ini dilakukan, kemudian yang menjadi pembahasan dari penelitian ini dan tujuan
serta manfaat dari penelitian. Pada bagian ini dibagi menjadi tiga yakni konsep,
landasan teori, dan kajian pustaka. Konsep yakni meliputi tradisi lisan BG,
kearifan lokal BG, dan baralek Gadang pada pernikahan adat Somando
masyarakat pesisir Sibolga. Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini
alasan peneliti memilih teori LFS adalah untuk melihat dan menemukan
dengan tatabahasa fungsional yang terdapat pada teks. Selanjutnya pada bagian ini
juga dijelaskan mengenai kajian pustaka yang memiliki hubungan atau kontribusi
2.1 Konsep
pengertian yang ada kaitannya dengan pembahasan masalah dalam penelitian ini,
dan bagian – bagian itu perlu diuraikan untuk memberikan kejelasan yang benar
21
Universitas Sumatera Utara
22
Tradisi lisan merupakan berbagai pengetahuan dan adat istiadat yang secara
Pudentia (2008:184). Tradisi lisan bukan hanya mengandung cerita mitos dan
dongeng, akan tetapi juga mengandung berbagai hal-hal yang menyangkut hidup
hasil seni dan upacara adat, seperti adat perkawinan yang dimiliki komunitas adat
sebagai pemilik tradisi lisan tersebut adalah bagian dari tradisi lisan.
Tradisi lisan itu sendiri dapat dilihat sebagai suatu peristiwa budaya atau
dikembangkan, dan dilestarikan sebagai suatu bentuk kebudayaan, oleh karena itu
perlu dijaga agar tetap lestari. Salah satu usaha untuk menggali dan
Sumber utama kajiannya adalah penutur, nara sumber pemilik tradisi lisan yang
samping tradisi dan narasumber utamanya yang masih hidup atau merupakan
living traditions, ingatan kolektif yang tersimpan dalam masyarakat dan tradisi
(Pudentia, 2008:259).
tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun temurun dengan media
lisan dari satu generasi kegenerasi lain baik tradisi lisan itu berupa susunan kata-
kata lisan (verbal) maupun tradisi lisan yang bukan lisan (non verbal). Oral
from one generation to the other generations either the tradition is verbal or non-
verbal.
lisan yaitu:
warisan etnik baik murni bersifat etnik maupun kreasi baru yang
8. Memiliki versi-versi.
secara kolektif.
budaya.
Dari penjelasan di atas maka perlu sekali membangun sebuah paradigma yang
melihat tradisi lisan sebagai sebuah kekuatan, dapat dibuktikan di mana sebagian
Pada tradisi lisan tidak dapat dipisahkan antara produk budaya dan
pengetahuan tradisional, kearifan lokal, dan nilai-nilai yang pernah hidup dan
dengan fakta pada konteks tradisi lisan agar unsur nilai tradisi yang ada pada
tradisi tersebut dapat diretas, sehingga nilai tradisi lisan dapat diterima setiap
orang, walaupun menurut apresiasi setiap orang nilai tersebut dapat berbeda-beda.
melepaskan diri dari norma-norma tradisi yang telah berlaku turun temurun.
yang tertib dipimpin oleh seseorang yang disebut talangke. Talangke berfungsi
Sibolga. Keputusan akhir upacara adat yang berwujud tradisi lisan diputuskan
setiap keputusan yang diambil oleh tokoh adat bersama dengan kepala desa
melalui proses upacara adat istiadat yang panjang dan bertele-tele, tetapi tetap
dengan jalan musyawarah dan merupakan keputusan bersama. Pada upacara adat
istiadat ini juga setiap orang diposisikan sesuai dengan hubungan kekerabatanya.
Sehingga tidak jarang sesorang yang tidak diberi kesempatan untuk menempati
posisi yang selayaknya dia peroleh pada acara adat istiadat tersebut, dia merasa
masyarakat pesisir Sibolga yang dianalisis dalam wujud teks lisan, teks lisan
tersebut dituliskan, kemudian yang dianalisis adalah makna semiotik dan nilai-
nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara perkawinan adat masyarakat
menjaga tradisi lisan sebagai sumber pengetahuan pada masa sekarang dan yang
preservasi, dan revitalisasi tradisi lisan, yaitu tradisi lisan pada pada upacara
Hal ini menurut Fortes (dalam Tilaar, 2000: 54-55) dari pewarisan budaya
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang sepatutnya secara terus-menerus harus tetap dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya
remembering the past, understanding the present, and preparing the future
“mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan mempersiapkan masa depan”.
