Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap kelompok masyarakat memiliki kebudayaan yang beragam sekaligus

menjadi hal yang membedakannya dengan kelompok masyarakat lainnya.

Kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki oleh setiap komunitas dipertahankan dan

dilakukan secara berulang-ulang dari generasi ke generasi. Kebudayaan yang

dilakukan secara berulang umumnya dikenal sebagai suatu tradisi karena dipraktekan

oleh para pemangkunya dan dipertahankan karena dianggap memiliki nilai lebih

kepada perkembangan masyarakat pemangkunya. Salah satu contoh tradisi yang

masih tetap dipertahankan oleh masyarakat sampai saat ini karena memiliki nilai

lebih adalah tradisi cuci negeri di pulau ambon khususnya di negeri Soya. Menurut

Bety D.S. Hetarion, dkk (2020:3) bahwa tradisi cuci negeri berisi nilai-nilai

kepedulian lingkungan, demokrasi, religi, tanggung jawab, nilai gotong

royong/kerjasama atau di Maluku lebih di kenal dengan istilah Masohi. Cuci

negeri mengandung nilai-nilai kebaikan untuk hidup bersama seperti nilai

persaudaraan, kekeluargaan persatuan dan kesatuan.

Bangsa Indonesia pada hakikatnya mempunyai kekayaan budaya yang sangat

heterogen karena corak masyarakat yang multi etnis, agama, kepercayaan, dan lain

sebagainya. Dengan demikian, negara ini memiliki keberagaman budaya yang sangat

kaya. Oleh karena keragaman budaya yang ada di Indonesia maka berbagai produk

1
budaya yang dihasilkan oleh masyarakatnya secara tidak langsung menjadi identitas

keIndonesiaan. Identitas dimaksud harus dipertahankan dan dipelihara demi

keberlanjutan warisan budaya leluhur kepada generasi berikutnya. Keberlanjutan

berbagai warisan budaya yang ada diimplementasikan dalam praktek-praktek budaya

yang dilakukan secara berulang dan berkesinambungan. Praktek-praktek berulang

yang dilakukan oleh masyarakat ini secara umum dikenal sebagai tradisi. Tradisi

yang dilahirkan oleh manusia merupakan adat istiadat, yakni kebiasaan namun lebih

ditekankan kepada kebiasaan yang bersifat suprantural yang meliputi nilai-nilai

budaya, norma-norma, hukum dan aturan yang berkaitan.

Tradisi yang dilakukan oleh suatu komunitas merupakan hasil turun temurun

dari leluhur atau dari nenek moyang. Sehingga dapat dikatakan bahwa Manusia dan

budaya memang saling mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengaruh tersebut dimungkinkan karena kebudayaan merupakan produk dari

manusia. Namun, di sisi lain keanekaragaman budaya merupakan ancaman yang

besar dan menakutkan bagi pelakunya juga lingkungannya, bahkan tidak hanya

individu, kelompok juga bagi bangsanya ( Robi Darwis, 2017). Untuk itu peran

penting dari individu, komunitas juga semua lapisan masyarakat perlu untuk

melestaraikan budaya. Dalam budaya itu sendiri mengandung nilai moral

kepercayaan sebagai penghormatan kepada yang menciptakan suatu budaya tersebut

dan diaplikasikan dalam suatu komunitas masyarakat melalui tradisi.

Tradisi merupakan keyakinan yang dikenal dengan istilah animisme dan

dinanisme. Animisme berarti percaya kepada roh-roh halus atau roh leluhur yang

2
ritualnya terekspresikan dalam persembahan tertentu di tempat-tempat yang dianggap

keramat. Kepercayaan seperti itu adalah agama mereka yang pertama, semua yang

bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau memiliki roh yang

berwatak buruk maupun baik. Dengan kepercayaan tersebut mereka beranggapan

bahwa di samping semua roh yang ada, terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih

kuat dari manusia agar terhindar dari roh tersebut mereka menyembahnya dengan

jalan upacara yang disertai dengan sesaji-sesaji (Kuntjaraningrat, 1954).

Dalam prakteknya, setiap kelompok masyarakat di berbagai wilayah dunia

senantiasa melakukan berbagai upaya sebagai bagian dari praktek para leluhur dalam

kebudayaannya. Salah satu kelompok masyarakat yang menjadi fokus dalam kajian

ini adalah masyarakat Desa Adodo Molu di pulau Molu Kecamatan Molu Maru

Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Masyarakat Desa Adodo Molu dalam praktek

budayanya masih menerapkan berbagai aturan adat salah satu di antaranya yaitu

tradisi sobak. Sobak adalah suatu tradisi yang diterapkan dalam memperlakukan

orang-orang yang pertama datang di desa adodo Molu. Tradisi ini dilakukan kepada

para pendatang dari luar desa Adodo Molu yang datang mendiami desa tersebut baik

untuk sementara maupun dalam jangka waktu yang lama.

Dalam pandangan masyarakat Desa Adodo Molu tradisi sobak harus dilakukan

kepada semua orang yang baru pertama kali menginjakkkan kakinya di desa Adodo

Molu baik pendatang maupun anak negeri desa Adodo Molu yang tinggal di

perantauan. Mereka meyakini, apabila tidak dilaksanakan maka akan terjadi hal-hal

buruk yang menimpa orang-orang yang baru pertama kali datang ke desa Adodo

3
Molu. Tradisi ini dilaksanakan dengan keyakinan agar setiap pendatang yang datang

di desa Adodo Molu tidak mengalami gangguan hal-hal gaib, karena masyarakat

Adodo Molu masih menyakini adanya roh-roh nenek moyang yang masih mendiami

desa mereka dan tradisi tersebut dilakukan sebagai bagian dari tindakan untuk

memperkenalkan pendatang kepada roh nenek moyang. Pengenalan dilakukan dengan

melaksanakan upacara dengan material Tuat (sopi) yang didoakan oleh tua-tua adat

dari marga tertentu di dalam desa Adodo Molu. Berdasarkan fenomena tersebut maka

sebagai anak negeri Adodo Molu terdorong untuk melakukan kajian dengan judul:

“Tradisi Sobak Pada Masyarakat Adodo Molu Kecamatan Molu Maru Kabupaten

Kepulauan Tanimbar”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, yang menjadi

masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana sejarah ritual adat Sobak di desa Adodo Molu

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Sobak ?

3. Apa saja makna dan nilai yang trerkandung dalam tradisi Sobak ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih cermat dan kemudian

menjelaskan beberapa hal yang terkait langsung dengan tujuan penelitian ini yang

adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan sejarah ritual adat Sobak di desa Adodo secara kronologis

4
2. Mendiskripsikan tata cara pelaksanaan tradisi doa adat Sobak

3. Menguraikan makna dan nilai yang trerkandung dalam tradsis doa adat

Sobak

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Tentunya hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat yang

diharapkan untuk untuk membantu memperdalam wawasan dan pengetahuan

penulis mengenai bagaimana pandangan masyarakat Adodo Molu terhadap

Ritual doa adat Sobak dan bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi doa adat

Sobak.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan informasi bagi masyrakat khususnya masyarakat Adodo

Molu agar masyarakat terutama generasi muda dapat mengetahui apa saja

makna dan nilai yang terkandung dalam doa adat “Sobak”, untuk kemudian

dapat diinternalisasikan dalam parktek kehidupan mereka.

E. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam memahami judul dalam

penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa hal terkait masalah

dalam penulisan ini yaitu: Kata Sobak: berasal dari bahasa Fordata yang

artinya doa adat sedangkan Tnabar Ila’a: dalam bahasa Fordata kata Tnabar

adalah Tarian dan Ila’a adalah besar maka Tnabar Ila’a mengandung

pengertian tarian besar yang terdiri dari banyak anggota penari, contohnya

5
Tarian Kidabela. sedangkan kata Mela dalam bahasa Pordata artinya para

pemangku adat yang ada di desa Adodo Molu.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Budaya

1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari kata bahasa

Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau

akal. Kebudayaan dapat diartikan “Segala hal yang bersangkutan dengan akal budi

atau akal”. Koentjaraningrat (1981,5) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan

perkembangan dari bentuk jamak “budi daya”, artinya daya dari budi, kekuatan dari

akal. Kemudian beliau merumuskan definisi kebudayaan itu sebagai “keseluruhan

gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta

keseluruhan dari hasil budi dan karya itu”. Menurut Kusdi (2011: 12) budaya atau

kebudayaan berasal daribahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk

jamak dari buddhi (budi dan akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan

budi dan akal manusia. Disini tampaknya menekankan kepada aspek kolektif, bahwa

budaya adalah hasil kerja dari sejumlah akal dan bukanhanya satu akal individu saja.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan berasal dari kata culture, yang berasal dari

kata latin colere, yaitu mengelola dan mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai

mengelola tanah dan atau bertani. Kata culture kadang juga diterjemahkan sebagai

“kultur” dalambahasa Indonesia. Menurut Malinowski dalam Cica Nayati (2012 : 9)

budaya adalah keseluruhan kehidupan manusia yang terdiri dari berbagai peralatan

7
dan barang-barang konsumen, berbagai peraturan untuk kehidupan masyarakat, ide-

ide dan hasil karya manusia, keyakinan dan kebiasaan manusia. Menurut Edwar

dalam Cica Nayati (2012: 10) budaya adalahgabungan kompleks menyeluruh yang

terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai

kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai

bagian dari sebuah masyarakat.

