Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Heterogenitas tercipta baik suku, agama, ras, dan antar golongan di wilayah Kabupaten

Donggala. Salah satunya adalah upacara adat daur hidup oleh Etnis Kaili di Kabupaten

Donggala. Upacara ini masih dilaksanakan dan masih dipertahankan dalam rangka upacara

kehamilan bagi Etnis Kaili. Upacara ini merupakan upacara kehamilan yang merupakan warisan

dari para leluhur (nenek moyang), sehingga sulit untuk dihilangkan dan dirubah karena telah

berakar didalam kehidupan masyarakat. Salah satunya budaya masyarakat Desa Wombo

Kalonggi yang masih tetap mempertahankan upacara Nosemparaka Manu sebagai upacara

kehamilan.

Hakekatnya ialah upacara peralihan sebagai sarana untuk menghilangkan petaka. Jadi

semacam ini yang menunjukan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur

kepercayaan lama. Pada umumnya upacara kehamilan diadakan selamatan, mulai kandungan

seorang wanita berumur satu bulan sampai sembilan bulan. Dengan harapan agar selama

mengandung mendapat keselamatan dan tidak ada kesulitan. Sama halnya dengan upacara

kehamilan bagi etnis Kaili di Kabupaten Donggala.

Upacara tersebut sebagai suatu upaya kerja sama pada para etnis Kaili, untuk mencapai

tujuan keselamatan bersama. Secara Etimologi Nosemparaka artinya memisah-misahkan,

sedangkan Manu artinya Ayam, dapat di berikan pengertian bahwa Nosemparaka Manu adalah

memisah-misahkan bagian daging ayam yang digunakan untuk sesajian dalam upacara ritual

guna untuk keselamatan sang calon ibu maupun bayi dalam kandungan. Melalui pandangan ini,

maka saya tertarik melakukan penelitian tentang Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa

Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengetahuan Etnis Kaili tentang Upacara Nosemparaka Manu di Desa

Wombo Kalonggo?

2. Bagaima proses Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo

Kalonggo?

3. Apa Simbol dan Makna dalam Upacara Nosempaeaka Manu pada Ibu Hamil di Desa

Wombo Kalonggo?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui pengetahuan Etnis Kaili tentang Upacara Nosemparaka Manu di Desa

Wombo Kalonggo

b. Untuk mengetahui Proses Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo

Kalonggo.

c. Untuk mengungkap makna dalam simbol Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili

di Desa Wombo Kalonggo.

2. Manfaat

a. akademik

hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai peningkatan dan pengembangan

ilmu antropologi serta dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi para peneliti lain yang

tertarik untuk memilih atau menyoroti masalah yang terdapat dalam penelitian ini.

b. Praktis

sebagai nilai tambah bagi Etnis Kaili setempat untuk tetap menjaga dan mempertahankan

kebudayaan mereka serta menjaga kekuatan solidaritas sosial yang mereka miliki.
II. TINJUAN PUSTAKA

A. Studi Tentang Upacara Life Cycle

Upacara-upacara daur hidup sebagai salah satu wujud budaya, terjadi pada beberapa

tradisi dari etnis yang masih mempertahankan. Dalam tulisan Crhiset Victor Migel Laan (2013)

menyatakan bahwa masyarakat Desa Tinggede masih melaksanakan upacara ritual adat nokeso,

adat nokeso ini adalah adat di mana anggota keluarga perempuan yang memasuki usia dewasa

(Akil Baligh). Selain itu, Tulisan Hulman Hadikusuma (1993:52) bahwa upacara kelahiran di

kalangan orang Rote Ndao yang terletak di pulau Rote ketika melahirkan melakukan aksi

membalas jasa bantuan dikarenakan sang ibu tidak diperkenankan untu melakukan aktivitas di

dapur, para tetanggalah yang akan melakukan itu. Kemudian dilakukanlah upacara ‘taponi anah’

atau ‘napou anah’ yaitu memperkenalkan sang anak ke sanak keluarga dan tetangga dalam

rangka membalas jasa bantuan yang telah diberikan.

Sedangkan tulisan Ni Wayan Sumita (2014) mengatakan bahwa masyarakat Bali yang

terletak di Desa Gunung Sari masih melaksanakan upacara ritual Mesangih (potong gigi).

Upacara ini menjadi sangat penting dilakukan dikarenakan harapan yang ingin dicapai agar sang

anak memiliki sikap yang baik serta jauh dari sikap buruk dan serakah. Adapum hubungan dari

ketiga tradisi tersebut dengan Nosemparaka manu adalah tradisi ini memiliki tujuan untuk

menghindari hal-hal yang buruk yang akan terjadi kepada sang anak, kemurahan rezeki dan

menjadi orang baik serta di jauhkan dari gangguan roh jahat bagi si anak.

B. Studi Upacara Kehamilan Pada Beberapa Etnik

Seperti tulisan Venny Indria Ekowati (2012) bahwa penyelenggara upacara kehamilan

Wilujengan yang penyelenggaraannya istimewa adalah wilujengan pada bulan ketujuah, yang
disebut dengan upacara Tingkeban. Untuk mengadakan upacara ini dibiasanya dipilih hari Rabu

atau Sabtu, sebelum bulan purnama dengan tanggal yang harus ganjil. Tujuannya agar diberi

kelancaran persalinan dan sang bayi tidak memiliki kekurangan fisik satupun. Terdapat beberapa

acara yang mengisyaratkan murah rezeki dan harapan untuk si bayi agar memiliki wajah

rupawan.

Lebih lanjut Suprinato Lip (2013) dalam tulisannya mengatakan bahwa kebudayaan tujuh

bulan pada suku sunda, secara umum dapat diartikan sebagai tradisi atau ritual di mana ritual ini

dimaksudkan bagi wanita hamil yang kandungannya mencapai usia tujuh bulan mengadakan

ritual tujuh bulanan untuk keselamatan bayi yang di kandungnya. Keselurhan upacara yang

dilakukan bermaksud untuk kelancaran proses persalinan, rejeki bagi si byi dan untuk menjaga

hal-hal buruk yag bisa saja menghampiri si calon bayi. Misalya cacat fisik dari lahir, keselamatan

ibu dan bayi dan bahkan untuk proses kelancaran dalam proses melahirkan.

C. Kerangka Konseptual

1. Upacara Ritual

Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus, di mana ritus ada yang

dilakukan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan. Seperti

upacara sakral ketika turun ke sawah, adar untuk menolah bahaya yang telah diperkirakan akan

datang, ada juga upacara mengobati penyakit (rites of healing); ada upacara karena perubahan

atau siklus dalam kehidupan manusia, seperti pernikahan, mulai kehamilan, dan kelahiran (Agus,

2006:97).

