Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Biologi Indonesia 4(5): 399-415 (2008)

Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat:


Tradisi Sebagai Basis Pelestarian Lingkungan

Mohammad Fathi Royyani

Herbarium Bogoriense, Puslit-Biologi, LIPI

ABSTRACT

Seren Taun Ceremony at Cigugur, Kuningan District, West Jawa: Traditional


Ceremonial For Environment Conservation. Human being couldn’t be separated
from the environment, but in reality the damage of the land is precisely caused by human
behavior. The reason of this is that people don’t have good relationship with the surrounding
environment. Following this logic, with participatory observation I have done it in February
4 until 15th, 2004, the indigenous people with their tradition have their own way to
conserve the land. They have a ritual tradition that can be used as a means of education
for their adherent. Furthermore, ritual traditions also show the nearness of emotional
relationship between human and the environment.

Keywords: environtment, ritual tradition, Cigugur Kuningan

PENDAHULUAN secara kosmologis. Terlihat dalam


kehidupan sehari-hari di daerah
Selain memiliki keanekaragaman pedalaman dan pedesaan, baik dalam
hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki komunitas-komunitas masyarakat adat
keragaman tradisi, karena di negeri ini yang saat ini populasinya diperkirakan
dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa antara 50-70 juta orang, maupun dalam
dan sub-suku bangsa. Setiap suku bangsa komunitas-komunitas lokal lainnya yang
menyimpan kearifan tradisional yang masih menerapkan sebagian dari sistem
memiliki kekhasan masing-masing dan sosial berlandaskan pengetahuan dan
memiliki ragam bentuk, yang berupa cara-cara kehidupan tradisional.
pitutur, upacara tradisional, sistem nilai Dalam penelitian yang dilakukan
dan norma, maupun mitos-mitos. oleh Patji (2005) terhadap masyarakat
Kearifan tradisional merupakan ajaran Tenganan, Karangasem, Bali, alam
normatif yang mereka gunakan untuk sebagai anugerah Tuhan begitu berharga
mengatur hubungan sesama manusia, dan patut dihargai serta dilestarikan fungsi
manusia dengan Sang Pencipta, dan dan manfaatnya. Masyarakat Tenganan
manusia dengan lingkungan. Semua sangat memperhatikan pelestarian alam
bentuk kearifan tradisional tersebut dan lingkungannya. Mereka tidak boleh
bermuara pada pengaturan pola relasi menebang pohon sembarangan, dan
untuk mencapai keseimbangan hidup diharuskan mengikuti peraturan dan

399
MF. Royyani

ketentuan yang berlaku sehingga apabila Hasil dari penelitian ini dapat digunakan
terdapat orang yang melanggar akan oleh pemerintah sebagai referensi dalam
dikenai hukum adat. Senada dengan pengambilan kebijakan dalam masalah
penelitian Patji, penelitian yang dilakukan hubungan antara manusia dan alam
oleh Burhani (2005) terhadap ma- semesta, LSM, bisnis pariwisata dan
syarakat Sembiran, Bali, memperlihatkan lainnya. Hasil penelitian ini juga bisa
bahwa masyarakat adat masih sering digunakan oleh masyarakat sebagai
melakukan berbagai upacara yang ber- pendidikan tentang pentingnya arti
kaitan dengan alam, baik dalam proses kehidupan yang selaras dengan alam.
menanam pohon, menemui gejala alam,
maupun pelanggaran terhadap alam yang BAHAN DAN CARA KERJA
dilakukan olah anggota masyarakat
dengan merusaknya. Desa Cigugur dipilih dalam
Berdasarkan kunjungan dalam penelitian ini karena masyarakatnya
rangka penelitian di desa Cigugur, memiliki tradisi yang menarik untuk
Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuni- menjelaskan relasi mereka dengan alam
ngan, terdapat masyarakat adat yang yang dikelola dengan arif. Hal ini tampak
masih menyelenggarakan upacara tradisi dari sebuah upacara tradisional yang
Seren Taun. Upacara adat ini ada mereka adakan setiap tahunnya. Peneliti
kaitannya dengan lingkungan karena di melakukan kunjungan yang pertama kali
samping dalam upacara tersebut ke desa Cigugur pada tanggal 4-15
menggunakan bahan-bahan dari alam juga Februari 2004. Tanggal tersebut sangat
inti dari upacara itu sendiri adalah “seruan strategis karena pada tanggal 14 Februari
moral” bagi manusia untuk menghargai 2004 diadakan upacara Seren Taun
alam. sehingga dalam waktu seminggu sebelum
Penelitian ini difokuskan pada puncak acara dilaksanakan kita dapat
pencarian jawaban terhadap dua mengetahui berbagai aktivitas sosial da-
persoalan yang muncul, pertanyaan lam proses persiapan upacara tersebut.
tersebut atau rumusan masalah dalam Dalam melakukan pengamatan
penelitian ini berkisar pada dua persoalan. aktifitas sosial tersebut peneliti melaku-
Pertama, bagaimana upacara Seren kan kunjungan ke desa Cigugur untuk
Taun dilakukan. Kedua, mengetahui dapat berkenalan dengan warga ma-
nilai-nilai yang terkandung dalam upacara syarakat dan kemudian memilih informan
tradisi Seren Taun tersebut, terutama yang memiliki pengetahuan yang kuat
yang berkaitan dengan hubungan antara dalam hal upacara seren taun. Selama
manusia dengan lingkungan. berkunjung di desa Cigugur, penulis
Sedangkan tujuan praktis dari menginap di rumah warga yang telah
penelitian ini adalah untuk lebih meng- disediakan oleh panitia upacara. Dalam
giatkan tradisi yang ada di masyarakat kesempatan inilah peneliti bergaul dengan
lokal dalam rangka mengakrabkan masyarakat dan menyaksikan berbagai
kembali hubungan manusia dengan alam. bentuk pola relasi baik antar manusia,

