(Rosyadi)
Abstrak
Kampung Mahmud adalah sebuah kampung adat yang masyarakatnya
teguh memegang dan melaksanakan tradisi yang diwarisi dari leluhurnya. Namun
arus modernisasi ternyata membawa dampak terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat setempat yang sudah mulai menampakkan perubahan. Beberapa
tradisi yang semula dipegang teguh oleh warga komunitas Kampung Mahmud, kini
mulai melonggar. Komunitas adat ini berdomisili di wilayah Kabupaten Bandung.
Penelitian ini mencoba mengkaji perubahan-perubahan pada aspek-aspek sosial
dan budaya yang terjadi di kalangan komunitas adat Kampung Mahmud. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terbuka dengan
beberapa tokoh masyarakat dan warga komunitas terpilih, serta pengamatan langsung
di lapangan (observasi).
Kata kunci: komunitas adat, kampung, perubahan masyarakat, perubahan
kebudayaan.
Abstract
Kampung (village) Mahmud is an adat kampung that strictly preserves their
customs inherited from their ancestors. But, modernization has given strong impacts
to the community in terms of socio-cultural life which has gradually changed. Some
of their traditions have become loosened. This adat commuity lives in Kabupaten
Bandung. The research tries to study socio-cultural changes that has occurred
amongst adat community of Kampung Mahmud. The author has conducted a
qualitative method with descriptive approach. Data were collected through opened
interview with several key persons and selected community member as well as
observation.
Keywords: adat community, community change, cultural change.
lain tidak dapat dipisahkan. Masyarakat terbentuklah ketertiban serta hukum dan
menciptakan kebudayaan, sebaliknya, kaidah-kaidah demi kelanjutan eksistensi
kebudayaan juga melahirkan masyarakat. kelompok (op.cit.:122)
Banyak ahli-ahli antropologi maupun Mengenai keterkaitan antara
sosiologi yang telah melahirkan teori- kebudayaan dan masyarakat dijelaskan
teori tentang pembentukan masyarakat pula oleh A.R. Radcliffe-Brown melalui
dan kebudayaan. Sebut saja Bronislow teori fungsionalisme-strukturalnya.
Malinowski, misalnya; melalui teori Kalau Malinowski lebih menekankan
fungsionalnya ia menjelaskan bahwa pada peranan individu, maka Radcliffe-
kebudayaan terbentuk sebagai respons Brown lebih menekankan pada fungsi
manusia terhadap tantangan/persoalan kebudayaan dalam struktur sosial.
yang dihadapinya, terutama dalam upaya Menurutnya berbagai aspek perilaku
untuk mempertahankan kelangsungan sosial, bukanlah berkembang untuk
hidupnya (survive). Kemudian bila memuaskan kebutuhan individual, tetapi
kebutuhan minimum manusia sudah justru timbul untuk mempertahankan
dapat dipenuhinya, maka ia berupaya struktur sosial masyarakat.
menciptakan kondisi buatan untuk Sungguhpun di antara kedua
mempertahankan kondisi yang dirasa ahli ini terdapat perbedaan perspektif
telah menguntungkannya. Kondisi penekanan, tetapi keduanya sepakat
buatan inilah yang oleh Malinowski bahwa pada akhirnya kebudayaan
dipandang sebagai kebudayaan dalam berfungsi untuk mempertahankan
bentuk sederhana dan esensi (Astrid S. kelangsungan masyarakat. Jadi jelas
Susanto, 1979) bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan
Penjelasan selanjutnya seperti dari kehidupan sosial masyarakat.
yang dikutip oleh Astrid S. Susanto, Kendatipun kebudayaan tidak
bahwa kondisi buatan ini diusahakan dapat dipisahkan dari kehidupan
kelanjutannya dengan pengadaan masyarakat, namun proses-proses
kembali (reproduksi), pemeliharaan perubahan pada kedua hal ini tidak selalu
(maintainance) serta pengelolaan identik. Artinya, perubahan masyarakat
(management). Pengadaan unsur-unsur tidak selalu merupakan perubahan
ini sekaligus mengadakan standar kebudayaan; demikian pula perubahan
kehidupan kebudayaan kelompok atau pada unsur-unsur kebudayaan tidak selalu
masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyebabkan perubahan pada struktur
mempertahankan eksistensi kelompok masyarakat. Akan tetapi, perubahan
dalam lingkungan alamiah, biologik dan kebudayaan dan masyarakat mungkin
fisik, manusia meneruskan pemikiran saja terjadi secara bersamaan.
