NIM : 2210910058
1. Indonesia memiliki kekayaan etnosains yang sangat beraneka ragam. Hal ini dapat
dicermati dalam kehidupan masyarakat tradisional di pedesaan, masyarakat
pesisir maupun pinggiran kota. Dalam hal ini masyarakat pribumi memiliki cara
tersendiri dalam membahasakan alamnya. Mereka menjadikan etnosains sebagai
bagian dari kehidupan mereka. Menurut anda, mengapa kita perlu
mempelajari etnosains yang senyatanya dimiliki oleh masyarakat pribumi?
Kearifan lokal merupakan salah satu bentuk kearifan lingkungan yang ada
dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah tertentu. Kearifan
lokal tercermin melalui nilai-nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat
tertentu, wujudnya dapat ditemui berupa pantangan, sasanti, pepatah, nyanyian,
semboyan, bahkan kitab-kitab kuno yang dianut serta dijadikan pedoman
beraktifitas sehari-hari. Proses pembentukan sedimentasi kearifan lokal
mengalami proses trial and error yang Panjang, sehingga memerlukan waktu dan
usaha yang lama dari generasi ke genari melalui berbagai proses pengetahuan baik
empiris, non-empiris, atau yang estetik maupun intuitif. Oleh karena proses
pembentukan kearifan lokal yang Panjang dan membutuhkan waktu, masyarakat
pribumi sangat menghormati pedoman-pedoman kearifan yang berlaku di
daerahnya bahkan dianggap sebagai sesuatu yang sakral.
Kearifan lokal yang terdapat pada sebuah kelompok sosial memiliki ciri khas
tersendiri. Kesadaran untuk mengangkat dan menggali pengetahuan lokal atau
kearifan budaya masyarakat etnik muncul karena kemajuan ilmu pengetahuan dan
informasi. Pengetahuan lokal sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma,
budaya, dan diekspresikan melalui mitos, pantangan, dan tradisi yang dianut
dalam jangka waktu yang Panjang. Kearifan budaya lokal memiliki fungsi dalam
pembentukan pola interaksi sosial dalam masyarakat, fungsi kearifan lokal
tersebut diantaranya :
Dari fungsi tersebut, dapat dilihat bahwa ruang lingkup kearifan sosial
memiliki ranah yang luas, mulai dari teologis sampai yang sangat pragmatis dan
teknis. Kearifan sosial diterima secara normatif selama tidak bertentangan dengan
kaidah ilmu ilmiah atau sains. Sesuai dengan pribahasa yang mengatakan “dimana
bumi dipijak, disitu langit dijunjung”, seseorang harus bisa beradaptasi mengikuti
dan menghormati adat istiadat yang berlaku di tempat yang sedang dia tinggali.
Contohnya, masyarakat sunda percaya konsep kapamalian (pamali) atau lebih
dikenal sebagai hal yang tabu atau tidak pantas untuk dilakukan. Salah satunya
adalah larangan untuk kencing dibawah pohon rindang dan besar dikarenakan
dipercaya bahwa pohon tersebut merupakan tempat hunian mahkluk gaib. Jika
dilihat secara ilmiah dan rasional, hal tersebut merupakan salah satu upaya
pelestarian konservasi sumber air karena kencing dibawah pohon dapat merusak
kualitas sumber air yang terserap kedalam tanah dan dapat mengotori pohon
tersebut dengan bau yang tidak sedap. Pada kenyataannya mitos tersebut dipakai
untuk memagari perbuatan anak cucu agar tidak merusak keseimbangan alam.
Referensi
Aruna, N. (2021, Agustus 13). 5 Ritual Sedekah Laut yang Cuma Ada di Indonesia. Diakses
pada tanggal 24 November, 2022 pukul 14:22, from Aruna:
https://aruna.id/2021/08/13/5-ritual-sedekah-laut-yang-cuma-ada-di-indonesia/
Krisnawati, E. (2021, April 24). Menyelisik Uniknya Ritual Pertanian di 3 Daerah Indonesia.
Diakses pada tanggal 24 November, 2022 pukul 13:29, from GNFI:
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/04/26/menyelisik-uniknya-ritual-
pertanian-di-3-daerah-indonesia
Tifani. (2022, September 1). Mengenal 6 Tradisi Suku Tengger yang Menarik dan Bermakna
Sakral. Diakses pada tanggal 24 November, 2022 pukul 13:02, from katadata.co.id:
https://katadata.co.id/agung/berita/631080013b85a/mengenal-6-tradisi-suku-tengger-
yang-menarik-dan-bermakna-
sakral#:~:text=Tradisi%20suku%20Tengger%20yang%20terkenal,masing%20memiliki
%20makna%20yang%20sakral.
Muttaqin, A. (2018, July 29). Nelayan Trenggalek Lestarikan Tradisi Nenek Moyang. Diakes
pada tanggal 24 November, 2022 pukul 14:49, from Detik News:
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4139688/nelayan-trenggalek-lestarikan-
tradisi-nenek-moyang
Prof. Dr. Sudarmin, M. (2014). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal. Semarang:
CV. Swadaya Manunggal.