Maksudnya adalah mengingat masa lalu berarti berusaha untuk menggali tradisi
masa lalu, mengindentifikasi masa lalu berarti menggali tardisi masa lalu itu,
memilah-milah nilai tradisi masa lalu itu, dan kemudian memetik hal-hal yang
bernilai dalam tradisi masa lalu itu. Memahami masa kini berarti mengetahui
kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang
ada beberapa fungsi dari kearifan lokal yakni: (1) sebagai penanda sebuah
komunitas; (2) elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama, dan
kepercayaan; (3) kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top done),
tetapi sebuah unsur kultural yang ada dalam masyarakat, karena itu daya ikatnya
lebih mengena dan bertahan; (4) kearifan lokal memberikan warna kebersamaan
bagi sebuah komunitas; (5) lokal wisdom akan mengubah pola pikir dan hubungan
ground atau kebudayaan yang dimiliki, dan (6) kearifan lokal dapat berfungsi
yang dimilikinya, dengan kata lain seorang anggota masyarakat budaya memililiki
lokal genius hilang atau musnah, kepribadian bangsa memudar, karena hal-hal
sebagai berikut.
sejak lahir.
lokal kuat.
diri.
Negara.
1. Kerja keras (seperti: etos kerja, keuletan, inovasi, visi dan misi
bersama)
masyarakat)
rantai kehidupan)
warisan budaya)
Menurut Sayuti (2005:12) usaha untuk menemukan identitas bangsa yang baru
atas dasar kearifan lokal merupakan hal yang penting demi penyatuan budaya
maka jelas bahwa kearifan lokal yang terdapat pada budaya daerah sudah sejak
lama hidup dan berkembang. Maka dari itu perlu diadakan pemeliharaan dan
masyarakat terdahulu, dimana hal itu merupakan tolak ukur kehidupan masa
sekarang.
seperti pernikahan. Pada masyarakat pesisir Sibolga kegiatan seperti ini masih
tetap dilaksanakan sampai saat sekarang ini. Baralek gadang pada hakikatnya
memiliki prosesi atau tahapan-tahapan acara kegiatan yang dimulai dari tahap
berkunjung kedua belah pihak) dan biasanya kegiatan ini dilaksanakan sesuai
dengan adat yang berlaku. Namun sesuai dengan perkembangan zaman, maka ada
Baralek gadang berasal dari dua kata, yaitu baralek dan gadang. Baralek
artinya perhelatan, sementara gadang artinya besar. Jadi baralek gadang itu
memiliki pengertian secara umum yakni perhelatan besar salah satunya adalah
perkawinan yang memiliki prosesi rangkaian kegiatan dari awal sampai selesainya
acara semuanya diatur oleh adat yang berlaku pada masyarakat etnis pesisir
Barat juga dipergunakan istilah ini dalam acara-acara besar. Baralek gadang di
daerah Sumatera Barat adalah ungkapan bahasa Minang yang berarti perhelatan
atau hal lainnya. Hajatan ini juga sekaligus untuk berbagi kegembiraan dan
perwujudan rasa syukur atas karunia yang diberikan sang maha pencipta
April 2013)
Kehidupan orang pesisir Sibolga yang relegius dan masih sangat peka
laut, upacara lolos dari marabahaya, upacara sembuh dari sakit, mendapat gelar
akademis, upacara naik haji, upacara mendirikan dan memasuki rumah baru,
peralatan (menurut adat istiadat) rangkaian tindakan atau pebuatan yang terikat
pada aturan tertentu menurut adat atau agama; (3) perbuatan atau perayaan yang
Adat dalam KBBI (2001:7) sebagai berikut: (1) aturan (perbuatan dan
sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; (2) cara
(kelakuan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan; (3) Wujud
gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum,
dan aturan yang satu dan lainnya berkaitan dengan suatu sistem.