Adanya konsep budaya mengenai kehidupan yang telah saya ungkapkan menyiratkan

peran pentingnya upacara-upacara kehamilan bagi kesehatan jiwa sang calon ibu. Demikian pula
halnya dengan peranan dari kerabat dalam upacara-upacara kehamilan dan kelahiran, yang tidak

saja berfungsi untuk memperkuat hubungan sosial antara keluarga suami dan istri yang

mempunyai bayi, melainkan juga dapat memberikan dukungan moril dan ketenangan pada

wanita yang hamil atau yang sedang melahirkan.

2. Simbol dan Makna

Simbol adalah objek, kejadian, bayi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberikan

makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa.

Persepsi tentang penggunaan simbol sebagai salah satu cara signifikan manusia menjadi sasaran

kajian yang penting dalam antropologi dan disiplin-disiplin lainnya (Achmad Fedyani,

2005:286).

Seperti yang di kemukakan oleh Kuper dalam Achmad Fedyani (2005:289) yaitu simbol-

simbol yang yang menunjukan suatu kebudayaan yang memberikan unsur intelektual dalam

proses sosial. Tetapi, proposisi-proposisi kebudayaan sebagai simbol yang berlaku lebih dari

sekedar mengartikulasikan dunia, proposisi-proposisi ini juga memberikan pedoman bagi

tindakan di dalamnya, karena menyediakan model dari apa yang dipandang sebagai realitas, dan

pola-pola bagi perilaku.

3. Pengetahuan

Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan disini kata dasarnya tahu.

Tahu adalah mengerti sesudah melihat, menyaksikan, mengalami dan sebagainya (Notoatmodjo

Soekidjo, 2004:19)
Seperti halnya pengetahuan di kemukakan oleh Koentjaraningrat (2005:101) bahwa:

Seluruh penggambaran, persepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi merupakan unsur-unsur


pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang individu. Sebaliknya, banyak pengetahuan
atau bagian-bagian dari seluruh pengetahuan yang berhasi dihimpun seseorang selama
hayatnya, dapat hilang dari akalnya yang sadar (atau dalam kesadarannya) yang
disebabkan oleh berbagai sebab. Walaupaun unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya
tidak hilang lenyap begitu saja, tetapi hanya terdesak ke bagian jiwanya atau alam bawah
sadar

Pengetahuan yang dimiliki oleh etnis Kaili di Desa Woblo Kalonggo tentang upacara

Nosemparaka Manu berorientasi pada informasi secara lisan yang terjadi secara turun temurun,

pengetahuan tersebut pada awalnya berasal dari orang-orang tua di Desa Wombo Kalonggo itu

sendiri. Sehingga pengetahuan tentang upacara Nosemparaka Manu dapat dikatakan sebagi

warisan kepercayaan dari orang lain.


III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitin yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif. Di

mana metode yang sumber datanya merupakan kata-kata. Metode dekriptif ini bertujuan

memaparkan hasil temuan pada proses penelitian berdasarkan tujuan penelitian, dengan data

yang dihimpun dari informan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Wombo Kalonggo, Kecamatan Tanantovea Kabupaten

Donggala. Lokasi ini dipilih karena masih melaksanakan Upacara Nosemparaka Manu pada Ibu

Hamil

C. Tahap Kegiatan

1. Penelitian Pendahuluan

Dalam penelitian pendahuluan peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian dan

mewawancarai kepala desa, tokoh adat serta masyarakat setempat.

2. Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan dimaksudkan untuk pengambilan data lapangan, berupa informasi

tentang tradisi Nosemparaka Manu di Desa Wombo Kalonggo. Juga sekaligus mengambil

dokumentasi di desa tersebut.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang telah di

teliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Studi pustaka

Dalam studi pustaka ini saya mencari, membaca dan mengumpulkan data-data yang

berhubungan dengan upacara Nosemparaka Manu (upacara kehamilan) yang bersumber

dari buku-buku, jurnal, laporan, skripsi, dan artikel yang berkaitan dengan judul penelitian

sehingga lebih mudah dalam memecahkan masalah penelitian lapangan.

b. Pengamatan

Teknik pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti di

lapangan. Adapun yang diteliti di lapangan yaitu mengenai proses pelaksanaan upacara

Nosemparaka Manu, mengetai alat dan bahan serta informasi awal pelaksanaan upacara.

Kemudian selanjutnya, melakukan pengamatan aktif guna mengetahui secara langsung tata

cara pelaksanaan upacara dan tujuan masyarakat melaksanakan upacara tersebut.

c. Wawancara

Agar permasalahan dalam penelitian dapat terjawab maka perlu mengadakan wawancara

kepada informan dengan menggunakan dua tahapan yaitu:

1. Wawancara pendahuluan

Wawancara pendahuluan adalah wawancara yang dilakukan dengan maksud mengawali

pertemuan untuk membangun hubungan akrab, dan mendekatkan diri dengan informan.

Agar selanjutnya lebih bebas berdiskusi dalam pengambilan data

2. Wawancara mendalam

Pada tahapan ini peneliti mengadakan wawancara mendalam (indept interview) dengan

para informan yang telah di tetapkan, dengan menggunakan pedoman wawancara yang

telah disusun sebelumnya guna mendapatkan informasi tentang Upacara Nosemparaka

Manu pada Etnis Kaili tersebut.


D. Teknik analisis data

Mengacu kepada permasalahan dan teknik penelitian di atas, maka data-data yang akan di

peroleh di lapangan akan di analisi secara deskriptif kualitatif, yaitu memperoleh data dan

informasu yang berlandaskan dari pokok permasalahan.

Adapun teknik analisis data yang akan di gunakan melalui 4 (empat) langkah yaitu:

1. Editing data hasil wawancara, yaitu kegiatan mengoreksi data yang telah terkumpul

dengan memilih dan memilah data berdasarkan permasalahan serta urgensi dan relevansi

data tersebut. Melakuka perbaikan atas kekeliruan dan melengkapi data yang belum

lengkap dalam pedoman wawancara.

2. Kategorisasi data yaitu dilakukan dengan cara mengelompokkan data berdasarkan

permasalahan dan tujuan penelitian.

3. Penafsiran data yaitu dalam penelitian ini akan dilakukan pada saat wawancara

mendalam. Informan akan memberikan jawaban-jawaban konfirmatif maupun korektif

berkenaan dengan pertanyaan penelitian yang diajukan. Kemudian, memverivikasinya

dengan teori dan hasil peneltian yang pernah dilakukan.

4. Perumusan kesimpulan dan saran, yaitu merumuskan kesimpulan hasil penelitian yang

ada pada permaslahan peneitian. Serta memberikan saran baik teoritis maupun praktis.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Desa Wombo Kalonggo

Besarnya Penduduk yang mendiami suatu wilayah merupakan salah satu potensi

pembangunan yakni sebagai (Human Resources). Jumlah penduduk Desa Wombo Kalonggo

pada Tahun 2014 berjumlah 1.493 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 250 KK yang terdiri

dari berbagai macam suku, ras dan agama. Komposisi jumlah penduduk yang berada di desa

tersebut yaitu 1.493 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 700 jiwa dan perempuan 793

jiwa. Penduduk Desa Wombo Kalonggo mayoritas memilih mata pencarian sebagai petani,

kemudian didukung dengan pedagang buruh dll, untuk mendukung roda perekonomian desa

Wombo Kalonggo (tabel 1). Serta satuan tingkat pendidikan (tabel 2) yang dimiliki penduduk

desa yang mempengaruhi kemajuan Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea.

