Abstrak
Belakangan ini muncul berbagai perdebatan mengenai hukum melaksanakan
warisan tradisi budaya islam. Namun, kenyataannya tidak sedikit dari tradisi
budaya yang ada masih tetap dilakukan oleh masyarakat. Salah satu tradisi budaya
yang masih hidup ditengah-tengah masyarakat islam jawa di desa Boyolangu
Tulungagung Jawa Timur saat ini adalah tradisi megengan. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai fenomena tradisi
megengan dalam masyarakat di desa boyolangu kecamatan boyolangu kabupaten
tulungagung. Sumber data berupa hasil wawancara. Proses pengambilan data
dengan observasi dan wawancara mendalam. Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa masyarakat desa Boyolangu melaksanakan tradisi megengan dengan
beberapa acara di dalamnya secara rutin dan hikmat menjelang datangnya bulan
Ramadhan. Seiring berkembangnya zaman ditemukan beberapa perbedaan
pelaksanaan tradisi megengan di desa Boyolangu Tulungagung.
Kata Kunci: tradisi budaya islam jawa, fenomena tradisi megengan
Abstract
Lately, various debates have arisen regarding the law of implementing Islamic
cultural traditions. However, in reality not a few of the existing cultural traditions
are still carried out by the community. One of the cultural traditions that still lives
in the midst of the Javanese Islamic community in the Boyolangu village of
Tulungagung, East Java today is the megengan tradition. This study aims to
describe and explain the phenomenon of the tradition of megengan in the
community in Boyolangu Village Boyolangu District, Tulungagung Regency.
Data sources in the form of interviews. The process of collecting data by
observation and in-depth interviews. From the results of the study it was found
that the Boyolangu village community carried out the tradition of megengan with
several events in it routinely and wisely before the coming of Ramadan. Along
with the development of the times found several differences in the implementation
of the tradition of megengan in Boyolangu Tulungagung village.
Keywords: Javanese Islamic cultural traditions, the phenomenon of the megengan
tradition
1. Pendahuluan
Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan berbagai bentuk tradisi
budayanya. Tradisi budaya tersebut merupakan wujud akulturasi niai-nilai
islam dengan budaya jawa yang dirintis oleh wali songo sebagai penyebar
islam ditanah jawa.
Menurut Ali Ridho (2019:27), dalam proses peneyebaran agama,
islam melahirkan suatu sikap kearifan terhadap tradisi dan budaya yang
telah ada dengan melakukan dekonstruksi terhadap nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, tanpa harus menghilangkan wujud dari tradisi-
budaya. Sehingga dengan ini, ajaran-ajaran agama islam dapat diterima
dengan baik oleh masyarakat tanpa menghilangkan tradisi budaya yang
sudah melekat dalam masyarakat. Muhammad Sholikhin (2010: 14)
menyatakan tradisi dan budaya adalah darah daging dalam tubuh
masyarakat di manapun berada. Sehingga ketika tradisi dan budaya
tersebut terakomodasi dalam suatu agama, akhirnya ajaran agama itu
sendiri muncul juga sebagai hal yang mendarah daging dalam suatu
komunitas masyarakat. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman ini,
muncul berbagai polemik yang dapat mengikis keberadaan tradisi budaya
islam. Menurut Muhamad Tawab (2014:32), wujud akulturasi antara nilai-
nilai islam dan budaya Jawa, ormas-ormas dan kaum puritan cenderung
memusuhi masyarakat muslim jawa bahkan berusaha mengikis dan
mencabut tradisi dari tengah-tengah mereka.
Di era perkembangan zaman ini sering dijumpai perdebatan
mengenai hukum melaksanakan kegiatan tradisi-budaya islam seperti
perdebatan hukum barzanji, ziarah kubur maupun maulid nabi.
Menariknya, di tengah pro-kontra tersebut tidak sedikit masyarakat islam
jawa pada khususnya, tetap melestarikan tradisi-budayanya. Megengan
merupakan salah satu warisan budaya yang masih bertahan di tengah-
tengah hingga sekarang. Menurut Ali Ridho (2019:26) dalam sejarahnya,
sebelum kedatangan Wali Songo di Jawa, tradisi megengan sudah ada
pada pemerintahan Majapahit yakni Ruwahan yang berasal dari kata
Ruwah yakni bulan urutan ketujuh yang bersamaan dengan bulan Sya’ban
tahun Hijriyah. Kata ruwah memiliki makna kata arwah yang berarti roh
para leluhur dan nenek moyang. Setelah kedatangan Wali Songo ke pulau
Jawa, tradisi tersebut pelan-pelan diubah dengan pelaksanaan dan nama
yang berbeda.
Dikabupaten Tulungagung, tradisi tersebut dikenal dengan tradisi
Megengan. Tradisi megengan adalah tradisi masyarakat islam jawa pada
khususnya dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Kegiatan megengan ini dapat dilihat pada kebanyakan masyarakat di
kabupaten Tulungagung, khususnya di desa Boyolangu. Mereka
melakukan tradisi megengan pada akhir bulan Sya’ban (Ruah) atau
menjelang bulan Ramadhan (poso). Muhammad Sholikhin (2010: 14)
Megengan berasal dari kata megeng berarti menahan (ngempet) dan yang
berarti sebenarnya, mengingatkan bahwa sebentar lagi akan memasuki
bulan puasa. Tradisi megengan masyarakat desa Boyolangu Tulungagung
dilakukan dengan berbagai macam kegiatan, mulai dari ziarah ke makam
sesepuh sekitar daerah tersebut disambung dengan pembacaan Khataman
Juz 30 dan malam harinya masyarakat masyarakat berkumpul dimasjid
atau mushola terdekat untuk mengirimkan shodaqoh berupa makanan serta
dilanjut pembacaan ahli kubur bagi masyarakat sekitar, yang di sebut juga
dengan syukuran sebagai ungkapkan dengan rasa syukur.