serta pengalamannya kepada generasi Parsudi Suparlan, secara implisit
berikut sehingga terbentuklah tradisi. menjelaskan perbedaan kedua konsep
Penerusan ide-ide serta pengalaman perubahan ini. Ia menjelaskan bahwa
generasi satu kepada generasi berikutnya perubaan sosial adalah perubahan
dijalankan menurut metoda-metoda dalam struktur sosial dan dalam pola-
serta mekanisme pendidikan tertentu, pola hubungan sosial yang antara lain
sehingga terbentuklah lembaga-lembaga mencakup sistem status, hubungan-
(institutions) dan pelembagaan. Akhirnya hubungan dalam keluarga, sistem politik
dan kekuatan, serta persebaran penduduk. seketika, tetapi melalui proses perubahan
Adapun perubahan kebudayaan adalah pada unsur-unsurnya. Dalam setiap
perubahan yang terjadi dalam sistem ide kebudayaan selalu ada unsur-unsurnya
yang dimiliki bersama oleh para warga yang mudah berubah, dan ada unsur-
masyarakat yang bersangkutan, yang unsur yang sukar berubah. Ralph Linton,
antara lain mencakup aturan-aturan, dalam bukunya The Study of Men, yang
norma-norma yang digunakan sebagai dikutip oleh Koentjaraningrat dalam
pegangan dalam kehidupan warga buku Sejarah Teori Antropologi II,
masyarakat, nilai-nilai, teknologi, selera mengemukakan konsep perbedaan antara
dan rasa keindahan atau kesenian, serta bagian inti dari suatu kebudayaan (covert
bahasa (1981:2). culture), dan bagian perwujudan lahirnya
Secara umum penyebab perubahan (overt culture). Bagian intinya adalah
kebudayaan dan masyarakat bisa terjadi misalnya (1) sistem nilai-nilai budaya,
melalui dua sumber, yaitu sumber (2) keyakinan-keyakinan keagamaan
penyebab dari dalam masyarakat dan yang dianggap keramat, (3) beberapa
kebudayaan itu sendiri (faktor internal), adat yang sudah dipelajari sangat dini
dan sumber penyebab perubahan yang dalam proses sosialisasi individu warga
datangnya dari luar masyarakat dan masyarakat, dan (4) beberapa adat yang
kebudayaan yang bersangkutan (faktor mempunyai fungsi yang terjaring luas
eksternal). Untuk faktor yang pertama, dalam masyarakat. Adapun bagian
Ihromi menjelaskan, bahwa dalam setiap lahir dari suatu kebudayaan adalah
kebudayaan selalu ada suatu kebebasan PLVDOQ\D NHEXGD\DDQ ¿VLN VHSHUWL DODW
tertentu pada para individu, dan kebebasan alat dan benda-benda yang berguna,
individu memperkenalkan variasi ilmu pengetahuan, tata cara, gaya
dalam cara-cara berlaku, dan variasi hidup, dan rekreasi yang berguna serta
itu yang pada akhirnya dapat menjadi memberi kenyamanan. Bagian dari suatu
bagian dari kebudayaan (1980:32). kebudayaan yang lambat berubahnya
Atau bisa pula dorongan dari dalam dan sulit diganti dengan unsur-unsur
ini karena adanya rasa tidak puas atau asing, adalah bagian covert culture
adanya anggapan dari warga masyarakat (Koentjaraningrat, 1990:97).