400
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

manusia dengan alam dan relasi mengetahui bagaimana sistem gagasan


transendental antara manusia dengan atau pengetahuan yang diproduksi
pencipta alam melalui proses ritual maupun direproduksi oleh ritual Seren
tersebut. Taun dipahami oleh mereka dan apa
Dalam melakukan penelitian tentang implikasinya terhadap prilaku mereka
upacara tradisional masyarakat desa dalam melestarikan alam.
Cigugur yang merefleksikan adanya Wawancara mendalam dengan
kesadaran akan pelestarian lingkungan, informan kunci merupakan teknik yang
peneliti menggunakan metode parti- mendasar guna mendapatkan penge-
sipant observation guna memahami tahuan yang mendalam dari upacara
bagaimana masyarakat desa Cigugur Seren Taun. Selain itu juga mereka
memahami lingkungan alam dan berbagai memiliki otoritas kultural untuk untuk
upaya untuk melestarikannya melalui menjelaskan ajaran-ajaran yang mereka
tradisi yang diturunkan dari generasi ke anut, dan juga karena mereka menjadi
generasi. Hal ini penting untuk pemimpin dalam upacara ritual Seren
memahami bagaimana masyarakat desa Taun. Sementara itu, wawancara dengan
tersebut mereproduksi pengetahuan informan biasa perlu dilakukan untuk
mengenai alam dan bagaimana mem- mengetahui pandangan, konsepsi, dan
perkuat dan menyebarluaskan penge- persepsi mereka tentang upacara tradisi
tahuan tersebut melalui upacara. serta tentang alam semesta. Data
Dalam partisipasi terlibat tersebut lapangan yang telah didapat akan
peneliti tidak saja mengamati dan dianalisa dengan cara menafsirkan
merekam kejadian tetapi juga mencoba simbol-simbol yang terdapat dalam
untuk memahami alam pikir mereka. upacara setelah sebelumnya mencari
Wawancara secara mendalam dengan referensi literatur yang memperkaya
informan juga dilakukan, setelah terlebih data.
dulu menentukan key informan dan
informan biasa. Informan kunci adalah HASIL
orang yang memiliki pengetahuan luas
mengenai masyarakat desanya, dan Desa Cigugur dan Upacara Tradisi-
informan tersebut dapat membantu onal
peneliti untuk memilih informan lain yang Desa Cigugur adalah salah satu
juga memiliki pengetahuan luas. Oleh desa yang terletak di kecamatan Cigugur
karena orang yang memiliki kompetensi kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa
di desa tersebut adalah pimpinan masya- ini menjadi salah satu tujuan wisata yang
rakat adat, maka peneliti memilih tokoh ada di kabupaten Kuningan. Wisatawan
yang dituakan dalam arti memiliki yang berkunjung ke desa ini tidak saja
pengetahuan yang luas. Selain itu peneliti berasal dari kabupaten Kuningan semata
juga mewawancarai anggota masyarakat melainkan juga dari Cirebon, Majalengka,
kebanyakan baik yang terlibat dalam dan daerah-daerah sekitarnya. Pada
upacara maupun yang tidak terlibat guna umumnya mereka datang ke Cigugur

401
MF. Royyani

untuk berenang atau melihat ikan yang menjadi Padara, sedangkan kata Cigugur
sampai sekarang dikeramatkan masya- yang menjadi nama desa ini, menurut
rakat desa Cigugur yang tidak boleh ketua adat, berasal dari kata gugur yang
dimakan dan harus dijaga. berarti halilintar. Nama Cigugur menurut
Desa yang berada pada ketinggian cerita lisan diberikan oleh Sunan Gunung
660 mdpl dan luas wilayah 5.11 kilo meter Djati yang ketika hendak mengambil air
persegi ini memiliki jumlah penduduk wudhu tiba-tiba ada halilintar yang
10074 jiwa pada pertengahan tahun 2003. menandakan akan turun hujan.
Komposisi jumlah penduduk adalah laki-
laki 5139 jiwa, sedangkan jumlah Mitos yang Terdapat di Cigugur
perempuan 4935 jiwa. Desa Cigugur Di desa Cigugur terdapat tiga
sebelah selatan berbatasan dengan desa agama yang dominan dianut oleh
Sukamulya, sebelah utara dengan desa masyarakat, yaitu Islam, Katolik, dan
Cipari (desa ini awalnya masuk dalam agama lokal (Penghayat Kepercayaan).
desa Cigugur, baru pada tahun 1999 ada Agama Islam dengan penganutnya
pemekaran yang membagi kedua wilayah sebanyak 4756 jiwa, kemudian Katolik
tersebut), sebelumnya desa Cigugur dengan jumlah penganutnya 3067 jiwa,
sebelah utara berbatasan dengan desa dan penganut Penghayat dengan jumlah
Gunung Keling, sebelah timur dengan 215 jiwa. Agama Kristen Protestan dianut
desa Kuningan, dan desa Cisantana di oleh 89 orang dan agama Hindu 3 orang.
sebelah baratnya. Di sebelah utara desa (data diperoleh dari KUA Kecamatan
Cigugur, yakni desa Cipari, ditemukan Cigugur).
berbagai macam benda peninggalan Perbedaan keyakinan yang dimiliki
zaman pra-sejarah, mulai dari peti mati masyarakat Cigugur tidak membuat
yang terbuat dari batu, dolmen, menhir, mereka saling membenci melainkan
dan juga benda-benda hiasan yang saling menghormati dan menghargai
terbuat dari berbagai macam jenis keyakinan masing-masing sehingga
bebatuan. mereka bisa hidup berdampingan secara
Pada awalnya desa ini bernama damai. Di antara contoh dari sikap
Padara, nama yang merujuk pada pendiri penghargaan terhadap keyakinan orang
desa yaitu; Ki Gede Padara. Beliau hidup lain adalah dengan kebebasan menjalan-
kira-kira pada abad ke XIV, namun belum kan keyakinannya, seperti pelaksanaan
ada sumber yang pasti mengenai upacara tradisi Seren Taun yang
keberadaanya. Nama Ki Gede Padara dilaksanakan oleh penganut Penghayat
awalnya berasal dari kata Padar Tarak Kepercayaan.
yakni sebutan masyarakat setempat yang Di desa ini terdapat Balong Girang
memberikan gelar atau julukan bagi atau tempat pemandian umum (kolam
pendiri desa ini yang melakukan laku tapa renang) yang bersumber langsung dari
dengan tekun. Menurut tokoh masyara- mata air. Mata air yang mengaliri kolam
kat, kata padar Tarak kemudian ber- ini berupa aliran air yang tidak saja
kembang akibat adanya penyederhanaan melewati cadas dan banyak terdapat

