Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM

TERHADAP KESEHATAN MANUSI


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan iklim antropogenik (anthropogenic climate
change)a telah diakui sebagai tantangan terberat yang sekarang
dihadapi umat manusia. Perubahan iklim memberi dampak
terhadap segala macam kehidupan di dunia, yaitu kehidupan
flora, fauna, dan manusia. Sejak 1860, mulai secara sistematik
dilakukan pengamatan, pengukuran, serta pencatatan iklim dan
ditemukan bahwa temperatur dunia terus naik dengan
kecepatan yang makin meningkat. Perubahan iklim adalah
proses yang berkembang lambat dengan hasil yang relatif kecil,
tetapi cukup bermakna untuk menyebabkan kejadian-kejadian
cuaca ekstrim (extreme weather events) seperti gelombang
panas, banjir, kekeringan, badai, dan last-not-least kenaikan
permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut (sea-level rise)
di kepustakaan masih kurang mendapat perhatian, tetapi justru
untuk Indonesia sebagai negara kepulauan sangat penting dan
akan diberi perhatian khusus.
Pada awal pengamatan iklim, ditemukan suatu kenaikan
temperatur dunia dan fenomena ini diberi nama pemanasan
dunia (global warming). Pada 2001, semua hasil pengamatan
dan penelitian diuji ulang oleh Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC)b dengan kesimpulan bahwa pemanasan
dunia bukan suatu kejadian alamiah, tetapi hasil perbuatan
manusia sehingga namanya diganti menjadi perubahan iklim
antropogenik.
Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto melalui undang-
undang nomor 17/2004. Dengan demikian, menegaskan
komitmennya untuk bersama seluruh dunia mengadakan
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, masih
cukup banyak unsur pemerintahan, kalangan politik, dunia
usaha swasta, masyarakat ilmiah, dan masyarakat luas belum
cukup memahami masalah perubahan iklim dengan dampaknya
terhadap kesejahteraan serta kesehatan masyarakat Indonesia.
Maksud utama penyusunan makalah adalah menyampaikan
informasi guna meningkatkan pemahaman tentang masalah
perubahan iklim di Indonesia. Karena kekurangpahaman
tentang perubahan iklim masih banyak ditemukan di
masyarakat ilmu kesehatan/kedokteran
maka Medika merupakan media publikasi yang paling tepat.
Perubahan iklim atau yang lebih popular dengan istilah climate
changemungkin bagi sebagian orang merupakan hal krusial
yang sedang menjadi buah bibir di dunia. Secara tidak langsung
mau tidak mau kita harus menyumbangkan kepedulian kita
tentang tajuk rencana ini. Walaupun belum bisa memberikan
suatu sumbangan nyata yang besar, tapi dengan membaca
artikel ini semoga pembaca dapat lebih mengerti dan berpikir
lalu selanjutnya bisa menjadi orang yang peduli terhadap bumi
kita tercinta yang sekarang sudah mulai rusak.
Pada awalnya bumi dan alam ini memang stabil, namun bumi
selalu mengalami perubahan baik secara alami maupun tidak.
Tapi apakah yang kita rasakan sekarang? Jika mungkin masih
ada yang belum bisa merasakan bahwa bumi kita sedang sakit
maka penulis akan berbagi cerita melalui artikel ini.
Menurut penelitian para ahli dibidang ini, perubahan iklim yang
kita alami sekarang ini sudah berlangsung sejak abad ke-19.
Cuaca sekarang sudah sangat sulit untuk diprediksi. Dulu
dengan mudah bagi kita untuk menentukan musim hujan yang
biasanya terjadi pada bulan Oktober-Februari. Tapi untuk akhir-
akhir ini yang penulis alami adalah prediksi seperti itu sudah
tidaklah tepat lagi. Apakah pembaca merasa bahwa udara
sekarang sudah sangat panas dan musim kemarau pun lebih
terasa panjang? Tentunya kejadian seperti itu akan
menimbulkan dampak di berbagai bidang cotohnya kesehatan.
Apabila berbicara tentang perubahan cuaca maka sangat erat
hubungannya dengan global warming tentu saja karena yang
penulis ketahui bahwa perubahan cuaca diakibatkan oleh global
warming. Global warming atau pemanasan global adalah
meningkatnya suhu rata-rata permukaan Bumi dan laut akibat
peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer.
Gas rumah kaca adalah faktor utama yang menyebabkan
pemanasan global ini terjadi. Selanjutnya adalah gas CO2 sisa
pembakaran, contohnya saja pembakaran yang tidak sempurna
yang menghasilkan gas CO2. Dan yang ketiga adalah efek dari
gas metan yang banyak dihasilkan oleh aktivitas persawahan,
peternakan, dan pembuangan sampah.
Dampak perubahan iklim ini sangat berkaitan dengan
kesehatan oleh karena itu kita tidak boleh menganggap sepele
hal ini. Menurut artikel yang penulis baca, 3 hal yang menjadi
dasar untuk kesehatan adalah makanan, air dan udara,
tentunya pembaca paham bukan keterkaitan perubahan cuaca
ini terhadap ketiga hal tersebut? Berikut akan dijelaskan uraian
mengenai dampak dari perubahan iklim yang tidak menentu :
Dengan naiknya permukaan air laut maka akan terjadi banjir di
wilayah pesisir dengan kondisi iklim kita yang menjadikan
intensitas curah hujan semakin meningkat. Apabila sudah
terjadi banjir, maka akan banyak sekali penyakit yang akan
menghampiri kita, sehingga kesehatan kita pun akan terganggu.
Sebaliknya, musim kemarau akan lebih lama berlangsung, ini
menyebabkan kekeringan pun akan terjadi. Dan yang akan kita
terima adalah gagal panen. Bila itu terjadi tentu saja ancaman
mendapatkan konsumsi makanan akan sulit dan akibatnya
adalah GIZI BURUK.
Musim yang sudah tidak dapat diprediksi sehingga terjadinya
musim pancaroba yang tak menentu. Peralihan musim tersebut
biasanya banyak menyebabkan kesehatan kita terganggu
karena air bersih akan sulit kita dapat dan udara pun akan
semakin tercemar dan bisa mengganggu pernafasan kita.
Perubahan iklim di Indonesia ini sudah mulai terasa dengan
ditandainya kenaikan permukaan laut yang menyebabkan
rusaknya ekosistem laut seperti terumbu karang. Yang penulis
ketahui perubahan iklim ini mempunya efek terhadap terumbu
karang karena panas yang meninggi maka terumbu karang akan
mengalami bleching atau pemutihan yang menyebabkan
daerah tempat hewan lain mencari makan, memijah ataupun
tempat berlindung akan hilang perlahan. Dampaknya adalah
kita akan sulit mengkonsumsi makanan laut padahal makanan
laut bernilai gizi yang tinggi. Tentu saja itu akan berpengaruh
pada kesehatan kita.
Kenaikan suhu tidak saja menimbulkan efek bagi kehidupan
laut, di darat pun akan mengalami perubahan. Jika di laut tadi
terjadi penurunan ekosistem terumbu karang maka di darat
kita akan merasakan penungkatan populasi jumlah nyamuk.
Tentu saja itu berbahaya karena hewan yang meskipun kecil ini
akan membawa banyak penyakit untuk tubuh kita. Contohnya
penyakit malaria, demam berdarah, kaki gajah dan lain-lain.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Iklim ?
Apa yang dimaksud Kesehatan ?
Apa pengaruh Iklim terhadap Kesehatan ?
Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
Mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul akibat
perubahan iklim di Indonesia, khususnya pada sektor
kesehatan. Membahas permasalahan tersebut secara lebih
mendalam lagi khususnya pada sektor kesehatan.