Wibowo (2007: 15) menjelaskan budaya merupakan kegiatan manusia yang

sistematis diturunkan dari generasi ke generasimelalui berbagai proses pembelajaran

untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling sesuai dengan lingkungan tempat

tinggalnya Menurut Taylor dalam (Setiadi 2006:27) kebudayaan adalah suatu

keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

keilmuan, hukum adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang dapat

oleh manusia sebagai anggota masyarakat sedangkan ( Wibowo ( 2007:89)

kebudayaan adalah suatu corak hidup dari suatu lingkungan masyarakat yang tumbuh

dan berkembang berdasarkan spiritualitas dan tata nilai yang disepakati oleh suatu

lingkungan masyarakat dan oleh karenanya menjadi eksistensial bagi lingkungan

masyarakat tersebut.

2. Unsur–Unsur Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur unsur

kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua

bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut

adalah (Sumarto, 2019) :

8
a. Sistem Bahasa

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya

untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi,

studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut

Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan

pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan

mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan

demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.

b. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan

hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di

dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup

pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.

Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak

mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu

sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui

dengan teliti ciri ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat

tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang

alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya.

c. Sistem Sosial

Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan

usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat

9
melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok

masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai

berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari

hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu

keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan

digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk

organisasi sosial dalam kehidupannya.

d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka

akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para

antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang

dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup

dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan

tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi

merupakan bahasan kebudayaan fisik.

e. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus

kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian

mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem

perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

10
f. Sistem Religi

Asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya

pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau

supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu

melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan - hubungan

dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam usaha untuk memecahkan

pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para

ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa

dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman

dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.

g. Kesenian

Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi

mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang

dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak

yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal

tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknik-teknik dan

proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut

juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu

masyarakat.

B. Pengertian Tradisi

Untuk melihat relevansi antara tradisi Sobak dengan berbagai pengertian

tradisi menurut para ahli, maka akan dikemukakan beberapa pengertian tradisi untuk

11
kemudian disimpulkan tradisi Sobak masuk pada unsur yang mana atau sesuai dengan

pengertian tradisi yang lebih condong dengan Sobak. Secara etimologis tradisi berasal

dari bahasa latin: tradition yang artinya diteruskan atau pola kebiasaan yang

dilakukan secara berulang-ulang sesuai nilai-nilai yang meliputinya. Tradisi dalam

bahasa Latin traditio, artinya diteruskan dalam bahasa adalah sesuatu kebiasaan yang

berkembang dalam masyarakat menjadi adat istiadat yang diasimilasikan dengan

ritual adat dan agama. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Nasional, tradisi adalah

adat kebiasaan turuntermurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam

amsyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2025: 1208)

Tradisi dapat diartikan sebagai sesutau yang dilakukan secara terus-menerus

dalam suatu kelompok masyarakat. Tradisi bukan suatu hal yang tertulis dan terjalin

melalui proses kesepakatan, namun tradisi ada karena diwariskan oleh nenek moyang

secara turun-temurun, menurut pengalaman dan kepercaayaannya. Selain itu tradisi

adat dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1990 :959) dapat diartikan sebagai adat

atau kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam

masyarakat. Menurut Hasan Hanafi, tradisi (turats) segala warisan masa lampau yang

masuk pada kita dan masuk kedalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Penilaian

apapun anggapan bahwa cara-cara yang masih ada merupakan yang paling baik dan

benar.

Menurut Van Reusen, tradisi merupakan suatu norma adat istiadat, kaidah-

kaidah, harta-harta. Akan tetapi tradisi bukan sesuatu yang tidak dapat diganti.

Tradisi justru berpadu dengan beberapa perbuatan masyarakat dan diangkat dalam

12
keseluruhannya (Van Reusen, 1992: 115). Selanjutnya menurut Poerwadaminto,

tradisi ialah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat yang

dilakukan secara terus-menerus, seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga kepercayaan

(WJS Poerwadaminto, 1997). Dari beberapa pernyataan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa tradisi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia

yang tetap dipertahankan secara terus-menerus baik adat, budaya dan tidak dapat

diubah. Tradisi menggambarkan bagaimana anggota masyarakat berbuat baik dalam

kehidupan, namun hal itu dapat terwujud apabila manusia saling menghargai,

menghormati dan dapat menjalankan tradisi secara baik dan benar.

C. Pengertian Kepercayaan atau Religi

Kepercayaan terhadap dunia gaib dan praktek ilmu magis sepertinya bisa

ditemukan di banyak wilayah di Indonesia seperti Jawa. Dalam hal ini, O’Keefe

(1982: 1) berpendapat bahwa kepercayaan terhadap magis tidak hanya ditemukan

pada zaman batu dan pada masyarakat primitif saja, tapi juga bisa ditemui di hampir

setiap masa. Dalam semua konteks budaya lintas dunia, agama adalah bagian integral

dalam aspek-aspek aktifitas budaya yang lain. Agama adalah apa yang orangorang

lakukan dari hari ke hari. Dengan kata lain, agama menjadi seperangkat ide gagasan

dan kepercayaan dimana setiap orang bisa terlibat, dan juga sebagai kerangka bagi

pengalaman hidup dan aktifitas keseharian mereka. Mengkaji agama dan budaya

selanjutnya adalah memahami bagaimana agama menjadi elemen penting yang

memanifestasikan perbedaan-perbedaan mereka. Hal ini berarti bahwa mengkaji

agama bersifat komparatif, atau lebih tepatnya mengkaji agama adalah lintas budaya,

13
melihat agama-agama melintasi daerah dari budaya yang berbeda-beda (Nye, 1992:

3).

Terkait penyebutan agama dan religi, Harsojo (1984) menggunakan istilah

‘religion’ ketimbang ‘confession’ sebagai istilah yang hendak merangkum sistem

kepercayaan manusia sebagai suatu fenomena umum. Kedua, dijelaskannya bahwa

antropologi menyelidiki religi secara empiris dan komparatif untuk memahami asal-

usul religi, fungsi religi, dan sistematika religi. Antropologi tidak menyelidiki

kebenaran dalam religi, melainkan menyelidiki pengaruh agama itu pada manusia dan

masyarakat serta pengaruhnya pada perkembangan kebudayaan. Religi merupakan

bagian dari kebudayaan manusia, oleh karenanya kedua pendekatan itu (teologi dan

antropologi) tidak perlu saling bertentangan (Harsojo, 1984: 220-221).

Menurut Leslie A. White, religi atau salah satu unsur yang membentuk religi

yakni keyakinan (belief), adalah salah satu bagian dari sistem ideologis. Sistem ini

sendiri adalah salah satu wujud inti kebudayaan. Dengan demikian religi adalah

bagian dari dan terbentuk dalam ruang lingkup kebudayaan manusia (Radam, 2001:

2). Dalam kajian ini, penulis memahami religi bukan semata-mata sebagai agama,

melainkan sebagai fenomena kultural. Religi adalah wajah kultural suatu bangsa yang

unik. Religi adalah dasar keyakinan, sehingga aspek kulturalnya sering mengapung di

atasnya. Hal ini merepresentasikan religi sebagai fenomena budaya universal. Religi

adalah bagian budaya yang bersifat khas.

Menurut Malinowski (1954: 17), tidak ada seorang pun di dunia ini, seprimitif

apa pun orang tersebut, yang tidak beragama dan tidak mempercayai magis.

14
Pernyataan ini dikemukakan berdasarkan data dan fakta bahwa sudah banyak

penelitian-penelitian yang dilakukan terkait dengan kepercayaan dan religi

masyarakat primitif di berbagai belahan dunia. Dalam alam pikiran mereka, ada suatu

kepercayaan terhadap sesuatu yang suci (the sacred), di samping sesuatu yang

dianggap biasa (the profane). Dua domain ini tidak pernah bisa lepas dari alam

pikiran manusia. Domain the sacred muncul dan hadir dalam bentuk kepercayaan

terhadap magis dan agama, dan domain the profane menampakkan diri dan

berkembang menjadi science. Artinya bahwa, seprimitif apapun sebuah masyarakat,

selalu dalam gagasannya tidak terlepas dari dua domain tersebut. Konsep religi

mengandung berbagai unsur seperti keyakinan, ritual, upacara, sikap dan pola tingkah

laku, serta alam pikiran dan perasaan para penganutnya.