pendukung kebudayaan itu sendiri bahwa
unsur-unsur budaya tertentu sudah
tidak dapat memenuhi kebutuhannya, 3. Perubahan Sosial Budaya pada
sehingga perlu diubah, dikembangkan Komunitas Adat Kampung
atau bahkan ditiadakan. Adapun faktor Mahmud
penyebab dari luar adalah masuknya Kampung Mahmud adalah
unsur-unsur budaya asing ke dalam suatu sebuah perkampungan khas, yang
kelompok masyarakat atau kebudayaan, memiliki pola pemukiman tradisional,
sehingga menyebabkan perubahan pada serta warganya taat memelihara dan
kebudayaan atau masyarakat tersebut, menjalankan adat istiadat peninggalan
baik dalam bentuk akulturasi maupun leluhurnya. Oleh karena itu, masyarakat
asimilasi. Kampung Mahmud dikategorikan ke
Perubahan kebudayaan maupun dalam kelompok komunitas adat. Dilihat
masyarakat tidak berjalan serentak, dari posisinya, Kampung Mahmud tidak
terlalu jauh dari Kota Bandung, dan peluang warga Mahmud berkomunikasi
tempat itu cukup mudah dijangkau dari dengan orang luar Kampung Mahmud.
Kota Bandung, baik dengan kendaraan Pertama, ada sarana transportasi berupa
pribadi maupun kendaraan umum. jembatan kokoh dan mulus di atas
Namun di wilayah areal perkampungan Sungai Citarum yang mempermudah
mereka menampakkan pemandangan keluar masuknya berbagai alat
yang sangat berbeda dengan pola transportasi ke tempat tersebut. Kedua,
pemukiman kelompok masyarakat media komunikasi berupa telefon, media
lainnya di sekeliling mereka. elektronik seperti radio dan televisi; juga
Mengenali Kampung Mahmud media cetak seperti surat kabar, majalah,
cukup mudah, karena di gerbang atau buku sudah masuk dan digunakan
pintu masuk ke kampung ini terdapat oleh warga masyarakat setempat untuk
sebuah gapura yang bertuliskan Makom menjalin komunikasi dengan dunia luar.
Mahmud. Makom Mahmud sendiri Selain itu, mereka pun sudah terbiasa
merupakan sebuah komplek makam dengan kunjungan para peziarah dari
keramat yang merupakan makam leluhur daerah lain.
masyarakat setempat. Makam keramat Secara administratif Kampung
ini banyak dikunjungi para peziarah, baik Mahmud termasuk ke dalam wilayah
dari lingkungan setempat maupun dari Desa Mekarrahayu, Kecamatan
luar Kampung Mahmud. Margaasih, Kabupaten Bandung. Areal
Kampung Mahmud menempati Kampung Mahmud meliputi dua RT,
lokasi yang terpisah dengan yakni RT 01 dan RT 02 di wilayah
perkampungan lainnya. Batas-batas RW 04. Penduduk Kampung Mahmud
yang mengelilingi Kampung Mahmud jumlahnya lebih kurang 200 kepala
adalah Sungai Citarum. Tepatnya, batas keluarga, menempati tanah seluas ± 4
Kampung Mahmud di sebelah barat, hektar. Lebih dari setengah luas lahan
selatan, dan timur adalah Sungai Citarum tersebut digunakan untuk pemukiman,
lama. Adapun di sebelah utara, Kampung dengan ciri khas rumah yang masih
Mahmud dibatasi oleh Sungai Citarum dipertahankan oleh sebagian warga.
Baru. Mereka menggantungkan hidup
Kampung Mahmud juga dan penghidupannya di tempat tinggalnya
menempati satu dataran yang agak rendah sendiri, dengan bertani dan berwirausaha.
atau lengkob dalam bahasa Sunda. Menjadi petani, khususnya petani
Meskipun demikian, tempat tersebut penggarap, merupakan mata pencaharian
tidak pernah mengalami banjir. Menurut sebagian besar penduduk Mahmud. Saat
pandangan masyarakat setempat, kondisi ini, sedikit sekali petani yang menggarap
tersebut berkat tuah atau barokah dari lahannya sendiri, baik sawah maupun
tanah karomah yang menjadi asal-usul kebun. Sebagian besar dari mereka
kampung tersebut. telah menjual lahan tersebut kepada
Secara geografis, Kampung orang luar Kampung Mahmud. Hasil
Mahmud memang berada di pinggiran penjualan tadi umumnya digunakan
Sungai Citarum dan agak terpisah dari untuk menunaikan ibadah haji. Sawah
perkampungan lain di sekitarnya. Kondisi yang masih dimiliki warga Mahmud
geografis seperti itu tidak menutup sekarang berada di wilayah desa lain,
tanah “karomah” atau tanah haram yang diteruskan oleh anak-anaknya. Kalaupun
dibawanya dari Mekah. Kemudian ada anak-anaknya yang tidak menjadi
lahan yang semula rawa itu berubah ketua adat, mereka biasanya berperan
menjadi lahan yang layak untuk sebuah sebagai tokoh agama.