402
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

lereng di dalamnya melainkan juga banyak bahwa ikan ini bisa menghilang dan akan
terdapat akar dari pohon-pohon rindang muncul sewaktu-waktu.
di samping kolam. Di dalam Balong Penjagaan dan pengkeramatan
Girang ini hidup satu jenis ikan yang yang dilakukan masyarakat desa
dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Cigugur terhadap ikan ini melalui mitos
Ikan yang hidup di kolam ini adalah jenis dan legenda ternyata telah berhasil
ikan kancra. Masyarakat menyebut ikan menyelamatkan ikan ini dari kepunahan-
ini dengan sebutan lauk dewa (ikannya nya. Mungkin bila masyarakat desa
dewa) yang tidak boleh dimakan dan Cigugur tidak mengkeramatkannya,
harus dijaga. maka keberadaan ikan tersebut akan
Bentuk penjagaan yang dilakukan punah.
oleh masyarakat adat adalah dengan
masih adanya keyakinan bahwa ikan Upacara Seren Taun
tersebut tidak boleh dimakan karena Di samping melalui mitos,
merupakan ikan kesayangan para dewa. masyarakat memiliki mekanisme sendiri
Dalam menjaga lestarinya ikan ini, dalam menjaga dan melestarikan
masyarakat menggunakan mitos tentang kehidupannya. Salah satu cara yang
hukuman bagi orang yang berani melang- digunakan oleh masyarakat untuk
gar adat yang mengkonsumsi ikan keselamatan hidupnya adalah melalui
tersebut. Berdasarkan cerita dari ketua upacara tradisi. Seperti upacara Seren
adat dan juga masyarakat, banyak kejadi- Taun. Upacara Seren Taun merupakan
an yang merujuk adanya hukuman atau salah satu tradisi yang dimiliki oleh
“kualat” berupa musibah bagi orang yang masyarakat agraris Sunda sebagai
melanggar pantangan. Musibah yang ungkapan rasa syukur pada pemberian
dialami oleh orang yang melanggar Tuhan yang melimpah melalui tanah
pantang ini berupa kematian yang tragis. yang subur dan hasil yang melimpah.
Di samping itu, masyarakat juga Upacara ini juga merupakan bentuk
percaya bahwa ikan yang terdapat di ajaran moral yang disampaikan secara
Balong Girang ini dapat menghilang. nonverbal supaya manusia berlaku adil
Mitos ini tercipta karena setiap kolam terhadap alam.
pemandian tersebut dibersihkan, ikan yang Ungkapan syukuran tersebut di-
biasanya banyak dijumpai ini tiba-tiba tidak simbolkan dengan penyerahan berbagai
ada di kolam tersebut. Sebenarnya, ikan produk pertanian yang dihasilkan,
ini adalah jenis ikan yang suka pada terutama padi. Karena padi tidak bisa
lereng-lereng sungai. Biasanya pada saat dipisahkan dengan kisah Pwah Aci
kolam dibersihkan ikan-ikan tersebut Sanghyang Asri (Dewi Sri) pemberi
bersembunyi pada lereng cadas atau akar- kesuburan yang turun ke Marcapada,
akar pohon rindang yang terdapat di seperti yang ada dalam kisah klasik
sumber mata air yang mengaliri Balong masyarakat Pasundan. Pada upacara
Girang. Bersembunyinya ikan di tempat Seren Taun inilah, kisah klasik Karuhun
ini kemudian ditafsirkan oleh masyarakat masyarakat agraris Sunda digambarkan,

403
MF. Royyani

termasuk tentang perjalanan turunnya menganut “agama lokal”.


Pwah Aci Syanghyang Asri, ke muka Di samping itu, masyarakat adat
bumi. tersebut datang dimaksudkan ikut
Pwah Aci Syanghyang Asri adalah menghormati upacara Seren Taun yang
salah satu dewa yang penting artinya. dilakukan masyarakat Cigugur. Bukti
Dewa ini pemberi kesuburan pada tanah, penghormatan tersebut adalah dengan
tumbuhan, dan hewan-hewan. Menurut kesediaan masyarakat adat untuk
legenda, pada satu saat Batara Tunggal berpartisipasi dalam prosesi SerenTaun.
memerintahkan salah satu dewa untuk Partisipasi mereka berupa di samping
membawa dua buah telur ke hadapannya membantu dengan ritual religius mereka
karena dari dua telur ini Batara Tunggal juga dengan penampilan kesenian
hendak membuat Dewa. Namun di tradisional yang masih mereka miliki.
tengah perjalanan salah satu telur terjatuh Inti dari tujuan diadakannya upacara
ke bumi lalu menjelma menjadi seekor Seren Taun ini, menurut P. Djatikusumah
binatang yang merusak tanaman. (Ketua masyarakat Adat), di samping
Sementara dari satu telurnya lagi sebagi bentuk syukur dan permohonan
dijadikanlah Pwah Aci Syanghyang berkah dan limpahan kesejahteraan
Asri. Mempertimbangkan kejadian yang kepada Tuhan, juga sebagai sarana yang
terjadi di bumi yang penuh kerusakan efektif untuk mewarisi tradisi luhur
akibat adanya binatang perusak yang leluhur yang dimiliki bangsa dan
berasal dari jelmaan dewa maka Batara penggalian kearifan lokal yang bisa
Tunggal memerintahkan pada Pwah Aci menemukan dan menumbuhkan jati diri
untuk turun ke bumi mengatasi situasi dan perilaku manusia yang seharusnya,
tersebut. baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Upacara Seren Taun ini dihadiri oleh maupun sebagai bangsa. Karena dalam
berbagai kalangan masyarakat yang upacara ini yang dikejar adalah kekayaan
datang sendiri maupun yang diundang. batin bukan perolehan materi yang
Tamu tetap yang selalu menghadiri melimpah.
upacara ini adalah beberapa masyarakat Istilah Seren Taun sendiri diambil
adat yang tersebar di Jawa, seperti dari kosakata bahasa Sunda. Seren
masyarakat Badui di Kanekes, Banten, berarti menyerahkan, sedangkan Taun,
masyarakat Sedulur Sikep (Samin) di adalah tahun yang terdiri dari 12 bulan.
Jepara, masyarakat Osing di Banyu- Upacara ini dilaksanakan setiap tanggal
wangi, dan masyarakat Bumi Segandu 22 Rayagung. Menurut Gumirat Barna
atau lebih dikenal sebagai Dayak Alam, tokoh masyarakat adat di Cigugur
Indramayu. Kedatangan mereka karena bulan Rayagung dipilih sebagai simbol
adanya undangan dari ketua Adat dari perayaan terhadap ke-Agung-an
masyarakat Cigugur dan juga rasa Tuhan. Selanjutnya ia menjelaskan makna
persahabatan. Persahabatan ini terjalin dari angka 22 yang diambil karena
karena mereka sama-sama merasa memiliki makna simbolik tertentu. Angka
sebagai “kelompok yang tersisih” dengan 22 sendiri adalah terbagi dua, pertama