Berbagai aktifitas seperti berdo’a, bersujud, bersaji, berkorban, slametan,

makan bersama, menari dan menyanyi, berprosesi, berseni drama suci, berpuasa,

bertapa, bersemedi, mengucapkan mantra, mempraktikan magis, mempercayai

mahluk-mahluk halus (gaib), menyediakan sesajen dan lain sebagainya merupakan

bagian dari aktifitas religi (Koentjaraningrat, 1980 : 81). Aktifitas inilah yang

membuat sebuah kepercayaan menjadi suatu religi. Menurut Victor Turner (1966 : 3)

mengatakan bahwa ritual kewajiban yang harus dilalui seseorang dengan melakukan

serangkaian kegiatan yang menunjukan suatu proses dengan tata karakter tertentu

untuk masuk kedalam kondisi atau kehidupan yang belum pernah dialaminya, pada

saat itu seseorang atau sekelompok wajib menjalani ritual. Mereka diatur oleh aturan-

aturan, trandisi, kaidah-kaidah dan upacara yang berlaku selama peristiwa itu

15
berlangsung. Ia berpendapat bahwa ritual merupakan transformasi simbolis dari

beberapa pengalaman kebutuhan primer manusia, maka ia akan melakukan kegiatan

yang spontan, tanpa rancangan dan kegiatan yang kadangkala tanpa disadari, namun

polanya benar-benar alamiah.

D. Pengertian Masyarakat Adat

Menurut Soekanto Soerjono (2001: 91) Masyarakat merupakan suatu bentuk

kehidupan bersama, yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang

cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan”. Masyarakat adat didefinisikan

sebagai “Sebuah kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup

berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua warganya” (Hazairin,

1970:44). Dari dua definisi mengenai “masyarakat” dan “masyarakat adat” terdapat

sejumlah unsur yang harus dijustifikasi di lapangan (di antara masyarakat adat sendiri

dan pihak-pihak terkait) yaitu: organisasi sosial beserta anggota-anggotanya yang

berhubungan dengan sesamanya dalam menghasilkan kebudayaan, kesatuan hukum

penguasa, lingkungan hidup, tanah dan air. Secara de facto kenyataan fisik ini

dimiliki oleh setiap masyarakat (adat), tetapi pengakuan resmi terhadap keberadaan

dan hak-hak mereka harus disahkan oleh Perda (aspek yuridis formil) tersendiri.

Pengakuan negara terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum ada

telah tertuang di dalam konstitusi negara Indonesia sebagaimana yang dinyatakan

Pasal 18B ayat 2 dan Pasal 28I ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan

tentang masyarakat adat juga telah terdapat di undang-undang sektoral yaitu Undang-

Undang Kehutanan, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, UU Perlindungan dan

16
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Pemerintah Daerah, dan UU Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta UU tentang Desa yang lahir pada akhir

2013 dimana terdapat pengaturan khusus terhadap desa adat. Dengan adanya

pengakuan oleh negara, sudah seharusnya pemerintah sebagai refresentasi dari negara

yang memberikan perlindungan terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum

adat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yaitu negara lahir untuk melindungi warga

negaranya namun pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat terhadap tanah dan

sumber daya alamnya masih saja terjadi, justru didalam perkembangan negara ini

masyarakat hukum adat selalu menjadi korban dari kebijakan-kebijakan pemerintah.

Pemerintah melalui berbagai kebijakan di bidang perkebunan, pertambangan

maupun kelautan serta sektor lainnya secara sistematis mengendalikan kegiatan

perekonomian masyarakat hukum adat dengan mengambil alih sumberdaya ekonomi

berupa tanah dan kekayaan alam di dalamnya. Dampak dari perampasan tanah itu

terjadi pemiskinan di wilayah-wilayah adat yang kaya sumber daya alamnya di

seluruh nusantara. Menurut uraian Hazairin (Hazairin 1970: 44) sebagai berikut

“Masyarakat- masyarakat hukum adat seperti desa di jawa, marga di Sumatra Selatan,

nagari di Minangkabau, kuria di Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan adalah

kesatuan- kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk

sanggup berdiri sendiri yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan

kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua

anggotanya. Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal, atau bilateral)

mempengaruhi sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian,

17
peternakan, perikanan dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, di tambah sedikit

dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan. Semua

anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya.

Penghidupan mereka berciri komunal, diman gotong royong, tolong-menolong,

serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar.” Dalam perkembangan istilah

masyarakat hukum adat lahir pula istilah masyarakat adat yang dirumuskan dan

dipertegas oleh kongres masyarakat adat nusantara pada maret 1999. (Yance

Arizona, Dkk, 2015), mengatakan Masyarakat Adat Nusantara, (AMAN) bahwa

masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul

leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan

atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang di atur oleh hukum

adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Kalau kita lihat hukum di indonesia mendefinisikan masyarakat adat di dalam

berbagai peraturan ditemukan beragam istilah untuk menyebut masyarakat hukum

adat. Istilah tersebut dimulai dari komunitas adat terpencil, masyarakat adat,

masyarakat hukum adat, kesatuan masyarakat hukum adat, maupun masyarakat

tradisional. Perbedaan istilah itu menunjukkan pluralime masyarakat hukum adat.

18
E. Konsep Makna dan Nilai Budaya Dalam Masyarakat

1. Makna Dan Nilai Budaya

a. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan

dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat, karena itu

sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nila kebenaran, nilai

estetika, baik nilai moral, religius dan nilai agama (Elly Setiadi, 2006:31). Nilai

merupakan kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia perorangan,

masyarakat, bangsa, dan negara. Kehadiran nilai dalam kehidupan manusia dapat

menimbulkan aksi dan reaksi, sehingga manusia akan menerima atau menolak

kehadirannya. Sebagai konsekuensinya, nilai akan menjadi tujuan hidup yang ingin

diwujudkan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Sebagai contohnya, nilai

keadilan dan kejujuran, merupakan nilai- nilai yang selalu menjadi kepedulian

manusia untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan.

Dan sebaliknya pula kebohongan merupakan nilai yang selalu ditentang atau

ditolak oleh manusia (Joko Tripasetyo,2008: 18). Menurut Rusmin Tumangor dkk

(2010:25) menjelaskan bahwa: “Nilai adalah sesuatu yang abstrak (tidak terlihat

wujudnya) dan tidak dapat disentuh oleh panca indra manusia. Namun dapat di

identifikasi apabila manusia sebagai objek nilai tersebut melalukan tindakan atau

19
perbuatan mengenai nilai-nilai tersebut. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai

landasan, alasan, ataupun motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.

Dalam bidang pelaksanaannya nilai-nilai dijabarkan dan diwujudkan dalam bentuk

kaidah atau norma sehingga merupakan suatu larangan, tidak diinginkan, celaan, dan

lain sebagainya”. Relevan dengan teori tersebut, penulis menegaskan bahwa nilai bisa

dikatakan juga sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang

berhubungan dengan keadaan baik, buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap

suatu objek. Menjadi sebuah ukuran tentang baik-buruknya, tentang tingkah laku

seseorang dalam kehidupan di masyarakat, lingkungan dan sekolah. Menjadikan

sebuah tolak ukur seseorang dalam menanggapi sikap orang lain dilihat dari

pencerminan budaya yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.

Demikian luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep

lainya, ataupun dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan

dengan logika menjadi benar-salah ketika dihubungkan dengan estetika indah-jelek,

dan ketika dihubungkan dengan etika menjadi baik-buruk. Tapi yang pasti bahwa

nilai menyatakan sebuah kualitas. Pendidkan nilai adalah penanaman dan

pengembangan nilai pada diri seseorang atau sebagai bantuan terhaap pesertadidik

agar menyadari dan mengalami nilai serta menempatkanya secara integral dalam

keseluruhan hidupnya (Zaim Elmubarok, 2008:12). Nilai muncul dari permasalahn

yang ada di lingkungan, masyarakat serta sekolah dimana diberikan pendidikan untuk

membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu mengahadapi kompleksitas di

20
masyarakat yang sering berkembang secara tidak terduga. Maka munculah masalah

yang berkatan dengan nilai baik-buruknya seseorang dalam mengahadapi pandangan

seseorang terhadap oran

b. Macam-Macam Nilai Budaya

Macam-macam nilai budaya sangat erat kaitanya dengan kebudayaan dan

masyarakat. Setiap masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu

mengenai suatu hal dan terkadang kebudayaan dan masayarakat itu sendiri

merupakan nilai yang tiada terhingga bagi orang yang memilikinya. Menurut

pendapat seorang ahli menjelaskan bahwa suatu sistem nila budaya berfungsi sebagai

pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu

nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian. Berikut penjabaranya: yang yang

dikutip oleh Koentjaraningrat (2009) dalam buku (Tilar A. R, 2002:20).