BAB II
DASAR TEORI
Pengertian Iklim
Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah
dalam jangka waktu yang relatif lama.
Iklim juga didefinisikan sebagai berikut:
Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang,
yang secara statistik cukup dapat untuk menunjukkan nilai
statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap
saatnya. (World Climate Conference, 1979)
Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan
unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu
yang panjang. (Gleen T. Trewantha, 1980)
Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain
suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang terjadi di suatu
daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs,1978)
Perubahan Iklim
Kondisi iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang
maupun waktu. Perubahan iklim ini dapat dibedakan
berdasarkan wilayahnya (ruang) yaitu perubahan iklim
secara lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat
berubah dalam bentuk siklus, baik secara harian, musiman,
tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim adalah
suatu perubahan unsur-unsur iklim yang memiliki
kecenderungan naik atau turun secara nyata.
Pengertian Kesehatan
Kesehatan dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera pada
seseorang. Kesajahteraan yang meliputi aspek raga, jiwa
dan sosial sehingga dapat hidup secara produktif baik dari
segi ekonomi dan sosial. Ada banyak pengertian kesehatan,
berikut beberapa di antaranya:
Kesehatan adalah keadaan prima baik secara mental dan
fisik sehingga seseorang dapat berinteraksi dan
bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya.
Kesehatan dapat juga diartikan sebagai kemampuan
merawat diri sendiri yang ditunjukkan dengan menjaga dan
meningkatkan fungsi kejiwaan, spiritual dan sosial.
Lawan dari kesehatan adalah sakit. Sakit merupakan suatu
kondisi di mana jasmani, rohani dan sosial terganggu.
Sehingga keadaaan yang tidak menyenangkan terjadi pada
diri individu dan berakibat pada terganggunya berbagai
aktivitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kita, pada umumnya
terbagi menjadi lima (5) faktor utama:

Faktor pertama: Gen yang kita warisi dari orang tua kita.
Orang lahir sempurna/ normal dan orang yang lahir dengan
kekurangan fisik/ mental (Cacat). Apabila kita lahir
termasuk dalam kategori kedua, kita harus berusaha
memberikan makna kepada kehidupan yang diberikan
kepada kita dan tidak mempertanyakan keadilan Tuhan.
Namun pasti Tuhan menganugerahi kita dengan
kemampuan lain untuk menutup kecacatan kita.
Sedangkan, bagi kita yang lahir dengan sempurna, sudah
merupakan keharusan kita untuk bersyukur dan hidup
menyesuaikan diri dengan alam. Kita harus memperhatikan
dan merawat tubuh yang lengkap agar tetap tumbuh sehat.
Faktor kedua: Makanan.
Makanan merupakan faktor penting dalam kesehatan kita.
Bayi lahir dari seorang ibu yang telah siap dengan
persediaan susu yang merupakan makanan lengkap untuk
seorang bayi. Saat bayi tadi tumbuh dan beranjak dewasa,
alam pun menyediakan makanan yang sesuai baginya.
Mereka yang memelihara tubuhnya dengan makanan yang
cocok, menikmati tubuh yang benar-benar sehat. Kecocokan
makanan ini menurut waktu, jumlah, dan harga yang tepat.
Hanya saat kita makan secara berlebihan makanan yang
tidak cocok dengan tubuh kita, maka tubuh akan bereaksi
sebaliknya. Sakit adalah salah satu reaksi tubuh, dan bila
kemudian dicegah atau dirawat dengan benar, tubuh
kembali sehat. Penyakit merupakan peringatan untuk
mengubah kebiasaan kita. Perlu diingat selalu bahwa tubuh
kita hanya memerlukan makanan yang tepat dalam jumlah
yang sesuai. Makanan yang berlebihan hanya menjadi
beban dan mempercepat penuaan.
Faktor ketiga: Kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari.
Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti:
berolah raga, tidur, merokok, minum, dll. Apabila kita
mengembangkan kebiasaan yang bagus dari sejak awal, hal
tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh.
Sekali-kali atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu
yang lebih lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan
harian. Namun, bagaimanapun juga sikap yang tidak
berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar
sehat. Tubuh kita memerlukan tidur, olah raga, dan
rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk
mempertahankan kesejahteraannya.
Faktor keempat: Lingkungan tempat kita hidup.
Semakin kita hidup dalam lingkungan yang alami, semakin
kita menikmati kesehatan kita. Karena kehidupan di bumi
hanya memungkinkan apabila terdapat lingkungan yang
cocok untuk kehidupan.
Faktor kelima: Sikap dan kualitas pikiran kita.
Setiap pemikiran positif akan sangat berpengaruh, pikiran
yang sehat dan bahagia semakin meningkatkan kesehatan
tubuh kita. Tidak sulit memahami pengaruh dari pikiran
terhadap kesehatan kita. Yang diperlukan hanyalah usaha
mengembangkan sikap yang benar agar tercapai
kesejahteraan.
Hubungan Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan
Perubahan iklim sekarang ini sudah tidak bisa dihindari tapi kita
harus melakukan mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi
bahaya akibat perubahan iklim tersebut. Untuk melakukan
sebuah perubahan ke arah yang lebih baik memang akan terasa
sulit apalagi jika tidak ada dukungan dari orang banyak.

Beberapa mitigasi yang berguna kita kerjakan untuk


mengatasi perubahan iklim ialah:
Hemat air, hemat energi dan tentunya hemat sumber daya
alam. Kita bisa memulai hidup hemat karena yang di takuti
ketiga hal tersebut akan langka di masa mendatang.
Menanam pohon disekitar tempat tinggal kita akansangat
bermanfaat untuk kesehatan bumi kita. Karena pohon itu
berguna sebagai penyerap CO2yang merupakan salah satu
faktor utama penyebab gas rumah kaca. Pohon akan
memecah CO2 itu melalui fotosintesis dan menyimpan
dalam kayunya. Atau usaha ini sering kita sama seperti
penghijauan kembali hutan.
Dalam sektor pertanian mungkin kita bisa mulai dari
memperbaikim manejemen lahan dan menggunakan pupuk
secara efisien.
Menanam mangrove untuk kawasan pesisir sehingga akan
mencegah terjadinya erosi yang bisa menyebabkan naiknya
permukaan laut.
Penekanan terhadap sumber sumber emisi gas rumah kaca
yang bisa merupakan faktor dari perubahan iklim.
BAB III
PEMBAHASAN
Perubahan iklim adalah perubahan variabel iklim,
khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara
berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara
50 sampai 100 tahun (inter centenial).
Disamping itu harus dipahami bahwa perubahan tersebut
disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic),
khususnya yang berkaitan dengan pemakaian bahan bakar
fosil dan alih-guna lahan. Jadi perubahan yang disebabkan
oleh faktor-faktor alami, seperti tambahan aerosol dari
letusan gunung berapi, tidak diperhitungkan dalam
pengertian perubahan iklim. Dengan demikian fenomena
alam yang menimbulkan kondisi iklim ekstrem seperti
siklon yang dapat terjadi di dalam suatu tahun (inter
annual) dan El-Nino serta La-Nina yang dapat terjadi di
dalam sepuluh tahun (inter decadal) tidak dapat
digolongkan ke dalam perubahan iklim global. Kegiatan
manusia yang dimaksud adalah kegiatan yang telah
menyebabkan peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer,
khususnya dalam bentuk karbon dioksida (CO2), metana
(CH4), dan nitrous oksida (N2O).
