PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Heterogenitas tercipta baik suku, agama, ras, dan antar golongan di wilayah Kabupaten
Donggala. Salah satunya adalah upacara adat daur hidup oleh Etnis Kaili di Kabupaten
Donggala. Upacara ini masih dilaksanakan dan masih dipertahankan dalam rangka upacara
kehamilan bagi Etnis Kaili. Upacara ini merupakan upacara kehamilan yang merupakan warisan
dari para leluhur (nenek moyang), sehingga sulit untuk dihilangkan dan dirubah karena telah
berakar didalam kehidupan masyarakat. Salah satunya budaya masyarakat Desa Wombo
Kalonggi yang masih tetap mempertahankan upacara Nosemparaka Manu sebagai upacara
kehamilan.
Hakekatnya ialah upacara peralihan sebagai sarana untuk menghilangkan petaka. Jadi
semacam ini yang menunjukan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur
kepercayaan lama. Pada umumnya upacara kehamilan diadakan selamatan, mulai kandungan
seorang wanita berumur satu bulan sampai sembilan bulan. Dengan harapan agar selama
mengandung mendapat keselamatan dan tidak ada kesulitan. Sama halnya dengan upacara
Upacara tersebut sebagai suatu upaya kerja sama pada para etnis Kaili, untuk mencapai
sedangkan Manu artinya Ayam, dapat di berikan pengertian bahwa Nosemparaka Manu adalah
memisah-misahkan bagian daging ayam yang digunakan untuk sesajian dalam upacara ritual
guna untuk keselamatan sang calon ibu maupun bayi dalam kandungan. Melalui pandangan ini,
maka saya tertarik melakukan penelitian tentang Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa
Wombo Kalonggo?
2. Bagaima proses Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo
Kalonggo?
3. Apa Simbol dan Makna dalam Upacara Nosempaeaka Manu pada Ibu Hamil di Desa
Wombo Kalonggo?
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengetahuan Etnis Kaili tentang Upacara Nosemparaka Manu di Desa
Wombo Kalonggo
b. Untuk mengetahui Proses Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo
Kalonggo.
c. Untuk mengungkap makna dalam simbol Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili
2. Manfaat
a. akademik
hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai peningkatan dan pengembangan
ilmu antropologi serta dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi para peneliti lain yang
tertarik untuk memilih atau menyoroti masalah yang terdapat dalam penelitian ini.
b. Praktis
sebagai nilai tambah bagi Etnis Kaili setempat untuk tetap menjaga dan mempertahankan
kebudayaan mereka serta menjaga kekuatan solidaritas sosial yang mereka miliki.
II. TINJUAN PUSTAKA
Upacara-upacara daur hidup sebagai salah satu wujud budaya, terjadi pada beberapa
tradisi dari etnis yang masih mempertahankan. Dalam tulisan Crhiset Victor Migel Laan (2013)
menyatakan bahwa masyarakat Desa Tinggede masih melaksanakan upacara ritual adat nokeso,
adat nokeso ini adalah adat di mana anggota keluarga perempuan yang memasuki usia dewasa
(Akil Baligh). Selain itu, Tulisan Hulman Hadikusuma (1993:52) bahwa upacara kelahiran di
kalangan orang Rote Ndao yang terletak di pulau Rote ketika melahirkan melakukan aksi
membalas jasa bantuan dikarenakan sang ibu tidak diperkenankan untu melakukan aktivitas di
dapur, para tetanggalah yang akan melakukan itu. Kemudian dilakukanlah upacara ‘taponi anah’
atau ‘napou anah’ yaitu memperkenalkan sang anak ke sanak keluarga dan tetangga dalam
Sedangkan tulisan Ni Wayan Sumita (2014) mengatakan bahwa masyarakat Bali yang
terletak di Desa Gunung Sari masih melaksanakan upacara ritual Mesangih (potong gigi).
Upacara ini menjadi sangat penting dilakukan dikarenakan harapan yang ingin dicapai agar sang
anak memiliki sikap yang baik serta jauh dari sikap buruk dan serakah. Adapum hubungan dari
ketiga tradisi tersebut dengan Nosemparaka manu adalah tradisi ini memiliki tujuan untuk
menghindari hal-hal yang buruk yang akan terjadi kepada sang anak, kemurahan rezeki dan
menjadi orang baik serta di jauhkan dari gangguan roh jahat bagi si anak.
Seperti tulisan Venny Indria Ekowati (2012) bahwa penyelenggara upacara kehamilan
Wilujengan yang penyelenggaraannya istimewa adalah wilujengan pada bulan ketujuah, yang
disebut dengan upacara Tingkeban. Untuk mengadakan upacara ini dibiasanya dipilih hari Rabu
atau Sabtu, sebelum bulan purnama dengan tanggal yang harus ganjil. Tujuannya agar diberi
kelancaran persalinan dan sang bayi tidak memiliki kekurangan fisik satupun. Terdapat beberapa
acara yang mengisyaratkan murah rezeki dan harapan untuk si bayi agar memiliki wajah
rupawan.
Lebih lanjut Suprinato Lip (2013) dalam tulisannya mengatakan bahwa kebudayaan tujuh
bulan pada suku sunda, secara umum dapat diartikan sebagai tradisi atau ritual di mana ritual ini
dimaksudkan bagi wanita hamil yang kandungannya mencapai usia tujuh bulan mengadakan
ritual tujuh bulanan untuk keselamatan bayi yang di kandungnya. Keselurhan upacara yang
dilakukan bermaksud untuk kelancaran proses persalinan, rejeki bagi si byi dan untuk menjaga
hal-hal buruk yag bisa saja menghampiri si calon bayi. Misalya cacat fisik dari lahir, keselamatan
ibu dan bayi dan bahkan untuk proses kelancaran dalam proses melahirkan.
