Anda di halaman 1dari 5

LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya ISSN: 2622-4909 (online)

Volume 3 Nomor 2 Juli-Desember 2020 ISSN: 2613-9006 (print)


http://journal.fib.uho.ac.id/index.php/lisani lisani.tradisilisan@uho.ac.id

RITUAL SINGKU SARIGA PADA MASYARAKAT KELURAHAN


KADOLOKATAPI KECAMATAN WOLIO KOTA BAUBAU
1
Adrita, 2La Ode Dirman, 3Rahmat Sewa Suraya
Program Studi Tradisi Lisan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo
1
Adritaita94@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Kelurahan Kadolokatapi Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau dengan tujuan untuk mengetahui
proses pelaksanaan dan makna simbolik yang terkandung dalam ritual singku sariga pada suku Buton di Kelurahan
Kadolokatapi Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif deskripsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan ritual singku sariga
memiliki beberapa tahap yaitu (1) tahap persiapan bahan ritual singku sariga (2) tahap pelaksanaan (3) tahap akhir.
Makna simbolik dalam ritual singku sariga yaitu makna alat dan bahan sesajin berupa dupa, telur, waje, cucur,
pisang, tuli-tuli. Secara umum makna ritual singku sariga yaitu meminta perlindungan kepada Allah SWT, supaya
dilindungi dari gangguan makhluk halus/makhluk gaib serta memudahkan pertumbuhan bayi. Makna yang
terkandung dalam pelaksanaan singku sariga (doa selamat) adalah harapan lahirnya bayi bisa tumbuh dengan
normal dan sempurna seperti anak lainya serta di berikan umur panjang dan kesehatan.

Kata Kunci :
Singku Sariga, Ritual, Makna Simbolik

ABSTRACT
The research was conducted in Kadolokatapi Sub-District, Wolio District, Bau-Bau City with the aim to find out the
implementation process and symbolic meaning contained in the ritual of cassava cider in the Buton tribe in the
Kelurahan Kadolokatapi Wolio District of Bau-Bau City. The method used in this study is a descriptive qualitative
research method using a qualitative approach. The results of this study indicate that the process of carrying out the
Sariga Cassava ritual has several stages, namely (1) the preparation phase of the Cassava Sariga ritual material (2)
the implementation stage (3) the final stage. The meaning of the symbolic in the Singku Sariga ritual is the meaning
of tools and offerings in the form of incense, eggs, waje, bows, bananas, deaf-deaf. In general, the meaning of
Singku Sariga ritual is to ask for protection from Allah SWT, so that it is protected from disturbance of hajus / gaip
creatures and facilitate the growth of the baby. The meaning contained in the implementation of cassava sariga
(congratulations) is the hope that the birth of a baby can grow normally and perfectly like other children and is
given a long age and health.

Keywords:
Sariga Singku, Ritual, Symbolic Meaning

PENDAHULUAN Tradisi berisikan banyak hal yang


Bangsa Indonesia di kenal sebagai berkaitan dengan bagaimana cara pandang
bangsa yang majemuk. Kemajemukan masyarakat terhadap dunianya. Tradisi
tersebut dapat kita saksikan dengan banyak memuat banyak aspek kehidupan
suku bangsa, yang tersebar diri sabang masyarakat pendukungnya antara lain aspek
sampai Merauke. Setiap suku bangsa sosial dan aspek budaya. Aspek sosial lebih
tersebut memiliki kebudayaan dan tradisi kepada pelaku atau masyarakat
masing-masing yang terus terpelihara dan di pendukungnya, bagaimana mereka terlibat
lestarikan oleh masyarakat pendukungnya. dalam tradisi, tujuan yang akan dicapai
Kebudayaan sebagai hasil dari kreativitas ataupun bagaimana proses pelaksanaannya.
manusia senantiasa digunakan sebagai Sedangkan dilihat dari aspek budaya, maka
pandangan atau pedoman hidup masyarakat yang berkaitan bagaimana substansi dari
pemilik kebudayaan tersebut. tradisi itu sendiri, kaidah-kaidah serta