Perubahan iklim bukanlah hal baru. Iklim global sudah
selalu berubah-ubah. Jutaan tahun yang lalu, sebagian
wilayah dunia yang kini lebih hangat, dahulunya
merupakan wilayah yang tertutupi oleh es, dan beberapa
abad terakhir ini, suhu rata-rata telah naik turun secara
musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari,
misalnya, atau akibat letusan gunung berapi secara berkala.
Namun, yang baru adalah bahwa perubahan iklim yang ada
saat ini dan yang akan datang dapat disebabkan bukan
hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai
aktivitas manusia. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi
kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia,
antara lain lewat pembakaran secara besar-besaran batu
bara, minyak, dan kayu, misalnya, serta pembabatan hutan.
Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang
dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300
ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90%
aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang
membuat planet kita semakin panas.Sejak Revolusi
Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari
280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak
main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi
itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir! IPCC juga
menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan
manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen
oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis
menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas
manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi
pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri
peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil
menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah
banyak dan menyumbang pada pemanasan global.
Tetapi, menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa
tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada
tahun 2006 mengungkapkan bahwa, “industri peternakan
adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%),
jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah
kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). ” Hampir
seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari
peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan
yang berasal dari semua kendaraan di dunia.
Ketika perubahan iklim datang, maka kesehatan manusia
akan berada dalam ketidakpastian waktu. Kasus bisa
terjadi sewaktu-waktu dengan kuantitas dan kualitas
dampak yang juga tidak dapat dipastikan. Sistem pelayanan
kesehatan akan menemui berbagai macam tantangan yang
rumit seperti naiknya biaya pelayanan kesehatan,
komunitas yang mengalami penuaan dini, dan berbagai
tantangan lainnya sehingga strategi pencegahan yang efektif
sangat dibutuhkan.
Frequensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam
berdarah meningkat. Penduduk dengan kapasitas
beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare,
gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan
hewan. ”Pemanasan global” juga memicu meningkatnya
kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah.
Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan
semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta
berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. Faktor
iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular
vektor seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria.
Semakin tinggi curah hujan, kasus DBD akan meningkat.
suhu berhubungan negatif dengan kasus DBD, karena itu
peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkan
kasus DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat
secara signifikan. Gelombang panas yang melanda Eropa
tahun 2005 meningkatkan angka “heat stroke” (serangan
panas kuat) yang mematikan.
Secara langsung maupun tidak langsung, angin dan awan di
permukaan bumi terkait dengan matahari. Panas dari
matahari memproduksi perbedaan temperatur, yang
mengarahkan pada perbedaan temperatur. Dan angin selalu
bergerak dari tekanan tinggi ke rendah.
Laut menjadi tempat penyimpanan panas matahari, dan
arus laut global menggerakkan energi yang tersimpan
tersebut, menyebabkan adanya iklim global, dari angin
sepoi-sepoi sampai adanya badai lautan. Studi mengenai
perubahan kecerlangan matahari, memunculkan dugaan
adanya kaitan dengan perubahan iklim. Meskipun masih
lebih dipercaya bahwa perubahan iklim lebih disebabkan
karena peningkatan kadar karbon dioksida di bumi, tetapi
tidak tertutup kemungkinan bahwa matahari-pun
memberikan sumbangan pada perubahan iklim.
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama
tetapi berbeda pengertian khususnya terhadap kurun waktu.
Cuaca adalah keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai
berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin,
kelembaban dan berbagai fenomena hujan, disuatu tempat atau
wilayah selama kurun waktu yang pendek (menit, jam, hari,
bulan, musim, tahun). Sementara iklim didefinisikan sebagai
Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu,
tekanan, angin kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama
kurun waktu yang panjang (Gibbs,1987).