C. Kerangka Konseptual
1. Upacara Ritual
Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus, di mana ritus ada yang
dilakukan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan. Seperti
upacara sakral ketika turun ke sawah, adar untuk menolah bahaya yang telah diperkirakan akan
datang, ada juga upacara mengobati penyakit (rites of healing); ada upacara karena perubahan
atau siklus dalam kehidupan manusia, seperti pernikahan, mulai kehamilan, dan kelahiran (Agus,
2006:97).
Adanya konsep budaya mengenai kehidupan yang telah saya ungkapkan menyiratkan
peran pentingnya upacara-upacara kehamilan bagi kesehatan jiwa sang calon ibu. Demikian pula
halnya dengan peranan dari kerabat dalam upacara-upacara kehamilan dan kelahiran, yang tidak
saja berfungsi untuk memperkuat hubungan sosial antara keluarga suami dan istri yang
mempunyai bayi, melainkan juga dapat memberikan dukungan moril dan ketenangan pada
Simbol adalah objek, kejadian, bayi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberikan
makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa.
Persepsi tentang penggunaan simbol sebagai salah satu cara signifikan manusia menjadi sasaran
kajian yang penting dalam antropologi dan disiplin-disiplin lainnya (Achmad Fedyani,
2005:286).
Seperti yang di kemukakan oleh Kuper dalam Achmad Fedyani (2005:289) yaitu simbol-
simbol yang yang menunjukan suatu kebudayaan yang memberikan unsur intelektual dalam
proses sosial. Tetapi, proposisi-proposisi kebudayaan sebagai simbol yang berlaku lebih dari
tindakan di dalamnya, karena menyediakan model dari apa yang dipandang sebagai realitas, dan
3. Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan disini kata dasarnya tahu.
Tahu adalah mengerti sesudah melihat, menyaksikan, mengalami dan sebagainya (Notoatmodjo
Soekidjo, 2004:19)
Seperti halnya pengetahuan di kemukakan oleh Koentjaraningrat (2005:101) bahwa:
Pengetahuan yang dimiliki oleh etnis Kaili di Desa Woblo Kalonggo tentang upacara
Nosemparaka Manu berorientasi pada informasi secara lisan yang terjadi secara turun temurun,
pengetahuan tersebut pada awalnya berasal dari orang-orang tua di Desa Wombo Kalonggo itu
sendiri. Sehingga pengetahuan tentang upacara Nosemparaka Manu dapat dikatakan sebagi
A. Tipe Penelitian
Metode penelitin yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif. Di
mana metode yang sumber datanya merupakan kata-kata. Metode dekriptif ini bertujuan
memaparkan hasil temuan pada proses penelitian berdasarkan tujuan penelitian, dengan data
B. Lokasi Penelitian
Donggala. Lokasi ini dipilih karena masih melaksanakan Upacara Nosemparaka Manu pada Ibu
Hamil
C. Tahap Kegiatan
1. Penelitian Pendahuluan
2. Penelitian Lanjutan
tentang tradisi Nosemparaka Manu di Desa Wombo Kalonggo. Juga sekaligus mengambil
Untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang telah di
teliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Studi pustaka
Dalam studi pustaka ini saya mencari, membaca dan mengumpulkan data-data yang
dari buku-buku, jurnal, laporan, skripsi, dan artikel yang berkaitan dengan judul penelitian
b. Pengamatan
Teknik pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti di
lapangan. Adapun yang diteliti di lapangan yaitu mengenai proses pelaksanaan upacara
Nosemparaka Manu, mengetai alat dan bahan serta informasi awal pelaksanaan upacara.
Kemudian selanjutnya, melakukan pengamatan aktif guna mengetahui secara langsung tata
c. Wawancara
Agar permasalahan dalam penelitian dapat terjawab maka perlu mengadakan wawancara
1. Wawancara pendahuluan
pertemuan untuk membangun hubungan akrab, dan mendekatkan diri dengan informan.