mempelai yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau agama yang lazim
dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala yang dipimpin oleh pengetua adat atau
kebudayaan yakni: (1) segala kebiasaan yang dimiliki kelompok masyarakat; (2)
dan terwujud dalam ide, tindakan, dan hasil karya manusia; (4) pedoman untuk
yakni kebudayaan berasal dari kata budh artinya akal dalam bahasa sansakerta,
dalam bahasa Inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari kata culere (bahasa
mulai hidup sebagai penghasil makanan (food producing). Hal ini berarti, manusia
telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah meninggalkan kehidupan yang
Sibolga yang biasa disebut dengan istilah adat Sumando, ini ditetapkan pada
tanggai 1 Maret 1851 oleh residen Conprus (Belanda) untuk seterusnya dapat
dipergunakan sebagai pedoman. Pada mulanya adat yang tertinggi berada pada
Raja atau Kuria, Pengertian Sumando dalam bahasa Batak adalah cantik, dan
secara lebih khusus lagi artinya adalah besan berbesan. Pengertian adat sumando
antara lain; mulai dari marisik sampai kepada acara saling kunjung mengunjungi
antara kedua belah pihak atau sering disebut dengan istilah tapanggi.
yaitu:
pernikahan.
kebesaran adat.
tepung tawar.
atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat, sehingga upacara
perkawinan adat dapat diselenggarakan sebagai suatu perayaan atau upacara adat.
Begitu halnya dengan masyarakat etnis Sibolga yang memiliki adat perkawinan
yang khas yang disebut dengan adat sumando merupakan aturan (perbuatan dan
sebagainya) yang lazim menurut keputusan adat pada masyarakat pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah.
ada beberapa rangkaian acara adat yang harus dilewati. Begitu halnya dengan adat
1. Marisik.
Marisik adalah satu kegiatan pihak keluarga laki-laki untuk
menyelidiki anak wanita yang bakal menjadi calon istri anak laki-
lakinya. Marisik ini biasanya dilakukan dengan santai, biasanya
dilakukan pihak laki-laki yang diperantarai oleh seorang yang
disebut dengan Talangke
2. Maminang.
Maminang adalah merupakan rangkaian dimana pihak laki-laki akan
menayakan berapa mahar atau bantuan yang akan diserahkan kepada
calon istri dan sekaligus menentukan kapan akan diantarkan.
3. Batunangan/Manganta kepeng (mengantar uang mahar atau bantuan
kepada pihak perempuan)
- Tata cara makan beradat (pada prosesi ini yang berhak untuk
ikut diutamakan orang yang sudah berkeluarga. Orang yang
biasanya jadi penghidang atau sering disebut janang harus
mengerti tatacara menghidang, serta tempat duduk harus
disesuaikan dengan adat yang berlaku)
- Resepsi pernikahan (dilaksanakan di rumah perempuan dengan
diiringi kesenian sikambang, dan dilanjutkan sampai malam
dimulai setelah shalat Isya dengan tujuan agar seluruh warga
dapat menikmatinya)
5. Acara balik hari (kegiatan ini dilaksanakan setelah selesai seluruh
rangkaian upacara adat, atau bisa dikatakan keesokan harinya
dengan membawa makanan ke rumah orang tua laki-laki)
Masyarakat etnis Sibolga memiliki falsafah hidup “adat basandi sarak dan sarak
menghargai adat sebagai bahagian dari kehidupan masyarakat kota Sibolga dan
semua itu diatur oleh norma-norma agama “Kitab Suci Al-qur‟an”. (Hasil
falsafah tersebut meliputi (langkah, rejeki, pertemuan, maut) (silap, salah, lupo,
lale) (angin, tanah, air, api) kesemuanya ini telah menjadi bahagian dalam hidup
masyarakat pesisir Sibolga yang tidak bisa dilanggar. Suatu aturan-aturan yang
dipatuhi dan dianggap memiliki kekuatan batin yang merupakan jiwa yang sudah
Nilai-nilai luhur masyarakat adat tersebut tidak tertulis tetapi sudah menyatu
dan menjadi ketentuan yang mengikat batin diantara masyarakat. Makna yang
terkandung pada falsafah itu yaitu setiap masyarakat lahir telah memiliki nilai-
nilai luhur sebagai pandangan hidup dalam dirinya (wawancara dengan bapak
Bagian ini menjelaskan secara detail kerangka teori yang digunakan pada
penelitian ini. Pada penelitian ini peneliti menggunakan kerangka teori linguistik
Sistemik Fungsional (LSF) yang di populerkan oleh Halliday, meliputi fungsi dan
penggunaan bahasa. Fungsi dan penggunaan bahasa itu meliputi bahasa sebagai
sistem, bahasa adalah fungsional, fungsi bahasa adalah membuat makna, bahasa
adalah sistem semiotik sosial dan penggunaan bahasa adalah kontekstual. Namun
pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada bahasa sebagai sistem semiotik
sosial, yang meliputi makna ideasional, interpersonal dan tekstual. Ketiga jenis
Landasan berpijak teori yang digunakan pada penelitian ini adalah LSF yang
dengan sistem.