404
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

angka 20 memiliki makna sifat wujud pada puncak acara atau menjadi penari
makhluk hidup, ke20-sifat wujud tersebut yang “harus” perempuan yang memain-
adalah getih, daging, bulu, kuku, ram- kannya seperti tari buyung.
but, kulit, urat, polo, bayah/paru, ati, Upacara adat Seren Taun yang
kalilipa/limpa, mamaras/maras, ham- diadakan di Cigugur dilaksanakan selama
peru/empedu, tulang, sumsum, lemak, seminggu yang puncaknya adalah tanggal
lambung, usus, ginjal dan jantung. 22 Rayagung. Upacara ini terdiri dari
Sementara angka 2 bermakna keseim- sederet upacara dan tradisi klasik na-
bangan, karena segala sesuatu terdiri dari mun penuh dengan pesan-pesan simbolik
dua unsur, positif dan negatif, seperti yang dapat kembali menyelaraskan
adanya siang dan malam, laki-laki dan hubungan manusia dengan alam. Dalam
perempuan. pelaksanaan upacara ritus tradisi Seren
Angka 22 kemudian digunakan Taun, masyarakat memiliki fleksibitas.
sebagai jumlah berat padi yang akan Urutan rangkaian upacara dan materi
ditumbuk yang hasilnya diserahkan pada upacara tergantung pada situasi dan
masyarakat. Setiap pelaksanaan Seren kondisi. Namun biasanya, upacara tra-
Taun padi yang digunakan dalam upacara disi yang pertama dilakukan adalah
seberat 22 kwintal. 20 kwintal ditumbuk upacara Pesta Dadung (tarian dengan
yang kemudian berasnya dibagi-bagi pada menggunakan tali tambang) yang berarti
orang yang membutuhkan, dan 2 kwintal ritual penyeimbangan alam agar hama
lagi digunakan sebagai bibit yang akan atau unsur negatif tidak mengganggu
ditanam. kehidupan manusia.
Upacara ini walaupun dimaksud
Rangkaian Upacara Seren Taun sebagai hiburan bagi para penggembala
Masyarakat desa Cigugur memben- namun merupakan upacara sakral yang
tuk kepanitiaan untuk mengatur penuh dengan muatan religius. Pesta
pelaksanaan upacara mengingat upacara Dadung dilaksanakan pada pagi hari
adat Seren Taun yang diadakan di tanggal 16 Rayagung bertempat di Situ
Cigugur dilaksanakan selama seminggu Hyang yang berada ±300 sebelah barat
bahkan terkadang lebih dan terdiri dari pemukiman, walaupun bernama situ
serangkaian upacara. Panitia ini terdiri namun tidak berupa danau, yang ada di
dari penganut tiga agama yang ada di desa tempat ini adalah tanah tandus dan batu-
Cigugur. Dalam kepanitian peran batu besar dari sisa ledakan gunung
perempuan tidak begitu menonjol, bahkan Ciremai, namun masyarakat meyakini
cenderung pada peran-peran domestik bahwa pada masa lalunya tempat ini
seperti menyediakan konsumsi. merupakan danau. Tempat ini oleh
Peran perempuan terlihat penting masyarakat Cigugur di keramatkan.
ketika dalam rangkaian upacara itu Upacara ini terdiri atas penari,
“mengharuskan” adanya peran perem- penyanyi, dan pemain musik. Mereka
puan seperti menjadi orang yang berperan sebagai budak angon (peng-
membawa hasil pertanian dalam arakan gembala). Salah satu peralatan yang

405
MF. Royyani

harus tersedia adalah tali tambang. Tali pembuangan hama dilaksanakan pada
tambang merupakan perlambang dari upacara ini karena diyakini bahwa para
simpul kekuatan. Upacara ini pada penggembala diibaratkan sebagai unsur
awalnya dilaksanakan sebagai bentuk yang bisa menghalau hama. Bagi
hiburan bagi para penggembala yang masyarakat Cigugur, hama memiliki
memiliki peran besar bagi hasil pertanian. makna sendiri. Mereka berkeyakinan
Penggembala juga perlambang tentang bahwa hama sebagai ciptaan oleh Tuhan
tanggungjawab setiap manusia sebagai yang tidak akan sia-sia hanya saja
pemimpin, baik terhadap dirinya maupun manusia sendiri yang belum bisa mene-
terhadap orang yang dalam tanggung mukan manfaat dari adanya hama, untuk
jawabnya. itu hama dihindari bukan dimusnahkan.
Setelah semua peralatan yang Mereka berkeyakinan bahwa hama juga
dibutuhkan telah siap dan para pelaku bagian dari ekosistem. Namun dalam
ritual juga telah siap, serta ketua adat pelaksanaannya masyarakat masih
telah mengizinkan maka upacara segera menggunakan pupuk anorganik untuk
dimulai. Mula-mula pemain musik pertaniannya walaupun penggunaanya
memainkan musik dengan irama tertentu, mulai dikurangi.
kemudian diiringi dengan penyanyi yang Setelah prosesi pembuangan hama
menyanyikan lagu-lagu bermuatan do’a. selesai, maka ketua adat yang diikuti oleh
Tidak lama kemudian (kurang lebih satu tamu undangan akan menanam berbagai
menit) para penari yang terdiri dari 6 jenis tanaman untuk penghijauan daerah
orang dan menggunakan dadung/ Situ Hyang yang gersang dan tandus.
tambang mulai menari dihadapan pemain Penanaman pohon ini merupakan satu
musik dan penyanyi. Suasana makin ikhtiar dari masyarakat adat untuk
meriah ketika pemain musik dan penyanyi memakmurkan bumi dengan harapan
kompak memainkan irama yang ceria, setelah hama dihindari maka tanaman
ditambah dengan sorakan dari penonton dapat tumbuh subur dan usaha peng-
yang merasa gembira dengan pertun- hijauan akan berhasil. Biasanya
jukan ini. Setelah dirasa cukup (kurang tumbuhan yang digunakan untuk
lebih dua jam) maka permainan dihenti- penanaman dalam rangka penghijauan
kan. kawasan situ adalah tumbuhan buah-
Setelah itu, upacara berganti buahan yang dianggap bermanfaat,
tahapan dengan prosesi simbolik mem- seperti durian, nangka, jambu, dan lain-
buang hama. Upacara dipimpin oleh ketua lain. Menurut Okky, salah satu panitia
ada. Pada prosesi ini, ketua adat berdoa Seren Taun penanaman pohon ini juga
sambil merapatkan tangan seolah sedang terkait dengan kesadaran masyarakat
bersemedi di hadapan satu benda kecil adat bahwa selama ini mereka terlalu
yang terbungkus. Benda tersebut banyak mengambil dari alam sedangkan
merupakan simbolisasi dari hama. Tidak pemberian pada alam sangat sedikit.
ada yang mengetahui isi dari benda Rangkaian upacara kedua dari Seren
tersebut kecuali ketua adat. Prosesi Taun adalah upacara ngareremokeun,