2. Wawancara mendalam
Pada tahapan ini peneliti mengadakan wawancara mendalam (indept interview) dengan
para informan yang telah di tetapkan, dengan menggunakan pedoman wawancara yang
Mengacu kepada permasalahan dan teknik penelitian di atas, maka data-data yang akan di
peroleh di lapangan akan di analisi secara deskriptif kualitatif, yaitu memperoleh data dan
Adapun teknik analisis data yang akan di gunakan melalui 4 (empat) langkah yaitu:
1. Editing data hasil wawancara, yaitu kegiatan mengoreksi data yang telah terkumpul
dengan memilih dan memilah data berdasarkan permasalahan serta urgensi dan relevansi
data tersebut. Melakuka perbaikan atas kekeliruan dan melengkapi data yang belum
3. Penafsiran data yaitu dalam penelitian ini akan dilakukan pada saat wawancara
4. Perumusan kesimpulan dan saran, yaitu merumuskan kesimpulan hasil penelitian yang
ada pada permaslahan peneitian. Serta memberikan saran baik teoritis maupun praktis.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Besarnya Penduduk yang mendiami suatu wilayah merupakan salah satu potensi
pembangunan yakni sebagai (Human Resources). Jumlah penduduk Desa Wombo Kalonggo
pada Tahun 2014 berjumlah 1.493 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 250 KK yang terdiri
dari berbagai macam suku, ras dan agama. Komposisi jumlah penduduk yang berada di desa
tersebut yaitu 1.493 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 700 jiwa dan perempuan 793
jiwa. Penduduk Desa Wombo Kalonggo mayoritas memilih mata pencarian sebagai petani,
kemudian didukung dengan pedagang buruh dll, untuk mendukung roda perekonomian desa
Wombo Kalonggo (tabel 1). Serta satuan tingkat pendidikan (tabel 2) yang dimiliki penduduk
Tabel 1
Keadaan penduduk Desa Wombo Kalonggo Bedasarkan pencaharian
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1. Petani 500
2. Pedagang/Pengusaha 45
3. Buruh Tani 263
4. Pertukangan 45
5. Peternak 63
6. PNS 30
7. Polri 1
8. TNI 6
9. Karyawan swasta 32
10. Karyawan BUMN 9
11. Pengemudi/Tukang Ojek 5
Jumlah 999
Sumber Data : Kantor Desa Wombo Kalonggo, tahun 2016
Tabel 2
Keadaan Penduduk Desa Wombo Kalonggo Berdasarkan Tingkat Pendidikn
No. Jenis Pendidikan Jumlah
1. Tidak pernah sekolah 85
2. Belum sekolah 123
3. Taman kanak-kanak 60
4. Sekolah dasar (SD) 350
5. Tidak tamat sekolah dasar 250
6. Tamat SLTP 500
7. Tamat SMU/sederajat 90
8. Tamat Akademik (D2-D3) 15
9. Tamat perguruan tinggi (S1-S2) 20
Jumlah 1493
Sumber Data : Kantor Desa Wombo Kalonggo 2016
masyarakat sudah pasti juga ada kebudayaan di mana kebudayaan tersebut merupakan suatu hasil
kerja, cipta, rasa dan karsa masyarakat. (Koenjtaraningrat, 1994:72). Penduduk asli yang
mendiami Desa Wombo Kalonggo adalah Etnik Kaili, dalam kehidupan sosial budayanya sangat
di dominisasi oleh aspek-aspek budaya Kaili. Selain itu, Desa Wombo Kalonggo sudah terdapat
suku bangsa lain seperti Bugis, Manado, Jawa, Gorontalo, dan Mori tetapi mereka selalu
menjunjung tinggi adanya budaya masing-masing. Sementara Etnis Kaili masih mempertahankan
Fasilitas kesehatan yang terdapat di desa ini adalah 1 unit Poskesde, 1 orang tenaga medis
1 x 24 jam jika ada warga yang membutuhkn pertolongan. Sebagian kecil warga ada juga yang
sering ke dukun atau orang pintar untuk memeriksakan kandungannya, namun ada kerja sama
antara bidan dan dukun apabila ibu hamil yang akan melahirkan.
jelas dari tingginya penghayatan ajaran agama islam pada nilai-nilai kehidupan. Hal ini dapat
dilihat dari upacara-upacara adat seperti syukuran aqiqah, khitanan, perkawinan dan kehamilan
yang syarat akan ajaran agama islam. Terdapat satu buah masjid dan satu buah taman pengajian
dalam rangka pemenuhan aktivits beribadah. Desa ini memeluk agama mayoritas islam, akan
Wombo Kalonggo, terlihat pada berbagi macam kegaiatan ekonomi sebagai jalan atau usaha
untuk mencapai kesejahteraan hidup. Pengembangan pada sector ekonomi terdiri dari potensi
tanaman padi, jagung, bawang, dan rica. Selain itu juga sebagian warga ada yang memilih
sebagai pedagang, buruh, swasta, dan lain-lain sebagai mata pencarian di Desa Wombo
Kalonggo.
Kalonggo
Etnis Kaili yang bermukim di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea sebagian
besar meyakini akan keberadaan makhluk halus atau jin, yang menurut pengetahuan mereka
merupakan bagian dalam kehidupan manusia sehari-hari. Desa Wombo Kalonggo melakukan
upacara-upacara ritual salah satu di antaranya ialah upacara “Nosemparaka Manu”. Upacara adat
“Nosemparaka Manu” merupakan salah satu upacara tradisional Suku Kaili, upacara ini
Adapun maksud dan tujuan dari upacara ritual “Nosemparaka Manu” adalah agar kelahiran
sang bayi dapat berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta keselamatan
ibu yang akan melahirkan, agar ibu terhindar dari rate. Upacara sudah ada sejak jaman nenek
moyang, seperti pernyataan dari (Ketua adat Desa Wombo Kalonggo) bapak Umli (80 tahun)
bahwa:
“Dari nggaulunapa kami ri vombo hei novia ada togurana nggoulu, apa togurana nggoulu
nepatuduki berifa cara-carana novia ada, evamo ada Nosemparaka Manu hei contona”
Artinya:
“Kami warga wombo ini sudah sejak dulu membuat upacara adat, dari sejak nenek
moyang kami dulu. Sebab orang tua dulu mengajarkan kami dan memberikan pemahaman
tentang cara membuat adat, seperti upacara Nosemparaka Manu ini contohnya” (Hasil
wawancara tanggal 20 April 2016)
Dari penjelasan informan di atas bahwa upacara Nosemparaka Manu merupakan upacara
yang harus dilaksanakan. Upacara ini telah diajarkan sejak dulu, sehingga merupakan tradisi
yang tidak boleh ditinggalkan. Terlebih, acara ini telah dilaksanakan turun temurun, apabila tidak
pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu. Sesuai pernyataan ibu Rena (40 tahun) sebagai
berikut:
“ane novia upacara Noseparaka Manu hei aga nilaksanaka ante ana partama, raimo
nilaksanaka ante anan kadua antau ana katiga, sebab manurut kami ane anak kadua
raimo rapofiaka ada Nosemparaka Manu apa anak partama nowakili rumai toaina”.
