Anda di halaman 1dari 8

KEARIFAN LOKAL UPACARA ADAT MANTU KUCING

DI DESA PURWOREJO KABUPATEN PACITAN

Raras Sekar Arum Wijilingtyas

21205241037

Universitas Negeri Yogyakarta

rarassekar.2021@student.uny.ac.id

ABSTRAK

Upacara Adat Mantu Kucing dimaksudkan untuk memohon kepada Allah SWT agar
menurunkan hujan. Upacara Adat Mantu Kucing pertama kali diadakan pada tahun 1954
ketika salah satu warga Desa Purworejo memperoleh wisik atau sakti untuk melaksanakannya.
Upacara Adat Mantu Kucing mempunyai makna bahwa kita sebagai manusia wajib untuk
selalu menjaga keseimbangan alam, maksudnya dengan menjaga nilai-nilai kearifan budaya
lokal, saling menghormati terutama nenek moyang, dan ketika kita memohon sesuatu kepada
Tuhan Yang Maha Esa jangan sampai ada yang salah. lupa untuk selalu bersyukur atas upaya
yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Pemerintah Desa Purworejo dalam
melestarikan budaya lokal. Upacara Adat Kucing Mantu merupakan salah satu ikon budaya
lokal yang tidak dimiliki oleh desa lain, sehingga perlu dilakukan upaya untuk melestarikan
Manusia tersebut

Kata kunci : Kearifan lokal, Mantu kucing, Upacara adat

ABSTRACT

The Mantu Kucing Traditional Ceremony is intended to ask Allah SWT to send rain. The
Mantu Kucing Traditional Ceremony was first held in 1954 when one of the residents of
Purworejo Village obtained the wisik or magic power to carry it out. The Mantu Kucing
Traditional Ceremony means that we as humans are obliged to always maintain the balance of
nature, meaning by maintaining the values of local cultural wisdom, respecting each other,
especially our ancestors, and when we ask God Almighty for something, don't let anything go
wrong. forget to always be grateful for the efforts that the Pacitan Regency Government and
the Purworejo Village Government have made to preserve local culture. The Mantu Kucing
Traditional Ceremony is one of the local cultural icons that other villages do not have, so efforts
need to be made to preserve this human

Keywords: Local wisdom, Mantu kucing, traditional ceremonies

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari
keberagaman tersebut adalah banyaknya ritual keagamaan yang berbeda-beda yang diamalkan
dan dilestarikan oleh setiap pemeluk agama. Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai
budaya lokal yang menggambarkan identitas daerah setempat. Budaya-budaya ini memiliki
asal usul dan sejarahnya sendiri dalam konteks sosial yang berbeda. Kebudayaan mencakup
seluruh aspek dan aspek manusia sebagai makhluk sosial. Salah satunya adalah budaya ritual
adat Jawa Festival tradisional merupakan salah satu bentuk warisan budaya, merupakan nilai-
nilai tradisional yang diwariskan kepada masyarakat penerus. Kebudayaan-kebudayaan yang
ada ini merupakan aset bangsa yang harus dilestarikan dan dikembangkan untuk meningkatkan
citra dan jati diri bangsa Indonesia. Namun seiring dengan berkembangnya globalisasi
membawa serta gelombang pengaruh luar terhadap aspek-aspek tertentu dalam kehidupan
berbangsa, salah satunya aspek budaya sehingga membuat masyarakat mengabaikan budaya-
budaya tradisional yang ada disekitarnya. Salah satunya adalah upacara adat Mantu kucing
yang berlokasi di Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.Upacara adat
Mantu kucing merupakan upacara adat untuk memohon segala sesuatu kepada Tuhan -
Memiliki kekuatan untuk mengirimkan hujan ke daerah tempat. Upacara adat ini berdasarkan
tradisi masyarakat desa Purworejo yang sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dan
perbukitan serta dialiri oleh beberapa anak sungai Grindulu, sungai terbesar di kerajaan
Pacitan, yang akan membantu hal tersebut. Desa terhindar dari kekeringan. Namun
kenyataannya, hampir setiap tahun terdapat banyak orang yang mengalami kekeringan pada
musim kemarau panjang. Melalui Kebudayaan Lokal, dapat menambah kekayaan berupa
sumber belajar bagi dunia pendidikan. Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas individu
apabila kebudayaan itu memberi kesempatan yang adil bagi pengembangan kreativitas
potensial yang dimiliki oleh anggota masyarakat. Dapat diketahui bahwa berkembangnya arus
globalisasi juga mengakibatkan pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan lokal menjadi
semakin rendah.4 Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan masyarakat, khususnya di Desa Purworejo dan umumnya di Kabupaten Pacitan,
serta dapat ikut berpatisipasi dalam melestarikan keberadaan Upacara Adat Mantu Kucing
sebagai aset Kebudayaan Pacitan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah munculnya Upacara Adat Mantu Kucing di Desa Desa


Purworejo Kabupaten Pacitan ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan dan makna yang terkandung dalam Upacara Adat Mantu
Kucing di Desa Desa Purworejo Kabupaten Pacitan ?
3. Bagaimana upaya pelestarian Upacara Adat Mantu Kucing di Desa Purworejo
Kabupaten Pacitan ?

