profesi. Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah fungsi. Fungsi yang terdapat dalam upacara adat nyangku ini berkaitan
dengan beberapa aspek atau elemen yang saling berkaitan. Hasil penelitian ini menjelaskan
fungsi nilai ritual yang hidup dan berkembang di masyarakat panjalu.

Kata kunci : Upacara Adat , Nyangku , Fungsi Nilai Ritual, Masyarakat Panjalu

Pendahuluan

Seni, dalam hal ini seni pertunjukan selama perjalanan sejarah


memperlihatkan keragaman fungsi yang disandangnya. Beragam fungsi ini oleh R.M.
Soedarsono dikelompokkan ke dalam tiga wilayah, yaitu 1) sebagai sarana ritual, 2)
sebagai hiburan pribadi, dan 3) sebagai presentasi estetis. Pemilahan ke dalam tiga wilayah
ini berdasarkan kepentingan pengamat atau penontonnya. Ketiga wilayah yang dipilahkan
demikian ini tidak tersekat mutlak, tetapi seringkali bertumpang tindih. Misalnya, seni
pertunjukan yang disajikan untuk kepentingan ritual juga menampilkan nilai-nilai estetis atau
seni pertunjukan yang ditampilkan untuk hiburan pribadi juga tidak lepas dari keindahan
yang membalutnya wujudnya.

Upacara adat sakral Nyangku merupakan upacara adat warisan dari raja-raja Panjalu
yang masih menjadi tradisi turun menurun masyarakat Panjalu. Dalam upacara Sakral
Nyangku, museum Bumi Alit dan Situ Lengkong mempunyai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan dari keberadaan sejarah Panjalu pada masa lalu. Sampai sekarang pun ketiga-
tiganya tetap berhubungan dalam proses pelestarian budaya Panjalu
Sebagaimana telah kita ketahui terlebih dahulu, bahwa tujuan dari adat Nyangku pada
zaman dahulu adalah untuk membersihkan benda pusaka Kerajaan Panjalu dan sebagai salah
satu misi penyebaran agama Islam. Adapun tujuan dari penyelenggaraan upacara Nyangku
sekarang hanyalah sebatas membersihkan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Panjalu.
Hal ini dikarenakan sudah menyebarnya agama Islam di kalangan masyarakat Panjalu sendiri.
Terlebih-lebih di sekitar daerah Panjalu kebanyakan masyarakat menganut agama Islam.

Adapun hakikat dari upacara Nyangku adalah membersihkan diri dari segala sesuatu
yang dilarang oleh agama Islam. Upacara Nyangku juga bertujuan untuk memperingati Maulid
Nabi Muhammad SAW, serta sebagai sarana untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat
Panjalu itu sendiri. Penyelenggaraan upacara adat Nyangku dilaksanakan oleh Sesepuh
Panjalu dan Pemerintah Desa Panjalu, para tokoh, para penjaga makam (kuncen). Jalannya
upacara adat Nyangku dikoordinir oleh Yayasan Borosngora dan Pemerintah Desa Panjalu.

Nyangku yang mempunyai arti nyaang laku (menerangi prilaku), merupakan tradisi turun
temurun yang dilaksanakan oleh para keturunan kerajaan Panjalu dan masyarakatnya.
Biasanya, tradisi ini dilaksanakan setiap tanggal lima likur, tujuh likur atau salapan likur.

Tradisi nyangku, pelaksanaannya mirip dengan acara Panjang Jimat yang dilakukan oleh
Kasultanan Cirebon setiap tanggal 1 Maulud, maupun acara serupa di Yogyakarta atau Solo.
Bedanya, tradisi Nyangku berakhir di komplek makam Prabu Borosngora yang berada di
tengah Nusa Gede Situ Panjalu, setelah diarak keliling alun-alun Panjalu dan dimandikan di
sana.
Salah seorang sesepuh Panjalu, R Haris R Cakradinata SE menyebutkan, tradisi nyangku
bukan untuk memuja-muja barang peninggalan leluhur, tetapi upacara tersebut
diselenggarakan untuk mengingat jasa dan perjuangan leluhur masyarakat Panjalu, yakni
Prabu Sanghiang Borosngora. Tradisi itu diikuti oleh masyarakat Panjalu yang berasal dari
berbagai daerah.

“Intinya, kita ingin seluruh masyarakat Panjalu tidak melupakan jasa para leluhur dan tetap
menjaga tali silaturahim,” katanya.