406
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

yaitu mempertemukan benih jantan dan dilanjutkan dengan masyarakat Bumi


betina dari tumbuhan serta mendoakan Segandu, dan terakhir oleh ketua adat
benih (doa yang dilafadzkan meng- Penghayat Kepercayaan.
gunakan bahasa sunda. Dalam pem- Mantera yang dibaca oleh ma-
bacaannya nama dari Pwah Aci sering syarakat Bumi Segandu lebih pada
disebut) yang hendak ditanam supaya kidung (nyanyian), kidung ini dilafadz-
hasilnya lebih baik. Upacara ini kan dengan menggunakan bahasa
dilaksanakan pada malam hari di tanggal Cirebonan (bahasa yang digunakan oleh
antara 19-20 Rayagung. Tanggal ini di- masyarakat Cirebon dan Indramayu).
pilih dengan pertimbangan penggenapan Kidung ini berupa petuah untuk hidup
bilangan supaya sesuai dengan sifat dan harmonis dengan siapapun, sedangkan
wujud manusia yang ada 20. Upacara ini masyarakat. Sedangkan ketua masyara-
termasuk sakral bagi masyarakat Cigugur kat adat menggunakan mantera dalam
dan Badui yang menganut ajaran Sunda bahasa sunda walaupun tidak terlalu jelas
Wiwitan (Sunda yang Asal). Masyarakat terdengar.
Badui memiliki ikatan emosional dengan Urutan pembacaan doa dalam
agama lokal yang dianut oleh masyarakat upacara ngareremokeun ini dengan per-
Cigugur. Masyarakat penganut agama timbangan bahwa bagi masyarakat Adat
lokal ini menyebut dirinya sebagai di Cigugur, masyarakat Badui merupakan
Penghayat Kepercayaan. Dasar dari saudara tua yang patut dihormati. Hal ini
penyebutan ini, menurut ketua adat, terkait dengan ajaran yang ada di Cigugur
didasarkan pada usaha terus menerus memiliki akar keyakinan yang sama
yang dilakukan oleh penganutnya untuk dengan masyarakat Badui, yakni Sunda
menghayati kebenaran yang terkandung Wiwitan atau Sunda yang asal. Keyakin-
di alam semesta. an ini masih dipegang teguh oleh
Upacara mencari bibit tanaman masyarakat Badui, sedangkan masyara-
dimulai ketika para ketua adat dari kat adat di Cigugur telah mengelaborasi
Cigugur, Badui, dan Bumi Segandu atau ajaran tersebut dengan pengalaman
Dayak Indramayu (masyarakat adat hidupnya. Masyarakat adat Cigugur
yang ada di daerah Indramayu, mereka tidaklah asli berajaran Sunda Wiwitan
dikenal dengan sebutan Dayak Indra- melainkan ajaran tersebut menjadi
mayu) berkumpul dalam satu ruangan sumber atau akar keyakinan.
yang di dalamnya telah ada padi yang Sedangkan masyarakat Bumi Se-
berjumlah 22 kwintal. Para ketua adat gandu yang melaksanakan doa setelah
tersebut masing-masing berdoa dan masyarakat Badui dengan pertimbangan
membaca mantera-mantera. Diawali disamping kepercayaan bahwa masyara-
dengan masyarakat Badui Kanekes yang kat Bumi Segandu memiliki spiritualitas
membakar kemenyan, setelah asap ke- yang lebih baik juga karena pertimbangan
menyan memenuhi ruangan kemudian penghormatan terhadap tamu. Sebagai
orang Badui tersebut membaca mantera tuan rumah masyarakat adat Cigugur
sambil mengunyah sirih, kemudian merasa harus menghormati tamunya.

407
MF. Royyani

Selama tahapan ini dilaksanakan Dalam tarian Tarawangsa, setiap


diiringi dengan mantra-mantra mistis. penonton bisa menjadi penari dengan
Upacara ini merupakan upacara simbolik masuk dalam kelompok orang-orang
yang penuh makna. Menurut ketua yang sedang menari. Setiap penari
Penghayat Kepercayaan, inti dari “wajib” menggunakan selendang yang
upacara ini adalah mempertemukan dan berwarna kuning yang diberikan oleh
mengawinkan benih jantan dan benih “dukun”. Tidak ada gerak tari khusus
betina dari tumbuhan yang diyakini namun biasanya para penari akan
sebagai tahap bertemunya energi hidup bergerak menurut hati nurani dan menari
dari Sang Hyang Asri Pwah Aci. Energi mengikuti alunan musik yang dimainkan.
Pwah Aci yang berupa energi kesuburan Biasanya, di setiap kelompok penari
dan keselamatan turun ke bumi yang (tidak ada jumlah tertentu) ada orang
kemudian meresap ke dalam apa yang yang mengalami “kesurupan”. Orang
dimakan. Pwah Aci merupakan zat yang “kesurupan” tersebut langsung
Tuhan. Sehingga apabila Pwah Aci itu dibawa ke “dukun” untuk dibacakan
turun ke bumi dan meresap dalam bahan mantera supaya kembali sadar.
makanan maka setidaknya ada dua Berdasarkan wawancara dengan
kesadaran yang akan diraih, yaitu rasa ketua adat, pelaksanaan tarian tara-
syukur atas nikmat dan berlaku tidak wangsa dalam upacara tradisi Seren
sewenang-wenang terhadap alam. Taun dilakukan sebagai bentuk penya-
Karena dalam setiap bagian alam daran pada masyarakat tentang penting-
terdapat zat Tuhan yang harus dihormati. nya peningkatan rasa ketuhanan. Ketika
Rangkaian upacara yang Ketiga kesadaran ketuhanan sudah tertanam
adalah tarian Tarawangsa. Tarian ini maka harapannya manusia tersebut akan
dilaksanakan di malam tanggal 20 berlaku baik dalam prilakunya. Ia akan
Rayagung. Tarian ini merupakan tarian menghargai segala ciptaan Tuhan.
klasik masyarakat Sunda. Tarian ini Rangkaian upacara Keempat adalah
berasal dari daerah Sumedang, Jawa Tari Buyung. Tari buyung merupakan
Barat. Kata Tarawangsa menurut ketua tarian khas masyarakat Penghayat
adat Cigugur berasal dari kata sunda Kepercayaan. Pentas tarian ini dilaksa-
Tarawang yang berarti menerawang dan nakan satu malam menjelang malam
Esa yang berarti yang Maha Esa puncak (malam tanggal 21 Rayagung)
(Tuhan). Upacara ini terdiri dari sekelom- dan pagi hari pada tanggal 22 Rayagung.
pok pemain musik yang memainkan alat Tarian ini biasanya terdiri dari sepuluh
musik seperti kecapi namun hanya gadis penari dengan pakaian khas gadis
berdawai dua. Selain pemusik ada juga pedesaan yang terdiri dari sinjang (kain
dukun yang bertugas untuk membaca batik panjang yang dililitkan ke badan
mantera dan selalu siap mengobati bila sampai kaki) dan selendang yang
ada penari yang kesurupan. Sedangkan berwarna kuning. Kain batik yang
yang bertindak sebagai penari adalah digunakan sebagai sinjang merupakan
penonton yang mau menari. batik khas Cigugur dengan motif