Halliday tahun 70-an dikenal dengan teori LSF (Linguistik Sistemik Fungsional).
Teori LSF oleh M.A.K. Halliday memandang bahasa adalah sistem arti dan sistem
lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut.
sebagai suatu bentuk realisasi dari semiotik sosial oleh (Sinar, 2010:28)
atas tiga strata yakni, strata fonologi yang membicarakan bunyi bahasa,
yang dihubungkan dengan konteks situasi, konteks budaya dan ideologi. Sistem
semiotik sosial adalah sistem makna yang direalisasikan melalui sistem linguistik.
Sistem semiotik linguistik adalah semantik, yaitu sebagai suatu bentuk realisasi
lingkungan manusia penuh dengan arti dan arti-arti tersebut dipelajari melalui
interaksi seseorang dengan orang lain yang melibatkan lingkungan arti tersebut
(Sinar, 2011:21). Dari keterangan di atas maka setiap manusia atau individu
selalu melakukan interaksi satu sama dalam kehidupannya lain, dan apa yang
kepercayaan, nilai yang dianut atau dipakai bersama oleh masyarakat. Ideologi
juga menjadi konsep sosial yang menentukan nilai yang terdapat dalam
arti positif. Kemudian terjalin hubungan bahasa dengan masyarakat dan penguasa.
hubungan antara orang yang berinteraksi tersebut dengan pelibat (tenor), yang
terkait dengan aktivitas sosial mereka disebut dengan medan (field) dan yang
berhubungan dengan peran dan fungsi bahasa dikenal dengan sarana (mode).
Untuk membangun pemahaman yang kongkrit dari sebuah teks maka harus
melibatkan banyak komponen yaitu apa yang sedang dibicarakan atau sering
disebut medan. Kemudian siapa yang menyampaikan teks tersebut atau sering
disebut dengan pelibat, dan bagaimana teks itu dilakukan atau sering kita sebut
Konteks budaya yaitu suatu proses sosial yang bertahap dan beriorentasi
pada tujuan, dan dalam masyarakat sering dijumpai interaksi sosial berbahasa.
konteks budaya menjadi ragam yang merujuk kepada proses sosial karena anggota
dalam suatu budaya melalui tahapan-tahapan perlu mencapai tujuan agar teks
(Sinar, 2010:65))
masyarakat itu sendiri sebagai hasil interaksi antara manusia dengan alam
dengan alam melainkan bahasa dikelola dengan akal budinya manusia sebagai
pengertian bahwa petanda dan penanda dalam bahasa ditentukan oleh masyarakat
pemakai bahasa. Makna atau arti yang dibuat dalam bahasa merupakan
juga realisasi „arti‟ ke dalam penanda ditentukan oleh aturan masyarakat. Dengan
kata lain petanda dan penanda dalam bahasa ditentukan oleh masyarakat pemakai
bahasa melalui evolusi bahasa, budaya dan peradaban manusia. Nilai atau hikmah
dalam budaya manusia telah menyatu dengan bahasa. Hal ini menegaskan dan
semiotik sebagai teori tentang tanda, maka masyarakat dapat dikatakan berdimesi
semiotik. Masyarakat yang berwujud manusia dikelilingi oleh tanda, diatur oleh
tanda, ditentukan oleh tanda, bahkan dipengaruhi oleh tanda sehingga dengan
misalnya kelompok pedagang yang diatur oleh tanda-tanda tertentu yang berlaku
dalam kelompok mereka sendiri dan secara bersama-sama dengan kelompok lain
Sistem semiotik bahasa tersebut meliputi unsur bahasa dan hubungan bahasa
dengan unsur konteks yang berada diluar bahasa sebagai konteks linguistik dan
konteks sosial. Konteks sosial merupakan unsur yang mendampingi bahasa dan
merupakan wadah terbentuknya bahasa. Bahasa dan konteks sosial, tempat bahasa
Kress dan Van Leeuwen (1996:5) menyatakan bahwa ada tiga aliran besar
semiotik yang menerapkan konsep teori berasal dari domain linguistik dan domain
nonlinguistik sebagai sarana komunikasi. Salah satu diantara teori itu adalah
terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu: teks, situasi, register, kode, sistem
linguistik (meliputi sistem semantik, dan struktur sosial). Namun pada penelitian
dapat kita lihat gambar struktur bahasa sebagai semiotik sosial yang digunakan
semitoik sosial.