Artinya :
“bahwa pelaksanaan upacara Nosemparaka Mani tersebut hanya di laksanakan pada
anak pertama tidak lagi dilaksanakan pada anak kedua dan seterusnya, karena menurut
kami bagi anak kedua tidak perlu lagi dilakukan upacara Nosumparaka Manu, karna anak
pertama sudah mewakili dari anak berikutnya”. (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2016)
Menurut informan ibu Munawarni (45 tahun), beliau mengatakan bahwa:
“ane pantoo mami upacara Nosemparaka Manu napenting ntoto rapovia ri Desa mami
hei, apa nadea pengaruhna ante topombovotai, apa pantoo totua nggolu ane upacara hei
rai ralaksanaka eh ngana mesuvunjau rai nasalama sampe hie”
Artinya :
“menurut saya, upacara Nosemparaka Manu sangatlah penting dilakukan di Desa kami,
karena upacara tersebut sangatlah berpengaruhnya terhadap ibu hamil. Menurut orang
tua kami dulu, kalau upacara tersebut tidak dilaksanakan maka saat ibu melahirkan
anaknya akan cacat atau meninggal. Maka dari itu upacara tersebut dari dulu sampai
sekarang tetap dilaksanakan”. (hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016)
Lanjut dengan ibu Martafian (46 tahun) beliau mengatakan bahwa :
“najadi pangalamaku, naperna rai nilaksanakanku nitoka novia ada Nosemparaka Manu
hei ante anak partama, apa nesapuka aku anu novia-via vei, pasi-pasi noana aku pangane,
jamo umuru tolimbula nompamulamo rai naseha ngana pangane, nikeniku poromo ri
rumah saki rairia perubahanna, naputus asamo aku bara berifanjau pangane nikeniku
ante sando nipekitul, tano rai niposeparaka manu ngana hei pangane”
Artinya :
“jadi pengalaman saya, pernah tidak melaksanakan upacara Nosemparaka Manu pada
anak pertama, karena awalnya saya tidak percaya dengan hal tersebut. Setelah anak saya
berusia 3 bulan anak saya mulai kurang sehat (sakit), berkali-kali saya membawanya ke
rumah sakit akan tetapi tidak ada perubahan. Lalu saya putus asa dan mencoba ke dukun
untuk memeriksakan anak saya dan hasilnya dukun tersebut mengatakan bahwa anak saya
tidak dilaksanakan upacara Nosemparaka Manu”. (hasil wawancara tanggal 25 Mei 2016)
Dari penjelasan dari informan di atas dapat disimpulakan bahwa upacara Nosemparaka
Manu sangat penting dilaksanakan pada ibu yang hamil anak pertama, akan tetapi tidak bagi
anak kedua. Karena anak pertama telah mewakilkan anak-anak berikutnya. Upacara ini
dilakukan pada kandungan ibu hamil yang berusia tujuh bulan. Selain itu, bahwa upacara
Nosemparaka Manu ini sangat penting dilakukan bagi ibu hamil sebab kalau tidak dilaksanakan
anak yang lahir akan cacat atau meninggal. Sebab kepercayaan melakukan upacara
Nosemparaka Manu tersebut sudah ada dari zaman nenek moyang dan selalu dilakukan secara
turun temurun.
“ane menurut aku tentang Nosemparaka Manu hei harus ra laksanakan, apa ada rumai
ante togurana nggolu dan mosyukuruja kita ante pue, apa melalui ada hei kami selalu ra
pertahankan apa jamo hei ada na bertahan nipovia masyarakat ri”
Artinya :
“pemahaman saya tenatang upacara Nosemparaka Manu bagi kami disini tidak lain
adalah untuk melaksanakan tradisi dari nenek moyang kami sekaligus mengungkapkan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. selain itu melalui upacara ini kami terus akan
mempertahankan dan melestarikan budaya ini karena merupakan salah satu adat yang
masih bertahan sampe sekarang”. (hasil wawancara tanggal 26 Mei 2016)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, upacara Nosemparaka Manu dapat di
lihat dari aspek religi, di mana masyarakat sadar akan adanya suatu alam dunia yang ada di luar
panca indera dan di luar bebas akalnya. Dunia ini disebut dunia gaib atau dunia lain, dimana
kepercayaan ini mengandung makhluk gaib, makhluk halus, roh-roh leluhur, dewa-dewa dan
keuatan sakti tentang apa yang terjadi dengan manusia setelah mati. Demikian ungkapan ibu
“Novia ada nosemparaka manu hei puumpuuna nombabekaka panoto ante todea ri vombo
hei, etumohe ante panoto nulara tempona hei nadeamo tau nesapuka raimo ria neparsaya
ada ntogurana nggaulu fanapa nadea kajadia, jua nasonda rilingkunga hie rumaimonjue
sampe ada hei rapovia, rumai ante togurana nggolu kana ralaksana ante maparcaya naria
nitoka tau salapina”.