408
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

sadagori. Motif ini dipilih, menurut Tatik tingnya sistem tata air bagi manusia.
(penari buyung) menyimbolkan untuk Untuk itu air dan sumber air perlu dijaga.
berpegang pada sesuatu yang kuat. Upacara berikutnya yang dilaksana-
Sadagori adalah akar dari rumput yang kan adalah pertunjukan Ronggeng
kecil namun kuat. Ini juga terkait dengan Gunung, upacara ini dilaksanakan pada
petuah leluhur Cigugur yang berbunyi malam tanggal 22 Rayagung, Ronggeng
“bila nanti ada badai maka jangan Gunung adalah satu kesenian tradisional
berpegang pada pohon yang besar (pohon klasik masyarakat Sunda yang masih
kiara) melainkan berpeganglah pada dipelihara sampai dengan sekarang di
pohon yang kecil (Sadagori). Kabupaten Ciamis, kesenian ini memiliki
Kesepuluh perempuan penari legenda dan muatan filosofis yang dalam.
tersebut membawa beban buyung (alat Kesenian ini biasanya diadakan oleh
mengambil air yang terbuat dari tem- masyarakat untuk menghormati Pwah
baga) di kepalanya. Tarian ini terdiri dari Aci dan bentuk dari ungkapan rasa syukur
gerakan-gerakan halus yang menggam- karena melimpahnya rezeki yang
barkan tentang proses kehidupan manu- diperoleh.
sia dan hal-hal yang menunjang kehidup- Berdasarkan wawancara dengan
an. Gerakan tari menggambarkan orang Djatikusuma (ketua Masyarakat adat)
yang sedang mengambil air. Selama Ronggeng Gunung dipentaskan dalam
tarian berlangsung, di kepala penari upacara Seren Taun dengan pertim-
terdapat buyung. Perlu keseimbangan bangan di samping karena memiliki nilai
prima untuk membuat buyung tidak jatuh filosofi yang dalam dan juga sebagai
selama tarian berlangsung. Tari Buyung, bentuk penghargaan terhadap tradisi
menurut Tatik juga menyiratkan tentang Sunda, maka Ronggeng Gunung perlu
perlunya keseimbangan antara jasmani ditampilkan sebagai revitalisasi tradisi
dengan rohani, logika dengan metafisika. lama masyarakat Sunda.
Tarian ini juga menggambarkan Kesenian ini berbentuk seperti
tentang perlunya menjaga sumber mata sandiwara, walaupun demikian kesenian
air seperti yang terlihat dalam gerak tari. ini serupa dengan monolog. Dalam
Gerakan tari yang meliukkan tubuh serta kesenian Rongeng Gunung tidak ada
kelincahan tangan dan kaki sementara lakon khusus yang dimainkan, namun
beban buyung sebagai alat pengambil air biasanya tentang cerita-cerita klasik
supaya tetap berada di atas kepala. masyarakat Sunda, seperti Lutung
Tarian ini digambarkan tentang bagai- Kasarung, dan lain-lain. Kesenian ini
mana manusia sangat bergantung pada merupakan media yang tepat sebagai
air. Air selalu digunakan dalam kehidupan penyampaian pesan-pesan moral karena
manusia. Air sebagai minuman, mencuci kesenian ini berasal dari tradisi Wawacan
bahkan untuk mengairi persawahan. Inti (tradisi menceritakan suatu kisah oleh
dari tarian buyung selain dari ke- orang-orang tua pada generasi yang lebih
seimbangan juga seruan berupa pen- muda) masyarakat Sunda, sehingga ia
telah lama melekat.

409
MF. Royyani

Dalam pelaksanaanya, sang penutur dan memikulnya. Menurut sebagian


(seorang perempuan) akan berdiri di masyarakat Penghayat, posisi orang tua
tengah panggung sambil menceritakan di belakang sambil memikul beban adalah
cerita klasik Sunda. Sesekali, ditengah ajaran tentang beban dan tanggung jawab
tuturan yang disampaikan diselingi manusia. Orang tua mengawasi dan
dengan humor segar yang membuat memandu generasi yang lebih muda.
penonton segan beranjak dari tempat Pagi pukul 06.00, orang yang
duduknya. Untuk memeriahkan acara bertugas membawa hasil pertanian akan
dan juga menarik minat penonton menyebar ke empat penjuru mata angin
biasanya dalam pementasan Ronggeng (barat, timur, selatan, utara), berjarak 200
Gunung diiringi dengan musik-musik meter dari titik perjumpaan. Kemudian
tradisional. Ronggeng Gunung berkisah pada pukul 08.00 mereka mulai bergerak
tentang seorang perempuan yang secara bersama-sama dengan langkah
menuntut balas atas kematian suaminya. yang pelan. Mereka akan bertemu dalam
Puncak acara Seren Taun dilang- satu titik di tengah alun-alun di depan
sungkan pada siang hari yakni tanggal 22 Paseban (Keraton Tri Panca Tunggal).
Rayagung, ketika seluruh rangkaian Setelah iringan yang membawa hasil
tersebut telah dilakukan. Acara pada pertanian ini bertemu dalam titik tersebut,
siang hari dimulai dengan bertemunya maka acara kemudian dilanjutkan dengan
para pengiring yang membawa produk sambutan di halaman depan Paseban Tri
pertanian dari empat mata penjuru mata Panca Tunggal, berupa pagelaran tari
angin dalam satu titik. Barisan paling kolosal, mulai dari tari Buyung dan
depan adalah dua orang gadis yang Angklung Buncis dari Cigugur, serta tari
membawa padi, buah-buahan, dan hasil Angklung Badui dari Kanekes. Di puncak
pertanian lainnya, mereka diiringi oleh acara ini, semua rangkaian upacara yang
gadis yang berjumlah sebelas orang telah dimainkan pada hari-hari sebelum-
dengan masing-masing dipayungi oleh nya kembali dimainkan namun dalam
pemuda yang membawa hiasan janur- skala dan waktu yang berbeda, karena
janur yang bersusun tiga sebagai simbol pada saat tersebut dianggap sebagai
dari tahapan spiritual manusia. hiburan.
Dalam keyakinan mereka, pemuda Upacara selanjutnya adalah ritual
dan pemudi adalah tunas dan harapan Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil
bangsa yang akan meneruskan ke- panen dari para tokoh kepada masya-
hidupan, sehingga mereka ada di barisan rakat untuk kemudian ditumbuk secara
terdepan. Kegadisan dan keperjakaan bersama-sama yang kemudian berasnya
dalam pelaksanaan upacara ini penting akan dibagikan kepada orang yang
artinya karena keperjakaan dan kepera- membutuhkan. Jumlah padi yang ditum-
wanan merupakan simbol dari kesucian. buk adalah 20 kwintal. Ribuan orang dari
Di belakang mereka para orang tua (laki- berbagai kelompok yang hadir, tanpa
laki dan perempuan) yang membawa melihat agamanya ikut menumbuk padi
hasil pertanian dengan cara membawa