perkampungan. Satu per satu rumah
bermunculan sehingga membentuk 5. Pola Pemukiman
sebuah kampung. Karena tanah rawa Kawasan Kampung Mahmud
yang masih labil, maka ada ketentuan dahulu merupakan sebuah delta di
dilarang membangun rumah bertembok belokan Sungai Citarum. Kondisi delta
dan berkaca serta menggali sumur. Untuk ini berupa tanah rawa, yang masih
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari labil dengan posisi tanah lebih rendah
mereka memanfaatkan air dari Sungai dibandingkan dengan daerah sekitarnya.
Citarum. Kampung tersebut selanjutnya Sungai Citarum kemudian diluruskan
diberi nama Mahmud, nama yang sama dengan membangun saluran Sungai
dengan tempat Eyang Manaf berdoa Citarum baru dan menimbun sungai
ketika berada di Mekah, yakni Gubah Citarum lama yang terletak di depan
Mahmud. kawasan Kampung Mahmud.
Ketika masa penjajahan Belanda, Rumah-rumah dibangun
Kampung Mahmud kerap menjadi tempat mengelompok dan memadati bagian
persembunyian yang cukup aman bagi selatan Sungai Citarum baru. Selain
para pejuang. Konon untuk keperluan itu rumah tinggal terdapat bangunan-
pula, ditetapkan beberapa larangan, di bangunan lain, yaitu: satu sekolah
antaranya: dilarang memelihara angsa, Madrasah/Tsanawiyah yang terletak di
membunyikan gong, serta membuat dekat pintu masuk kampung, satu masjid
rumah bagus yang bertembok dan yang terletak di bagian barat kampung,
berkaca. satu bale yang mempunyai fungsi
Eyang Abdul Manaf mempunyai untuk tempat pengajian, menerima
7 generasi penerus hingga sekarang tamu, dan pertemuan atau musyawarah
ini, yaitu: (1) Eyang Sutrajaya, (2) masyarakat. Selain itu juga terdapat tiga
Eyang Inu, (3) Eyang Mahmud Iyan, madrasah, MCK, pekuburan, kebun, dan
(4) Eyang Aslim, (5) Eyang Kiai H. jalan. Persawahan terletak di sebelah
Zaenal Abidin, (6) Kiai H. Muhamad utara Sungai Citarum baru. Semua
Madar, dan (7) H. Amin. Setelah wafat, unsur tadi membentuk satu kesatuan
Eyang Abdul Manaf dimakamkan di pola pemukiman yang fungsional bagi
kampung yang didirikannya. Makamnya penghuninya.
tetap terpelihara hingga saat ini, bahkan Luas wilayah Kampung Mahmud
dikeramatkan oleh anak cucu keturunan sekitar 4 ha dengan jumlah rumah
warga Mahmud. Pada akhirnya makam sekitar seratus. Rumah penduduk
Eyang Dalem H. Abdul Manaf lebih merupakan unsur yang dominan di dalam
dikenal dengan nama Makom Mahmud, perkampungan tersebut. Rumah tampak
seperti tulisan yang tertera pada pintu mengelompok, tanpa ada ketentuan yang
gerbang memasuki Kampung Mahmud. mengatur arah menghadap rumah-rumah
Setelah dia meninggal, tampuk tadi. Umumnya rumah-rumah mereka
kepemimpinan Kampung Mamud berjejer berhadap-hadapan di sepanjang
agar tempat tersebut bebas dari pantauan menempati rumah tersebut. Tawasul
penjajah. dilakukan di atas sebidang tanah yang akan
Beberapa upacara adat yang masih dibangun rumah. Waktunya bertepatan
sering dilakukan masyarakat Kampung dengan peletakan batu pertama. Acara
Mahmud antara lain: ini juga dihadiri oleh para tetangga
dan pekerja bangunan, dan tentunya
a. Upacara Sepanjang Lingkaran Hidup pemilik rumah. Mereka bersama-sama
Wa rg a k o m u n i t a s K a m p u n g berdoa memohon keselamatan, di bawah
Mahmud masih melakukan berbagai pimpinan seorang kuncen. Usai berdoa,
upacara yang berkaitan dengan lingkaran mereka makan tumpeng bersama.