Secara tradisi nyangku setiap tahun diselenggarakan pada setiap hari Senin, menjelang akhir
bulan Maulud setelah sehari sebelumnya diselenggarakan peringatan Maulud Nabi Besar
Muhammad SAW. Masyarakat Panjalu memercayai bahwa bulan Maulud merupakan bulan
yang suci dan terkait dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ritual upacara adat
nyangku yang dilaksanakan masyarakat Panjalu adalah memandikan benda-benda pusaka
peninggalan leluhur. Pada hakekatnya, pembersihan itu harus senantiasa dilakukan manusia,
baik untuk dirinya maupun lingkungannya. Dengan mengikuti dan melihat upacara adat ritual
nyangku, ada sebuah ajakan untuk memahami mengapa agama Islam telah menempatkan
kebersihan adalah sebagian dari iman.

Upacara adat nyangku dilaksanakan oleh beberapa pihak dan mempunyai fungsi masing-
masing yang saling berkaitan. Selain itu, dalam prosesi upacara adat nyangku terdapat
beberapa unsur yang mengandung makna, atau sering disebut siloka.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan permasalahan utama
dalam penelitian ini, yaitu:

Pertama, Bagaimana prosesi upacara adat nyangku di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu,
Kabupaten Ciamis? Dan yang kedua, Apa saja fungsi nilai ritual pada upacara adat nyangku
di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis?

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Sianipar
(2015:44), metode kualitatif mengamati kualitas suatu pengalaman sosial yang
diinterpretasikan oleh setiap individu. Oleh karena itu, dalam metode kualitatif kebenaran
adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui
interaksinya dengan situasi sosial mereka. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara,
pengamatan dan studi pustaka untuk mencari informasi tentang fungsi nilai ritual yang
terkandung dalam upacara adat Nyangku.

Objek penelitian ini fokus pada sumber-sumber yang relevan mengenai fungsi nilai ritual pada
upacara adat nyangku di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, baik berupa
buku, penelitian makalah, jurnal, maupun penelitian yang berkaitan.

Hal ini tentu saja membuat penelitian kualitatif sangat fleksibel sehingga tidak ada ketentuan
baku tentang struktur dan bentuk laporan dari hasil penelitian kualitatif. Pernyataan tersebut
didukung oleh Raco (2010:7) yang menyatakan bahwa dalam metode kualitatif penelitian
sangat dipengaruhi oleh pandangan, pemikiran, dan pengetahuan peneliti karena data tersebut
diinterpretasikan oleh peneliti. Metode kualitatif membantu menjelaskan secara detail
mengenai objek yang ada di lapangan terhadap penelitian ini.
Hasill dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini adalah prosesi upacara adat dan fungsi nilai ritual
yang terdapat dalam upacara adat nyangku. Pembahasan yang pertama adalah mengenai
prosesi upacara adat nyangku.

Inti dalam ritual ini adalah pembersihan benda-benda pusaka yang dimiliki oleh Kerajaan
Panjalu. Untuk mempersiapkan bahan-bahan upacara, pada jaman dahulu, konon semua
keluarga keturunan Panjalu akan menyediakan beras merah yang harus dikupas dengan tangan,
bukan ditumbuk sebagaimana biasa.

Beras merah ini digunakan sebagai bahan untuk membuat tumpeng dan sasajen. Pelaksanaan
menguliti gabah merah ini dimulai sejak tanggal 1 Mulud, sampai dengan satu hari sebelum
pelaksanaan upacara.

Prosesi Upacara Adat Nyangku dimulai dari pengambilan air keramat (tirta kahuripan) dari
paling sedikit tujuh mata air untuk membersihkan benda-benda pusaka. Mata air tersebut
dipercaya sebagai petilasan Prabu Sanghyang Borosngora yang letaknya tersebar baik di dalam
Desa Panjalu maupun di luar Desa. Mata air tersebut ialah mata air Situ Lengkong, Karantenan,
Kapunduhan, Cipanjalu, Kubang Kelong, Pasangrahan dan Kulah Bongbang Rarang dan
Bombang Kancana.

Air yang telah diambil tersebut kemudian disimpan di dalam tempat khusus dan ditawasul
(diberi do’a) oleh para santri selama 40 hari sampai hari pelaksanaan Upacara Adat Nyangku.

Prosesi dikeluarkannya benda pusaka


dari Bumi Alit
Dok : Santi Febrianti , 03 Desember
2018

Kemudian dilaksanakan prosesi penyerahan tirta kahuripan dari sesepuh adat pengambil air
kepada Ketua Yayasan Borosngora sebagai penanggung jawab pelaksanaan Upacara Adat
Nyangku.
Pada malam sebelum Upacara Adat Nyangku diadakan pengajian dan pembacaan Sholawat

Pusaka diarak menuju Situ Lengkong


yang dimana terdapat makam dari
Prabu Borosngora.
Dok : Santi Febrianti , 3 Desember
2018

Nabi di Pasucian “Bumi Alit” yang kemudian dilanjutkan dengan penampilan seni tradisi
Gembyung dan Debus.

Upacara biasanya dimulai sekitar pukul 07.30 pagi dengan mengeluarkan benda-benda pusaka
dari Bumi Alit dan diarak dengan cara digendong oleh keturunan raja Panjalu menuju Nusa
Gede.