410
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

bergiliran di kompleks Taman Sari dalam kemurahan-Nya di mana segala


Paseban di sebelah utara Gedung Pase- cipta dan kehidupan telah diatur dengan
ban. fungsinya (Royyani 2004).
Tuhan dalam pengertian Penghayat
PEMBAHASAN disebut juga dengan sifatnya yang
Sawiji-wiji, yaitu suatu konsep, dalam
Landasan Kosmologis Upacara pengertian umum manunggaling
Dasar religi ajaran Penghayat kawula lan Gusti (bersatunya hamba
Kepercayaan (kepercayaan asli Sunda dengan pencipta), dalam perspektif
sebelum masuknya agama-agama besar) penghayat Tuhan tidak berada dalam satu
adalah kepercayaan yang bersifat tempat tertentu, melainkan Ia ada dalam
“monoteis”, penghormatan kepada roh setiap ciptaan-Nya. Untuk itu, sikap bagi
nenek moyang, dan kepercayaan kepada penghayat adalah menghayati semua
satu kekuasaan yakni Sanghyang yang tersirat dari alam, karena dari
Keresa (Yang Maha Kuasa) yang disebut semuanya merupakan pancaran Tuhan.
juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Upacara tradisi seren taun merupakan
Batara Jagat (Penguasa Alam), dan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur
Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib) dan penghormatan terhadap alam yang
yang bersemayam di Buana Nyungcung dilakukan oleh masyarakat adat Cigugur
(Buana Atas). atas melimpahnya pemberian Tuhan.
Orientasi, konsep, dan pengamalan Konsep ketuhanan yang diyakini oleh
keagamaan ditujukan kepada pikukuh masyarakat Cigugur tampaknya ter-
untuk menyejahterakan kehidupan di pengaruh juga oleh ajaran Islam.
jagat mahpar (dunia ramai). Pada Para ahli antropologi sebenarnya
dimensi sebagai manusia sakti, Batara telah banyak melakukan kajian terhadap
Tunggal memiliki keturunan tujuh orang agama, kehidupan keberagamaan, dan
batara yang dikirimkan ke dunia melalui ritual keagamaan yang hidup dalam
Kabuyutan; titik awal bumi Sasaka masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh
Pusaka Buana. Konsep buana bagi Claude Levi-Strauss (1966) yang meneliti
masyarakat adat Cigugur berkaitan pikiran keagamaan yang ada pada ma-
dengan titik awal perjalanan dan tempat syarakat primitif, atau penelitian Clifford
akhir kehidupan. Geertz (1960) tentang kehidupan
Bagi masyarakat adat di Cigugur, keberagamaan di Mojokuto (Pare) dan
Tuhan harus dihayati dengan keyakinan juga dalam salah satu tulisannya (1966)
bahwa dalam hidup dan kehidupan ini ia dengan jelas ingin mempelajari kebuda-
terwujud perpaduan serta jalinan di antara yaan suatu masyarakat dengan “pintu
segala ciptaan Tuhan YME sebagai gerbangnya” aspek ritual yang hidup di
pernyataan ke-Agungan-Nya, Kuasa, masyarakat.
dan Sabda-Nya yang telah terwujud Menurut Geertz (1966) kehidupan
dalam ke-Agungan semesta, sedangkan keagamaan merupakan sistem budaya, di
pancaran kasih yang Maha Adil terwujud mana dari ritual-ritual yang dilakukan oleh

411
MF. Royyani

suatu komunitas melahirkan pola-pola pandangan hidup para penganutnya.


budaya. Dengan melakukan pendekatan Menurut Patji (2005) ritual agama yang
kebudayaan dari model bagi, Geertz dilakukan oleh para penganut agama lokal
ingin menunjukkan bahwa ritual bisa sangat erat kaitannya dengan kebudaya-
menjadi pedoman dari perilaku budaya an lokal, mereka lebih mengutamakan
suatu masyarakat. Dengan demikian, pemahaman ajaran ke dalam kalangan
agama, di samping memiliki aturan atau para pengikutnya (internal orientation)
tata cara berhubungan dengan yang gaib dari pada be-rusaha menyebarkan ke luar
(biasa disebut dengan Tuhan, Dewata, (eksternal orientation).
dan lain-lain) juga membuat aturan
bagaimana berhubungan dengan manusia Hubungan Manusia dengan Alam
dan alam semesta. Relasi manusia dengan alam adalah
Dari optik kebudayaan, agama relasi yang mutual, artinya alam memiliki
adalah pedoman bagi kehidupan nilai guna dan bisa makin membaik bila
masyarakat yang meyakini kebenaran ada campur tangan manusia di dalamnya,
ajarannya, sehingga agama berkembang karena alam itu sendiri pada dasarnya
menjadi pengetahuan dan keyakinan yang selalu bergerak menuju pada tahap
suci, berbeda dengan pengetahuan penyempurnaan dirinya. Sebaliknya,
sehari-hari yang bersifat profan. Dengan manusia sangat berkepentingan terhadap
demikian, fenomena keagamaan merupa- kelestarian lingkungan karena tanpa
kan bagian dari fenomena budaya yang kelestarian ketersediaan manusia untuk
dalam pengertian luas adalah struktur kebutuhannya akan berkurang bahkan
atau pedoman bagi manusia dalam habis. Adalah suatu realitas bahwa
bertingkah laku (Royyani 2004). Agama sebagian besar masyarakat adat masih
dan ritual-ritual yang dimiliki masyarakat memiliki kearifan adat dalam pengelolaan
dalam kajian antropologi merupakan sumber daya alam. Sistem-sistem lokal
keyakinan yang hidup dalam masyarakat ini berbeda satu sama lain sesuai kondisi
dan menjadi pedoman dalam setiap sosial budaya dan tipe ekosistem setem-
tindakannya bukan agama yang ada pat.
dalam teks-teks suci. Dengan demikian, Alam merupakan ciptaan Tuhan
maka tindakan yang dilakukan oleh para untuk memenuhi kebutuhan manusia,
masyarakat untuk pemenuhan kebutuh- sehingga dalam ajaran mereka alam harus
an-kebutuhan kehidupan mereka dalam dipelihara supaya terus menerus dapat
keseharian dan berinteraksi dengan memberikan apa yang dibutuhkan oleh
sesama manusia maupun alam semesta manusia. Untuk memelihara alam supaya
akan berlandaskan pada etos agama tidak rusak, mereka memiliki sesuatu
yang diyakini (Royyani 2004). yang disucikan, di mana tidak seorang pun
Ritual tradisi dalam agama lokal dibolehkan merusak tumbuhan atau
menjadi unsur yang penting dalam me- hewan yang disucikan.
nanamkan pengaruh ajaran agama pada Keberadaan lembaga adat dalam
masyarakatnya dan mendominasi masyarakat mestinya diakui dan diterima