T E K S BG
Subjek/Predikator/
Sarana Keterangan
Medan Pelibat
Kearifan Lokal
kebahasaan baik bentuk ujaran maupun tulisan, dalam konteks operasional dapat
dibedakan berdasarkan konteks situasi seperti yang terdapat dalam kamus. Teks
merupakan bagian paling penting dari proses semantik. Itu berarti dapat dikatakan
bahwa teks dapat merupakan pilihan pada waktu yang bersamaan, dengan kata
lain teks dapat didefinisikan sebagai perwujudan dari maksud atau arti apa yang
dimaksud.
konteks sosial dengan konteks situasi. Di mana konsep teks yang disampaikan itu
berupa teks lisan yang mana setiap kata atau kalimat yang disampaikan
mengandung makna tersendiri. Dari konteks sosial maka akan muncul pemaknaan
Konteks Situasi adalah lingkungan yang mana di dalamnya ada teks yang
berperan terhadap hidup. Ini merupakan konsep yang telah ditetapkan dalam
sebagai sebuah laporan singkat tentang audiovisual melainkan lebih jauh lagi,
dengan teks. Konteks sosial merupakan salah satu jenis situasi (situation type).
Struktur semiotik yang merupakan sebuah jenis situasi mempunyau tiga dimensi,
yaitu aktivitas sosial yang sedang berlangsung (on going social activity, peran
hubungan (the role relationship involved), dan sarana simbolik atau retorik (the
symbolic) yang merujuk pada medan (Field), sarana (mode), dan pelibat (tenor).
variable sebagai penentu faktor siatuasi yakni; 1) Medan, 2) sarana dan 3) pelibat.
yakni apa yang dibicarakan dan untuk apa dibicarakan, pelibat merujuk kepada
siapa yang dibicarakan atau siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut, dan
masing individu terhadap apa yang sedang dilakukan mulai dari awal sampai
kepada akhir kegiatan. Konteks budaya merupakan rangkaian kegiatan yang harus
Dari kedua konteks di atas maka akan memunculkan nilai-nilai kearifan lokal
adalah remembering the past, understanding the present, and preparing the future
“mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan mempersiapkan masa depan”.
Dengan kata lain kearifan lokal adalah merupakan nilai-nilai budaya yang
terkandung pada suatu situasi baik itu konteks sosial, konteks situasi dan konteks
budaya.
sebagai sistem tanda. Dengan kata lain harus mampu mempresentasikan objek dan
Struktur sosial (social structure) terdiri dari tiga tingakatan, yang pertama
yaitu menggambarkan dan memberi arti terhadap berbagai jenis dari kontek sosial,
dimana arti senantiasa dapat berubah. Perbedaan kelompok sosial dan jejaring
komunikasi juga sangat menentukan, atau sering disebut dengan Tenor (pelibat)
dimana pelibat adalah realisasi fungsi antarpersona. Kedua, status dan peran
hubungan dalam sebuah situasi adalah jelas merupakan hasil dari struktur sosial.
semiotik sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan (encode)
itu masing-masing partisipan akan menafsirkan teks yang ada. Dengan demikian,
makna akan selalu bersifat ganda. Teks tertanam dalam konteks situasi, sebuah
contoh dari jenis konteks atau situasi umum sosial, struktur semiotik. Hal ini
terminologi semiotik sebagai sebuah sistem informasi. Dengan kata lain bahasa
budaya setempat. Inkulturasi penafsiran semiotik berperan penting dalam hal ini
sesuai dengan kebudayaan tempat bahasa itu berkembang sebagai semiotik sosial.