Artinya :
merupakan suatu unsur dalam kehidupan masyarakat. Sistem upacara dalam suatu religi
berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan dan
kepercayaannya terhadap leluhurnya, dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan
C. Proses Pelaksanaan Upacara Nosemparaka Manu Pada Etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo
tahap pelaksanaannya, mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya seperti yang
dijelaskan di bawah ini tentang upacara Nosemparaka Manu memiliki beberapa proses tahapan
yaitu
1. Nolibu (Musyawarah)
Nolibu berarti mengadakan pertemuan atau musyawarah antara kedua keluarga belah pihak
dari laki-laki dan perempuan. Seperti penjelasan dari informan Ibu Martafian (46 tahun)
mengatakan bahwa :
“Ane menurut aku mengenai ada Nosemparaka Manu hei, kami nosiromu ulu rumai
keluarga langgai ante manggubine urusa novia ada Nosemparaka Manu hei, novia
koputusa rumai nirancakana sampe pompovia upacara hei ralaksanaka, apa ane rai ria
sintuvu ntodea movia ada hei rai menjadi ada hei ralaksanaka”. (hasil wawancara tanggal
25 Mei 2016)
Dari hasil wawancara yang di ungkapkan informan bahwa penyelenggara upacara
Nosemparaka Manu, terlebih dahulu keluarga mengadakan pertemuan antara kedua belah pihak
untuk membahas hal-hal pelaksanaan mengenai upacaran Nosemparaka Manu. Dalam upacara
ini kedua bela pihak mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan sesajen dan ayam dua
ekor sumbangan dari orang tua untuk upacara Nosemparaka Manu. Seperti yang diungkapkan
“Pamula novia ada Nosemparaka Manu hei rumai ante keluarga langgai mompaka
sadiaka manu langgaina rakenika risapo manggubine, pade kaluarga ante manggubine
mompakasadiakaja manu rumandona. Ane nadasiaporomo pade loku ante togurana
napande noreke vula ri langi meipia madoli eo” (hasil wawancara tanggal 23 Mei 2016)
Dari penyataan di atas bahwa pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu dari kedua belah
pihak menyiapkan satu ekor ayam, yaitu masing-masing ayam betina dan ayam jantan satu ekor,
kemudian barulah salah satu keluarga mendatangi orang tua yang bisa menghitung hari yang
Adapun hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan itu adalah menyangkut pelaksanaan
upacara Nosemparaka Manu. Berikut yang dijelaskan dari ketua adat Umli (80 tahun) bahwa :
“bagi kami rivombo hei setiap novia ada, nipentingka mami ulu nekireke eo atau vula ri
langi, cara noreke eo atau vula ri langi rumai vula papitu, sampulu, sampulutolunggani,
sampulusasio, sruampulu, ruampulualima ngganina eo atau vula madoli, jamo pompelisi
rumai keluarga manggubine atau langgai fana bagi nusira eo atau vula rapokono untuk
movia ada” (hasil wawancara 20 Juni 2016)
Artinya:
“bahwa setiap pelaksanaan upacara yang di adakan di Desa Wombo Kalonggo ini sangat
penting dengan penetapan waktu yang sudah kami tetapkan dengan cara menghitung hari
atau bulan di langit yang di anggap sebagai hari yang baik dan sudah di sepakati oleh
kedua belah pihak orang tua suami istri maupun dukun, misalnya hari atau bulan di langit
yang baik itu bulan ke 7, 10, 13, 19, 20, 25 kali dilangit”. (hasil wawancara 20 Juni 2016)
Dari uraian informan bahwa penentuan waktu untuk melihat hari baik. Penetapan waktu
sangat penting, bulan yang dianggap baik itu bulan ketujuh, kesepuluh, tiga belas, sembilan
belas, dua puluh, dan dua puluh lima kali di langit. Berikut pula penuturan Ibu bunga (70 tahun)
“upacara Nosemparaka Manu hei biasana nipovia bunondona rumai jam 8.00 sampe jam
11.00 tampa novia ada hei ri sapo keluarga manggubine tumai hasil posintomu keluarga”.
Artinya :
“upacara Nosemparaka Manu biasanya dilaksanakan pada pagi hari di mulai pukul 8.00
hingga jam 11.00 sementara tempat pelaksanaan di rumah pihak keluarga perempuan
sesuai dengan hasi musyawarah”. (hasil wawancara tanggal 21 Mei 2016)
pada pagi hari menurut kepercayaan Etnis Kaili pelaksanaan Nosemparaka Manu pada waktu
pagi hari tersebut agar memudahkan rezeki bagi bayi yang akan lahir nanti dan juga kesehatan
Upacara ini dilaksanakan di dalam dan diluar rumah yang dipercayai memiliki makhluk
halus dan rate. Di dalam rumah upacara ini dilaksanakan diberanda depan, yaitu di depan pintu
(tambale), sedangkan kalau di luar rumah di siapkan tempat tertentu sebagai tempat sesajian
sesuai kondisi lingkungan desa bersangkutan. Menurut penuturan Ibu Nasaria (50 tahun) bahwa :
“kabiasa momi ane novia ada Nosemparaka Manu hei cukup nipovia ri laranjapomo aga
ane rai riruang tamu atau ringayo nubobo”.
Artinya :
“kebiasaan kami disini paling sering mengadakan upacara Nosemparaka Manu ini hanya
diadakan dalam rumah diruang tamu yang berhadapan dengan pintu depan”. (hasil
wawancara tanggal 28 Mei 2016)
Dari penuturan dua orang informan di atas bahwa diadakan upacara Nosemparaka Manu
dilaksanakan dalam rumah atau di ruangan tamu yang berhadapan dengan pintu depan, tidak
perlu di luar rumah tempat yang dianggap keramat. Penurutan di atas didukung oleh ibu Indotiga
(77 tahun)
“panto togurana nggaulu etuka novia ada Nosemparaka Manu hei ringayo nubobo ala
malaeka atau rate rai mesaisai moje langsung ritampa novia ada njau sira nangganasi
pokumoniana niganeka bagia nusira ala rai meganggu makumpuna nombovotai ala raija
masusa moana”.