Trewartha and Horn (1995) mengatakan bahwa iklim


merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan
komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen
atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu
yang panjang. Iklim bukan hanya sekedar cuaca rata-rata, karena
tidak ada konsep iklim yang cukup memadai tanpa ada apresiasi
atas perubahan cuaca harian dan perubahan cuaca musiman serta
suksesi episode cuaca yang ditimbulkan oleh gangguan atmosfer
yang bersifat selalu berubah, meski dalam studi tentang iklim
penekanan diberikan pada nilai rata-rata, namun penyimpangan,
variasi dan keadaan atau nilai-nilai yang ekstrim juga
mempunyai arti penting. Indonesia mempunyai karakteristik
khusus, baik dilihat dari posisi, maupun keberadaanya, sehingga
mempunyai karakteristik iklim yang spesifik.

PEMANASAN GLOBAL
(GLOBAL WARMING)
Udara di sekeliling kita semakin panas, bukankah hal itu sudah
biasa terjadi di daerah tropis? Mengapa orang sedunia heboh?
Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi
gelombang panjang matahari (infra merah atau gelombang
panas) yang dipancarkan oleh bumi, sehingga tidak dapat lepas
ke angkasa dan akibatnya suhu di atmosfer bumi memanas.

Sebagian radiasi gelombang pendek yang dipancarkan oleh


bumi diserap oleh gas-gas tertentu di dalam atmosfer yang
disebut Gas Rumah Kaca (GRK),selanjutnya GRK
meradiasikan kembali panas tersebut ke bumi. Mekanisme ini
disebut Efek Rumah Kaca (ERK) di atmosfer juga akan
memaksa iklim untuk melalui ambang batas toleransinya,
sehingga apabila hal ini terjadi iklim akan berubah secara drastis
dan akan mengubah sistem-sistem dinamika alam yang sudah
ada. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah
sebagai berikut :
1. Sumber Gas Rumah Kaca
2. Uap Air, adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan
bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah
kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan
aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi
konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Dalam model iklim,
meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah
kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan
meningkatnya kandungan uap air ditroposfer, dengan
kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya
konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya ERK; yang
mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin
meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus
berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium
(kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai
umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang
melepaskan GRK seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air
di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui
terbentuknya awan.
3. CO2 (Karbon dioksida), Karbon dioksida adalah gas terbanyak
kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan
gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang
menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida) dan
pembakaran material organik seperti tumbuhan. Manusia telah
meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer
ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan
kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap
karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan
untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Karbon dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan
dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi
karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan
karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam
untuk menguranginya.
4. CH4 (Metan), Metana yang merupakan komponen utama gas
alam juga termasuk GRK. Ia merupakan insulator yang efektif,
mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila
dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir
selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam dan
minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah
organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat
keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai
produk samping dari pencernaan.
5. N2O (Nitrous Oksida), Nitrogen oksida adalah gas insulator
panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran
bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida
dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari
karbondioksida, HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs
(Perfluorocarbons) dan SF6 (Sulphur hexafluoride). GRK
lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan aluminium. HFCs
(Hydrofluorocarbons) terbentuk selama manufaktur berbagai
produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan
tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin dibeberapa
negara berkembang masih menggunakan PFCs
(Perfluorocarbons) sebagai media pendingin yang selain mampu
menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan
yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Para ilmuwan
telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan
dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan.
Bagaimana gas rumah kaca berperan dalam efek rumah kaca dan
merubah iklim bumi? Mekanismenya kurang lebih dapat
dijelaskan sebagai berikut: “atmosfer,” adalah lapisan dari
berbagai macam gas yang menyelimuti bumi, dan merupakan
mesin dari sistem iklim secara fisik. Ketika pancaran/radiasi dari
matahari yang berupa sinar tampak atau gelombang pendek
memasuki atmosfer, beberapa bagian dari sinar tersebut
direfleksikan atau dipantulkan kembali oleh awan-awan dan
debu-debu yang terdapat di angkasa, sebagian lainnya diteruskan
ke arah permukaan daratan. Dari radiasi yang langsung menuju
ke permukaan daratan sebagian diserap oleh bumi, tetapi bagian
lainnya “dipantulkan” kembali ke angkasa oleh es, salju, air, dan
permukaan-permukaan reflektif bumi lainnya. Proses pancaran
sinar matahari dari angkasa menembus atmosfer sampai menuju
permukaan bumi hingga dapat kita rasakan suhu bumi menjadi
hangat disebut efek rumah kaca (ERK). Tanpa ada ERK di
sistem iklim bumi, maka bumi menjadi tidak layak dihuni
karena suhu bumi terlalu rendah (minus).
Dari penjelasan di atas dapat kita mengerti bagaimana
mekanisme terjadinya ERK di bumi. Lalu bagaimana keterkaitan
antara ERK, pemanasan global dan perubahan iklim? Secara
sederhana dijelaskan sebagai berikut sinar matahari yang tidak
terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari
permukaan bumi ke angkasa. Sebagaimana telah dijelaskan di
atas, sinar tampak adalah gelombang pendek, setelah
dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang
berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan.
Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat
menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan
gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya
berlebihan). Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas
keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan
bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali
lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga
lebih dari dari kondisi normal, inilah ERK berlebihan karena
komposisi lapisan GRK di atmosfer terganggu, akibatnya
memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka
terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu
parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim
bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.
Meskipun pemanasan global hanya merupakan satu bagian
dalam fenomena perubahan iklim, namun pemanasan global
menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal tersebut karena
perubahan temperatur akan memberikan dampak yang signifikan
terhadap aktivitas manusia. Perubahan temperatur bumi dapat
mengubah kondisi lingkungan yang pada tahap selanjutkan akan
berdampak pada tempat dimana kita dapat hidup, apa tumbuhan
yang kita makan dapat tumbuh, bagaimana dan dimana kita
dapat menanam bahan makanan, dan organisme apa yang dapat
mengancam. Ini artinya bahwa pemanasan global akan
mengancam kehidupan manusia secara menyeluruh.

Namun beberapa penelitian beberapa tahun terakhir mulai


meragukan kestabilan sirkulasi termohalin dalam menahan laju
pemanasan global dalam jangka panjang. Dengan suhu bumi
yang semakin meningkat, GRK yang terus meningkat dan es
yang terus mencair, dapat menyebabkan kadar garam air laut
berkurang yang pada gilirannya mengakibatkan titik bekunya
meningkat. Pada musim dingin permukaan air di Kutub Utara
akan membeku dan menghambat proses pertukaran panas
sehingga dapat mengakibatkan perubahan sirkulasi air laut yang
pada gilirannya mengakibatkan terjadinya perubahan iklim.

2. Gejala Pemanasan Global


Perubahan iklim yang ekstrim dapat mengakibatkan hilangnya
ciri dari sebuah daratan. Entah itu naiknya permukaan laut,
penggurunan, angin musim yang deras, gletser meleleh atau
pengasaman laut, perubahan iklim dengan cepat akan mengubah
daratan planet kita.

Tanda-tanda pemanasan global mungkin sudah terlihat di


permukaan bumi. Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di
negara-negara lain juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa
dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area
dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan
kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian
panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang
lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan
lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar. Situs
purbakala cepat rusak akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah
kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak
dibandingkan beberapa waktu silam. Banjir, suhu yang ekstrim
dan pasang laut menyebabkan itu semua.

Tahun 2010, cuaca ekstrim melanda Eropa dan Australia. Warga


bumi mengalami perubahan cuaca yang tidak biasa. Setelah Asia
dilanda hujan terus menerus, sejumlah negara Eropa kini
mengalami musim dingin ekstrim. Badai salju terus turun, dan
suhu udara turun drastis. Badan Prakiraan Cuaca Inggris menilai
cuaca dingin ini adalah yang terparah pemanasan global.
Dengan iklim yang hangat membuat udara lebih lembab, yang
dapat memicu badai salju yang lebih parah.