Dalam level yang amat konkret, bahasa itu berisi teks atau wacana, yakni
sosial bahasa yakni fungsi sosial yang menentukan bahasa dan bagaimana
sistem informasi.
nadzhab Djaung, 27 Januari 2011) menjelaskan ada empat demensi utama dalam
Makna metafungsi adalah makna yang secara simultan terbangun dari tiga
fungsi bahasa, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual.
bahasa oleh penutur bahasa. Setiap interaksi antara pemakai bahasa penutur
tiga unsur yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan. Dengan ketiga fungsi bahasa
dalam kehidupan manusia, bahasa sekaligus disebut berfungsi tiga dalam komunikasi
yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual (Halliday, 1994: xiii,
Eggins, 1994:3 dalam Saragih, 2006: 3-4, Sinar, 2002). Di samping itu bahasa
dilengkapi dengan tiga konteks yaitu konteks situasi, konteks budaya (genre), dan
Fungsi ideasional terdiri dari fungsi eksperensial (experential function) dan fungsi
pelibat.
Fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual disebut juga makna
ideasional, makna interpersonal, dan makna tekstual (Sinar, 2003:20). Hal ini
dikatakan demikian karena fungsi merujuk kepada makna, karena setiap kata yang
memiliki fungsi.
Setiap teks mengandung sekaligus tiga fungsi yang dapat dianalisis, yaitu
fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual (Halliday, 1994: xiii,
(language in use).
(Halliday, 1978:112). Hal ini merupakan fungsi isi bahasa atau bahasa sebagai
ideasional diwujudkan dalam bahasa melalui tata bahasa sistem transitif. Unsur
pokok sistem transitif adalah proses kejadian (atau segala sesuatu yang terjadi),
partisipan (orang, tempat atau benda yang terlibat di dalam proses) dan suasana
kejadian (tempat, waktu, cara, penyebab dan sebagainya) yang terkait dengan
proses itu.
sebagai ekspresi pengalaman baik yang ada di dunia luar sekitar diri kita maupun
yang ada di dalam dunia kesadaran kita sendiri. Halliday (1992:30) menyatakan
atas tiga unsur, yaitu proses (process), partisipan (participant), dan sirkumstan
dalam klausa yang menurut tata bahasa tradisional dan formal disebut kata kerja
atau verba. Partisipan dibatasi sebagai orang atau benda yang terlibat dalam
partisipan terjadi (Halliday, 1994). Inti dari satu pengalaman adalah proses.
(Halliday, 1994; Martin, 1992). Proses juga menentukan sirkumstan secara tidak
atau sebagai pembicara dan pendengar atau antara penulis dengan pembaca. Pada
dibentuk dari interaksi dalam suatu kejadian yang melibatkan penutur atau penulis
bahasa untuk berinteraksi, satu hal yang mereka perbuat adalah melakukan suatu
hubungan antara mereka. Dalam hal ini, penutur bahasa atau fungsi wicara
menciptakan dua tipe peran atau fungsi wicara yang sangat fundamental atau
sebagai protoaksi karena merupakan aksi awal yang selanjutnya dapat diturunkan
aksi lain. Keempat aksi tersebut adalah aksi pernyataan, pertanyaan, tawaran,
dan perintah. Istilah ini mengacu kepada dan setara dengan konsep speech
function (Halliday, 1994) dan tindak ujar (speech act) yang biasa digunakan
awal, aksi lain merupakan aksi turunan karena aksi itu diturunkan dari keempat
aksi awal. Dari aksi awal (protoaksi) dapat diturunkan empat aksi jawab
(tanggapan). Dari keempat aksi jawab dapat diturunkan empat aksi jawab
positif, dan empat aksi jawab negatif. Dari berbagai aksi lain dapat diturunkan
berbagai kombinasi antara aksi yang sudah ada sehingga jumlah aksi yang dapat
Sementara Martin (1992:46) berpendapat lain, aksi dasar ada empat belas
yang terdiri atas empat aksi awal, empat aksi jawab, tiga nirklausa (bukan
klausa) yaitu panggil (call), salam (great), dan seruan (exclamation), dan tiga
aksi jawab terhadap nirklausa, yaitu jawab terhadap panggilan, jawab terhadap
salam, dan jawab terhadap seruan. Dari keempat belas aksi dasar ini dapat
dikatakan terdiri atas tujuh aksi awal, yakni pernyataan, pertanyaan, tawaran,
perintah, panggilan, salam dan seruan. Serta tujuh aksi jawab sebagai tanggapan
Aksi ditentukan oleh konteks sosial. Hubungan antara aksi pada strata arti
bertemu dengan teman akrabnya, dia dapat menyapa teman akrabnya dengan
modus dapat memiliki arti lebih dari satu. Hal ini disebabkan oleh konteks
sosialnya.