Artinya :
“menurut cerita orang tua dulu kenapa upacara Nosemparaka Manu ini harus
dilaksanakan depan pintu, ceritanya agar supaya makhluk halus/rate yang datang ke
tempat acara tersebut tidak lagi singga-singga langsung ke tempat upacara tersebut untuk
melihat sesajian yang sudah dibaca untuk mereka agar tidak mengganggu cucunya yang
sedang hamil dan tidak sulit untuk melahirkan”.
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para keluarga dari kedua belah pihak,
terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. Selain itu, keluarga dan tetangga juga hadir untuk
mensukseskan jalannya acara, khususnya di kalangan keluarga bangsawan. Bagi pihak suami
wajib menyumbang kambing/domba jantan, sedangkan keluarga istri wajib menyumbang
kambing/domba betina. Di kalangan keluarga biasa, mereka hanya memotong dua ekor ayam
sebaga korban upacara tersebut. Menurut informan munawarni (45 tahun) beliau mengatakan :
Berdasarkan informan di atas bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para
keluarga dari kedua belah pihak, terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. Selain itu juga yang
turut hadir untuk mengikuti jalannya upacara tersebut ialah sanak keluarga dan tetangga yang
akan mensukseskan pesta upacara tersebut. Dalam pelaksanaan upacara ini dipimpin oleh
seorang dukun wanita (sando) yang dapat berkomunikasi dengan makhluk halus yang telah
berusia lanjut. Selain itu, orang tua juga terlibat untuk menyediakan skorban upacara. Biasanya,
dua ekor kambin untuk kaum bangsawan dan dua ekor ayam untuk kelarga biasa.
Bahan-bahan yang dipersiapkan disini ialah Ayam dua ekor, pisang rebus (punti jaka),
kaloku nikou (kelapa parut), marisa nete (rica kecil), udang (lamale), nasi masak (konisa
ngongo), ketupat (katupa), mayang pinang (banja pangana), uang (doi), dan darah ayam (ra
numamu) yang di sembelih. Benda-benda adat lainnya ialah sabala mesa (satu lembar sarung
tenun zaman dulu), samata doke (satu mata tombak), samata tinggora (satu mata tombak yang
berakit), talalu tubu (tiga piring adat), sangu dula (satu dulang tempat penyimpanan barang-
barang tersebut).
Perlengkapan dan Bahan-bahan tersebut penting untuk disiapkan untuk menghindari
penyakit pada bayi yang akan lahir. Selai itu, apabila salah satu bahan tidak lengkap, maka boleh
dipinjamkan. Pertanyaan di atas juga didukung oleh ibu Munawarni (45 tahun) yaitu :
“Ane rai ralaksanakan upacara Nosemparaka Manu hek nadea jua netaka ante ngana
Artinya :
“kalau tidak dilaksanakan upacara Nosemparaka Manu ini banyak penyakit yang terdapt
pada bayi yang akan lahir nanti, ada bayi baru lahir banyak tai matanya, tuli/keluar
cabiu, gatal-gatal, dan juga bayi yang lahir mengkerut-kerut tidak sehat pas lahir nanti”.
Dari informan di atas, perlengkapan yang dipakai untuk pelaksanaan upacara ternyata
harus lengkap dan apa bila tidak ada salah satu maka bisa dipinjamkan dulu pada keluarga yang
ada misalnya piring adat dengan cara meminjam digantikan dengan uang sebanyak sebanyak
sepuluh ribu dan rokok dan juga digantikan dengan beras sebanyak tiga liter yang sudah diberi
kunyit.
dilaksanakan akan mengakibatkan terganggunya kesehatan pada bayi yang akan lahir nanti
sehingga dalam upacara ini harus dilaksanakan menurut keyakinan dan kepercayaan pada
masyarakat yang ada di Desa Wombo kalonggi. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Martafian
(46 tahun)
”ane menurut aku, pantangan novia upacara Nosemparaka Manu hei naria, apa ane rai
ralaksanakan biasa pas noana nasusah nesuvu ngana dan juga biasana bayi nesuvu rai
naseha nadea jua netaka”.
Artinya :
“setahu saya, pantangan pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu itu ada, apabila
dilaksanakan maka ibu yang akan melahirkan nanti akan susah pada waktu melahirkan
dan juga biasanya bayi yang lahir itu tidak sehat banyak penyakit-penyakit yang timbul
pada saat ia lahir”. (hasil wawancara tanggal 25 Mei 2016)
6. Jalannya upacara
menyampaikan undangan (pegaga) dengan jalan langsung dari rumah kerumah sebelum upacara
diadakan. Bila telah tiba hari yang ditentukan, undangan-undangan di jemput kembali (neala)
dari rumah ke rumah. Kegiatan ini disebut peonggetaka (suatu penghormatan dari keluarga yang
Pada hari pertama penyembelihan hewan ayam yang kemudian dipanggang/dibakar untuk
di ambil lebih dahulu yang biasa disebut Nompesule (mengambil hati) dan langsung ditusuk dan
dibakar sebagai bahan sesajian atau nilanjamaka (dijadikan sesajian). Selesai dipotong-potong,
paha kanan dari ayam tersebut digantung di depan pintu untuk bagian dukun. Disamping
Pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu ini dipimpin oleh seorang dukun wanita (sando).