Pada tahun yang sama, peristiwa menarik terjadi di Australia.


Tak begitu jauh dari garis katulistiwa, sebagian wilayah di timur
Australia mengalami cuaca dingin, bahkan sampai bersalju. Bagi
kalangan publik dan pengamat setempat, perubahan cuaca ini
terbilang tak biasa. Sejumlah wilayah di Australia, seperti di
New South Wales dan Victoria, umumnya menikmati musim
panas di akhir tahun dengan suhu sekitar 30 derajat celsius.
Namun saat itu, suhu bisa mencapai hampir nol derajat celcius,
dengan hujan salju setebal 10 hingga 30 sentimeter. Menurut
ahli cuaca di badan prakiraan cuaca Australia, cuaca yang tidak
biasa ini terjadi akibat udara bertekanan rendah di laut Selatan,
yaitu dari perairan Antartika di Kutub Selatan. Ini menyebabkan
cuaca dingin ekstrim yang sedang melanda Eropa terbawa
hingga ke Australia.

Bagaimana nasib Indonesia jika terjadi perubahan iklim?


Indonesia akan kehilangan lahan pesisir dan produksi pangan
yang terdapat di daerah dekat pantai terganggu. Hal ini akan
terjadi jika pemanasan global berkelanjutan, sehingga
menimbulkan permukaan air laut naik.

Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat


pemanasan global telah lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa
kali ini kita mengalami musim kemarau yang panjang. Tahun
1982-1983, 1987 dan 1991, kemarau panjang menyebabkan
kebakaran hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis
di Kalimatan Timur akibat kebakaran tahun 1983. Musim
kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar sawah
dipusokan dan produksi gabah nasional menurun drastis dari
46,451 juta ton menjadi 44,127 juta ton pada tahun 1990.
Akibatnya, pemerintah Indonesia yang sudah mencapai
swasembada beras sejak 1984, terpaksa mengimpor beras dari
India, Thailand dan Korea Selatan seharga Rp 200 miliar.
Tahun 2009, Lebih kurang 1.600 hektare sawah di kawasan
Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Subang, Jawa Barat (Jabar)
dilanda kekeringan, dan 11.380 hektare sawah lainnya terancam
kekeringan menyusul musim kemarau panjang yang melanda
daerah itu. Kondisi ini diperparah minimnya pasokan air ke
ribuan hektare area pertanian warga.

Kemarau panjang yang mulai sering terjadi, menurut beberapa


pakar diakibatkan oleh fenomena El Nino, yaitu naiknya suhu di
Samudera Pasifik sampai 31°C sehingga membawa kekeringan
di Indonesia. Para ahli klimatologi menyatakan bahwa siklus
kejadian El Nino berlangsung antara 7 sampai 10 tahun. Jika kita
berasumsi bahwa kemarau pada 1982-83 adalah akibat El Nino,
maka seharusnya kemarau panjang berikutnya terjadi sekitar
1989-90. Namun kita mengalami kemarau panjang berikutnya di
1987, lima tahun kemudian. Setelah itu, kemarau panjang
kembali terjadi pada 1991, atau empat tahun setelah kemarau
1987.
Selain itu, pada akhir 2004, terjadi gempa bumi dahsyat
di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Gempa yang
berkekuatan 9,3 menurut skala Richtermerupakan gempa bumi
terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini sehingga
mengakibatkan tsunami setinggi 9 meter. Lalu tahun 2011, hujan
deras mengguyur berbagai daerah di Indonesia lebih deras dari
tahun-tahun yang lalu. Bahkan di beberapa daerah seperti
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan wilayah Indonesia lainnya
mengalami musim hujan bersifat di atas normal. Berdasarkan
pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika, diketahui bahwa
musim hujan 2011 sebesar 37,3 persen daerah mengalami curah
hujan di atas normal.
Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh fenomena kebalikan
dari El Nino yaitu La Nina. La Nina adalah gejala menurunnya
suhu permukaan samudera Pasifik yang membawa angin serta
awan hujan ke Australia dan Asia bagian selatan, termasuk
Indonesia. La Nina yang terjadi menyebabkan curah hujan tinggi
disertai angin topan. Apakah kemarau panjang dan curah hujan
di atas normal yang makin sering terjadi merupakan kejadian
alam biasa atau merupakan akibat pemanasan global? Hal ini
memang belum dapat dipastikan. Namun, jika pemanasan global
benar-benar terjadi, maka yang akan kita alami adalah kemarau
panjang dan curah hujan di atas normal dalam skala yang lebih
besar dan lebih luas sehingga dapat menimbulkan kerugian
yang semakin besar.
Tanda-tanda perubahan iklim juga terlihat pada kondisi
beberapa pulau di Kalimantan Timur, khususnya di pulau
Tarakan. Udara yang semakin panas serta sulitnya mendapatkan
air bersih dirasakan oleh seluruh penduduk Tarakan yang
mayoritas bermukim di kawasan pesisir. Tidak hanya itu,
kawasan hutan lindung di Tarakan sudah melebihi dari 30
persen yang diprogramkan pemerintah kota. Namun hal tersebut
baru sebatas luas kawasannya, bukan pada keberadaan hutannya.
Kawasan hutan pantai juga sudah mulai hilang perlahan dan
digantikan sebagai lahan aktifitas manusia sehingga ikut
menyebabkan perubahan iklim. Berdasarkan hasil penelitian
organisasi Tim Peduli Lingkungan Tarakan, pada tahun 2000-
2005 lalu, tercatat 100 hektare hutan mangrove terdegradasi dan
yang tersisa saat ini hanya 670 hektare dari sebelumnya seluas
1.250 hektare hutan mangrove. Selain itu, abrasi di bibir pantai
kota Tarakan juga sudah terlihat dalam beberapa tahun
belakangan ini. Berdasarkan pantauan Tim Peduli Lingkungan
sejak 2007 lalu, abrasi tiap tahun mencapai antara 3 hingga 5
meter, salah satunya di Pantai Amal baru, kelurahan Pantai
Amal. Dari data yang ada, dapat digambarkan bahwa kondisi
hutan mangrove di pesisir pantai kota Tarakan sedang
mengalami tekanan yang hebat oleh berbagai bentuk kegiatan
sehingga menyebabkan hilangnya hutan mangrove dalam jumlah
besar. Hal ini tentu dapat menimbulkan kerugian jika tidak
diatasi secepatnya. Mengingat hutan mangrove merupakan
pelindung pantai dari terjadinya abrasi, selain itu sumber
ekonomi bagi masyarakat sekitar karena merupakan tempat
perkembangbiakan ikan dan udang serta biota laut lainnya.
Hutan mangrove mengandung zat hara yang dibutuhkan mahluk
hidup serta merupakan tempat berlindung dan asuhan fauna.
Banyak bencana dan kerugian yang terjadi akibat
rusak/hilangnya hutan mangrove, seperti abrasi pantai, intrusi air
laut, banjir, hancurnya pemukiman penduduk diterpa badai laut,
hilangnya sumber perikanan alami, dan hilangnya kemampuan
dalam meredam emisi gas rumah kaca.