Tabel 1
Keadaan penduduk Desa Wombo Kalonggo Bedasarkan pencaharian
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1. Petani 500
2. Pedagang/Pengusaha 45
3. Buruh Tani 263
4. Pertukangan 45
5. Peternak 63
6. PNS 30
7. Polri 1
8. TNI 6
9. Karyawan swasta 32
10. Karyawan BUMN 9
11. Pengemudi/Tukang Ojek 5
Jumlah 999
Sumber Data : Kantor Desa Wombo Kalonggo, tahun 2016

Tabel 2
Keadaan Penduduk Desa Wombo Kalonggo Berdasarkan Tingkat Pendidikn
No. Jenis Pendidikan Jumlah
1. Tidak pernah sekolah 85
2. Belum sekolah 123
3. Taman kanak-kanak 60
4. Sekolah dasar (SD) 350
5. Tidak tamat sekolah dasar 250
6. Tamat SLTP 500
7. Tamat SMU/sederajat 90
8. Tamat Akademik (D2-D3) 15
9. Tamat perguruan tinggi (S1-S2) 20
Jumlah 1493
Sumber Data : Kantor Desa Wombo Kalonggo 2016

Masyarakat tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan, karena terdapat sekelompok

masyarakat sudah pasti juga ada kebudayaan di mana kebudayaan tersebut merupakan suatu hasil

kerja, cipta, rasa dan karsa masyarakat. (Koenjtaraningrat, 1994:72). Penduduk asli yang

mendiami Desa Wombo Kalonggo adalah Etnik Kaili, dalam kehidupan sosial budayanya sangat

di dominisasi oleh aspek-aspek budaya Kaili. Selain itu, Desa Wombo Kalonggo sudah terdapat

suku bangsa lain seperti Bugis, Manado, Jawa, Gorontalo, dan Mori tetapi mereka selalu

menjunjung tinggi adanya budaya masing-masing. Sementara Etnis Kaili masih mempertahankan

adat-istiadat mereka tanpa ada pengaruhdari Etnis lain.

Fasilitas kesehatan yang terdapat di desa ini adalah 1 unit Poskesde, 1 orang tenaga medis

1 x 24 jam jika ada warga yang membutuhkn pertolongan. Sebagian kecil warga ada juga yang

sering ke dukun atau orang pintar untuk memeriksakan kandungannya, namun ada kerja sama

antara bidan dan dukun apabila ibu hamil yang akan melahirkan.

Cerminan kehidupan masyarakat Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea terlihat

jelas dari tingginya penghayatan ajaran agama islam pada nilai-nilai kehidupan. Hal ini dapat

dilihat dari upacara-upacara adat seperti syukuran aqiqah, khitanan, perkawinan dan kehamilan

yang syarat akan ajaran agama islam. Terdapat satu buah masjid dan satu buah taman pengajian

dalam rangka pemenuhan aktivits beribadah. Desa ini memeluk agama mayoritas islam, akan

tetapi ada juga pemeluk agama kristen.


Melihat dari sektor pertanian yang merupakan mata pencarian utama masyarakat Desa

Wombo Kalonggo, terlihat pada berbagi macam kegaiatan ekonomi sebagai jalan atau usaha

untuk mencapai kesejahteraan hidup. Pengembangan pada sector ekonomi terdiri dari potensi

tanaman padi, jagung, bawang, dan rica. Selain itu juga sebagian warga ada yang memilih

sebagai pedagang, buruh, swasta, dan lain-lain sebagai mata pencarian di Desa Wombo

Kalonggo.

B. Pengetahuan Etnis Kaili tentang Upacara Nosemparaka Manu di Desa Wombo

Kalonggo

Etnis Kaili yang bermukim di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea sebagian

besar meyakini akan keberadaan makhluk halus atau jin, yang menurut pengetahuan mereka

merupakan bagian dalam kehidupan manusia sehari-hari. Desa Wombo Kalonggo melakukan

upacara-upacara ritual salah satu di antaranya ialah upacara “Nosemparaka Manu”. Upacara adat

“Nosemparaka Manu” merupakan salah satu upacara tradisional Suku Kaili, upacara ini

dilakukan pada ibu hamil yang usia kandungannya tujuh bulan.

Adapun maksud dan tujuan dari upacara ritual “Nosemparaka Manu” adalah agar kelahiran

sang bayi dapat berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta keselamatan

ibu yang akan melahirkan, agar ibu terhindar dari rate. Upacara sudah ada sejak jaman nenek

moyang, seperti pernyataan dari (Ketua adat Desa Wombo Kalonggo) bapak Umli (80 tahun)

bahwa:

“Dari nggaulunapa kami ri vombo hei novia ada togurana nggoulu, apa togurana nggoulu
nepatuduki berifa cara-carana novia ada, evamo ada Nosemparaka Manu hei contona”
Artinya:
“Kami warga wombo ini sudah sejak dulu membuat upacara adat, dari sejak nenek
moyang kami dulu. Sebab orang tua dulu mengajarkan kami dan memberikan pemahaman
tentang cara membuat adat, seperti upacara Nosemparaka Manu ini contohnya” (Hasil
wawancara tanggal 20 April 2016)
Dari penjelasan informan di atas bahwa upacara Nosemparaka Manu merupakan upacara

yang harus dilaksanakan. Upacara ini telah diajarkan sejak dulu, sehingga merupakan tradisi

yang tidak boleh ditinggalkan. Terlebih, acara ini telah dilaksanakan turun temurun, apabila tidak

dilaksanakan akan berpengaruh kepada kondisi kesehatan bayi saat lahir.

Pengetahuan masyarakat yang ada di Desa Wombo Kalonggo sangat mempercayai

pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu. Sesuai pernyataan ibu Rena (40 tahun) sebagai

berikut:

“ane novia upacara Noseparaka Manu hei aga nilaksanaka ante ana partama, raimo
nilaksanaka ante anan kadua antau ana katiga, sebab manurut kami ane anak kadua
raimo rapofiaka ada Nosemparaka Manu apa anak partama nowakili rumai toaina”.
Artinya :
“bahwa pelaksanaan upacara Nosemparaka Mani tersebut hanya di laksanakan pada
anak pertama tidak lagi dilaksanakan pada anak kedua dan seterusnya, karena menurut
kami bagi anak kedua tidak perlu lagi dilakukan upacara Nosumparaka Manu, karna anak
pertama sudah mewakili dari anak berikutnya”. (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2016)
Menurut informan ibu Munawarni (45 tahun), beliau mengatakan bahwa:

“ane pantoo mami upacara Nosemparaka Manu napenting ntoto rapovia ri Desa mami
hei, apa nadea pengaruhna ante topombovotai, apa pantoo totua nggolu ane upacara hei
rai ralaksanaka eh ngana mesuvunjau rai nasalama sampe hie”
Artinya :
“menurut saya, upacara Nosemparaka Manu sangatlah penting dilakukan di Desa kami,
karena upacara tersebut sangatlah berpengaruhnya terhadap ibu hamil. Menurut orang
tua kami dulu, kalau upacara tersebut tidak dilaksanakan maka saat ibu melahirkan
anaknya akan cacat atau meninggal. Maka dari itu upacara tersebut dari dulu sampai
sekarang tetap dilaksanakan”. (hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016)
Lanjut dengan ibu Martafian (46 tahun) beliau mengatakan bahwa :

“najadi pangalamaku, naperna rai nilaksanakanku nitoka novia ada Nosemparaka Manu
hei ante anak partama, apa nesapuka aku anu novia-via vei, pasi-pasi noana aku pangane,
jamo umuru tolimbula nompamulamo rai naseha ngana pangane, nikeniku poromo ri
rumah saki rairia perubahanna, naputus asamo aku bara berifanjau pangane nikeniku
ante sando nipekitul, tano rai niposeparaka manu ngana hei pangane”
Artinya :
“jadi pengalaman saya, pernah tidak melaksanakan upacara Nosemparaka Manu pada
anak pertama, karena awalnya saya tidak percaya dengan hal tersebut. Setelah anak saya
berusia 3 bulan anak saya mulai kurang sehat (sakit), berkali-kali saya membawanya ke
rumah sakit akan tetapi tidak ada perubahan. Lalu saya putus asa dan mencoba ke dukun
untuk memeriksakan anak saya dan hasilnya dukun tersebut mengatakan bahwa anak saya
tidak dilaksanakan upacara Nosemparaka Manu”. (hasil wawancara tanggal 25 Mei 2016)
Dari penjelasan dari informan di atas dapat disimpulakan bahwa upacara Nosemparaka

Manu sangat penting dilaksanakan pada ibu yang hamil anak pertama, akan tetapi tidak bagi

anak kedua. Karena anak pertama telah mewakilkan anak-anak berikutnya. Upacara ini

dilakukan pada kandungan ibu hamil yang berusia tujuh bulan. Selain itu, bahwa upacara

Nosemparaka Manu ini sangat penting dilakukan bagi ibu hamil sebab kalau tidak dilaksanakan

anak yang lahir akan cacat atau meninggal. Sebab kepercayaan melakukan upacara

Nosemparaka Manu tersebut sudah ada dari zaman nenek moyang dan selalu dilakukan secara

turun temurun.

Berkaitan dengan hal di atas imanasia (65 tahun) menyatakan:

“ane menurut aku tentang Nosemparaka Manu hei harus ra laksanakan, apa ada rumai
ante togurana nggolu dan mosyukuruja kita ante pue, apa melalui ada hei kami selalu ra
pertahankan apa jamo hei ada na bertahan nipovia masyarakat ri”
Artinya :
“pemahaman saya tenatang upacara Nosemparaka Manu bagi kami disini tidak lain
adalah untuk melaksanakan tradisi dari nenek moyang kami sekaligus mengungkapkan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. selain itu melalui upacara ini kami terus akan
mempertahankan dan melestarikan budaya ini karena merupakan salah satu adat yang
masih bertahan sampe sekarang”. (hasil wawancara tanggal 26 Mei 2016)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, upacara Nosemparaka Manu dapat di

lihat dari aspek religi, di mana masyarakat sadar akan adanya suatu alam dunia yang ada di luar

panca indera dan di luar bebas akalnya. Dunia ini disebut dunia gaib atau dunia lain, dimana

kepercayaan ini mengandung makhluk gaib, makhluk halus, roh-roh leluhur, dewa-dewa dan

keuatan sakti tentang apa yang terjadi dengan manusia setelah mati. Demikian ungkapan ibu

Indotiga (77 tahun) :

“Novia ada nosemparaka manu hei puumpuuna nombabekaka panoto ante todea ri vombo
hei, etumohe ante panoto nulara tempona hei nadeamo tau nesapuka raimo ria neparsaya
ada ntogurana nggaulu fanapa nadea kajadia, jua nasonda rilingkunga hie rumaimonjue
sampe ada hei rapovia, rumai ante togurana nggolu kana ralaksana ante maparcaya naria
nitoka tau salapina”.
Artinya :

“upacara Nosemparaka Manu ini sangat memberikan pemahaman terhadap seluruh


masyarakat yang ada di Desa Wombo Kalonggo karena dengan kesadaran masyarakat
saat ini sekarang sudah banyak mengabaikan tentang kepercayaan – kepercayaan leluhur
sehingga berbagai macam timbul peristiwa penyakit, yang muncul di lingkungan kita. Hal
itulah yang mendorong kami semua untuk melaksanakan tradii-tradisi dari leluhur dan
nenek moyang serta meyakini adanya alam dunia lain”. (hasil wawancara tanggal 29 Mei
2016)
Dari ungkapan informan di atas dapat di simpulkan bahwa upacara religi memang

merupakan suatu unsur dalam kehidupan masyarakat. Sistem upacara dalam suatu religi

berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan dan

kepercayaannya terhadap leluhurnya, dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan

dan penghuni dunia gaib lainnya

C. Proses Pelaksanaan Upacara Nosemparaka Manu Pada Etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo

Melaksanakan atau menyelenggaralkan upacara Nosemparaka Manu memerlukan suatu

tahap pelaksanaannya, mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya seperti yang
dijelaskan di bawah ini tentang upacara Nosemparaka Manu memiliki beberapa proses tahapan

yaitu

1. Nolibu (Musyawarah)

Nolibu berarti mengadakan pertemuan atau musyawarah antara kedua keluarga belah pihak

dari laki-laki dan perempuan. Seperti penjelasan dari informan Ibu Martafian (46 tahun)

mengatakan bahwa :

“Ane menurut aku mengenai ada Nosemparaka Manu hei, kami nosiromu ulu rumai
keluarga langgai ante manggubine urusa novia ada Nosemparaka Manu hei, novia
koputusa rumai nirancakana sampe pompovia upacara hei ralaksanaka, apa ane rai ria
sintuvu ntodea movia ada hei rai menjadi ada hei ralaksanaka”. (hasil wawancara tanggal
25 Mei 2016)
Dari hasil wawancara yang di ungkapkan informan bahwa penyelenggara upacara

Nosemparaka Manu, terlebih dahulu keluarga mengadakan pertemuan antara kedua belah pihak

untuk membahas hal-hal pelaksanaan mengenai upacaran Nosemparaka Manu. Dalam upacara

ini kedua bela pihak mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan sesajen dan ayam dua

ekor sumbangan dari orang tua untuk upacara Nosemparaka Manu. Seperti yang diungkapkan

oleh ibu Sunartin (48 tahun) yaitu :

“Pamula novia ada Nosemparaka Manu hei rumai ante keluarga langgai mompaka
sadiaka manu langgaina rakenika risapo manggubine, pade kaluarga ante manggubine
mompakasadiakaja manu rumandona. Ane nadasiaporomo pade loku ante togurana
napande noreke vula ri langi meipia madoli eo” (hasil wawancara tanggal 23 Mei 2016)
Dari penyataan di atas bahwa pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu dari kedua belah

pihak menyiapkan satu ekor ayam, yaitu masing-masing ayam betina dan ayam jantan satu ekor,

kemudian barulah salah satu keluarga mendatangi orang tua yang bisa menghitung hari yang

baik untuk pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu.