1. Nilai Material, Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi

unsur manusia.

2. Nilai Vital, Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia

untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3. Nilai Kerohanian, Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yanng berguna

bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan atas 4 macam

antara lain : a) Nilai kebanaran ( kenyataan) yang bersumber dari unsur

akal manusia. b) Nilai keindahan (estetika) yang bersumber dari unsur

perasaan. c) Nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak

21
atau kemauan (etika dan karsa) d) Nilai religius (nilai ke-tuhanan) yang

bersumber dari keyakinan dan kepercayaan manusia kepada sang pencipta.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

banyak sekali nilai budaya yang berkembang di keluarga maupun di

masyarakat desa yang harus dipatuhi oleh setiap individu agar moralnya

menjadi terarah lebih kepada positif dan tidak menyimpang dari nilai-nilai

budaya yang berkembang saat ini. Nilai budaya sangat banyak sekali

adapun diantaranya sudah di uraikan diatas seperti nilai moral, nilai

religius, nilai kerohanian dan lain-lain yang berdapak pada moralitas

individu

22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang ingin di capai, maka tipe

penelitian kualitatif deskritif dengan pendekatan antropolog budaya sukmadinata

Nana. (2011) mengatakan bahwa penelitian deskritif kualitatif yaitu ditunjukan untuk

memahami fenomena soial dari sudut atau prespektif partisipan. Partisipan adalah

orang-orang yang diajak berwawancara diobservasi, diminta memberikan data,

pendapat dan pemikiran persepsinya pemahaman diperoleh melalui analisis berbagai

keterkaitan dari partisipan, dan diperoleh melalui analisis berbagai keterkaitan dari

partisipan, dan melalui penguraian-penguraian pemaknaan partisipan tentang situasi

situasi dan peristiwa - peristiwa.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Adodo Molu Kecamatan Molu Maru

Kabupaten Kepulaun Tanimbar.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian diperoleh dari :

1. Para informan atau narasumber yang terdiri tua adat, tokoh masyarakat dan

orang-orang yang memiliki pengetahuan serta pemahaman terkait masalah

yang diteliti.

2. Dokumentasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

23
D. Teknik Pengambilan Sampel

Karena pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, maka Teknik yang

digunakan adalah purposive sampling (H.B Sutopo 88:22) menyatakan para sumber/

informan akan dipilih dan ditetapkan yang artinya penelitian akan memilih informasi

yang dianggap tahu dan dapat dipercaya serta mengerti terhadap maksud yang sedang

diteliti untuk menjadi sumber data. Oleh karena itu informasinya yang dipilih adalah

Tokoh-tokoh adat Adodo Molu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka digunakan pengumpulan

data sebagai berikut:

1. Observasi

Adapun observasi ilmiah adalah perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian

atau sesuatu dengan maksud menafsirnya, mengungkapkan faktor-faktor

penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya (Garayibah

2014:38).

2. Wawancara

Wawancara yakni teknik untuk memperoleh informasi secara langsung dengan

cara bertanya kepada para informan dengan menggunakan pedoman wawancara

sesuai dengan masalah yang diteliti. Wawancara dapat didefenisikan sebagai

“interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan

salah seorang, yaitu yang melakuakan wawancara meminta informasi atau ungkapan

24
kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya”

(Hasan 1963) dalam Garabiyah (2014:50).

Koentjaraningrat 2001:103 menambahkan bahwa menjalankan wawancara yang

dapat menarik sebanyak mungkin keterangan dari informan dan dapat menumbuhkan

raporrt yang sebaik-baiknya memang merupakan sesuatu kepandaian yang hanya

dapat dicapai dengan banyak pengalaman.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan langkah awal dalam rangka untuk menyiapkan

kerangka penelitian yang bertujuan memperoleh informasi penelitian sejenis maupun

memperdalam kajian teoritis (Khatibah, 2011:38). Adapun metode studi pustaka yang

dipakai dalam skripsi ini adalah dengan cara menelaah dan membandingkan sumber

kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Selain itu, karya tulis

ilmiah ini menggunakan metode studi pustaka dengan teknik simak merupakan teknik

pengumpulan data dengan cara menggunakan buku-buku, literatur ataupun bahan

pustaka, kemudian mencatat atau mengutip pendapat para ahli yang ada di dalam

buku tersebut untuk memperkuat landasan teori dalam karya tulis ilmiah in

F. Validitas Data

Adapun validitas data diambil adalah sesuai dengan pengalaman individu yang

digunakan guna untuk menambah sumber keterangan tentang permasalahan yang

diteliti. Pengalaman itu dapat membawah perubahan baik bagi peneliti maupun para

pembaca. Maka perlu peneliti menggunakan teori triangulasi menurut (Moleong

1990:178) bahwa tringulasi adalah Teknik pemeriksaan keabsahan dara sesuai yang

25
lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan dari data

itu. Teknik trngulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui

sumber data. Sebagai salah satu teknik pengolahan data kualitatif, triangulasi menurut

Sugiyono (2011) diartikan sebagai teknik yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Peneliti melakukan triangulasi tentunya ada maksud tertentu yang ingin

dilakukan. Selain peneliti mengumpulkan data yang akan digunakan dalam penelitian,

juga sekaligus menguji kredibilitas suatu data melalui berbagai teknik pengumpulan

data dan berbagai sumber data. Kegunaan triangulasi adalah untuk mentracking

ketidaksamaan antara data yang diperoleh dari satu informan (sang pemberi

informasi) dengan informan lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknik yang

dapat menyatukan perbedaan data agar ditarik kesimpulan yang akurat dan tepat.

Penggunaan teknik triangulasi meliputi tiga hal yaitu triangulasi metode, triangulasi

sumber data, dan triangulasi teori. Tujuannya adalah untuk membandingkan

kebenaran data yang diperoleh dari berbagai sumber di lapangan untuk memeperoleh

keandalan dan kesahihan data yang meliputi:

1. Tringulasi sumber data.

Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui

berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan

observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation),

dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi

dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau

26
data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang

berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan

melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. Sasaran dari

triangulasi sumber data ini adalah untuk menguji kredibilitas data dengan cara

mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber, seperti membandingkan

keterangan sumber informan dengan kenyataan di lapangan.

2. Tringulasi teori.

Yang dimaksud triangulasi teori adalah dimana hasil akhir penelitian kualitatif

berupa sebuah rumusan informasi atau statement. Informasi tersebut selanjutnya

dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual

peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori

dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali

pengetahuan teoritik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh.

Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki kemampuan khusus

ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika

perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh berbeda. Dalam penulisan skripsi ini

peneliti telah melihat berbagai korelasi dari setiap teori yanhg dipakai untuk

membandingkannya dengan berbagai data informasi yang diperoleh dari para

informan mengenai tradisi Sobak yang dilakukan oleh masyarakat di desa Adodo

Molo Kabupaten kepulauan Tanimbar.

27
3. Triangulasi peneliti

Triangulasi peneliti dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas, dan

kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan. Perlu diketahui bahwa sebagai

manusia, peneliti sering kali sadar atau tanpa sadar melakukan tindakan-tindakan

yang merusak kejujurannya sehingga tingkat objektivitasnya diragukan karena ketika

proses pengumpulan data berlangsung, sering peneliti terlalu melepaskan

subjektivitasnya bahkan kadang tanpa kontrol. Contohnya peneliti melakukan

rekaman-rekaman yang salah terhadap data di lapangan. Melihat kemungkinan-

kemungkinan ini, maka perlu dilakukan triangulasi terhadap peneliti. Yaitu dengan

meminta bantuan peneliti lain melakukan pengecekan langsung, wawancara ulang,

serta merekam data yang sama di lapangan. Hal ini adalah sama dengan proses

verifikasi terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan oleh seorang peneliti.

Langkah lain yang harus dilakukan adalah penulis membaca dan menelusuri karya-

karya tulis dari beberapa peneliti, yang dianggap relevan dengan tema yang penulis

teliti guna melengkapi dan memperkuat data peneliti dengan wawncara observasi atau

Teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda, dan dilakukan berulang-ulang

sehingga dilakuakan kepastian datanya.