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah atau
historis. Metode sejarah atau historis merupakan suatu metode penelitian untuk mencari
kejelasan tentang kejadian dimasa lampau, proses pencarian sumber yang dilakukan secara
kritis dan ilmiah. Berdasarkan hal tersebut proses pencarian sumber dilakukan dengan teknik
“Library Research” atau Studi Kepustakaan, sehingga data yang diambil dari buku-buku
litelatur yang berkaitan dengan judul yang diteliti. penelitian ini menggunakan metode
penelitian sejarah yang meliputi langkah-langkah: 1). Heuristik, 2). Kritik, 3). Interpretasi, 4).
Historiografi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Prosesi Pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing

Upacara adat Mantu Kucingmerupakan upacara adat untuk berdoa kepada


Dewata Yang Maha Esa agar menurunkan hujan ke daerah tempat masyarakat
mengadakan upacara.Upacara ini dilakukan menjelang musim kemarau panjang dan
berdampak negatif terhadap petani yang bergantung pada air untuk irigasi. Ritual adat
Mantu Kucing ini sudah ada sekitar tahun sejak sekitar tahun 1954 dan belum dapat
dipastikan tanggal pelaksanaannya, karena tahun semuanya tergantung keadaan dan
kondisi alam. Upacara Adat Mantu Kucing Berdasarkan Tradisi Masyarakat Desa
Purworejo. Hal ini diceritakan oleh seorang warga desa Jati yang mendapat wisik
(petunjuk dari Allah SWT), yakni agar turun hujan harus melakukan upacara adat mantou
kucing. Pada saat itu para sesepuh desa segera mengadakan musyawarah untuk
melaksanakan upacara adat mantu kucing sebagai bukti kepercayaan dan ketaatan mereka
kepada Sang Maha Pencipta sesuai dengan kebijaksanaan yang mereka peroleh. (Henry
Supriyanto, 1996: 44). Istilah mantu kucing tidak berbeda dengan orang yang melakukan
akad nikah untuk dua orang anak manusia.Namun untuk tujuan inilah mengawinkan dua
ekor kucing, seekor kucing jantan dan seekor kucing betina. Untuk calon pengantin atau 1
ekor kucing betina berasal dari desa Purworejo sedangkan kucing jantan sebanyak 1 ekor
berasal dari desa Arjowinangun. Setelah kedua kucing itu sepakat, warga tersebut mulai
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk upacara tersebut. (Henry Supriyanto,
1996: 44). Proses pelaksanaan ritual adat Mantu Kucing. Tidak ada peraturan mengenai
pemilihan lagu yang digunakan dalam upacara adat ini, namun lagu yang dibawakan pada
upacara tahun 1954 adalah lagu Kebogiro (Coro Balen) dan Shalawat-Shalawat Nabi.