pemakaian bentuk linguistik seperti itu disebut realisasi yang umum atau lazim
(unmarked). Akan tetapi, di dalam berbagai situasi sering terjadi satu pengalaman
dengan bentuk yang tidak umum itu membuat „rasa bahasa‟ memberi sesuatu yang
penanda (marked) oleh rasa bahasa atau pengodean yang tidak lazim seperti itu
metapora).
sebagai pesan, yaitu berfungsi sebagai pembentuk teks dalam bahasa. Hal ini
diinterpretasikan sebagai sebuah fungsi intrinsik kepada bahasa itu sendiri. Dalam
dengan pengalaman yang telah dan akan disampaikan sebelum dan sesudahnya.
Kajian tema muncul dari adanya pemahaman bahwa bahasa berfungsi untuk
dengan susunan yang baik dan teratur. Fungsi bahasa ini disebut fungsi tekstual.
Tema adalah titik awal dari satu pesan yang terealisasi dalam klausa. Tema
dinyatakan dengan unsur pertama klausa. Unsur klausa sesudah tema disebut
sirkumstan berbentuk kata, frase maupun kalimat. Jika hanya ada satu unsur
dalam klausa yang berpotensi menjadi tema maka unsur tersebut disebut tema
sederhana dan dilabeli dengan nama ‚tema‟, sedangkan jika di dalam sebuah
klausa terdapat lebih dari satu unsur yang berpotensi menjadi tema maka
(1) Tema tekstual; klausa sebagai pesan (message) – penerus atau konjungtif
Konteks situasi merupakan kerangka sosial yang digunakan untuk membuat dan
itu merupakan faktor eksternal yang secara tidak langsung terlibat dalam isi
wacana itu sendiri. Dengan kata lain, konteks situasi juga menjadi bagian dari isi
keterlibatan konteks situasi dalam wacana adalah dalam bentuk pemunculan pola-
tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Sesuatu pemerian yang
keseluruhan, bukan hanya hal yang sedang terjadi, tetapi juga sejarah budaya
secara keseluruhan yang ada di belakang para pemeran dan kegiatan yang terjadi.
konteks situasi dan konteks budayanya. Konteks budaya menentukan apa yang
dapat dimaknai melalui (i) wujud „siapa penutur itu‟, (ii) tindakan „apa yang
penutur lakukan‟, dan (iii) ucapan „apa yang penutur ucapkan‟. Dalam pandangan
Halliday (1978:110) konteks situasi terdiri atas tiga unsur, yakni (i) medan
wacana, (ii) pelibat wacana, dan (iii) sarana atau modus wacana.
kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-
satuan bahasa itu muncul. Dalam menganalisis medan wacana terdapat tiga hal
yang perlu diungkap; ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka
panjang.
apa yang terjadi dengan seluruh “proses”, “partisipan”, dan “keadaan”. Field,
bidang, atau isi, apa yang dibicarakan direpresentasikan pada makna pengalaman
yang direalisasikan dalam klausa yang terdiri dari tiga unsur berupa; proses,
Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai.
Tujuan ini bersifat amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat
teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan ini bersifat lebih
abstrak.
tujuan institusional global. Dalam hal ini termasuk, misalnya linguistik, memasak,
balap mobil, filsafat, politik, agama dan lain-lain. Untuk mengembangkan ini,
bersama-sama menentukan sebuah teks. Oleh karena itu medan diuraikan lagi ke
dalam tiga bagian yaitu (i) taksonomi aksi, orang, tempat, benda, dan kualitas; (ii)
kongambarsi aksi dengan orang, tempat, benda, dan kualitas, dan kongambarsi
orang, tempat, dan benda dengan kualitas; dan (iii) rangkaian kegiatan dari
yang berkaitan dengan siapa yang berperan, hubungan peran apa yang berlaku di
antara partisipan yang secara sosial penting dalam hal ini mereka terlibat di
dalamnya.
dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat wacana ada tiga hal
yang perlu diungkap; peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial.