2. Menentukan waktu pelaksanaan upacara

Adapun hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan itu adalah menyangkut pelaksanaan

upacara Nosemparaka Manu. Berikut yang dijelaskan dari ketua adat Umli (80 tahun) bahwa :

“bagi kami rivombo hei setiap novia ada, nipentingka mami ulu nekireke eo atau vula ri
langi, cara noreke eo atau vula ri langi rumai vula papitu, sampulu, sampulutolunggani,
sampulusasio, sruampulu, ruampulualima ngganina eo atau vula madoli, jamo pompelisi
rumai keluarga manggubine atau langgai fana bagi nusira eo atau vula rapokono untuk
movia ada” (hasil wawancara 20 Juni 2016)

Artinya:

“bahwa setiap pelaksanaan upacara yang di adakan di Desa Wombo Kalonggo ini sangat
penting dengan penetapan waktu yang sudah kami tetapkan dengan cara menghitung hari
atau bulan di langit yang di anggap sebagai hari yang baik dan sudah di sepakati oleh
kedua belah pihak orang tua suami istri maupun dukun, misalnya hari atau bulan di langit
yang baik itu bulan ke 7, 10, 13, 19, 20, 25 kali dilangit”. (hasil wawancara 20 Juni 2016)

Dari uraian informan bahwa penentuan waktu untuk melihat hari baik. Penetapan waktu

sangat penting, bulan yang dianggap baik itu bulan ketujuh, kesepuluh, tiga belas, sembilan

belas, dua puluh, dan dua puluh lima kali di langit. Berikut pula penuturan Ibu bunga (70 tahun)

mengenai waktu pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu:

“upacara Nosemparaka Manu hei biasana nipovia bunondona rumai jam 8.00 sampe jam
11.00 tampa novia ada hei ri sapo keluarga manggubine tumai hasil posintomu keluarga”.

Artinya :

“upacara Nosemparaka Manu biasanya dilaksanakan pada pagi hari di mulai pukul 8.00
hingga jam 11.00 sementara tempat pelaksanaan di rumah pihak keluarga perempuan
sesuai dengan hasi musyawarah”. (hasil wawancara tanggal 21 Mei 2016)

Dari ungkapan infroman menganggap bahwa upacara Nosemparaka Manu di laksanakan

pada pagi hari menurut kepercayaan Etnis Kaili pelaksanaan Nosemparaka Manu pada waktu

pagi hari tersebut agar memudahkan rezeki bagi bayi yang akan lahir nanti dan juga kesehatan

bagi bayi dan ibu yang akan melahirkan.


3. Tempat penyelenggara upacara

Upacara ini dilaksanakan di dalam dan diluar rumah yang dipercayai memiliki makhluk

halus dan rate. Di dalam rumah upacara ini dilaksanakan diberanda depan, yaitu di depan pintu

(tambale), sedangkan kalau di luar rumah di siapkan tempat tertentu sebagai tempat sesajian

sesuai kondisi lingkungan desa bersangkutan. Menurut penuturan Ibu Nasaria (50 tahun) bahwa :

“kabiasa momi ane novia ada Nosemparaka Manu hei cukup nipovia ri laranjapomo aga
ane rai riruang tamu atau ringayo nubobo”.

Artinya :
“kebiasaan kami disini paling sering mengadakan upacara Nosemparaka Manu ini hanya
diadakan dalam rumah diruang tamu yang berhadapan dengan pintu depan”. (hasil
wawancara tanggal 28 Mei 2016)

Dari penuturan dua orang informan di atas bahwa diadakan upacara Nosemparaka Manu

dilaksanakan dalam rumah atau di ruangan tamu yang berhadapan dengan pintu depan, tidak

perlu di luar rumah tempat yang dianggap keramat. Penurutan di atas didukung oleh ibu Indotiga

(77 tahun)

“panto togurana nggaulu etuka novia ada Nosemparaka Manu hei ringayo nubobo ala
malaeka atau rate rai mesaisai moje langsung ritampa novia ada njau sira nangganasi
pokumoniana niganeka bagia nusira ala rai meganggu makumpuna nombovotai ala raija
masusa moana”.
Artinya :

“menurut cerita orang tua dulu kenapa upacara Nosemparaka Manu ini harus
dilaksanakan depan pintu, ceritanya agar supaya makhluk halus/rate yang datang ke
tempat acara tersebut tidak lagi singga-singga langsung ke tempat upacara tersebut untuk
melihat sesajian yang sudah dibaca untuk mereka agar tidak mengganggu cucunya yang
sedang hamil dan tidak sulit untuk melahirkan”.

4. Pihak – pihak yang terlibat dalam upacara Nosemparaka Manu

Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para keluarga dari kedua belah pihak,

terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. Selain itu, keluarga dan tetangga juga hadir untuk

mensukseskan jalannya acara, khususnya di kalangan keluarga bangsawan. Bagi pihak suami
wajib menyumbang kambing/domba jantan, sedangkan keluarga istri wajib menyumbang

kambing/domba betina. Di kalangan keluarga biasa, mereka hanya memotong dua ekor ayam

sebaga korban upacara tersebut. Menurut informan munawarni (45 tahun) beliau mengatakan :

“kalau kami disini mengadakan upacara Nosemparaka Manu orang-orang yang


terlibat dalam upacara ini yang terutama adalah dukun/sando kemudian pihak
keluarga dari laki-laki dan pihak perempuan, yaitu ibu-ibu yang sudah pernah
mengalami kehamilan/melahirkan dan wanita yang sudah lanjut serta tetangga untuk
mengikuti proses Nosemparaka Mana tersebut”. (hasil wawancara tanggal 24 Mei
2014)

Berdasarkan informan di atas bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para

keluarga dari kedua belah pihak, terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. Selain itu juga yang

turut hadir untuk mengikuti jalannya upacara tersebut ialah sanak keluarga dan tetangga yang

akan mensukseskan pesta upacara tersebut. Dalam pelaksanaan upacara ini dipimpin oleh

seorang dukun wanita (sando) yang dapat berkomunikasi dengan makhluk halus yang telah

berusia lanjut. Selain itu, orang tua juga terlibat untuk menyediakan skorban upacara. Biasanya,

dua ekor kambin untuk kaum bangsawan dan dua ekor ayam untuk kelarga biasa.