B. Makna Simbolis Upacara Adat Mantu Kucing

Dari sudut pandang sosiologi, kebudayaan mencakup seluruh aspek dan aspek
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Ide dan konsep banyak orang hidup
berdampingan dalam suatu masyarakat, memberikan jiwa pada masyarakat itu sendiri.
Keberadaan kebudayaan dalam masyarakat juga membentuk suatu sistem sosial atau
sistem sosial yang berkaitan dengan tindakan terstruktur dari manusia itu sendiri. Sistem
sosial ini terdiri dari interaksi manusia, terikat bersama dari detik ke detik, hari ke hari,
dan tahun ke tahun, selalu mengikuti pola tertentu yang sama berdasarkan aturan perilaku
konvensional. bentuk gagasan dan sistem sosial yang membentuk kebudayaan material
yang berjumlah hasil material dan kegiatan, tindakan dan karya seluruh umat manusia
dalam masyarakat. Kebudayaan dan adat istiadat membimbing manusia. Pikiran dan
gagasan manusia serta tindakan dan perbuatannya menciptakan obyek-obyek kebudayaan
materialnya. Di sisi lain, kebudayaan material merupakan lingkungan hidup yang
istimewa, yang semakin memisahkan manusia dari lingkungan alamnya, sehingga
mempengaruhi cara bertindaknya, bahkan cara berpikirnya. (Reizya dan Soemanto, Jurnal
Pembangunan dan Perubahan Sosial, 1 Maret 2018: 19) Dalam penelitian ini, upacara adat
mantu kucing juga memiliki makna tersembunyi di dalamnya. Simbolisme sendiri
merupakan suatu sistem pemikiran atau pemahaman makna yang menekankan atau
mengikuti pola-pola dasar simbolik. Manusia hidup dalam masyarakat yang erat kaitannya
dengan kebudayaan, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya. Oleh
karena itu, makna simbolis yang terkandung dalam upacara adat mantu kucing di desa
Purworejo ini mempunyai makna bahwa sebagai manusia kita mempunyai kewajiban untuk
selalu menjaga keseimbangan alam, yaitu dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kita
ketika meminta sesuatu kepada Yang Maha Kuasa. Jangan lupa, untuk , syukuri selalu
atas apa yang telah diberikan kepadamu. Kearifan budaya lokal, saling menghormati
terutama terhadap leluhur dan

C. Upaya Pelestarian Adat Mantu Kucing

Saat ini kesadaran masyarakat dalam menjaga budaya lokal masih sangat terbatas.
Masyarakat lebih menyukai budaya luar yang lebih praktis dan sesuai dengan
perkembangan masa kini. Bukan berarti tidak mungkin menyerap budaya asing, namun
banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Oleh karena itu,
pembelajaran tentang budaya harus ditanamkan sejak dini. Selain itu, upaya pelestarian
kebudayaan lokal sebagai kegiatan yang berkesinambungan, terarah dan terpadu harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang mencerminkan keberadaan sesuatu yang
tetap dan abadi, dinamis, fleksibel dan selektif. Pelestarian budaya sendiri merupakan
upaya menjaga nilai-nilai budaya dan seni, nilai-nilai tradisional dengan mengembangkan
ekspresi yang dinamis, fleksibel, selektif dan adaptif terhadap keadaan, kondisi yang
berubah dan berkembang terus-menerus. Budaya lokal agar tidak tergerus oleh kemajuan
zaman harus dilestarikan oleh berbagai pihak, khususnya Pemerintah Desa Purworejo dan
Pemerintah Kabupaten Pacitan . Oleh karena itu, upacara adat mantu kucing, juga
merupakan salah satu budaya lokal di Desa Purworejo Kabupaten Pacitan yang juga perlu
dilestarikan. (Hildigarkis, Jurnal Sosiologi Indonesia, 1, 2019: 169) Menurut penjelasan
Pak Samsudin (Sekretaris Desa Purworejo), festival tradisional kucing mantu harus
dilestarikan. Upaya konservasi telah dilakukan untuk melestarikan budaya dan merayakan
sejarah. Selain itu, upacara adat percakapan mantu juga menjadi salah satu simbol budaya
lokal yang tidak dimiliki desa lain khususnya di Kabupaten Pacitan. Oleh karena itu,
aparat Desa Purworejo berupaya agar budaya upacara adat Mantu bisa tetap lestari. Upaya
melestarikan upacara adat Mantu Kucing pada pelaksanaan tidak berjalan mulus.Hal ini
dikarenakan Mantu Kucing merupakan budaya tradisional setempat dan kelebihan dan
kekurangan Mantu Kucing merupakan ritual adat yang bertujuan untuk berdoa kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar turun hujan. Dengan demikian, masih ada orang yang berbeda
pendapat dalam melakukan ritual adat. (Samsudin, wawancara, 17 Juli 2020) Upaya
pemerintah Desa Purworejo menjaga kelestarian upacara adat kucing mantu adalah
dengan menyelenggarakan kembali upacara adat kucing mantu pada tahun 2014 dan 2017.
Terselenggaranya upacara adat Mantu Kucing pada tahun 2014 tercapai ketika Desa
Purworejo mengikuti agenda Lomba Gotong Royong dan Lomba Bupati Desa , sehingga
terwujudlah ritual Adat kucing mantu sebagai simbol kebudayaan daerah .desa.Pada tahun
2014, upacara adat kucing mantu diadakan di RT 03 Dusun Jati, dekat Sumber Mata Air
Hangat. Kemudian, upacara adat mantu kucing tahun 2017 dilaksanakan untuk mengisi
program kegiatan memperingati HUT RI ke 72 tahun . Pada tahun 2017 ini pelaksanaan
Upacara Adat Mantu Ngobrol berlangsung di RT 02 Dusun Jati lebih tepatnya dekat
Jembatan yang sering disebut masyarakat “Pleret”. Menurut sejarah, jembatan merupakan
tempat diadakannya festival tradisional kucing mantu pertama kali pada tahun 1954.
(Samsudin, wawancara, 17 Juli 2020) adalah cara beribadah/berdoa.Terlihat bahwa ritual
adat tentunya mengandung unsur yang mengandung kelebihan dan kekurangan dalam
masyarakat.