96 | LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya


Adrita, La Ode Dirman, Rahmat Sewa Suraya

makna dari simbol yang ada dalam tradisi sariga tersebut maka bayi dan ibunya tidak
tersebut. akan mengalami sakit-sakit. ritual tersebut
Kota Bau-Bau merupakan salah satu dilaksanakan pada hari-hari tertentu yang di
daerah di wilayah Sulawesi Tenggara yang anggap baik oleh Bisa (dukun)Pada
memiliki kebudayaan etnik berupa tradisi dasarnya ritual singku sariga dilakukan
lisan. Di antaranya: ritual kadole-dole, untuk menghargai para leluhur mereka dan
posipo, posuo, pakandeana-ana maelu dan Tuhan, karena menurut keyakinan
ritual singku sariga. Salah satu kebudayaan masyarakat setempat leluhur dan Tuhan
yang dikaji dalam penelitian ini khususnya akan melindungi anak dan ibunya yang telah
tentang ritual singku sariga. di singku sariga agar tidak terkena penyakit
Ritual adalah suatu kegiatan yang di Keyakinan masyarakat adanya ritual
laksanakan oleh sekelompok orang, serta singku sariga sudah menjadi tradisi turun-
memiliki tahapan yang sudah diatur sesuai temurun. ritual tersebut sama halnya dengan
dengan tujuan acara, atau suatu hal yang mengeluarkan ibu dan anaknya dari dalam
berhubungan dengan keyakinan dan kamar yang bertujuan agar anak dan ibunya
kepercayaan spiritual dengan suatu tujuan bisa keluar dari dalam kamar dan terhindar
tertentu. Durkheim (2001: 23) menjelaskan penyakit. Masyarakat di kelurahan
bahwa ritual sebagai tindakan ragawi yang Kadolokatapi meyakini bahwa anak yang
berkaitan dengan simbol-simbol yang tidak di singku sariga sangan rentang di
mempunyai efektivitas sosial demi serang penyakit. Ritual singku sariga
keselarasan hubungan sosial disiapkan oleh ibu tanpa mengesampingkan
kemasyarakatan, karena kesalehan sebuah peran ayah untuk menyediakan bahan-bahan
ritual ditakar secara empiris dalam kesucian ritual tersebut.
sosial para pelakunya dalam konteks
kehidupan mereka setiap hari. METODE
Sistem ritual dan upacara dalam suatu Penelitian ini menggunakan metode
religi berwujud aktivitas dan tindakan penelitian deskriptif kualitatif. Menurut
manusia dalam melaksanakan kebaikannya Bogdan dan Taylor (1990: 82) penelitian
terhadap tuhan, dewa-dewa, roh nenek kualitatif adalah prosedur penelitian yang
moyang, atau makhluk halus lainya, dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-
dalam usahanya untuk berkomunikasi kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
dengan tuhan dan makhluk gaib lainya. berperilaku yang dapat diamati yang
Ritual atau upacara religi itu biasanya diarahkan pada latar dan individu secara
berlangsung secara berulang-ulang, baik holistik (utuh)Penelitian ini dilakukan di
setip hari, setiap musim atau kadang-kadang Kelurahan Kadolokatapi Kecamatan Wolio
saja. Aktivitas upacara adat yang berkaitan Kota Bau-Bau. Pemilihan lokasi ini dengan
erat dengan sistem religi merupakan salah pertimbangan bahwa pada lokasi tersebut,
satu wujud kebudayaan yang paling sulit di ritual ini masih dilaksanakan secara rutin
ubah bila dibandingkan dengan unsur dengan para pelaku adatnya sehingga dapat
kebudayaan lainya. Bahkan sejarah memperoleh data yang akurat untuk
menunjukkan aktivitas upacara adat dan keperluan informasi penelitian. Masyarakat
lembaga-lembaga kepercayaan adalah untuk Kelurahan Kadolokatapi yang tinggal di
perkumpulan manusia yang paling Kecamatan Wolio masih melakukan ritual
memungkinkan untuk tetap dipertahankan singku sariga secara mendetail dan masih
(Koentjaraningrat, 1990: 190) menjunjung tinggi ritual ini sebagai warisan
Berdasarkan penjelasan di atas, ritual leluhur mereka yang dianggap 21riter.
singku sariga memiliki arti penting bagi Jenis data dalam penelitian ini adalah
masyarakat Kadolokatapi karena diyakini data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari
bahwa dengan diadakannya ritual singku keterangan yang diberikan informan kunci

LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya | 97


Ritual Singku Sariga pada Masyarakat Kelurahan
Kadolokatapi Kecamatan Wolio Kota Baubau

dan informan pokok yang berkaitan dengan deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh
permasalahan yang diteliti. Sumber data yaitu tentang proses dan makna ritual Singku
yang dikumpulkan dalam penelitian ini Sariga. Data yang dihasilkan di lapangan
terdiri dari dua jenis yaitu:(1) Data primer akan menjadi bahan kajian dalam penelitian
yaitu data yang diperoleh melalui ini. teknik analisis ini mengacu pada konsep
wawancara, studi dokumen dan observasi Miles dan Huberman dalam (Satori dan Aan
kepada informan dengan menggunakan 2010: 39) yaitu menggambarkan secara.
pedoman wawancara yang telah disiapkan. sistematis dan mendalam setiap masalah
Adapun data yang dapat diperoleh mengenai yang diteliti.
proses, fungsi dan makna serta dilengkapi Adapun analisa yang berlangsung
dengan data yang diperoleh di lapangan. (2) melalui empat tahap yakni:(1) Tahap
Data sekunder yaitu data yang diperoleh pengumpulan data (collection) yaitu pada
berbagai sumber, antara lain skripsi, jurnal, saat proses memasuki lingkungan penelitian
makalah, internet, data desa dan lainnya dan melakukan pengumpulan data. (2) Data
yang berkaitan dengan ritual yang dibahas reduksi (reduction) yaitu pada saat proses
dalam penelitian. pemilihan data, pemusatan perhatian pada
Berdasarkan pengamatan dan tujuan penyederhanaan, mengabstrakkan dan
penelitian yang ada maka teknik transformasi data kasar yang muncul dari
pengumpulan data dan informasi yang catatan tertulis di lapangan. (3) Tahap
berkaitan dengan penelitian ini diperoleh penyajian data (data display) yaitu penyajian
dengan menggunakan teknik sebagai informasi dalam memberikan kemungkinan
berikut:(1) Pengamatan (observasi) peneliti adanya penarikan kesimpulan dan
melakukan pengamatan secara langsung pengambilan tindakan. (4) Tahap penarikan
terhadap objek, konteks dan maknanya kesimpulan yaitu pada tahap ini melakukan
dalam upaya mengumpulkan data penelitian, penarikan data yang telah dianalisis yang
(Satori & Komariah, 2011:105)Peneliti sesuai dengan kenyataan.
mengamati secara langsung ritual mulai dari Teknik penentuan informan dalam
tahap persiapan sampai selesai, yaitu mulai penelitian ini yaitu menggunakan teknik
tahap persiapan bahan-bahan sesajen dan purposive sampling, yaitu cara penentuan
alat-alat yang digunakan pada saat proses informan secara sengaja dengan
ritual di laksanakan. (2) Wawancara mempertimbangkan bahwa informan yang
mendalam (in-depht interview) Adalah suatu dipilih dapat memberikan keterangan
proses mendapat informasi untuk sehubungan dengan ritual Singku Sariga.
kepentingan penelitian dengan Tanya jawab Adapun informan dalam penelitian ini yang
antara peneliti dengan informan sehingga masuk dalam kriteria yaitu imam
dapat memberikan keterangan yang desa/dukun (bhisa) dan ketua adat.
berkaitan dengan permasalahan penelitian, Sedangkan informan yang lainnya dalam
(Satori & Komariah, 2011:131)(3) penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, Kadolokatapi yang terlibat dalam ritual
yang berarti barang tertulis, metode Singku Sariga dan lain sebagainya.
dokumentasi berarti cara pengumpulan data Teknik yang digunakan dalam
dengan mencatat data-data yang sudah ada. penelitian ini adalah tehnik analisis
Riyanto(1996:83)Metode dokumentasi deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh
adalah mencari data mengenai hal-hal atau yaitu tentang proses dan makna ritual Singku
variabel yang berupa catatan buku, surat, Sariga. Data yang dihasilkan di lapangan
transkrip, majalah, prasasti, notulen, rapat, akan menjadi bahan kajian dalam penelitian
lengger, agenda dan sebagainya. ini. Teknik analisis ini mengacu pada
Teknik yang digunakan dalam konsep Miles dan Huberman dalam (Satori
penelitian ini adalah teknik analisis dan A’an 2010: 39) yaitu menggambarkan