G. Teknik Analisi Data

Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu dengan

menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil

observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap

memiliki sudut pandang yang berbeda. Tentu masing-masing cara itu akan

28
menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan

pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai

pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran

yang autentik. Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan mengenai tradisi Sobak,

sepenuhnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat

pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan diawali dengan proses

klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutakan dengan mempertimbangkan

pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan bersifat

umum.

Teknik analisis data digunakan untuk mengelolah data dan informasi adalah

pertama berhubungan dengan membuat perbandingan, yang lain mengajukan

pertanyaan-pertanyaan. Secara fakta, Grounded theory sering dirujukan dalam

literatur sebagai metode analisi perbandingan tetap Glaser & Strasuss. (Bungin

Burhan 2014:139.). Selanjutnya Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data

ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas analisis

data kualitiatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus sampai tuntas, sehingga

datanya jenuh. Analisis ini terdiri dari 3 hal utama: Reduksi Data, Penyajian Data dan

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi. Dimana ketiga kegiatan tersebut merupakan

kegiatan yang saling terkait pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan

29
data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum. Adapun prosedur

pengembangannya data kualitatif adalah :

1. Data collecting, yaitu proses pengumpulan data.

2. Data editing, yaitu proses pembersihan data, artinya memeriksa kembali

jawaban apakah cara menjawabnya sudah benar.

3. Data reducting, yaitu data yang disederhanakan, diperkecil, dirapikan, diatur

dan dibuang yang salah.

4. Data display, yaitu penyajian data dalam bentuk deskriptif verbalitas.

5. Data verifikasi, yaitu pemeriksaan kembali dari pengulangan data.

6. Data konklusi, yaitu perumusan kesimpulan hasil penelitian yang disajikan,

baik perumusan secara umum ataupun khusus.

Analisis Data Model Interaktif menurut Miles dan Huberman

30
BAB IV

HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

1. Letak Geografis

Desa Adodo Molu adalah salah satu desa yang terletak di pulau Molu dan

secara administratif masuk dalam Kecamatan Molu Maru. Kabupaten Kepulauan

Tanimbar. Iklim dari Desa Adodo Molu adalah iklim tropis pada musim barat angina

bertiup dari arah barat laut hingga secara khusus mengalami musim kemarau

(September- Januari). Sedangkan pada musim timur dan tenggara yang merupakan

musim hujan ( April-Agustus). Musim peralihan terjadi pada bulan Februari sampai

bulan Mei. Secara geografis desa Adodo Molu dengan batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Maluku Tenggara

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Wulmasa

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Wadankou

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda.

Desa Adodo Molu dipimpin oleh seorang kepala desa yang bertindak sebagai

pemimpin formal dan informal.

2. Keadaan Demografi

31
Tabel 4. 1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Tahun 2021

Laki – laki 411

Perempuan 432

Kepala Keluarga 202

Jumlah 843

[Sumber : Data Kantor Desa Adodo Molu]

Berdasarkan data penduduk yang diperlukan dari Kantor desa Adodo Molu

Tahun 2022 maka diketahui jumlah penduduk desa Adodo Molu pada tahun 2021

sebanyak 843 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 202 KK, jika diklasifikasikan

menurut jenis kelamin, laki laki 411 jiwa dan perempuan 432 jiwa.

32
Tabel 4. 2.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No Indikator Tahun 2021

1 0 – 12 bulan 9

2 > 1 - < 5 Tahun 175

3 > 5 - < 7 Tahun 60

4 > 7 - < 15 Tahun 139

5 > 15 - 56 Tahun 380

6 > 56 Tahun 80

Jumlah 843

[Sumber : Data Kantor Desa Adodo Molu]

Penduduk menurut kelompok usia berdasarkan table di atas bahwa usia 0 – 12

bulan berjumlah 9 jiwa, > 1 - < 5 Tahun berjumlah 175 jiwa, > 5 - < 7 Tahun

berjumlah 60 jiwa, > 7 - < 15 Tahun berjumlah 139 jiwa, > 15 - 56 Tahun berjumlah

380 jiwa, > 56 Tahun berjumlah 80 jiwa, sehingga total keseluruhan 843 jiwa.

33
Tabel 4. 3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Pedagang Lokal 59

2 Pengrajin 68

3 PNS 30

4 TNI/POLRI 3

5 Penjahit 5

6 Kontraktor 1

7 Tukang Kayu 24

8 Tukang Batu 16

9 Petani 599

9 Guru 14

10 Belum Bekerja 244

Jumlah 843

[Sumber : Data Kantor Desa Adodo Molu 2021]

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Adodo Molu yaitu

Pedagang Lokal berjumlah 59 jiwa, Pengrajin berjumlah 68 jiwa, PNS berjumlah 30

34
jiwa, TNI/POLRI berjumlah 3 jiwa, Penjahit berjumlah 6, Kontraktor berjumlah 1

jiwa, Tukang Kayu berjumlah 24 jiwa, Tukang Batu berjumlah 16 jiwa, Petani

berjumlah 599 jiwa, Guru berjumlah 14 jiwa, dan yang belum bekerja 244 jiwa,

sehingga semua berjumlah 843 jiwa.

Tabel 4. 5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah

1 Kristen Protestan 843

2 Kristen Katolik -

3 Islam -

4 Hindu -

5 Budha -

6 Kong Hu Chu -

(Sumber : Data Kantor Desa Adodo Molu), 2021

Agama adalah salah satu bentuk kepercayaan yang dianut oleh masing – masing

orang dengan tingkat kepercayaan yang berbeda-beda kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mayoritas penduduk desa Adodo Molu beragama Kristen Protestan di bawah

naungan Gereja Protestan Maluku (GPM). Keadaan masyarakat desa Adodo Molu

35
berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel di atas. Masyarakat desa Adodo Molu

dalam kehudpan sesehari sangat mengutamakan prinsip “gotong royong” hal ini

sangat terlihat dari beberapa tradisi yang telah dilakukan oleh para leluhur dan masih

dilestarikan hingga saat ini seperti : mendirikan rumah baru, perkawinan, kematian

dan kegiatan-kegiatan lainya. Hal ini tentu menggambarkan sifat gotong royong yang

sangat kuat, dan memerlukan suatu komitmen yang teguh agar nilai-nilai yang

terkandung didalamnya tetap dilestarikan dari generasi kegenerasi yang dalam bahasa

Molu disebut dengan istilah “ tuwu na’wawa harandata n’kati”. Selain itu

masyarakat Desa Adodo Molu dikenal juga dengan sifatnya yang masih tetap di

lestarikan hingga saat ini ialah budaya malu, dimana setiap kali bertemu atau

berpapasan dengan orang lain mereka selalu menundukan badan sebagai rasa hormat

mereka kepada orang tersebut, hal ini menjadi ciri tersendiri yang membuat

masyarakat Adodo Molu dipandang berbeda dengan masyarakat di Kabupaten

Kepulauan Tanimbar secara keseluruhan.

B. Sejarah Singkat Desa Adodo Molu

Untuk merekonstruksi sejarah desa Adodo Molu dihadapkan pada keterbatasan

sumber-sumber tertulis. Oleh karena itu dalam penjelasan ini penulis menggunakan

data-data wawancara yang melibatkan tua-tua adat yang dianggap oleh masyarakat

desa Adodo Molu sebagai orang-orang yang paham dan tahu tentang sejarah desa

Adodo Molu. Menurut bapak Yosua Lanit, terbentuknya Desa Adodo Molu dimulai

dari kisah tentang masa lalu penduduk setempat yang terdiri atas beberapa marga

yang hidup dan menetap di sebuah pulau kosong. Mereka hidup terpisah pada tempat

36
masing-masing dan memiliki wilayah tempat tinggal masing-masing. Ketiga marga

tersebut terdiri dari :

Marga Isikiwar yang tinggal di tempat yang bernama Hoar hilaa,

Marga Laulu yang tinggal di tempat yang bernama Hilwuli,

Marga Lanit yang tinggal di tempat yang bernama Karaka

Asal usul mereka mereka bergabung dan membentuk sebuah desa adalah

perkawinan. Dimana laki-laki dari marga Isikiwar menikahi perempuan dari marga

Laulu. Setelah menikah maka marga Isikiwar meminta agar semua anggota keluarga

dari marga Laulu turun dan bergabung bersama mereka. Setelah itu mereka meminta

marga Lanit yang bertempat tinggal di Karaka untuk turun dan bergabung bersama

mereka, dari situ lalu mereka membentuk satu kampong yang mereka beri nama

Adodo Molu. Secara harafiah Adodo Molu berasal dari bahasa Fordata, adodo yang

artinya setengah mati dan Molu yang artinya ilang-ilang (jauh). Dalam bahasa yang

lain disebut juga “kamalmolu” yang artinya Kampung yang ilang-ilang atau

kampong yang jauh. Alasan pemberian nama Desa Adodo Molu karena, pada zaman

dahulu masyarakat masih menggunakan alat seadanya untuk bekerja mereka

menebang pohon besar dengan menggunakan kapak dan parang saat mereka

membersihkan lahan untuk berkebun dengan alat yang seadanya dibandingkan

dengan sekarang yang suda menggunakan alat-alat yang canggih. (Wawancara

dengan bapak Yosua Lanit 17 Agustus 2022)