412
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

oleh seluruh anggota masyarakat yang berlimpah, bermanfaat, dan dapat mem-
memungkinkan adat-istiadat serta tradisi berikan kesejahteraan bagi seluruh peng-
semakin mapan dan tumbuh berkembang huni bumi. Inti dari tujuan diadakannya
secara dinamis dalam menghadapi upacara ini, di samping bentuk bersyukur
perubahan dari waktu ke waktu. Adat, dan memohon berkah dan limpahan
tradisi, pitutur, atau juga usaha penemuan kesejahteraan kepada Tuhan, juga
kembali tradisi masyarakat adat yang sebagai sarana yang efektif untuk mewa-
telah “terkubur” sekian lama yang risi tradisi luhur leluhur yang dimiliki
dilakukan oleh masyarakat adat yang bangsa. Selain itu, upacara ini merupakan
tersebar di Indonesia dapat berguna penggalian kearifan lokal yang bisa
untuk menanamkan kesadaran pe- menemukan dan menumbuhkan jati diri
lestarian lingkungan, karena dalam setiap dan perilaku manusia yang seharusnya,
upacara adat terkandung nilai-nilai baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan
simbolik yang menghargai keserasian maupun sebagai bangsa yang harus
hidup tidak saja dengan sesama manusia menjaga pemberian Tuhan dengan baik.
tetapi juga keselarasan dengan alam. Penghargaan tersebut tak lain
Upacara Seren Taun merupakan adalah sebuah doktrin tentang kelestarian
suatu upacara yang menggabungkan lingkungan, karena bila mereka tidak
gelar budaya dan prosesi spiritual mengelola dengan baik alam ini mereka
masyarakat Pasundan yang memiliki dianggap lalai atau tidak menghargai
makna yang dalam tidak saja semata- Tuhan. Salah satu sikap menjaga alam
mata sebagai bentuk ungkapan rasa yang ditunjukkan oleh masyarakat adat
syukur pada Tuhan yang telah melimpah- di desa ini adalah masih terawat dan
kan kesejahteraan, berkah, perlindungan tetap dipertahankannnya jenis ikan kuno
dan kekayaan alam dan manfaatnya bagi yang ada di desa ini. Masyarakat desa
kehidupan manusia, tetapi juga secara Cigugur “diharuskan” untuk menjaga
tidak langsung merupakan pendidikan ikan yang ada disucikan tetap terjaga.
tentang keharusan menghargai alam. Melalui mitos tentang ikan keramat
Mereka menyadari untuk dapat yang diturunkan setiap generasi dan
hidup selaras dengan alam diperlukan pandangan lokal yang memiliki kearifan,
juga perlakuan yang baik terhadap alam. mereka telah membuktikan mampu
Oleh karena itu, sering ditemukan per- menjaga lingkungan yang, dalam konsepsi
lakuan yang menjurus pada sakralisasi mereka, merupakan titipan dari Tuhan.
dari alam oleh masyarakat adat, hal ini Dari rangkaian upacara ritual tradisi yang
dilakukan semata-mata karena kesadaran dilakukan oleh masyarakat adat di
tentang perlu adanya keajekan kehidupan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, terlihat
alam untuk menunjang kehidupan sosial mengandung beberapa muatan simbolik
mereka. yang berkaitan dengan pengelolaan alam
Dari upacara yang mereka lakukan secara bijaksana.
ini dengan harapan agar hasil panen tahun Pertama, dalam bagian dari tradisi
depan yang akan mereka lakukan lebih pesta dadung, hama dianggap oleh

413
MF. Royyani

mereka sebagai sesuatu yang penting kaian upacara yang telah ada di daerah
juga dalam kehidupan manusia dan tersebut untuk menghormati karunia yang
kesinambungan alam. Dalam pandangan telah dilimpahkan Tuhan bagi manusia.
mereka hama juga merupakan makhluk Di samping itu juga upacara tradisi ini
ciptaan Tuhan, maka hama pastilah merupakan penggalian dan penghidupan
berguna, hanya saja keilmuan dan penge- kembali tradisi klasik masyarakat Sunda
tahuan manusia tentang hama belum yang tersebar di daerah lainnnya yang
banyak sehingga yang muncul adalah mengandung muatan-muatan tentang
seolah hama sebatas makhluk penggang- keakraban hubungan antara manusia dan
gu manusia. Karena dinilai ada manfaat- alam.
nya, maka mereka melarang manusia Rangkaian upacara tradisi yang
membunuh hama, yang perlu dilakukan diadakan selama satu minggu tersebut
oleh manusia adalah menghindari hama, setiap bagiannnya bisa berdiri sendiri,
bukan membunuhnya, karena hama juga masing-masing tradisi tersebut baik ketika
bagian dari ekosistem. Pandangan mere- digabungkan seperti dalam upacara
ka tentang hama merupakan hal yang tradisi Seren Taun maupun upacara
positif bagi kehidupan tanah dan mikroba tradisi lainnnya menunjukkan adanya
yang ada di dalamnya. Selama ini praktek nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
pertanian kita lebih cenderung meng- anjuran moral bagi manusia untuk
gunakan pupuk kimia yang dapat meng- menghormati lingkungan di samping
ganggu ekosistem. setiap tradisi yang dilibatkan dalam
Kedua, ritual tradisi itu sendiri, dalam upacara Seren Taun menunjukkan
hampir semua komponen yang digunakan adanya keakraban hubungan antara
untuk menunjang upacara tradisi dan manusia dan lingkungan.
rangkaian tradisi itu sendiri merupakan Upacara tradisi Seren Taun meru-
gambaran dari kedekatan manusia dengan pakan salah satu dari bentuk kearifan
alam. Upacara tersebut sebagai ungkap- tradisional yang dimiliki oleh masyarakat
an rasa syukur pada pemberian Tuhan Cigugur. Tradisi ini apabila dapat
mengajarkan tentang keharusan tetap dipertahankan dan dikembangkan, serta
menjaga alam supaya lestari, karena diekplorasi dapat juga dijadikan salah satu
hanya dengan kondisi alam yang baik pertimbangan untuk dijadikan media
manusia dapat memperoleh hasil yang pendidikan pelestarian lingkungan.
maksimal dari sumber daya alam. Masyarakat adat yang ada di Cigugur,
dengan kekuatan tradisi yang dimilikinya
KESIMPULAN terbukti mampu menjaga alam. Hal ini
dibuktikan dengan masih terawat dengan
Berdasarkan uraian di atas dapat baiknya kondisi ikan sejenis kancra yang
ditarik kesimpulan bahwa upacara tradisi hampir punah. Ikan jenis ini merupakan
Seren Taun yang rutin digelar oleh jenis ikan purba yang telah hampir punah,
masyarakat adat di desa Cigugur, namun karena terdapat mitos yang
Kuningan, Jawa Barat, terdiri dari rang- berkembang di masyarakat Cigugur

414
Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan

seputar ikan tersebut menjadikan ikan ini —————. 1978. Myth and
masih tetap ada dan terjaga dengan baik. Meaning. Routledge & Kegan Paul.
London.
DAFTAR PUSTAKA Patji, AR. 2005. “Pandangan Hidup
Keagamaan Masyarakat Tenganan
Burhani, AN. 2005. “Sembiran: Agama Pegringsingan di Karangasem, Bali”,
dan Pandangan Hidup”, dalam Abdul Dalam Abdul Rachman Patji (ed)
Rachman Patji (ed) Agama dan Agama dan Pandangan Hidup,
Pandangan Hidup, Kajian Kajian Tentang Religi Lokal di
Tentang Religi Lokal di Bali dan Bali dan Lombok.LIPI Press.
Lombok.LIPI Press.Jakarta. 63-90. Jakarta. 23-61.
Geertz, C. 1960. The Religion of Java. —————. 2005. “Pendahuluan:
University of Chicago Press. Meneliti Agama Lokal dan
Chicago. Pandangan Hidup”, Dalam Abdul
—————. 1966. Religion as a Rachman Patji (ed) Agama dan
Cultural System. In Michael, B. Pandangan Hidup, Kajian Ten-
Anthropological Approaches to tang Religi Lokal di Bali dan
the Study of Religion. Tavistock. Lombok.LIPI Press. Jakarta. 1-19.
London. Royyani, M.F. 2004. Cigugur: Arena
Levi-Strauss, C. 1966. The Savage Kontestasi Keberagamaan. Thesis
Mind. Weidenfel & Nicolson. Magister Antropologi, Program
London. Pascasarjana, Fisip, Universitas
Indonesia.

415

Anda mungkin juga menyukai