Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Aspek sosial dan budaya sangat berpengaruh dan sangat mempengaruhi


pola kehidupan manusia. Dalam era globalisasi ini dengan berbaagai perubahan
yang begitu ekstrem terbuka yang menjadikan pada masa ini menuntut semua
manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang
kini banyak merebak di kalangan penduduk adalah kematian ataupun kesakitan
pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan didalam penduduk dimana mereka berada dalam arti lain
masih banyaknya ibu dan anak yang haknya masih tidak dipenuhi bahkan jauh
dari kata khususnya di daerah-daerah terpencil.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan ini,
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu
dan anak walaupun telah kami teliti banyaknya banyaknya dampak negatif itu
lebih banyak dibandingkn dengan dampak positifnya. Pola makan, misalnya
salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat
bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu
nifas yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan-pantangan yang tabu
dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu yang penduduk modern sering
katakan itu mitos.
Dalam suatu daerah sebuah mitos itu dapat mempengaruhi
perkembangan penyembuhan kesehatan pada masa nifas. Sebagian penduduk
sangat berpegang teguh dengan adat istiadat dan budaya setempat sehingga
mendorong kami dalam praktik kuliah lapangan (PKL). Agar kita dapat
mengetahui budaya dan tradisi yang ada pada penduduk Dusun Sewoharjo Desa
Karanganyar Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar


Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang baik ditinjau dari aspek fisik,
sosial maupun budaya ?
2. Bagaimana prosesi tradisi dan ritual pada masa nifas pada penduduk Dusun
Sewoharjo Desa Karanganyar Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang ?
3. Nilai kearifan lokal apa yang terkandung pada tradisi dan ritual pada masa
nifas pada penduduk Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar Kecamatan
Pusakajaya Kabupaten Subang ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui gambaran umum Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar


Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang baik ditonjau dari aspek fisik,
sosial maupun budaya.
2. Mengetahui makna simbolik yang terdapat pada tradisi dan ritual pada masa
nifas pada penduduk Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar Kecamatan
Pusakajaya Kabupaten Subang.
3. Mengidentifikasi nilai kearifan lokal yng terkandung pada tradisi dan ritual
pada masa nifas pada penduduk Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar
Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi. Adapun yang dimaksud


metode observasi menurut Suharsimi Arikunto adalah pengamatan langsung
dari lingkungan fisik atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang
berlangsung yang mencangkup semua kegiatan perhatian ke objek dengan
menggunakan alat penilaian sensorik. Atau suatu pekerjaan yang dilakukan
dengan sengaja dan sadar untuk mengumpulkan data dan melaksanakan
prosedur yang sistematis dan tepat.
Penelitian ini juga meenggunakan metode wawancara. Adapun yang
dimaksud metode wawancara menurut Lexy J Moleong dijelaskan bahwa
wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada
metode ini peneliti responden berhadapan langsung (face to face) untuk
mendapatkan informasi secaara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang
dapat menjelaskan permasalahan penelitian.

Lokasi Praktik Kuliah Lapangan di Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar


Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang. Adapun subjek penelitiannya
adalah Bapak Makpud selaku Kepala Desa, Bapak Ahmad Ghoni selaku
sekertaris Desa, Ibu Anisa Amd. Keb selaku bidan Desa, Ibu Malla selaku
petugas Posyandu, Ibu Casuni selaku paraji, Ibu Kholipah selaku penduduk
Desa (Ibu Nifas) dan Mbah Wasmi selaku juru kunci atau sesepuh di Dusun
Sewoharjo Desa Karanganyar Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang

Pengumpulan data ini menggunakan teknik observasi untuk mencari data


tentang kondisi demografi desa dan kegiatan penduduk sehari-hari, teknik
wawancara yaitu untuk menggali informasi tentang mitologi, nilai-nilai
kearifan lokal yang ada didalam tradisi ritual nifas, pengetahuan penduduk
tentang masa nifas dan masalah yang sering terjadi dalam masa nifas.
Isntrumen dalam pengumpulan data ini menggunakan kamera sebagai
alat dokumentasi dalam bentuk gambar dan posel sebagai alat perekam suara
serta video yang dijadikan bukti dalam penelitian Praktik Kuliah Lapangan
yang diselenggarakan di Dusun Sewoharjo Desa Karanganyar Kecamatan
Pusakajaya Kabupaten Subang.