3. Bencana Besar Akibat Pemanasan Global


Selama 13 tahun terakhir, dua belas tahun diantaranya tercatat
sebagai tahun-tahun terpanas. Dengan akumulasi GRK yang
terus berlangsung seperti saat ini, pada dua sampai tiga dekade
mendatang peningkatan pemanasan global akan melampaui
perhitungan yang telah ada selama ini. Sebuah panel
internasional para ahli yang tergabung dalam Inter-
Governmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan
bahwa pada tahun 2050 temperatur global akan naik 2-3 derajat
celcius. Peningkatan temperature itu akan menimbulkan bencana
besar yakni :
1. Mencairnya es di kutub Utara dan Selatan
Kutub Utara berada di atas es yang lebih kecil dan lebih tipis
dibandingkan dengan sebelumnya, sementara es tua yang kuat
mulai digantikan es muda yang cepat mencair. Demikian
dikatakan beberapa peneliti di NASA dan National Snow and
Ice Data Center di Colorado. Menurut para peneliti tersebut,
maksimum es laut Artik pada musim dingin ini bertambah 15
juta dan 150.000 kilometer persegi, sekitar 720.000 kilometer
persegi lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata wilayah Kutub
Utara antara tahun 1979 dan 2000. Pada musim dingin normal,
es seringkali memiliki ketebalan tiga meter atau lebih, Namun,
pada tahun 2010, ketebalan lapisan es hampir-hampir tak dapat
menembus sasaran yang tepat. Jumlah es laut tebal mencapai
tingkat rendah pada musim dingin dengan luas 680.400
kilometer persegi sehingga turun 43 persen dari tahun
sebelumnya.

Bila suhu bumi meningkat hingga 30ºC, diramalkan sebagian


belahan bumi akan tenggelam, karena meningkatnya muka air
laut akibat melelehnya es di daerah kutub. Sebagai contoh di
negara Venesia pernah mengalami banjir parah pada bulan
November 2009, ketika tingkat air mencapai 131 cm. Venesia
telah lama tenggelam, tapi naiknya permukaan air laut telah
membuat situasi lebih mengerikan. Frekuensi banjir meningkat
setiap tahun, meninggalkan banyak pertanyaan berapa lama lagi
Venesia bisa tinggal di atas air.

1. Meningkatnya level permukaan laut (sea level rise)


Mencairnya es di kutub Utara dan kutub Selatan berdampak
langsung pada naiknya level permukaan air laut. Peningkatan
suhu atmosfer akan diikuti oleh peningkatan suhu di permukaan
air laut, sehingga volume air laut meningkat maka tinggi
permukaan air laut juga akan meningkat. Pemanasan atmosfer
akan mencairkan es di daerah kutub terutama di sekitar pulau
Greenland (di sebelah Utara Kanada), sehingga akan
meningkatkan volume air laut. Kejadian tersebut menyebabkan
tinggi muka air laut di seluruh dunia meningkat antara 10 – 25
cm selama abad ke-20. Para ilmuwan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut akan terjadi pada abad ke-21 sekitar 9 –
88 cm.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi


kehidupan di daerah pantai. Dengan meningkatnya permukaan
air laut, peluang terjadi erosi tebing, pantai, dan bukit pasir juga
akan meningkat. Bila tinggi lautan mencapai muara sungai,
maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Bahkan dengan sedikit peningkatan tinggi muka laut sudah
cukup mempengaruhi ekosistem pantai, dan menenggelamkan
sebagian dari rawa-rawa pantai. Negara-negara kaya akan
menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah
pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya
dapat melakukan evakuasi penduduk dari daerah pantai.