Sedangkan seperti yang dijelaskan oleh Bapak Edi Sukarni (Kepala Dinas Kebudayaan
Kabupaten Pacitan), melestarikan budaya lokal sangatlah penting. Kebudayaan dan tradisi
merupakan warisan nenek moyang sejak dahulu kala, dimana mengandung nilai-nilai
luhur yang bermanfaat dan bermanfaat hingga saat ini , sehingga melestarikannya sangatlah
perlu dan penting. Suatu negara bisa kuat jika mampu menjaga nilai-nilai luhurnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan,
Pemerintahan Bupati Pacitane mempunyai tanggung jawab untuk menjamin perlindungan
agar budaya dan tradisi Bupati Pacitane tidak hilang dan pudar seiring berjalannya waktu,
dengan menggunakan sumber daya lokal. budaya dan tradisi di Pacitan sebagai ungkapan
rasa syukur dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya untuk
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, Kabupaten Pacitan memberikan dukungan
dan fasilitas bagi wilayah Kabupaten Pacitan yang memiliki budaya lokal khususnya di
Kabupaten Pacitan . (Edi Sukarni, wawancara, 23 Juli 2020) Selain itu, Bupati Pacitan juga
melakukan upaya terkait upacara adat kucing mantu , pada tanggal 10 hingga 14 Juli 1995,
untuk memperkenalkan upacara mantu kucing adat di Jawa Pekan Kebudayaan dan
Pariwisata.Agenda Timur terletak di Malang. Pada acara ini, daerah di Jawa Timur turut
serta menampilkan budaya lokalnya dan menampilkan budaya lokal. Penyelenggaraan
agenda Pekan Kebudayaan dan Pariwisata ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa setiap
daerah di Indonesia mempunyai bentuk budaya lokal yang perlu dilestarikan, termasuk
upacara adat kucing mantu yang secara tradisional terdapat di desa Purworejo, Kabupaten
Pacitan. Mengatur tentang pemeliharaan dan pelestarian budaya dan tradisinya

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa budaya lokal
suatu daerah khususnya Bupati Pacitan penting untuk dilestarikan. Selain itu, dengan semakin
berkembangnya teknologi dan arus globalisasi, budaya lokal semakin terkikis dan pemahaman
masyarakat terhadap budaya lokal semakin berkurang. Untuk mengantisipasi hilangnya budaya
lokal, dilakukan upaya konservasi oleh berbagai pihak, khususnya Pemerintahan Bupati
Pacitan dan Pemerintah Desa Purworejo. Namun dalam proses konservasi terdapat beberapa
kendala yang menghambat upaya konservasi yang dilakukan pemerintah, sehingga diperlukan
strategi untuk mengatasi hambatan tersebut. Pemerintahan Bupati Pacitan dan Pemerintah Desa
Purworejo mencanangkan bahwa generasi muda sebagai generasi penerus dan penerus bangsa
Indonesia harus ikut serta dalam upaya pelestarian agar budaya lokal dapat tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Heru Arif Pianto. 2016. Pentingnya Penulisan Sejarah Lokal di Pacitan Tahun 1999- 2014.
Jurnal Sosiohumaniora. Vol. 2 No. 2 ........Tradisi Upacara Adat Ceprotan di Desa
Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan Tahun 1981-2015. Jurnal Humaniora,
Vol. 03, No. 02.

Hildigardis Nahak. 2019. Upaya Melestarikan Budaya Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal
Sosiologi Nusantara. Vol. 5 No. 1.

Reizya Gesleoda dan RB Soemanto. 2018. Nilai Sosial Budaya Dalam Upacara Adat
Tetaken. Journal of Development and Social Change. Vol. 1 No. 1

Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro. 2007. Upacara Adat Mantu Kucing Di Desa Purworejo
Kabupaten Pacitan (Makna Simbolis Dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran
Sejarah). Jurnal Agastya. Vol. 07 No. 01.

Anda mungkin juga menyukai