Tulisan ini merupakan laporan hasil penelitian pada penduduk Dusun


Sewoharjo Desa Karanganyar Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang.
Adapun subjek penelitiannya adalah tentang tradisi dan ritual buang ari-ari.
Adapun sistematika laporannya sebagai berikut. Adapun sistematikanya
adalah cover terdiri dari judul, kedudukan makalah, logo, nama penyusun
mulai dari ketua, dan data lembaga. Lembar pengesahan terdiri dari judul,
kolom tandatangan dosen, data lembaga dan nomor halaman dengan huruf.
Abstrak merupakan gambaran singkat tentang tujuan penulisan, masalah,
pengumpulan data dan kesimpulan temuan kecil. Kata pengantar
menjelaskan tentang tujuan memberikan informasi singkat tentang karya
tulis tersebut dan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu.
Daftar isi atau daftar tabel ditulis secara pointer sesuai dengan kaidah yang
ada.
Selain itu juga terdiri dari tiga bab diantaranya, bab satu merupakan bab
pendahuluan, pada bab pendahuluan ini mendeskripsikan tentang latar
belakang permasalahan, rumusan, permasalahan, tujuan dari penelitian atau
observasi, metode penelitian dan sistematika penulisan laporan. Bab dua
merupakan tinjauan pustaka, pada bab ini mendeskipsikan teori-teori yang
digunakan sesuai dengan tema yang diobservasikan. Bab tiga merupakan
laporan hasil Praktik Kuliah Lapangan, pada bab ini mendeskripsikan
tentang monografi desa, deskripsi tentang tema kajian, dan pembahasan.
Adapun dibagian penutup terdiri dari simpulan dan rekomendasi yang
didalamnya terdapat uraian yang menyajikan penapsiran dan pemaknaan
penelitian temuan. Daftar literatur terdiri dari daftar buku, tulisan yang
dijadikan rujukan serta informent berupa nama orang yang diwawancarai
serta kedudukan sosial misalnya aparat desa, bidan desa, paraji, sesepuh dan
penduduk desa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Local Wisdom


Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari dua
kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia
John M. Echlos dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom
(kearifan setempat ) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya.
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Sementara
Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur
budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya
untuk bertahan sampai sekarang.
Ciri-ciri kearifan lokal tersebut adalah mampu bertahan terhadap budaya
luar, memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya
asli, mempunyai kemampuan mengendalikan, mampu memberi arah pada
perkembangan budaya.
Kearifn lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakan pada level lokal
dibidang, pertanian, pendidikan, pengelolaaan sumber daya alam dan kegiatan
masyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pulaa kearifan budaya
lokal. Kearifan budayalokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah
sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta
diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang
lama.
Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang
berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam
dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik
yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sebagai salah satu bentuk
perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis melainkan
berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya
yang ada di masyarakat.
Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-
menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari
periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya
dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang
begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal
sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat
untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan
lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu
mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.
Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam
nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang
melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam
kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku
dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan
kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak
terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari
Pengertian di atas memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai
makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku
penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan
semua kehidupan di alam semesta serta mengubah cara pandang
antroposentrisme ke cara pandang biosentrisme dan ekosentrisme. Nilai-nilai
kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat
dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi
lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-
hari, baik terhadap alam maupun terhadap alam.

B. Pengertian Kebudayaan, Tradisi dan Ritual


Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,
seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.
Ritual adalah sarana yang menghubungkan manusia dengan hal-hal yang
bersifat keramat. Ritual dapat memperkuat ikatan sosial, kelompok, dan
mengurangi ketegangan.
Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian
bagi kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,
kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal yang mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi dapat punah.
Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang
dimiliki oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial
bersama di antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial
bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku
sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk
memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga sosial,
hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh
loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin. Bentuk kelembagaan sosial tersebut
dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa. Gotong royong merupakan
ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Di daerah
pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam banyak aspek
kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama merupakan beberapa
contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai sekarang masih dapat
ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan gotong
royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu di antaranya berkaitan
dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian, dan panen
yang dikemas dalam bentuk selamatan.