Indonesia, Amerika Serikat, dan Bangladesh adalah beberapa


negara yang paling terancam tenggelam. Bahkan beberapa pulau
di Indonesia sudah hilang tenggelam. Ini disebabkan mencairnya
permukaan gletser di kutub yang membuat volume air laut
meningkat drastis. Satu lagi pulau Indonesia terancam
tenggelam yang di beritakan beberapa media pada April 2010.
Setelah diketahui 13 pulau hilang sejak terjadi tsunami pada
1907 di periran Kabupaten Simueulu hingga tsunami 2005 di
Nias, Sumatra Utara, sekarang di-informasikan ada satu pulau
lagi mulai timbul tenggelam di permukaan laut yakni pulau
Gosong Kasih. Kondisi Pulau Gosong Kasih sekarang sering
timbul tenggelam. Ketika terjadi pasang, daratan itu tenggelam
oleh air laut, sedangkan saat sedang surut tampak kembali ke
atas permukaan perairan Samudera Hindia. Daratannya tidak
hilang tapi sering tenggelam karena permukaan air laut naik. Hal
ini tidak lain akibat dari efek pemanasan global atau pengaruh
gempa bumi yang sering terjadi di perairan barat selatan Aceh.
Oleh karena itu, pemukaan air semakin naik atau struktur
daratan pulau turun dari posisi semula.

1. Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim


Pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan
cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa
dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat,
tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis
baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama
semakin kuat. Kita tentu menyadari betapa panasnya suhu di
sekitar kita belakangan ini dan dapat melihat betapa tidak dapat
diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang
mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang
seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah
hujan. Ladang tani, perkebunan yang biasanya menghasilkan
akan musnah oleh banjir atau kekeringan. Penduduk akan di
buat makin menderita karena stok bahan pangan dan kebutuhan
pokok lainnya akan jauh berkurang dan harganya pasti akan
melambung naik. Pemerintah juga membutuhkan biaya yang
banyak untuk membangun kembali wilayah yang terkena
bencana dan menanggulangi penyakit yang mewabah. Afrika,
India, dan daerah-daerah kering lainnya bakal menderita
kekeringan lebih parah. Air akan makin sulit di dapat dan tanah
tak bisa ditanami apa-apa lagi, hingga suplai makanan berkurang
drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara Afrika
akan menurun 50 persen di tahun 2020 , dan tingkat kekeringan
di dunia meningkat 66 persen . Tak terbayang kalau kekeringan
ini sampai terjadi di bumi ini.

Kita juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang


belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia.
Tahun-tahun belakangan ini kita makin sering dilanda badai-
badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan
baik via laut maupun udara. Tidak ada satu benua pun di dunia
ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini. Cuaca
ekstrim di Indonesia terbagi atas beberapa bagian, yaitu curah
hujan yang tinggi (disertai petir dan angin kencang), naiknya
gelombang air laut, terbatasnya jarak pandang, kecepatan angin
kencang di atas rata-rata, adanya puting beliung, dan lain-lain.
Efek yang paling dirasakan oleh Indonesia dari cuaca ekstrim
adalah tingginya tingkat curah hujan, yang mengakibatkan
timbulnya banjir di daerah-daerah tertentu.

1. Gelombang panas menjadi semakin ganas


Pemanasan global mengakibatkan gelombang panas menjadi
semakin sering terjadi dan semakin kuat. Pada tahun 2003,
daerah Eropa Selatan pernah mendapat serangan gelombang
panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang
meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802
jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak
karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas
fenomena gelombang panas sebesar itu. Gelombang panas ini
juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen
merata di daerah Eropa. Mungkin kita tidak mengalami
gelombang-gelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami
oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan
dari apa yang kita rasakan sehari-hari betapa panasnya suhu di
sekitar kita.

Sebanyak 30 persen mahkluk hidup yang ada sekarang bakal


musnah tahun 2050 kalau temperatur bumi terus naik. Spesies
yang punah ini kebanyakan yang habitatnya di tempat dingin.
Hewan-hewan laut diperkirakan banyak yang tak bisa bertahan
setelah suhu air laut jadi menghangat. Kalau tumbuhan dan
hewan makin berkurang, jelas manusia akhirnya terancam
karena kekurangan bahan makanan.

1. Menipisnya Gletser- sumber air bersih dunia


Gletser adalah daratan yang terbuat dari es. Gletser bakal ikut
meleleh dan menciut seiring dengan bertambahnya suhu bumi.
Suhu bumi meningkat karena tingginya emisi gas rumah kaca di
atmosfer. Selama tahun 1990- 2005 saja suhu bumi naik 0,15 –
0,3 derajat celcius. Gletser Himalaya yang memasok air ke
sungai Gangga sekaligus menyediakan irigasi dan suplai air
minum untuk 500 juta penduduk,menyusut 37 meter
pertahun.Gletser di kutub semakin cepat mencair hingga
membuat permukaan air laut di bumi naik. Mencairnya gletser-
gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada
jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air
laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-
gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang
mengkhawatirkan.

Anda mungkin juga menyukai