5. Persiapan dan perlengkapan upacara

Bahan-bahan yang dipersiapkan disini ialah Ayam dua ekor, pisang rebus (punti jaka),

kaloku nikou (kelapa parut), marisa nete (rica kecil), udang (lamale), nasi masak (konisa

ngongo), ketupat (katupa), mayang pinang (banja pangana), uang (doi), dan darah ayam (ra

numamu) yang di sembelih. Benda-benda adat lainnya ialah sabala mesa (satu lembar sarung

tenun zaman dulu), samata doke (satu mata tombak), samata tinggora (satu mata tombak yang

berakit), talalu tubu (tiga piring adat), sangu dula (satu dulang tempat penyimpanan barang-

barang tersebut).
Perlengkapan dan Bahan-bahan tersebut penting untuk disiapkan untuk menghindari

penyakit pada bayi yang akan lahir. Selai itu, apabila salah satu bahan tidak lengkap, maka boleh

dipinjamkan. Pertanyaan di atas juga didukung oleh ibu Munawarni (45 tahun) yaitu :

“Ane rai ralaksanakan upacara Nosemparaka Manu hek nadea jua netaka ante ngana

nesuvu, naria ngana dako nesuvu nageri-geri, nabongo, nakata-kata, nakanggoro-nggoro

pokona rai naseha ngana nesuvu”

Artinya :

“kalau tidak dilaksanakan upacara Nosemparaka Manu ini banyak penyakit yang terdapt

pada bayi yang akan lahir nanti, ada bayi baru lahir banyak tai matanya, tuli/keluar

cabiu, gatal-gatal, dan juga bayi yang lahir mengkerut-kerut tidak sehat pas lahir nanti”.

(hasil wawancara tanggal 23 Mei 2016)

Dari informan di atas, perlengkapan yang dipakai untuk pelaksanaan upacara ternyata

harus lengkap dan apa bila tidak ada salah satu maka bisa dipinjamkan dulu pada keluarga yang

ada misalnya piring adat dengan cara meminjam digantikan dengan uang sebanyak sebanyak

sepuluh ribu dan rokok dan juga digantikan dengan beras sebanyak tiga liter yang sudah diberi

kunyit.

Adapun pantangan dalam pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu apabila tidak

dilaksanakan akan mengakibatkan terganggunya kesehatan pada bayi yang akan lahir nanti

sehingga dalam upacara ini harus dilaksanakan menurut keyakinan dan kepercayaan pada

masyarakat yang ada di Desa Wombo kalonggi. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Martafian

(46 tahun)

”ane menurut aku, pantangan novia upacara Nosemparaka Manu hei naria, apa ane rai
ralaksanakan biasa pas noana nasusah nesuvu ngana dan juga biasana bayi nesuvu rai
naseha nadea jua netaka”.
Artinya :

“setahu saya, pantangan pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu itu ada, apabila
dilaksanakan maka ibu yang akan melahirkan nanti akan susah pada waktu melahirkan
dan juga biasanya bayi yang lahir itu tidak sehat banyak penyakit-penyakit yang timbul
pada saat ia lahir”. (hasil wawancara tanggal 25 Mei 2016)

6. Jalannya upacara

Dalam upacara Nosemparaka Manu bagi keluarga pihak perempuan pertama

menyampaikan undangan (pegaga) dengan jalan langsung dari rumah kerumah sebelum upacara

diadakan. Bila telah tiba hari yang ditentukan, undangan-undangan di jemput kembali (neala)

dari rumah ke rumah. Kegiatan ini disebut peonggetaka (suatu penghormatan dari keluarga yang

berpesta) kepada orang tua adat.

Pada hari pertama penyembelihan hewan ayam yang kemudian dipanggang/dibakar untuk

menghilangkan bulu-bulunya di atas api (nilambu). Sebelum dagingnya dipotong-potong hatinya

di ambil lebih dahulu yang biasa disebut Nompesule (mengambil hati) dan langsung ditusuk dan

dibakar sebagai bahan sesajian atau nilanjamaka (dijadikan sesajian). Selesai dipotong-potong,

paha kanan dari ayam tersebut digantung di depan pintu untuk bagian dukun. Disamping

memperoses daging-daging untuk dimasak, diadakanlah upacara nantalenjaka (upacara sesajian)

di depan pintu rumah sebelum para undangan hadir.

Pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu ini dipimpin oleh seorang dukun wanita (sando).

Tujuannya untuk memanggil roh halus untuk berkomunikasi dan akan dirasuki untuk memulai

adat upacara tersebut. Adapun cara memanggil dukun seperti yang di jelaskan oleh salah satu

dukun Imanadia (65 tahun) yaitu :


“ane aku nompokio tau salapina nesua rikoroku, carana nintutuiku lenjeku apa ane rai
ratutui sampesuvu mangganasi aku beleka menggea, pas nariamo anu rikoroku nesua
pade nibukaku salenda ri lenjeku pade njau nompambulamo nogena kaka topombovotai”.
Artinya :

“kalau saya memanggil roh halus masuk ke badanku, saya menutup mukaku, apa kalau
tidak saya tutup mukaku siapa tau keluarga takut nanti pada saat saya memanggil roh
haluss, setelah selesai itu barulah saya buka selendang untuk memulai membaca-baca
mantra untuk ibu hamil”. (hasil wawancara tanggal 26 Mei 2016)
Ternyata penjelasan dari informan di atas jelas, kenapa menutup muka pada saat

memanggil roh halus, agar supaya tamu yang menghadiri upacara Nosemparaka Manu tidak

takut untuk melihat dukun tersebut, karena biasanya dukun yang manggil roh halus biasa

mukanya berubah jadi jelek maka dari itu dukun tersebut menutup muka.

Sesajen telah siap, maka upacara dimulai dngan tamu perempuan dan aki-laki yang sudah

tua duduk dan menyaksikan pelaksanaan upacara tersebut. Dukun mulai Nogane (mengucapkan

mantra/sastra suci) dan duduk berhadapan dengan ibu hamil yang di upacarakan. Isi mantra

antara lain meminta keselamatan/perlindungan kepada rate; arwah nenek moyang yang sudah

meninggal disebut rate njae dan yang baru meninggal disebut rate vou. Maksudnya agar ibu

tidak mengalami kesukaran pada waktu melahirkan.

Adapun mantra-mantra yang diucapkan oleh dukun Imanasia (65 tahun) yaitu :

Hei poro-poromo nuada panggeni rumai ante langgai


(nama bapak calon bayi)
Dokena, tinggorana, messana, suraya adana,
Modika ue vongina satubu ri palaka
Rajunusika yanu (nama ibu calon bayi)
Hei poro-poromo panggeni rumai ante langgai
Magana-gana panggenina
Sasio mbulana ante sampulu eona pade raotena
Ala magasi fuku anana, magasi fuku papana, magasi fuku inona,
Mandate umuruna,
Bara yudi, bara yojo
Artinya:
Ini semua sudah adat bawaan dari pihak laki-laki
Tombak, parang, messa, piring adat
Menyimpan air wangi semangkuk di (palaka)
Di mandikan pada ibu hamil
Ini semua sudah bawaan dari pihak laki-laki
Sudah cukup bawaannya
Sembilan bulan sepuluh hari baru di lahirkan
Supaya sehat tubuh calon bayi, serta bapak dan ibunya
Panjang umurnya
Bayi perempuan atau bayi laki-laki.
(Hasil wawancara tanggal 26 juni 2014)
Di samping membaca mantera tersebut dukun mengipas-ngipaskan daun kelapa (pucuk

kelapa muda) kepada ibu hamil dengan isyarat melemparkan keluar jendela atau pintu.