C. Sajian Data Dalam Matriks

37
No Kode Data Kode Informan Jawaban

1 D-01 O1. Y. A Proses pelaksanaan dimulai dengan

berkumpulnya tua-tua adat dalam pusat


02. W
untuk menyambut pendatang baru untuk
03. A
melakukan Ritual Doa Adat. Selesai

berdoa Tua adat memberikan Tuat kepada

pendatang tersebut untuk di minumn

sebagai tanda bawa pendatang tersebut

sudah menjadi bagian dari masyarakat di

Desa Adodo Molu, dan sebagian Tuat

disiram ketanah sebagai tanda bahwa Para

Lelehur sudah mengambil bagian dalam

Acara Ritual Sobak, setelah itu Tua Adat

berjabat tangan dengan pendatang baru

sebegai tanda berakirnya Acara Ritual

Sobak. Ritual ini dilakukan supaya Parah

Leluhur bisa mengenal pendatang baru

tersebut sehingga mereka tidak

mencelakahi pendatang tersebut.

2 D-02 0 1./ Y. A Pemimpin Ritual Sobak adalah Tua-Tua

38
0 2. W Adat atau biasa disebut Mela.

03.A

3 D-03 Tradisi ini diwajibkan untuk setiap

pendatang yang baru pernah

menginjakakan kaki di Desa Adodo Molu

tanpa terkecuali dan tidak menerima alasan

dalam bentuk apapun itu, karena Ritual

Sobak adalah Ritual yang Sakral dan

dilarang keras untuk setiap pendatang yang

menolak untuk mengikuti Ritual tersebut.

4 D-04 Bertolak dari kenyataan dan pengalaman

dalam masyarakat apabila ada pendatang


O1. Y. A
baru yang dengan sengaja tidak mengikuti
02. W
Ritual Sobak maka jangan salakan Tua-Tua

03. A Adat atau Masyarakat jika terjadi hal-hal

yang tidak diinginkan terjadi baik berupa

Sakit,Kerasukan bahkan sampai tingkat

Kematian. Itu disebabkan karena Para

Leluhur tidak mengenal pendatang tersebut

sehingga mereka mengira pendatang

tersebut sebagai orang jahat yang ingin

39
mencelakai Anak Cucu mereka yang ada

dalam Desa Adodo Molu, Oleh karena itu

wajib itu semua pendatang untuk ikut serta

dalam proses Ritual Sobak sehingga tidak

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

5 D-05 Adat Budaya, Nilai gotong royong, Nilai

kebersamaan, Nilai Kekeluargaan


O1. Y. A

02. W

03. A

6 D-06 O1. Y. A Biaya dan anggaran dalam melaksanakan

Tradisi Sobak ini 15rb untuk membeli sopi,


02. W
sedangkan untuk membeli Pinang, Siri,
03. A
Kapur dan Tembakau iris dengan harga

20rb jadi total Biyaya yang di keluarkan

Berjumlah 35rb untuk Acara Ritual Sobak.

D. Pembahasan

1. Sejarah Ritual Adat Sobak di Desa Adodo Molu

40
Desa Adodo Molu adalah salah satu desa yang mempunyai keberagaman adat

istiadat dan kebiasaan yang masih dijalankan atau dilaksanakan oleh masyarakat

sebagai warisan budaya dari para leluhur yang sampai saat ini masih dilestarikan.

Salah satu tradisi yang masih dilestarikan di desa Adodo Molu sampai saat ini adalah

ritual adat Sobak. Secara etimologi Sobak berasal dari bahasa Adodo Molu: Sobak

yang artinya doa adat. Upacara ritual adat Sobak merupakan ritual adat yang wajib

dilakukan kepada orang luar yang belum pernah mengunjungi Desa Adodo Molu.

(Wawancara dengan bapak Yosua Lannith pada 15 Agustus 2022). Ritual dimaksud

menandai bahwa para tamu atau pendatang telah dianggap sebagai bagian dari warga

Desa Adodo Molu. Bagi siapa yang tidak melakukan ritual adat Sobak maka dia akan

mendapat gangguan dari para leluhur. Ritual adat Sobak ini sudah ada sejak zaman

dahulu dan masih lestarikan hingga saat ini dari generasi ke generasi. (Wawacara

dengan bapak Wempy Lekky pada 16 Agustus 2022).

2. Pelaksanaan Ritual Adat Sobak di Desa Adodo Molu

Menurut bapak Amram Isikiwar (wawancara pada 18 Agustus 2022) Ritual

adat Sobak dilakukan oleh para leluhur sejak Desa Adodo Molu dibentuk sebagai

suatu desa, Karena pada waktu itu mereka belum mengenal agama sehingga tradisi

41
dari para leluhur masih dilakukan. Bahkan tradisi tersebut masih dilakukan hingga

saat ini walaupun masyarakat sudah memeluk Agama Kristen.

a. Persiapan

Berdasarkan keterangan dari para informan maka persiapan yang dilakukan

adalah pertama, para Mela atau pemangku adat berkumpul di pusat negeri untuk

membahas mengenai ritual adat Sobak yang akan dilaksanakan pada esok harinya.

Kedua, persiapan sopi sebagai bahan utama yang dipakai sebagai natzar untuk proses

ritual doa adat atau ritual Sobak.

b. Pelaksanaan

Seseorang yang memerlukan doa adat atau ritual Sobak harus menuju tempat

yang ditentukan dalam hal ini pusat sebagai tempat dilakukannya ritual dengan

membawa sopi dan diserahkan kepada pemangku adat Mela untuk melakukan doa

adat atau Sobak sesuai kebutuhan dari yang bersangkutan. Pada saat proses

pelaksanaan ritual adat Sobak para Mela semuanya harus menggunakan pakaian adat

dan mempersiapkan bahan utama yakni sopi dan ketika doa adat itu dilakukan bagi

para pendatang, maka harus juga dipersiapkan sirih, pinang, kapur, dan juga

tembakau iris yang diproduksi secara alami.

Proses pelaksaan ritual Sobak dilakukan di rumah adat, ritual harus dilakukan

oleh salah satu tua adat yang memimpin Sobak (doa adat) dengan menggunkan

bahasa daerah dari Desa Adodo Molu. Sambil melakukan ritual Sobak di tangan tua

42
adat tersebut memegang gelas yang berisi sopi. Setelah ritual ini selesai dilakukan,

tua adat yang menumpahkan sedikit sopi ke tanah sebagai tanda perkenalan orang

pendatang dan para leluhur di Desa Adodo Molu, kemudian sopi tersebut diberikan

kepada pendatang baru untuk meminumnya.

Adapun doa yang diucapkan oleh tua adat adalah sebagai berikut:

Tabel. 4. 6

Doa Adat/Sobak dan terjemahannya

Bahasa Fordata Bahasa Indonesia

Ou, mela lanit, lera, a, namserang Oh Tuhan di sore ini semua

warat, afwatan, roadlah, ralan, binatang baik yang terbang,

rewal mumuk hirarti rera renga merayap, mau pun berjalan

yawat maryari hira naa rir babanan masing-masing mencari tempat

hamae eja ala rdawa rir fanenu tinggal untuk beristirahat karena

fanaan hamar isa ini. Wali duan perjalanan satu hari untuk mencari

yanam ami ini, fudoku ami naia lanit makan minum. Dan juga kami

wawan ini amhewal wali ami tali anak-anak mu yang Tuhan

mam wai yab ralan ra, ma am yari tempatkan di bawa kolang langit

ihimami naia mam karya hamar isa ini. Kami kembali dari kebun dan

ini ta mela lanit. Na,a mam tempat kerja kami untuk

hidowung ini mam tinemum amala beristirahat karena kecapean

rala mami marmerat rat werin owa bekerja satu hari ini Tuhan dalam

43
howu amfalak werin owa fera persekutuan ini dengan hati yang

werinyai ta mela lanit, mu lolin tulus kami persembahkan syukur

werin ami tali lera beta kuriak nata dan terima kasih kepada Tuhan

namserang warat ini, tenamami atas kebaikanMu dari pagi sampai

lanum nangrebat namami nbana sore ini kehidupan kami sebagai

dyawan tamela lanit. Na,a mam manusia tetap memperoleh

ngerfalwut ini mela hawumangun keselamatan dari padamu Tuhan.