98 | LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya


Adrita, La Ode Dirman, Rahmat Sewa Suraya

secara. sistematis dan mendalam setiap lainya namun yang bedakan adalah isi
masalah yang diteliti. Adapun analisa yang talangnya untuk singku sariga itu
berlangsung melalui empat tahap yakni:(1) sendiri. serta mendoakan agar bayi yang
Tahap pengumpulan data (collection) yaitu baru lahir ini dapat tubuh sebagai mana
pada saat proses memasuki lingkungan mestinya. agar organ dalam tubuh si
penelitian dan melakukan pengumpulan bayi dapat sehat dan bisa berfungsi
data. (2) Data reduksi (reduction) yaitu pada sebagai mana mestinya.
saat proses pemilihan data, pemusatan 2. Makna Simbolik tubuh manusia dalam
perhatian pada penyederhanaan, ritual singku sariga. Simbol yang
mengabstrakkan dan transformasi data kasar terdapat pada ritual singku sariga
yang muncul dari catatan tertulis di mencangkup baik simbol non verbal
lapangan. (3)Tahap penyajian data (data maupun verbal. Dalam seluruh
display) yaitu penyajian informasi dalam rangkaian ritual, yaitu menggunakan
memberikan kemungkinan adanya penarikan simbol verbal yaitu bahasa yang
kesimpulan dan pengambilan tindakan. (4) digunakan baik dalam doa maupun
Tahap penarikan kesimpulan yaitu pada mantra yang di ucapkan. Sedangkan
tahap ini melakukan penarikan data yang sombol non verbal berupa perilaku atau
telah dianalisis yang sesuai dengan tindakan-tindakan non verbal dan benda
kenyataan simbolik yang di persiapkan dengan
maksud dan makna tertentu. Dari setiap
HASIL DAN PEMBAHASAN bentuk simbolik yang terdapat dalam
Pada ritual singku sariga ada beberapa ritual singku sariga tersirat makna-
hal yang harus di lakukan oleh pelaksana makna yang ingin di sampaikan
ritual. tahap persiapan sebelum di adakan terutama dalam bentuk pesan non
singku sariga di jelaskan nama-nama bulan verbal. Bentuk simbol-simbol yaitu,
kalender hijaiah. Sebelum melaksanakan ontolu (telur), sebagai simbol organ
ritual singku sariga menentukan waktu yang intim anak bayi laki-laki, owaje (waje),
tepat melaksanakannya, dan yang dimaknai sebagai simbol organ intim
menentukan waktu yang baik yaitu tokoh anak bayi perempuan, ocucuru (cucur),
adat atau bisa (sando)Dalam konsepsi dimaknai sebagai simbol pusat bayi,
kepercayaan masyarakat Buton, tidak semua pisang( loka ), dimaknai sebagai simbol
hari dalam seminggu itu dianggap baik. dan organ intim anak bayi laki-laki, otuli-
bahan-bahan yang dibutuhkan dalam ritual tuli (tuli-tuli) , dimaknai sebagai simbol
singku sariga yaitu : (1) ontolu (telur) , organ dalam tubuh bayi yaitu usus.
owaje (waje) , ocucuru (cucur) , loka yi hole 3. Implikasi singku sariga dari segi agama
(pisang goring) , o tuli-tuli (tuli-tuli) dan golongan di mana masyarakat
pelaksanaan menganut kepercayaan mereka masing-
1. Proses pelaksanaan ritual singku sariga masing. Demikian pula masyarakat
khususnya di Kelurahan Kadolokatapi Kadolokatapi, yang menganut golongan
Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau pertama sebagai golongan progresif
memiliki tiga tahapan yang pertama terdiri atas para elite pemuda
tahapan penentuan hari baik dan Kadolokatapi, utamanya aliran Islam
tahapan yang kedua adalah tahapan santri yang umumnya dari kaum
haroa yi singku sariga yang ketiga terpelajar Kadolokatapi, baik dari
tahapan makan bersama di mana seperti kalangan akademisi seperti Guru
di lakukan oleh informan (Umiyati. Agama, dan Dosen maupun kalangan
wawancara 28 November) semua proses praktisi, seperti orang Kadolokatapi
ritual singku sariga hampir sama yang secara kepartaian dari PKS ( Partai
dengan proses ritual haroa syukuran Keadilan Sejahtera) golongan tersebut

LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya | 99


Ritual Singku Sariga pada Masyarakat Kelurahan
Kadolokatapi Kecamatan Wolio Kota Baubau

menyatakan bahwa upacara ritual membicarakannya bahwa anaknya tidak


bertentangan dengan nilai Islam. Selain melakukan ritual maka anak tumbuhnya
itu, dari segi ekonomi mereka juga tidak normal atau memiliki
menyatakan bahwa upacara ritual itu kekurangan ataupun terjadi kelainan
sebagai pemborosan. Itu sebabnya serta lebih pastinya iya mendapat
sanak keluarga mereka tidak lagi di cibiran dari masyarakat, dan Sangsi
singku sariga dan upacara ritual supranatural yang di mana sangsi ini
lainnya. Beserta implikasi ekonomi akan didapatkan oleh orang atau
Implikasi pada bidang ekonomi yakni masyarakat yang meyakini ritual singku
jumlah pengeluaran dari pada sariga ataupun keturunan yang sering
pendapatan si penyelenggara ritual melakukan ritual tersebut namun
singku sariga yakni pengeluaran belanja keturunan tersebut tidak lagi
keperluan ritual singku sariga. Segala melakukannya. Maka iya akan
kebutuhan ritual singku sariga tidak ada mengalami sesuatu hal dalam
unsur paksaan, implikasi kerja sama ini pertumbuhan anaknya atau bayinya
adalah yang pertama, menjadi ajang seperti bayi atau anak tersebut sering
silaturahmi antar keluarga, yang kedua, mengalami sakit ataupun terkena
menjalin keharmonisan antara sesama penyakit yang aneh maka di situlah
masyarakat di Kelurahan Kadolokatapi, dikatakan iya mendapatkan sangsinya.
yang ketiga, ajang pemersatu dalam Walaupun pemerintah atau tetua adat
keberagaman antar suku di Kelurahan tidak memaksakan mesti melaksanakan
Kadolokatapi, serta sangsi yaitu sangsi ritual tersebut maka iya akan mendapat
sosial dan sangsi supra natural, Sangsi sangsinya sendiri.
sosial adalah di mana masyarakat
ataupun orang di dalam lingkungan PENUTUP
kelurahan Kadolokatapi tidak Dalam proses pelaksanaan ritual
melaksanakan ritual singku sariga ini singku sariga ada tahapan-tahapan yang
tidak ada unsur paksaan namun pada akan dilaksanakan yaitu tahapan persiapan,
dasarnya apa bila terjadi sesuatu hal iya tahapan pelaksanaan, tahapan akhir. Makna
akan di bicarakan oleh orang ataupun simbolik singku sariga adalah makna pada
masyarakat sekitar yang ikut dan telur, makna pada waje, makanan pada
mengikuti ritual tersebut. Seperti para cucur, makna pada pisang, dan makna pada
tetangga ataupun keluarga akan tuli-tuli.

DAFTAR PUSTAKA
Satori, Djam’an & Komariah, Aan. 2010. Koentjaraninggrat. 1997. Metode-metode
Metodologi Penelitian Kualitatf: penelitian masyarakat. Jakarta : PT.
Bandung : Afabeta. Gramedia Pustaka Utama
Durkheim, Emile. 2001. The Elementary _________1990. Penganatar Ilmu
Forms Of Religious Like A New Antropologi. Jakarta: Djambala
Translation by Carol Cosman. New Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
York : Oxford University Press Inc. Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: CV. Alfabeta.

100 | LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya

Anda mungkin juga menyukai