Maksudnya agar penyakit yang mengganggu dari sebab pengaruh rate tersebut dapat hilang atau

keluar. Ada pula adat yang menggunakan banja pangana (mayang pinang) yang disapukan di

atas kepala ibu.

Proses akhir dari upacara “Nosemparaka Manu” yaitu mengadakan upacara Nolengga tai

yang pada umumnya dilaksanakan di kalangan keluarga bangsawan. Tradisi in dilakukan di atas

tujuh lapis sarung/kain oleh ibu hamil, kemudian mengangatnya satu per satu, hingga perut

terangkat dan digoyangkan selama tujuh kali. Maksudnya ialah agar posisi anak dalam
kandungan menjadi baik, dan ibu tidak merasakan sakit pada bagian belakangnya. Di kalangan

keluarga biasa hal ini kurang di laksanakan.

Selesai acara tersebut dukun upacara akan mengadakan Nompaura untuk meletakan

sesajen disuatu tempat yang sengaja dibuat atau di alam bebas, seperti sungai, pohon-pohon

besar, dan sebagainya. Kemudian membuat acara terakhir yaitu Tuvu Mbuli yaitu gelas/mangkuk

yang diisi air dan dedaunan. Daun siranindi (setawar dingin) sebagi lambang ketenangan dan

ketahanan hidup. Serta tava kodombuku, semacam pohon yang tahan hidup di musim kemarau,

mudah berkembang biak, dan akarnya lama usianya. Kemudian jamuan makan dan acara selesai.

D. Makna dan Simbol Dalam Upacara Nosemparaka Manu Pada Ibu Hamil di Desa Wombo

Kalonggo

Simbol sendiri mempunyai makna atau arti sendiri. Pada kehidupan masyarakat to Kaili

pelaksanaan upacara “Nosemparaka Manu” terdapat beberapa macam simbol-simbol adat

istiadat yang mempunyai makna misalnya penyediaan Punti jaka (Pisang rebus), Kaluku nokou

(Kelapa parut) , marisa nete (Rica kecil) , nasi masak, dan darah ayam yang disembelih. Benda-

benda adat lainnya ialah Sabasa mesa ( 1 lembar sarung tenunan zaman dulu), samata doke (satu

mata tombak), samata tinggora (satu mata tombak yang berakit), tatalu tubu (tiga piring adat),

sangu dula (satu dulang tempat penyimpanan barang-barang tersebut).

a. Ayam/manu maknanya sebagai kebersihan hati, Ayam betina/ manu rumandonai,

menandakan apabila di dalam isi perut ayam tersebut terdapat seperti ada benang yang

terdapat dialat kelamin ayam maka menandakan bahwa anak yang dikandung adalah anak

perempuan begitupun juga pada ayam jantan/manu langgaina apabila terdapat benang

bertanda bahwa anak yang akan lahir nanti adalah laki-laki.


b. Guma atau parang maknanya sebagai alat untuk berkebun.

c. Doke dan kanjai atau tombak maknanya sebagai alat untuk berburu

d. Mesa sebagai pelengkap adat yang melambangkan kesabaran dan kebanggaan rakyat

e. Ketupat/katupa maknanya agar calon bayi nantinya di mudahkan rejekinya

f. Cucur/sisuru, maknanya sebagai payung yang ditempatkan dalam sesajian untuk

melindungi ibu yang hamil.

g. Suampela adalah sebuah tempat penyimpanan sesajian ditempatkan di sekitar rumah

h. Pritng adat/suraya tava kelo sebagai wadah penyimpanan makanan dan sesajian.

i. Daun kelapa/ira nggaluku, hanyalah sebagai alat dekot yang dianggap paling indah pada

zaman dahulu, yang di letakkan di depan rumah adat.

j. Air/uve. Dianggap sebagai minuman para dewa

k. Dupa/kamanya bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para

dewa melalui kumpulan asap yang harum baunya.

l. Telur rebus/ntolu ngongo yang telah dikupas dalam bantaya, telur-telur tersebut sudah

ada yang dibelah, dicampur dengan nasi masak (konisa ngongo), udang (lamale), kepala

(kaluku), rica kecil (marisa nele), daging ayam (dagi manu), yang sudah di masak dan

dijadikan sebagai sesajian. Adapun makna dari telur yaitu bahwa setiap manusia dapat

mengalami perubahan atau lahir kembali, nasi maknanya dapat memberikan manfaat bagi

kehidupan manusia, udang maknanya adat dari air yang mana maksudnya ibu hamil tidak

akan merasa dingin, kelapa parut maknanya agar kotoran tidak ada di kepala si bayi,

pisang rebus maknaya agar pada saat bayi keluar tubuhnya tidak mengkerut seperti

bentuk pisang rebut, rica kecil maknanya agar bayi tidak kemerah-merahan seperti rica.

m. Uang/doi maknanya benda yang digunakan sebagai satuan jumlah nilai beli
Adapun makna baik dan buruknya pada pelaksanaan upacara Nosemparaka manu pada saat

menentukan hari yang baik yaitu penjelasan dari bapak umli (80 tahun) yaitu :

1. Bulan pertama dilangit artinya baik, dalam kehidupan sangat baik apa yang diinginkan

itu semua ada

2. Bulan kedua dilangit itu artinya juga baik, hidup dengan kecukupan

3. Bulan ketiga dilangit artinya tidak baik, sering di cerita-cerita orang

4. Bulan keempat dilangit artinya ditimpah kekayaan

5. Bulan kelima dilangit artinya jatuh miskin

6. Bulan keenam artinya mati (Hasil wawancara tanggal 20 juni 2014)

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa simbol dan makna dalam upacara Nosemparaka

Manu itu sangat penting bagi ibu hamil yang telah melaksanakannya dan menjadi kegiatan

mereka pada saat ibu hamil, usia kandungannya berumur tujuh bulan. Adapun penjelasan lain

tentang simbol dan makna pada upacara tersebut sebagai mana diungkapkan oleh salah satu

informan kunci yaitu ibu bunga (umur 70 tahun) bahwa:

“saya sebagai orang tua adat di sini simbol makna alat dan bahan dari pelaksanaan upacara
adat Nosemparaka Manu itu utamanya piring adat karena piring adat tersebut sebagai
simbol adat yang dilaksanakan apabila piring tersebut tidak ada maka berpengaruh dengan
ibu yang sedang hamil dan bayi yang akan dilahirkan nanti. Adapun bahan-bahan sesajen
yaitu, tujuh keping cucur, tujuh buang pisang, tujuh keping sagu, tujuh biji rica kecil, dan
nasi pulut, itu sebagai bahan sesajian yang akan dibacakan mantra-matra oleh dukun
(sando)”. (wawancara tanggan 21 juni 2014)
Seperti yang telah diungkapkan oleh informan diatas, bahwa dalam pelaksanaan upacara

“Nosemparaka Manu” terdapat berbagai macam peralatan dan kebutuhan yang digunakan

tentunya hal tersebut mempunyai masing-masing arti dalam pelaksanaannya. Adapun bahan-

bahan yang harus digunakan dalam pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu harus berangka

ganjil tidak boleh berangka genap. Seperti penjelasan dari ibu Rena (40 tahun) yaitu.
“menurut aku ane bahan-bahan nigunakan novia upacara Nosemparaka Manu hei salah
satu ruamai ada nggauluna yang haru ralaksanakan dan bahan hei nigunakan harus
berangka naganjil rai mamalah genap, sadangka upcara topombovotai harus berjumlah
papitu karena nisesuaikan ante kendungan ibu hamil”.
Artinya :

“menurut saya bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan upacara Nosemparaka


Manu merupakan salah satu adat terdahulu yang harus dipenuhi dan bahan berangka
ganjil tidak boleh genap, sedangkan untuk upacara kehamilan harus berjumlah tujuh
karena sesuai dengan usia kandungan ibu hamil”. (hasil wawancara tanggal 22 April
2016).
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Pengetahuan etnis Kaili dalam pelaksanaan upacara “Nosemparaka Manu” adalah

merupakan salah satu tradisi adat yang harus dilaksanakan pada ibu hamil anak

pertama, apabila tidak dilaksanakan akan berakibat buruk kepada bayi yang akan

dilahirkan.

2. Bahwa dalam bentuk dan proses pelaksanaan upacara adat “Nosemparaka Manu”

yang ada di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala

yaitu diawali dengan pertemuan antara keluarga belah pihak laki-laki maupun pihak

perempuan. Untuk menetapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan

penyelenggara upacara, baik waktu, tempat pelaksanaan, dan mengundang sanak

keluarga dari pihak laki-laki maupun pihak perempaun untuk ikut pelaksanaan adat

Nosemparaka Manu.
3. Adapun simbol makna sesajian serta alat-alat dan benda-benda yang digunakan dalam

pelaksanaan upacara ritual “Nosemparaka Manu” yang ada di Desa Womba

Kalonggo adalah sebagai berikut :

a. Ayam maknanya sebagi kebersihan hati

b. Guma atau parang maknanya sebagai alat untuk berkebun

c. Doke dan kanjai atau tombak besi maknanya sebagai alat untuk berburu

d. Mesa sebagai pelengkap adat yang melambangkan kesabaran dan kebanggaan

rakyat.

e. Ketupat maknanya agar calon bayi nantinya dimudahkan rezekinya.

f. Cucur maknanya sebagai payung yang ditempatkan dalam sesajian untuk

melindungi ibu yang hamil

g. Suampela adalah sebuah tempat penyimpanan sesajian ditempatkan di sekitar

rumah

h. Piring adat/suraya tava kelo sebagai wadah penyimpanan makanan dan sesajian.

i. Daun kepala hanyalah sebagai alat dekor yang dianggap paling indah pada zaman

dahulu, yang diletakkan di depan pintu rumah adat.

j. Air, sebagai minuman para dewa

k. Dupa, bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para

dewa melalui kumpulan asap yang harum baunya.

l. Telur rebus yang sudah dikupas dalam bantaya, telur-telur tersebut sudah dibelah,

dicampur dengan nasik masak, udang, kelapa, rica kecil, dan daging ayam yang

sudah dimasak. Barang-barang tersebut disiapkan sebagai sesajian.


B. Rekomendasi

Sebagai implikasi dari kesimpulan diatas, disarankan beberapa hal sebagai berikut :

Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengangkatan budaya tradisional etnis Kaili yang

berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Upacara ritual “Nosemparaka Manu” adalah merpakan

sebuah kekayaan akan budaya yang dimiliki oleh warga Sulawesi Tengah khususnya dalam

bidang pariwisata. Untuk itu kiranya hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan acuan bagi

peneliti-peneliti selanjutnya untuk lebih menggali akar kebudayaan To Kaili.

DAFTAR PUSATA

A. BUKU – BUKU

Achmad Fedyani. 2005, Antropologi Konteporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.
Edisi Peratama Cetakan I.

Agus, Bustanuddin, 2006. Agama dalam kehidupan manusia. Jakarta PT. Raja Grafindo.

Barth Fredrik. 1998, Kelompok Etnik dan batasannya, Penerbit Universitas Indonesia, UI
Makassar

Hilman Hadikusuma. 1993, Antropologi Agama 1PT. Citra Aditia bakti

Harusatoto Budiono, 1983, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta Hanindita

Koentjaraningrat 1992, Beberapa Pokok Antropologi sosial, Jakarta PT. Dian Rakyat.

, 2000., Kebudayaan, mentalitas dan pembangunan. PT. Gramedia


Pustaka Uatama Jakarta
, 2005. Pengantar Antropologi I, PT Rineka Cipta Jakarta

, 2010, Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta UI-Preea. Maleong. L. J.

, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosda


Karya
Meutia, F. Swasono, 1997, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi Dalam Kontes
Budaya

Mustaqiem 2010, Jenis Upacara Adat Kaili Sulawesi Tengan, Tadulako University

Robert Chamber. 1987, Pembangunan Desa mulai dari belakang. Jakarta, Lp3es.

Soekidjo Soekanto. 2004, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta.

Voctor Turner. 2004, Pengertian Makna Ritual Budaya, Denpasar, gensa.

BUKU DOKUMEN-DOKUMEN

Adat Suku Kaili Departemen Pendidikan Nasional Pembinaan Musium Sulawesi


Tengah.2000, Upacara Dalam Kehidupan Masyarakat Kaili

1977, Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tengah Proyek Penelitian dan Pencatatan Budaya
Daerah

Departemen Musium Negeri Sulawesi Tengah 1991, Tata Sajian Upacara

KARYA TULIS ILMIAH

Crhiset Victor, 2013, Peran Totua Nuada Dalam Ritual Adat Nokeso di Desa Tinggede
Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi

Hastuti U. A. Nggio, 2014, Makna dan Simbol Dalam Upacara Monuni di Desa Batu
Rata. Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol.

Lestariwati. 2012, Tradisi Lisan Karia Pada Masyarakat Muna di Sulawei Tenggara.

Ni Wayan Sumita, 2014, Mesangih dan Makna Ritual Bagi Orang Bali, di Desa Gunung
Sari Kecamatan Pasang Kayu.

Anda mungkin juga menyukai