Peran status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula
permanen. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat.
orang-orang lain, sejajar atau tidak. Jarak sosial terkait dengan tingkat pengenalan
dalam interaksi sosial, dengan kata lain makna antarpersona merupakan aksi yang
direpresentasikan dalam makna tekstual yang berupa tema (theme) dan rema
(rheme).
sekali melalui metafungsi tekstual dalam bahasa. Sarana atau modus wacana
(mode of discourse) adalah konteks situasi yang merujuk pada bagian bahasa yang
sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau
tulisan. Untuk menganalisis modus paling tidak ada lima hal yang diungkap;
Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktivitas; bisa saja
apabila bahasa membantu aktivitas lainnya. Tipe interaksi merujuk pada jumlah
pelaku: monologis atau dialogis. Medium terkait dengan sarana yang digunakan:
lisan, tulisan, atau isyarat. Saluran berkaitan dengan bagaimana teks itu dapat
diterima: fonis, grafis, atau visual. Modus retoris merujuk pada “perasaan” teks
sebagainya.
kelisanan baralek gadang pada upacara perkawinan adat sumando dan kajian
tentang nilai-nilai kearifan lokal tradisi lisan baralek gadang pada upacara
perkawinan adat sumando pesisir Sibolga belum pernah diteliti. Akan tetapi
banyak hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Dikatakan
baik itu makna, ragam bahasa, maupun leksikon yang digunakan dalam proses
ini dijelaskan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan upacara perkawinan
Penelitian yang dilakukan oleh Amri (2011) yang berjudul Tradisi lisan
Padang Sidempuan, hasil dari penelitian ini adalah bahwa sampai sekarang ini
ada sedikit pergeseran diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah
faktor finansial dan efektifitas waktu. Ini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat
memakan waktu sampai tujuh hari dan sekarang cenderung hanya satu hari.
Sidempuan khususnya remaja sekarang ini sudah sangat jarang yang mau belajar
dan bertanya tentang adat istiadat, salah satunya yaitu adat perkawinan. Akibatnya
banyak kosa kata yang sekarang tidak lagi digunakan para remaja dikarenakan
Karena hal diatas maka para remaja juga tidak pahan akan makna yang
dengan judul penelitian Makna Antar Persona Dalam Teks Upacara Perkawinan
Adat Perkawinan Masyarakat Pakpak. kajian utama dari penelitian ini adalah
ragam bahasa Pakpak dalam upacara adat perkawinan, meliputi pemilihan kata,
frasa, penggunaan ungkapan dan satuan estetis bahasa berupa umpama „pantun‟
dan kata sapaan pada upacara perkawinan. Dengan demikian ragam bahasa
ungkapan kebahasaan.
Dalam Teks Perkawinan Masyarakat Karo. Penelitian ini difokuskan pada makna
musyawarah pihak laki-laki dan perempuan dalam hal penyerahan mas kawin, dan
semuanya itu dilakukan dalam bentuk dialog, yang diwakili perwakilan pihak
dan Ragam Bahasa Dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Medan
Dengan kata lain pelaksanaan upacara adat jika diperhatikan secara seksama
memiliki perbedaan dalam pemilihan diksi yang di dalamnya termasuk kata, frasa,
Pantun Melayu (dalam Acara Perkawinan Adat Melayu Deli‟). Dalam penelitian
ini peneliti khusus mengkaji prosedi pantun Melayu dalam acara perkawinan adat
Melayu Deli dan memiliki kesimpulan bahwa pada umumnya masyarakat Melayu
masing baris memiliki nama tersendiri dan mempunyai nada yang berbeda-beda
pada masing-masing bait dan baris. Dalam penelitian ini, berdasarkan pola pantun
frekuensi yang sama antara tuturan frekuensi sampiran dengan tuturan frekuensi
isi. Sementara tuturan durasi isi untuk tuturan vokal lebih panjang pengucapannya
dalam hal penyerahan mas kawin, dan semuanya itu dilakukan dalam
semiotik yang terkandung pada teks upacara perkawinan adat, dan bagaimana teks
tersebut disampaikan berdasarkan konteks sosial yang meliputi konteks situasi dan
konteks budaya. Pada penelitian di atas data penelitian yang digunakan oleh
kualitatif dan metode tradisi lisan. Peneliti menggunakan metode tersebut dengan