Tujuannya untuk memanggil roh halus untuk berkomunikasi dan akan dirasuki untuk memulai
adat upacara tersebut. Adapun cara memanggil dukun seperti yang di jelaskan oleh salah satu
“kalau saya memanggil roh halus masuk ke badanku, saya menutup mukaku, apa kalau
tidak saya tutup mukaku siapa tau keluarga takut nanti pada saat saya memanggil roh
haluss, setelah selesai itu barulah saya buka selendang untuk memulai membaca-baca
mantra untuk ibu hamil”. (hasil wawancara tanggal 26 Mei 2016)
Ternyata penjelasan dari informan di atas jelas, kenapa menutup muka pada saat
memanggil roh halus, agar supaya tamu yang menghadiri upacara Nosemparaka Manu tidak
takut untuk melihat dukun tersebut, karena biasanya dukun yang manggil roh halus biasa
mukanya berubah jadi jelek maka dari itu dukun tersebut menutup muka.
Sesajen telah siap, maka upacara dimulai dngan tamu perempuan dan aki-laki yang sudah
tua duduk dan menyaksikan pelaksanaan upacara tersebut. Dukun mulai Nogane (mengucapkan
mantra/sastra suci) dan duduk berhadapan dengan ibu hamil yang di upacarakan. Isi mantra
antara lain meminta keselamatan/perlindungan kepada rate; arwah nenek moyang yang sudah
meninggal disebut rate njae dan yang baru meninggal disebut rate vou. Maksudnya agar ibu
Adapun mantra-mantra yang diucapkan oleh dukun Imanasia (65 tahun) yaitu :
kelapa muda) kepada ibu hamil dengan isyarat melemparkan keluar jendela atau pintu.
Maksudnya agar penyakit yang mengganggu dari sebab pengaruh rate tersebut dapat hilang atau
keluar. Ada pula adat yang menggunakan banja pangana (mayang pinang) yang disapukan di
Proses akhir dari upacara “Nosemparaka Manu” yaitu mengadakan upacara Nolengga tai
yang pada umumnya dilaksanakan di kalangan keluarga bangsawan. Tradisi in dilakukan di atas
tujuh lapis sarung/kain oleh ibu hamil, kemudian mengangatnya satu per satu, hingga perut
terangkat dan digoyangkan selama tujuh kali. Maksudnya ialah agar posisi anak dalam
kandungan menjadi baik, dan ibu tidak merasakan sakit pada bagian belakangnya. Di kalangan
Selesai acara tersebut dukun upacara akan mengadakan Nompaura untuk meletakan
sesajen disuatu tempat yang sengaja dibuat atau di alam bebas, seperti sungai, pohon-pohon
besar, dan sebagainya. Kemudian membuat acara terakhir yaitu Tuvu Mbuli yaitu gelas/mangkuk
yang diisi air dan dedaunan. Daun siranindi (setawar dingin) sebagi lambang ketenangan dan
ketahanan hidup. Serta tava kodombuku, semacam pohon yang tahan hidup di musim kemarau,
mudah berkembang biak, dan akarnya lama usianya. Kemudian jamuan makan dan acara selesai.
D. Makna dan Simbol Dalam Upacara Nosemparaka Manu Pada Ibu Hamil di Desa Wombo
Kalonggo
Simbol sendiri mempunyai makna atau arti sendiri. Pada kehidupan masyarakat to Kaili
istiadat yang mempunyai makna misalnya penyediaan Punti jaka (Pisang rebus), Kaluku nokou
(Kelapa parut) , marisa nete (Rica kecil) , nasi masak, dan darah ayam yang disembelih. Benda-
benda adat lainnya ialah Sabasa mesa ( 1 lembar sarung tenunan zaman dulu), samata doke (satu
mata tombak), samata tinggora (satu mata tombak yang berakit), tatalu tubu (tiga piring adat),
menandakan apabila di dalam isi perut ayam tersebut terdapat seperti ada benang yang
terdapat dialat kelamin ayam maka menandakan bahwa anak yang dikandung adalah anak
perempuan begitupun juga pada ayam jantan/manu langgaina apabila terdapat benang
c. Doke dan kanjai atau tombak maknanya sebagai alat untuk berburu
d. Mesa sebagai pelengkap adat yang melambangkan kesabaran dan kebanggaan rakyat
h. Pritng adat/suraya tava kelo sebagai wadah penyimpanan makanan dan sesajian.
i. Daun kelapa/ira nggaluku, hanyalah sebagai alat dekot yang dianggap paling indah pada
k. Dupa/kamanya bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para
l. Telur rebus/ntolu ngongo yang telah dikupas dalam bantaya, telur-telur tersebut sudah
ada yang dibelah, dicampur dengan nasi masak (konisa ngongo), udang (lamale), kepala
(kaluku), rica kecil (marisa nele), daging ayam (dagi manu), yang sudah di masak dan
dijadikan sebagai sesajian. Adapun makna dari telur yaitu bahwa setiap manusia dapat
mengalami perubahan atau lahir kembali, nasi maknanya dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia, udang maknanya adat dari air yang mana maksudnya ibu hamil tidak
akan merasa dingin, kelapa parut maknanya agar kotoran tidak ada di kepala si bayi,
pisang rebus maknaya agar pada saat bayi keluar tubuhnya tidak mengkerut seperti
bentuk pisang rebut, rica kecil maknanya agar bayi tidak kemerah-merahan seperti rica.