Rombongan pembawa benda pusaka akan mengenakan pakaian muslim dan pakaian adat
Sunda. Setibanya di Situ Lengkong, dengan menggunakan perahu rombongan pembawa benda-
benda pusaka menyeberang menuju Nusa Larang dengan dikawal oleh dua puluh perahu
lainnya.

Pusaka-pusaka kemudian diarak lagi menuju bangunan kecil yang ada di Nusa Larang.
Pembawa pusaka diiringi dengan lantunan musik rebana, dan membacaakan shalawat menuju
panggung utama tempat digelarnya membersihkan benda pusaka.

Benda-benda pusaka itu kemudian diletakan di atas alas kasur yang khusus disediakan untuk
upacara ini. Selanjutnya benda-benda pusaka satu persatu mulai dibuka dari kain putih
pembungkusnya.

Setelah itu benda-benda pusaka segera dibersihkan dengan air yang berasal dari tujuh mata air
ditambah jeruk nipis. Pencucian dimulai dengan pedang pusaka Prabu Sanghyang Borosngora
dilanjutkan dengan pusaka-pusaka yang lain.
Setelah selesai dicuci, benda-benda pusaka tersebut lalu diolesi dengan minyak kelapa yang
dibuat khusus. Selanjutnya dibungkus kembali dengan cara melilitkan janur lalu dibungkus
lagi dengan tujuh lapis kain putih dan diikat dengan memakai tali dari benang boeh.

Setelah itu baru kemudian dikeringkan dengan asap kemenyan lalu diarak untuk disimpan
kembali di Pasucian Bumi Alit.

Pasucian Bumi Alit atau lebih sering disebut Bumi Alit saja, awalnya dibangun oleh Prabu
Rahyang Kancana di Dayeuh Nagasari, Ciomas sebagai tempat penyimpanan pusaka
peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora. Bumi alit dalam Bahasa Sunda berarti “rumah
kecil” .

Adapun beberapa benda pusaka yang disimpan di sini antara lain:

1. Pedang yang konon berasal dari pemberian Baginda Ali RA, berfungsi sebagai alat
untuk membela diri.

2. Cis atau berupa tombak bermata dua (dwisula), berfungsi sebagai senjata dan
kelengkapan dalam berkhutbah.

3. Keris komando raja pegangan Raja Panjalu.

4. Keris pegangan para Bupati Panjalu.

5. Pancaworo, senjata perang pada zaman dahulu.

6. Bangreng, senjata perang pada zaman dahulu.

7. Gong kecil, untuk mengumpulkan rakyat pada zaman dahulu.

8. Kujang peninggalan petapa sakti bernama Pendita Gunawisesa Wiku Trenggana (Aki
Garahang) yang diturunkan kepada para Raja Panjalu.

Analisis Fungsi Nilai Ritual dalam Upacara Nyangku

Menurut Radcliff e-Brown (1980:207), sistem hubungan yang menghubungkan

unit-unit adalah suatu struktur, yang merupakan suatu kumpulan unit (sel atau molekul) yang
disusun dalam suatu struktur, yakni dalam satu sel hubungan. Dengan kata lain, setiap bagian
mempunyai fungsi yang saling berkaitan. Hal ini terkait dengan objek penelitian mengenai
upacara adat nyangku, yang dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa elemen yang saling
berkaitan, yaitu:
1. Tokoh Masyarakat (Sesepuh)

Menurut Wiraatmadja (27 September2016), dalam upacara adat nyangku, ada beberapa tokoh
masyarakat yang dituakan, biasanya disebut sesepuh. Peran sesepuh ini sebagai media untuk
meneruskan tradisi leluhurnya terdahulu. Upacara adat nyangku tidak terlepas dari para tokoh
masyarakat yang mempunyai keturunan dari para leluhurnya.

2. Pemerintah

Selain dari tokoh masyarakat atau sesepuh yang mempunyai keturunan dari leluhurnya, aspek
penting lainnya dalam upacara adat nyangku, yaitu dari pihak pemerintahan daerah tingkat
desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan kementerian. Upacara adat nyangku ini merupakan
agenda nasional bagi masyarakat Panjalu, maka perlu diikutsertakan dari pihak pemerintah
untuk memberikan izin dan bantuan lainnya secara partisipatif. Peran pemerintah dalam
upacara adat nyangku adalah memfasilitasi keber langsungan acara kegiatan.