hidup. Upacara-upacara yang dimaksud Upacara kedua berlangsung
adalah upacara kehamilan yang dilakukan ketika rumah sedang dibangun, yaitu
pada saat usia kehamilan tujuh bulan dan pada saat “naekkeun suhunan” atau
disebut dengan istilah upacara “nujuh membuat rangka atap rumah. Pemimpin
bulan” atau upacara “tingkeb”. Upacara upacaranya adalah kuncen, dan peserta
yang berkaitan dengan kelahiran seperti: upacaranya adalah pemilik rumah dan
upacara selamatan pemberian nama dan keluarganya, tetangga, dan para pekerja.
upacara “ngubur bali” (mengubur ari-ari Upacara ketiga dilakukan ketika
atau tembuni). Upacara masa kanak- rumah tersebut selesai dibangun.
kanak bagi anak laki-laki biasa dilakukan Upacara ini dinamakan “salametan”
upacara khitanan. Upacara yang berkaitan atau selamatan, karena pembangunan
dengan perkawinan seperti lamaran, rumah selamat dari hal-hal yang tidak
akad nikah, dan lain-lain. Upacara diinginkan. Perlengkapan upacara yang
yang berkaitan dengan kematian, yaitu disediakan untuk upacara tersebut adalah
tahlilan selama 7 hari berturut-turut, tumpeng dan makanan kecil lainnya.
upacara tileman, yaitu memperingati hari Upacara selamatan dilaksanakan di
kematian seseorang, dimulai pada hari dalam rumah baru, serta dipimpin oleh
ketiga (tiluna), hari ketujuh (tujuhna), seorang kuncen.
hari keempat puluh (matang puluh), hari
keseratus (natus), hari keseribu (newu), c. Upacara Memandikan Keris
dan mendak atau tepung taun. Upacara memandikan keris
dilaksanakan pada tanggal 12 Maulud.
b. Upacara Membangun Rumah Tujuan upacara ini adalah “ngalap
Masyarakat Kampung Mahmud barokah” (mengharap berkah) dari malam
masih melaksanakan upacara adat yang 12 Maulud yang diperingati sebagai hari
berkaitan dengan pembangunan sebuah lahir Nabi Mumhammad saw. Tempat
rumah. Sebelum membangun rumah, penyelenggaraan upacara di madrasah
mereka biasanya bertawasul. Tujuan yang berdekatan dengan rumah ketua adat.
tawasul adalah untuk meminta izin dan Perlengkapan upacara yang digunakan
berkah kepada “karuhun” yang telah adalah keris-keris kepunyaan para tokoh
membangun daerahnya agar selamat masyarakat maupun warga masyarakat,
dalam membangun rumah. Selain itu, seperti keris atau alat kerja seperti golok,
tawasul juga bertujuan untuk meminta pisau, cangkul dan lain-lain. Pemimpin
keselamatan bagi penghuni yang akan upacara ini adalah ketua adat dibantu
oleh mereka yang tergolong kaya atau memandang masyarakat dan kebudayaan
berpendidikan, guru misalnya. Baru Sunda sebagai cita-cita utopis, akan
kemudian diikuti oleh warga masyarakat tetapi menyadari bahwa di tengah-tengah
pada umumnya. masyarakat dan kebudayaan Sunda
ada kebudayaan-kebudayaan lain yang
8. Kesenian juga eksis. Terlebih lagi dengan semakin
Masyarakat Kampung Mahmud intensifnya kontak antarbudaya, maka
mayoritas adalah orang Sunda. proses-proses akulturasi pun tidak dapat
Meskipun demikian, kesenian Sunda dihindari.