C. Pengertian Masa Nifas


Masa nifas atau puerperium dimulai sejak satu jam setelahnlahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca
persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu
dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dan pengobatan komplikasi
dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI,
cara mencegah kehamilan berikutnya, imunisasi dan nutrisi pada ibu.
Masa pascapersalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta
bayi. Bagi ibu yang mengalami persalaninan untuk yang pertama kalinya, ibu
menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna selama
hidupnya. Kedaan ini ditandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik
secara drastis, hubungan keluarga dan aturan serta penyesuaian terhadap aturan
yang baru. Termasuk di dalamnya perubahan dari seorang perempuan menjadi
seorang ibu di samping masa pascapersalianan mungkin menjadi masa
perubahan dan penyesuaian sosial ataupun perseorangan (individual).
Perdarahan pascapersalinan komplikasi yang terjadi pada tenggang
waktu di antara persalinan dan masa pascapersalinan. Seorang ibu dengan
anemia pada saat hamil umumnya lebih tidak mampu untuk mengatasi
kehilangan darah yang terjadi jika dibandingkan dengan seorang ibu dengan
kebutuhan nutrisi cukup. Penyebab perdarahan paling sering adalah atonia uteri
serta retensio plasenta, penyebab lain kadang-kadang adalah laserasi serviks atau
vagina, ruptura uteri dan inversi uteri-uteri.
Bila plasenta masih terdapat di dalam rahim atau keluar secara tidak
lengkap pada jam pertama setelah persalinan, harus segera dilakukan plasenta
manual untuk melahirkan plasenta. Tindakan hanya dianjurka untuk tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi dengan kondisi fasilitas kesehatan yang
cukup memadai. Bila plasenta telah dilahirkan secara lengkap, tetapi masih
terjadi perdarahan, segera berikan suntikan oksitosin. Dilanjutkan dengan
masase fundus secara sirkular sampai terjadi kontraksi uterus yang adekuat.
Keadaan ibu memerlukan pengawasan (tekanan drah, nadi, keadaan umum).
Salah satu penyebab infeksi nifas yang paling berbahaya dan
menyebabkan kematian adalah Grup A Streptokokus (GAS) atau Streptococcus
pyogenes. Gaguan pada masa nifas lainnya adalah eklamsia, eklamsia adalah
penyebab penting kematian ibu diseluruh dunia. Ibu dengan persalinan yang
diikuti oleh eklamsia atau pre-eklamsia berat, harus dirawat inap.
Pengobatannya menggunakaan magnesium sulfat. Kelainan hipertensi dalam
kehamilan di mulai setelah dua puluh minggu usia kehamilan, tetapi lebih sering
terjadi pada akhir kehamilan. Komplikasi pasca persalinan lain yang sering di
jumpai termasuk infeksi saluran kemih, retensio urin, atau inkontinensia.
Banyak ibu mengalami nyeri pada daerah perineum dan fulfa selama beberapa
minggu, terutama apabila terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi pada
persalinan kala II. Perineum ibu harus di perhatikan secara teratur terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
Masalah psikologi pada masa pascapersalinan bukan merupakan
komplikasi yang jarang ditemukan masalh ini dapat dihindari dengan adanya
dukungan sosial serta dukungan pelaksanaan pelayanan kesehatan selama
kehamilan, persalinan dan pascapersalinan. Status nutisonal pada masa remaja,
kehamilan dan laktasi memiliki dampak langsung pada kesehatan maternal dan
bayi selama masa nifas. Intake nutrisi pascapersalinan harus ditingkatkan untuk
mengatasi kebutuhan energi selama menyusui.
BAB III
LAPORAN HASIL PKL

Anda mungkin juga menyukai