Sebelum diadakan Megengan secara bersama-sama dalam satu
tempat, beberapa tahun yang lalu, masing-masing rumah di desa
Boyolangu Tulungagung melaksanakan tradisi megengan dengan cara
mengundang tetangga untuk datang kerumah merayakan tradisi megengan.
Fenomena tradisi budaya megengan yang masih hidup dalam
kebanyakan masyarakat ini menjadi menarik untuk diteliti. Atas dasar
tersebut, maka terdapat beberapa persoalan yang ditelaah dalam penelitian
ini, antara lain yaitu tentang pelaksanaan tradisi megengan, serta
perubahan atau pergeseran yang terjadi di dalam pelaksanaan megengan di
desa Boyolangu Tulungagung.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penulisan yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan
menganalis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan,
presepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok kelompok
(Syaodih, 2007 : 60). Dalam penelitian ini, alasan peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif karena pendekatan kualitatif cocok digunakan dalam
penelitian mengenai tradisi dan presepsi masyarakat mengenai fenomena,
pengetahuan sosialnya dan juga kawasan daerahnya dimana peneliti dalam
penelitianya menyangkut tentang kebudayaan dan fenomenologis.
Sedangkan tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mendapatkan data
yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data
yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data
yang tampak.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
deskriptif. Menurut Whitney yang dikutip Moh. Nazir (1988: 63),
deskriptif merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Jenis
penelitianya menggunakan penelitian deskripsi yang dilakukan dengan
memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau
fenomena.
4. Simpulan
Tradisi megengan ini merupakan salah satu bentuk tradisi dan
ritual yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar diberi
kekuatan lahir dan batin dalam menghadapi dan melaksanakan puasa di
bulan Ramadhan, serta untuk mengirim doa atau mendoakan para leluhur
yang telah meninggal dunia. Slametan megengan ini sudah berjalan
berpuluh-puluh tahun bahkan bisa jadi ratusan tahun yang kemudian
menjadi tradisi, dan umat Islam Jawa merasa tidak memiliki alasan untuk
mengubah atau menghilangkan tradisi ini karena tidak ada salahnya.
Dalam tradisi masyarakat Islam di Jawa, slametan megengan dilakukan
untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini dilakukan oleh
masyarakat Islam Jawa dengan penuh ketaatan. Tradisi megengan ini
dilakukan pada bulan Sya’ban atau Ruwah, yaitu sekitar tanggal 20 sampai
29 Sya’ban/Ruwah sebelum bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaannya,
tradisi megengan ini pada umumnya diikuti oleh semua masyarakat daerah
setempat. Dalam pandangan mereka, tradisi megengan ini merupakan
bentuk dan wujud ketaatan terhadap agama yang diyakininya.
Dalam pelaksanaan megengan ini terjadi beberapa perubahan.
Seperti perubahan tempat pelaksanaan tradisi megengan, dari rumah-
rumah menjadi ke mushalla/masjid. Juga pergeseran bentuk/ jenis berkat
dari bentuk ambeng yang harus dibagi-bagi sendiri menjadi praktis dalam
satu wadah.
Daftar Pustaka
Ainur Rofiq. 2019. “Tradisi Slamtean Jawa Dalam Prespektif Pendidikan Islam”
dalam jurnal Ilmu Pendidikan Islam Volume 15 Nomor 2 September 2019;
p-ISSN: 1693-0649; e-ISSN: 2620-3901; 93-107.
Ali Ridho. 2019. “Tradisi Megengan Dalam Menyambut Ramadhan”. Jurnal
Literasiologi VOLUME 1, NO. 2 Juli – Desember 2019.
Anisa Eka Oktavia. “Tradisi Bulan Ramadhan Masyarakat Desa Malawili,
Kecamatan Aimas, Kabupaten Sorong” dalam jurnal.
Geertz, Clifford. 1986. Mojokuto. Jakarta: Grafitipress.
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Koentjoroningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: P.N. Balai Pustaka.
Kutbuddin Aibak. 2010. “Fenomena Tradisi Megengan Di Tulungagung” dalam
jurnal Millah Vol. X, No. 1, Agustus.
Muhaimin. 2001. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon. Jakarta:
PT. Logos Wacana Ilmu.
Muhammad Sholikhin. 2010. “Ritual & Tradisi Islam Jawa”. Yogyakarta:
Narasi.
Rachmat Subagya. 1981. “Agama Asli Indonesia”. Jakarta: Sinar Harapan dan
Yayasan Cipta Loka Caraka.
Tabloid Nusa Ma’arif NU. 1995. “Mengorek Akar Sejarah Tradisi Megengan
Jelang Ramadhan”. Tuban.