tidak berkembang dan tidak pernah Kebudayaan Sunda kini
dipergelarkan di tempat tersebut. Hal ini dihadapkan pada kebudayaan-
sangat erat kaitannya dengan larangan kebudayaan lain yang daya pengaruh dan
atau tabu untuk memukul gong yang cakupannya jauh lebih luas. Pertama ialah
masih dipegang kukuh oleh mereka. kebudayaan bangsa atau kebudayaan
Kesenian yang berkembang dan diminati nasional, dan kedua adalah kebudayaan
masyarakat Kampung Mahmud adalah dunia (globalisasi). Kedua “budaya
kesenian yang bernafaskan ke-Islaman, asing” ini mempengaruhi dan memberi
seperti kasidahan. Jenis kesenian warna pada keberadaan kebudayaan
tersebut berupa nyanyian yang diiringi Sunda masa kini.
irama tetabuhan rebana, dengan lirik Komunitas adat Kampung
lagu bernafaskan ke-Islaman. Mereka Mahmud adalah komunitas orang Sunda
yang terlibat menjadi anggota kelompok yang berlatar belakang budaya Sunda.
kasidahan adalah generasi muda, baik pria Namun dalam beberapa hal kebudayaan
maupun wanita. Hampir setiap madrasah mereka menunjukkan kekhasan, yang
yang ada di Mahmud memiliki kelompok lebih banyak menonjolkan pengaruh
kasidahan sendiri. Kasidahan biasanya unsur-unsur budaya Islam. Hal ini
ditampilkan pada saat peringatan hari- nampak sekali dalam penampilan
hari besar keagamaan. dan aktifitas keseharian mereka dan
juga dalam kehidupan berkesenian.
Kendatipun mereka adalah orang Sunda,
C. PENUTUP tetapi kesenian Sunda tidak berkembang
Dewasa ini ada dua pandangan di di kalangan masyarakat setempat, justru
kalangan masyarakat Sunda mengenai kesenian yang berkembang adalah
jatidiri masyarakat Sunda. Pandangan kesenian kasidahan yang notabene
yang pertama cenderung bersifat bernafaskan Islam. Demikian pula dalam
etnosentris, yang memandang masyarakat hal ritual-ritual yang biasa dilaksanakan
dan kebudayaan Sunda sebagai yang oleh masyarakat setempat adalah ritual-
pertama, yang utama, serba baik dan ritual Islami yang berbaur dengan tradisi
nyaris tanpa cacat. Pandangan ini berlatar Sunda.
pada mitos-mitos mengenai nenek Hal ini dapat dirunut dari
moyang orang Sunda, dan kejayaan “karuhun” yang menjadi cikal bakal
kerajaan-kerajaan Sunda di masa lampau. masyarakat setempat, yaitu Eyang Haji
Sedangkan pandangan yang kedua lebih Abdul Manaf yang menurut legenda
bersifat realistis. Mereka tidak lagi masyarakat setempat lama hidup di
Ihromi, T.O.1980.
Pokok-Pokok Antropologi
Budaya. Jakarta: Penerbit
Gramedia.
Koentjaraningrat, 1987.
Sejarah Teori Antropologi I.
Jakarta: Penerbit UI-Press.
Rosyadi, 2009.
“Mengenali Komunitas Adat
di Jawa Barat”. Makalah yang
disampaikan dalam Penayangan
dan Diskusi Kebudayaan yang
diselenggarakan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bandung Barat di
Padalarang Bandung.
Suparlan, Parsudi. 1980/1981.
“Manusia, Kebudayaan dan
Lingkungannya, Perspektif
Antropologi Budaya”, dalam
Majalah Ilmu-ilmu Sastra
Indonesia (Indonesian Journal
of Cultural Studies). November/
Februari. Jilid IX No.2 dan 3.
Hal.237-249. Jakarta: Penerbit
Bharata.
Sumakerti, Muhtarom, 2009.
“ D i l e m a P e m b e rd a y a a n
Komunitas Adat”. Makalah yang
disampaikan dalam Workshop
dan Festival Komunitas Adat,
diselenggarakan oleh BPSNT
Bandung.
Susanto, Astrid. S. 1979.
Pengantar Sosiologi dan
Perubahan Sosial. Bandung:
Penerbit Bina Cipta.