owi rma ma mena rfabana dis na,a


Dalam doa kami ini sebagai
bendar ini ta mela lanit ba ufadoku
pemangku adat dan juga mereka
hira na,a mu daldulan rattan ma
yang datang untuk tugas di
mulili hira. Maling watuk sian salah
kecamatan ini ya tuhan, untuk
tali hira, suhut ngnuban tali hira,
hamba taru kehidupan mereka
mala ngrubat brahin werin hira ma
kedalam tangan mu untuk tetap
rfabana rir dis na,a bendar ini,
menjaga, memelihara mereka dari
marwaat ala rsusu duama
sakit dan penyakit. Berikan
yanamami ran na,a bendar ini.
kekuatan dan keberanian bagi
Marwaat ala rfalak naram ta mela
mereka untuk melaksanakan tugas
lanit. Ou, mela lanit!!! Mena wak
dan tanggung jawab di kecamatan
ung rihi ungrar wali werin luri babu
ini demi kesejatraan bagi anak-
owi tar mela lanit, ba uhera tali owa
anakmu di kecamatan ini guna
bwareta tali temur warat, marmar,
memuji dan memuliakan nama-Mu

44
tranan, rma ma mataung ami na,a ya Tuhan.

mam ngertfalwut ini ma ungrihi Ya begini para leluhur, dari

ungnae wali werin hira ta mela saudara-saudara kita yang datang

lanit. di desa atau kampong kita ini

bukan mencari keluarga mereka,


Wean ini taubung nusing aweri tali
namun tugas yang di berikan tuhan
teriman owi rima did liwur ahu ini
melalui pemerinta daera
wahal mena rdawa terar wali rira,
menetapkan mereka untuk
nak owi dis tali mela lanit werin
melaksanakan tugas di kecamatan
faret mawu manfadoku hira na,a
ini, di desa ini, di molu maru ini.
bendar ini, na,a liwur ahu ini, na,a
Guna melaksanakan tugas
molu maru ini ma ala rtabana dis
pemerintahan di kecamatan Molu
fareta lel bendar molu maru ini. Ba
Maru. Sebagai manusia mereka
tamata hira ba wakal rdoku ma
tidak berpangku tangan perpangku
rdulan eyarira lima rira ala rsa,a
kaki untuk menantikan berkatMu.
fanemu fanaan, tanak waka rti
Namun mereka akan berkunjung
harun tiniman owi na,a molu maru
ke desa tetangga yang ada di
ini, ba wak retal ngur etal tatun
kecamatan Molu Maru ini. Mereka
narnaran, ba kne mtuan kira dek mi
akan melewati lautan dan daratan
brian hira ma wunut tear mia, nak
atau tempat keramat, untuk itu
tsak ralad rat wer mela lanit ma
ketika para leluhur bertemu
nalili hira ma hadek suhut ngnuban

45
ntuan ntaku tenar lanun ma dengan mereka jangan lah terkejut

nfamuwear ngra rira, tanak nala dengan mereka lalu

ngrebat ta brahin werin hira ma ala membahayakan kehidupan mereka

rfabana dis leal bendar molu maru dengan alat tajam seperti parang,

ini, ma hamar bai mela lanit nfalak tombak, dan busur pana. Namun

ma rfaban wali dis na,a bendar baku sama- sama kita memohon

wali nak tenar lanun nangrebat na pertolongan Tuhan untuk menjaga

rira nbana ilyawan waka rfalak mereka. Jaukanlah dari pada

hewal rat wen mela lanit fera we mereka sakit penyakit yang bisa

nun nyai. membinasakan kehidupan mereka.

Nilawan watan inyai. tetapi biarlah tuhan tetap

memberikan kekuatan kesehatan

bagi mereka agar mereka tetap bisa

melaksanakan tugas di kecamatan

molu maru ini. Dan ketika suatu

saat Tuhan memerintakan mereka

untuk melaksanakan tugas di

kecamatan atau kota yang lain

namun tubuh-tubuh mereka tetap

kuat dan memperoleh keselamatan

maka kembali kita persembakan

46
syukur dan terima kasih.

c. Penutup

Setelah mereka melakukan ritual doa adat atau Sobak di pusat negeri, proses

jabat tangan antara para tua-tua adat dengan pendatang adalah proses akhir dari ritual

doa adat tersebut. Proses jabat sebagai tanda orang tersebut sudah selesai mengikuti

ritual doa adat. Dengan berakhirnya ritual doa adat maka pendatang tersebut sudah

bisa berjalan di dalam kampung dan di hutan Desa Adodo Molu, karena para leluhur

sudah mengenal mereka lewat ritual yang dilakukan sehingga tidak akan ada

gangguan atau hal-hal aneh yang dirasakan oleh orang baru tersebut.

d. Perlengkapan-perlengkapan Ritual

Tabel 4. 7

Alat dan Bahan yang digunakan dalam proses Ritual

Alat Bahan

Pakaian Adat Sirih

47
Piring Kapur

Meja Pinang

Gelas Tembakau Iris

Sopi

Penggunaan pakaian adat sebagai alat dalam ritual doa adat atau Sobak adalah

sebagai tanda bahwa sedang diadakan ritual adat di Desa Adodo Molu. Penggunaan

pakaian adat juga sebagai ciri khas dari masyarakat setempat ketika melakukan

sebuah ritual adat. Sedangakan pengunaan sirih, kapur, pinang, dan tembakau iris

sebagai bahan yang sakral digunakan dalam proses ritual adat adalah karena pada saat

kita melakukan ritual adat atau Sobak kita bukan saja berdoa pada melainkan kita

juga berdoa pada nenek moyang kita untuk itu sirih, kapur, pinang, dan tembakau iris

sebagai bahan-bahan budaya dan juga sebagai bukti dan informasi bagi mereka agar

supaya orang baru datang ke Desa Adodo Molu tidak mendapatkan gangguan dari

para nenek moyang kita.

e. Peran Mayarakat Dalam Doa Adat Atau Tradisi Sobak

Peran masyarakat dalam pelaksanaan doa adat atau Sobak ketika dilakukan

bagi orang-orang yang baru pertama kali datang di desa Adodo Molu untuk

48
melaksanakan tugas seperti, guru, pegawai ASN, Tenaga medis, Bupati, maupun

pendeta. Ketika ritual ini dilaksanakan maka masyarakat Desa Adodo Molu diminta

semua untuk hadir di pusat negeri untuk menyaksikan ritual doa adat atau tradisi

Sobak tersebut.

f. Perubahan-Perubahan Dalam Ritual Doa Adat Atau Sobak

Perkembangan sekarang dalam proses ritual doa adat atau Sobak dimana ada

perubahan yang terjadi pada ritual doa adat atau Sobak pada masa saat ini jika

dibandingkan pada zaman dahulu ialah pada zaman dahulu pelaksanaan doa adat

hanya memerlukan satu botol sopi saja tetapi untuk sekarang ini telah terjadi

perubahan ditandai dengan bertambahnya jumlah botol sopi yang awalnya hanya 1

menjadi beberapa. Hal ini berkaitan juga dengan banyaknya jumlah orang yang

datang ke desa Adodo Molu dalam bentuk rombongan.

g. Makna dan Nilai Yang Terdapat Dalam Ritual Doa Adat Atau Sobak

Menyangkut dengan makna dan Nilai yang terkandung dalam ritual Sobak

tentunya tidak lepas dari unsur historis dan budaya kerena keduanya sangat berkaitan

dengan ritul tersebut di atas. Untuk lebih jelas mengenai kedua nilai yang

dimaksudkan dapat dijelaskan berikut ini:

1. Nilai historis, contohnya, dalam konteks historis dari sejarah ritual doa

adat atau Sobak dia tetap ada sampai saat ini. Ritual ini dipercaya sudah

ada dari zaman nenek moyang dan masih tetap dilaksanakan dari tahun

49
ketahun hingga pada generasi saat ini mereka masih menjalankan proses

ritual doa adat atau tradisi Sobak.