3. Situs dan Bangunan Adat

Aspek penting lainnya dalam upacara adat nyangku adalah tempat pelaksanaan kegiatan seperti
Bumi Alit, Nusa Gede atau Situ Lengkong dan alun-alun Panjalu. Ketiga tempat ini saling
berkaitan dalam upacara adat nyangku, upacara adat nyangku dimulai dari Bumi Alit dengan
membawa benda pusaka menuju Nusa Gede dengan melintasi Situ Lengkong untuk meminta
izin kepada makam yang paling tua di Panjalu, yakni Prabu Hariang Kancana anak dari Prabu
Borosngora. Bumi Alit, Nusa Gede dan alun-alun Panjalu mempunyai fungsi masing-masing
dalam upacara adat nyangku. Menurut Gustawan (1 September 2016), Bumi Alit sebagai
tempat penyimpanan benda pusaka peninggalan leluhur Panjalu, Nusa Gede hanya sebagai
tempat benda pusaka yang diziarahkan, karena Nusa Gede pada zaman Kerajaan Panjalu
merupakan pusat kerajaan, kemudian alun alun Panjalu jadi tempat proses penyucian benda
pusaka yang disaksikan oleh seluruh masyarakat.

4. Masyarakat

Menurut Wiraatmadja (27 September2016), keberadaan masyarakat ini penting, terutama


ketika pelaksanaan nyangku. Sebelum dilaksanakan nyangku, pada malam hari masyarakat
diajak untuk mengikuti tawasulan atau pengajian di Bumi Alit. Selain itu, proses penyucian
benda pusaka yang dilaksanakan di alun-alun Panjalu ini bertujuan untuk mengenalkan budaya
leluhur Panjalu kepada masyarakat. Menurut Gustawan (1 September 2016), andil masyarakat
dalam upacara adat nyangku tidak hanya sebagai penonton. Masyarakat ikut berpartisipasi
aktif, terutama terutama bagi masyarakat yang mempunyai rasa memiliki kebudayaan yang
turun temurun dari leluhurnya, yakni nyangku. Dengan adanya dari pihak masyarakat, upacara
adat nyangku jadi dikenal, bahkan secara tidak langsung ikut menjaga kelestariannya.
Masyarakat menjadi tahu apa yang disebut dengan upacara adat nyangku. Hanya dengan
menghadiri dan melihat upacara adat nyangku, masyarakat Panjalu mengenal budayanya
sendiri.

Selain sebagai penyebaran agama islam atau media berdakwah nyangku juga mempunyai
fungsi lain nya diantara nya :

1. Menumbuhkan Nilai cinta Budaya dan tradisi pada daerah nya


2. Sebagai rasa ucap syukur terhadap leluhur dan juga kepada Allah SWT
3. Menjadi tempat penyatu semua kalangan masyarakat, sengga nyangku mempunyai nilai
demokratis yang tinggi
4. Menjadi sebuah lahan untuk membersihkan diri ,
5. Dalam nyangku juga terdapat nilai silih asih , silih asuh , silih asah sesama manusia

Simpulan

Upacara adat nyangku merupakan peninggalan leluhur Kerajaan Panjalu. Upacara tersebut
menjadi simbol masyarakat Panjalu sebagai tradisi yang dilaksanakan turun temurun sejak
zaman Prabu Boros ngora, seorang tokoh yang menyebarkan Islam di Panjalu. Upacara ini
diselenggarakan oleh beberapa pihak, seperti para sesepuh Panjalu, Pemerintah Desa Panjalu,
tokoh-tokoh masyarakat Panjalu, penjaga makam atau kuncen, Yayasan Borosngora,
Pemerintah Kecamatan Panjalu dan dikordinir oleh Yayasan Borosngora dan Pemerintah
Desa.

Dalam upacara adat nyangku terdapat beberapa fungsi yang saling berkaitan dan mitos sebagai
simbol atau pemaknaan. Adapun fungsi utama upacara adat nyangku adalah sebagai media
silaturahmi masyarakat Panjalu, yang dilaksanakan setiap tahun di bulan Mulud sekaligus
memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.

Adapun fungsi upacara adat nyangku dapat dilhat dari beberapa aspek penyelenggraan

yang terlibat, seperti tokoh masyarakat (sesepuh) yang berperan sebagai media untuk
meneruskan tradisi leluhurnya terdahulu. Selain itu, situs dan bangunan adat merupakan aspek
penting dalam upacara adat nyangku, seperti Bumi Alit, Nusa Gede atau Situ Lengkong dan
alun-alun. Nyangku juga mempunyai banyak fungsi nilai ritual didalam nya yang menjadi nilai-
nilai yang penting dalam kehidupan masyarakatnya.

Daftar Pustaka

Cakradinata, Haris .2013 .Sejarah Panjalu. Panjalu: AMELLIA.

Koentjaraningrat.2009.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.


Raco. J. R. M. E.2010 Metode Penelitian Kualitatif (Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya).
Jakarta: Grasindo.

Sukardja 1997 Maung Panjalu dan Nyangku. Ciamis: Kasi Kebudayaan Kemdikbud
Kabupaten Ciamis.

Anda mungkin juga menyukai