m. Uang/doi maknanya benda yang digunakan sebagai satuan jumlah nilai beli
Adapun makna baik dan buruknya pada pelaksanaan upacara Nosemparaka manu pada saat
menentukan hari yang baik yaitu penjelasan dari bapak umli (80 tahun) yaitu :
1. Bulan pertama dilangit artinya baik, dalam kehidupan sangat baik apa yang diinginkan
2. Bulan kedua dilangit itu artinya juga baik, hidup dengan kecukupan
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa simbol dan makna dalam upacara Nosemparaka
Manu itu sangat penting bagi ibu hamil yang telah melaksanakannya dan menjadi kegiatan
mereka pada saat ibu hamil, usia kandungannya berumur tujuh bulan. Adapun penjelasan lain
tentang simbol dan makna pada upacara tersebut sebagai mana diungkapkan oleh salah satu
“saya sebagai orang tua adat di sini simbol makna alat dan bahan dari pelaksanaan upacara
adat Nosemparaka Manu itu utamanya piring adat karena piring adat tersebut sebagai
simbol adat yang dilaksanakan apabila piring tersebut tidak ada maka berpengaruh dengan
ibu yang sedang hamil dan bayi yang akan dilahirkan nanti. Adapun bahan-bahan sesajen
yaitu, tujuh keping cucur, tujuh buang pisang, tujuh keping sagu, tujuh biji rica kecil, dan
nasi pulut, itu sebagai bahan sesajian yang akan dibacakan mantra-matra oleh dukun
(sando)”. (wawancara tanggan 21 juni 2014)
Seperti yang telah diungkapkan oleh informan diatas, bahwa dalam pelaksanaan upacara
“Nosemparaka Manu” terdapat berbagai macam peralatan dan kebutuhan yang digunakan
tentunya hal tersebut mempunyai masing-masing arti dalam pelaksanaannya. Adapun bahan-
bahan yang harus digunakan dalam pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu harus berangka
ganjil tidak boleh berangka genap. Seperti penjelasan dari ibu Rena (40 tahun) yaitu.
“menurut aku ane bahan-bahan nigunakan novia upacara Nosemparaka Manu hei salah
satu ruamai ada nggauluna yang haru ralaksanakan dan bahan hei nigunakan harus
berangka naganjil rai mamalah genap, sadangka upcara topombovotai harus berjumlah
papitu karena nisesuaikan ante kendungan ibu hamil”.
Artinya :
A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dan penelitian ini yaitu sebagai berikut :
merupakan salah satu tradisi adat yang harus dilaksanakan pada ibu hamil anak
pertama, apabila tidak dilaksanakan akan berakibat buruk kepada bayi yang akan
dilahirkan.
2. Bahwa dalam bentuk dan proses pelaksanaan upacara adat “Nosemparaka Manu”
yaitu diawali dengan pertemuan antara keluarga belah pihak laki-laki maupun pihak
keluarga dari pihak laki-laki maupun pihak perempaun untuk ikut pelaksanaan adat
Nosemparaka Manu.
3. Adapun simbol makna sesajian serta alat-alat dan benda-benda yang digunakan dalam
c. Doke dan kanjai atau tombak besi maknanya sebagai alat untuk berburu
rakyat.
rumah
h. Piring adat/suraya tava kelo sebagai wadah penyimpanan makanan dan sesajian.
i. Daun kepala hanyalah sebagai alat dekor yang dianggap paling indah pada zaman
k. Dupa, bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para
l. Telur rebus yang sudah dikupas dalam bantaya, telur-telur tersebut sudah dibelah,
dicampur dengan nasik masak, udang, kelapa, rica kecil, dan daging ayam yang
Sebagai implikasi dari kesimpulan diatas, disarankan beberapa hal sebagai berikut :
Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengangkatan budaya tradisional etnis Kaili yang
berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Upacara ritual “Nosemparaka Manu” adalah merpakan
sebuah kekayaan akan budaya yang dimiliki oleh warga Sulawesi Tengah khususnya dalam
bidang pariwisata. Untuk itu kiranya hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan acuan bagi
DAFTAR PUSATA
A. BUKU – BUKU
Achmad Fedyani. 2005, Antropologi Konteporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.
Edisi Peratama Cetakan I.
Agus, Bustanuddin, 2006. Agama dalam kehidupan manusia. Jakarta PT. Raja Grafindo.
Barth Fredrik. 1998, Kelompok Etnik dan batasannya, Penerbit Universitas Indonesia, UI
Makassar
Koentjaraningrat 1992, Beberapa Pokok Antropologi sosial, Jakarta PT. Dian Rakyat.
Mustaqiem 2010, Jenis Upacara Adat Kaili Sulawesi Tengan, Tadulako University
Robert Chamber. 1987, Pembangunan Desa mulai dari belakang. Jakarta, Lp3es.
Soekidjo Soekanto. 2004, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta.
BUKU DOKUMEN-DOKUMEN
1977, Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tengah Proyek Penelitian dan Pencatatan Budaya
Daerah
Crhiset Victor, 2013, Peran Totua Nuada Dalam Ritual Adat Nokeso di Desa Tinggede
Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi
Hastuti U. A. Nggio, 2014, Makna dan Simbol Dalam Upacara Monuni di Desa Batu
Rata. Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol.
Lestariwati. 2012, Tradisi Lisan Karia Pada Masyarakat Muna di Sulawei Tenggara.
Ni Wayan Sumita, 2014, Mesangih dan Makna Ritual Bagi Orang Bali, di Desa Gunung
Sari Kecamatan Pasang Kayu.