2. Nilai budaya dalam proses ritual doa adat atau Sobak tetap dipertahankan

dan tetap dilestarikan yang dimana harus menggunkan atribut adat dan

tidak bisa menggunakan atribut yang lain. Contohnya sopi, karena sopi

sudah menjadi kebudayaan bagi anak-anak negeri untuk selalu

mempertahankan nilai-nilai budaya dalam proses ritual doa adat atau

Sobak. Pewarisan ritual doa adat atau Sobak bagi generasi muda sampai

saat ini. Pewarisan yang dilakukan oleh nenek moyang dahulu bertujuan

agar para generasi muda melestarikan budaya ritual doa adat atau Sobak

sehingga budaya ini harus tetap dijaga eksistensinya dalam tatanan hidup

masyarakat desa Adodo Molu, dengan cara tetap dilaksanakan tradisi ini

jikalau setiap ada orang baru atau pendatang baru yang masuk di desa

Adodo Molu (wawancara bapak Yemsi Itranbey pada 18 Agustus 2022).

h. Makna Yang Terdapat Dalam Ritual Doa adat

Makna dari ritual doa adat ialah bagaimana masyarakat Adodo Molu

menjalankan atau melestarikan tradisi yang sudah diwariskan oleh para leluhur

agar tetap bertahan. Serta bagaimana memperkenalkan tradisi tersebut kepada

orang baru atau pendatang yang baru menginjakan kaki di desa Adodo Molu, agar

50
pendatang juga bisa mengatahui dan menghargai setiap tradisi di desa Adodo

Molu salah satunya ialah tradisi doa adat.(wawancara bapak Benjamin Isikiwar

pada 20 Agustus 2022)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

51
Berdasarkan uraian dan penjelasan yang telah diuraikan maka, penulis

berkesimpulan bahwa:

Dari sisi sejarah Tradisi Snobak memiliki nilai historis karena merupakan sesuatu

yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adat Adodo dan dipertahankan

sampai saat ini karna merupakan bagian dari karya leluhur dan perlu adanya

kesadaran sejarah untuk mengenang masa lalu terutama mennyangkut proses

penciptaan doa-doa adat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

masyarakat desa Adodo Molu yakni tentang sejarah pembentukan desa yang

senantiasa diingat oleh anak cucu desa Adodo Molu. Selain itu tradisi Sobak memiliki

makna religious yakni penghargaan terhadap leluhur pembentuk desa Adodo Molu

Makna dan nilai yang bisa dilihat pada upacara tradi Sobak mengandung

beberapa nilai terutama niliai kerohanian yaitu menyangkut segala sesuatu yanng

berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan atas 4 macam antara

lain :

1. Nilai kebanaran ( kenyataan) yang bersumber dari unsur akal manusia.

2. Nilai keindahan (estetika) yang bersumber dari unsur perasaan.

3. Nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan

(etika dan karsa)

4. Nilai religius (nilai ke-tuhanan) yang bersumber dari keyakinan dan

kepercayaan manusia kepada sang pencipta. Berdasarkan penjelasan diatas

penulis dapat menarik kesimpulan bahwa banyak sekali nilai budaya yang

52
berkembang di keluarga maupun di masyarakat desa yang harus dipatuhi

oleh setiap individu agar moralnya menjadi terarah lebih kepada positif

dan tidak menyimpang dari nilai-nilai budaya yang berkembang saat ini.

Nilai budaya sangat banyak sekali adapun diantaranya sudah di uraikan

diatas seperti nilai moral, nilai religius, nilai kerohanian dan lain-lain yang

berdapak pada moralitas individu terutama masyarakat yang ada di desa

Adodo.

Dengan demikian tradisi snobak merupakan suatu budaya yang perlu

dilestarikan dan dijaga, agar budaya ini tidak tergerus dengan perkembangan zaman

digital yang kian maju dan canggih. Hal ini disebabkan snobak merupakan suatu

hubungan antara manusia dengan Tuhan dan leluhur yang menggunakan bahasa

daerah sebagai alat komonikasinya, dalam hal sebagai wadah komunikasi dengan

Tuhan dan para leluhur, untuk memohon perlindungan kepada masyarakat setempat

maupun memohon perlindungan dari Tuhan dan leluhur terhadap setiap pengabdi

maupun mereka yang datang dan berkunjung untuk sementara waktu di Desa Adodo

Molu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan agar tradisi Sobak

perlu dipertahankan dijaga dan dilestarikan oleh para generasi muda agar tidak hilang

tergerus oleh perkembangan modernisasi, dengan menjadikannya sebagai tradisi

positif yang senantiasa dihidupkan dalam aktifitas budaya masyarakat Adodo Molu.

53
54
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmad. 1997. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jalarta. PT Rineka. Gnggota IKAPI

Bety. D. S. Hatarion, dkk. 2020. Implementasi Pendidikn Karakter berbasis kearifan

lokal cuci

negeri dlam pendidikan IPS. Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 22 No. 1. April

2022.

Bungin, Burhan. 2014. Analisis Data penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Cici Nayati. 2002. Peran Budaya Organisasi Terhadap Strategi Pemasaran Dalam

Upaya

Mencapai Keberhasilan Perusahan. Skripsi. Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga

Dewi Ratna Susi Dasmasela. 2020. Tradisi Pata Pena dalam Masyarakat Desa

Latdalam

Kabupaten Kepulauan tanimbar. Nyiur Jurnal Humaniora dan ilmu Sosial Vol 1.

No: 1.

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kwaliutatif. Jakarta. PT. Raja Grafindo Pres.

Harsojo. 1984. Pengantar Antropologi,cet ke-5. Jakarta: Binacipta

Hazairin. (1970). Demokrasi Pancasila. Bina Cipta. Jakarta

55
Jhon Haba. 2010. realitas Masyarakat Adat Di Indonesia. Sebuah repleksi. Jurnal

Masyarakat

Dan Budaya. Vol. 12 No: 1

Koencaraningrat. 1958. Metode Antropologi. Peneribit Jakarta Penerbitan Universitas

Koencaraningrat 1981. Pengantar Antropologi. Jakarta Aksara Baru.

Khatibah. 2011. Penelitian Kepustakaan. Jurnal Iqra’ Volume 05 No.01 Mei, 2011

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Jakarta Raja grafido Persada

Matthew B. Miles., A. Michael Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku

Sumber

Tentang Metode-Metode Baru, alih bahasa Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta: UI

Press.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa

Indonesia

Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Robi darwis 2007. Tradisi Ngaruat Bumi Dalam dalam Kehidupan Masyarakat. Studi

Diskriptif Kampung Cihideung Girang Desa Sukakerti Kecamatan Cislak

Kabupaten Subang). Religius Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya.

Vol.2.no: 1.

56
Setiadi, 2006. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta Kencana Prenada Media Grup

Soekanto, Soerjono. 2001. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Van Reusen. 1992. Perkembangan Tradisi Dan Kebudayaan Masyarakat. Tarisito

Bandung

Wibowo. 2007. Menejemen Kinerja. Jakarta rajawali Pres.

W. J. S. Poerwadarminta, 1997. Kamus Umum Bahasan Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka,

Malinowski, B. 1954. Magic Science and Religion. New York

Turner, Victor, 1967. The Forest of Symbols, Aspects of Ndembu Ritual Ithaca:

Cornell,

University Press.

Yance Arizona, Dkk, 2015. Banyak Perubahan Tetapi Belum Banyak Yang Berubah,

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Epistema Institute, Jakarta Selatan.

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

57
PEDONAN WAWANCARA

A. IDENTITAS INFORMAN

 Nama :

 Umur :

 Status :

 Pendidikan Terakhir :

B. PETUNJUK

Dalam upaya mendapatkan informasi tentang Tradisi Sobak sebagai

suatu kebudayaan masyarakat Adodo Molu Kecamatan Molu Maru

Kabupaten Kepulawan Tanimbar, maka ini ada sejumlah pertanyaan.

Pertanyaan pertanyaan ini hanya untuk memperoleh data atau informasi bagi

penulis. Untuk kejujuran dan kebenaran dalam menjawab berbagai pertanyaan

di bawah ini sangat bermanfaat bagi penulis.

C. PERNYATAAN

 Proses pelaksanaan Ritual Adat Sobak

 Persiapan Sebelum Memulai Ritual Sobak

 Perlengkapan Ritual Sobak

 Peran masyarakat dalam pelaksanaan Adat Sobak

 Makna Ritual Adat Sobak bagi masyarakat adodo molu

 Penutupan pelaksanaan Adat Sobak

58
LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Tokoh Adat yang pengatahui proses pelaksanaan Ritual Adat Sobak [Josua

Lanit]

LAMPIRAN 2

Tokoh pemerintah yang ikut beserta dalam proses Ritual Adat Sobak [Amram

Isikiwar]

59
LAMPIRAN 3

Tokoh masyarakat yang ikut serta dalam proses Ritual Adat Sobak

[Wempi Lekyy]

Lampiran 4

60
Bahan-bahan yang disiapkan dalam proses ritual Adat Sobak

61

Anda mungkin juga menyukai