Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HIDANGAN KESEMPATAN KHUSUS

“Hidangan pada pacara 7 bulanan menurut adat jawa ”


Dosen Pengampu :
Nugrahani Astuti, S. Pd., M. Pd.,

Disusun Oleh :

Ari Ardiansyah 18050394015

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS


TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PRODI
S1 PENDIDIKAN TATA BOGA 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa tidak lepas dari upacara-
upacara, baik yang terkait dengan daur hidup maupun yang terkait dengan
fenomena alam dan peristiwa-peristiwa penting. Masyarakat Jawa sangat
mempercayai hal-hal gaib dengan mempraktekannya dalam berbagai upacara
tradisi, seperti upacara tradisi tentang asalusul daerah atau suku, upacara tradisi
daur hidup, upacara tradisi yang berkaitan dengan kesuburan pertanian dan mata
pencaharian (Suseno, 2001: 86-87).
Upacara tradisi daur hidup adalah upacara peralihan tahap (rites of passage)
yang digambarkan seperti busur panah, mulai dari peristiwa keseharian yang
sederhana, dari tahap kelahiran sampai pada perhelatan-perhelatan besar yang
diatur lebih rumit, seperti sunatan atau khitanan, perkawinan dan kemudian
berakhir pada upacara kematian yang hening (Geertz, 1989: 48, 104).
Upacara-upacara tradisi ini sarat dengan simbol-simbol yang maknanya
berkisar antara harapan-harapan baik dan unsur-unsur pendidikan moral.
Masyarakat Jawa dalam semua aspek kehidupannya selalu menerapkan dua
falsafah yang berkaitan dengan simbol dasar, yaitu bentuk piramida dan kerucut.
Bentuk dasar tersebut dalam pandangan masyarakat Jawa memiliki unsur-unsur
yang bersifat vertikal dan horisontal. Unsur-unsur yang bersifat vertikal meliputi
hubungan makrokosmos, hubungan dengan alam atas atau kekuatan adi-kodrati.
Unsur-unsur horizontal meliputi hubungan mikrokosmos yang sifatnya duniawi.
Bentuk hubungan horizontal mencakup hubungan sosial, kekerabatan,
kemanusiaan dan kehidupan materi.
Pendidikan moral yang dimulai sejak dini diharapkan dapat membentuk
karakter yang unggul. Pendidikan moral melalui upacara-upacara tradisi yang
telah dilakukan sejak dahulu oleh masyarakat Jawa secara berkesinambungan dari
generasi ke generasi. Pendidikan moral tidak hanya terkait dengan kecerdasan
akal saja melainkan juga terkait dengan kearifan emosional dan sosial. Pendidikan
moral terkait erat dengan pembentukan karakter yaitu pembentukan kepribadian
yang menjadi identitas seseorang, karakter yang sifatnya sangat personal terkait
dengan cara berpikir, kejiwaan atau emosi dan cara bersosialisasi.
Secara naluriah manusia memiliki sifat-sifat dasar yang cenderung
mempetahankan nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan yang menjadi landasan
pendidikan moral diyakini dapat dimulai sejak anak masih di dalam kandungan.
Di lingkungan masyarakat Jawa ada berbagai jenis upacara tradisi yang terkait
dengan daur hidup manusia mulai dari anak masih di dalam kandungan ibunya,
setelah anak lahir ke dunia, setelah anak menjelang remaja sampai setelah anak
dewasa dan setelah meninggal dunia.
Upacara tradisi yang dilakukan di lingkungan masyarakat Jawa terkait erat
dengan kearifan lokal, yang berakar dan bersumber dari ajaran-ajaran dan nilai-
nilai budaya masyarakat yang telah berlangsung sejak dahulu. Kearifan lokal ini
selain mengandung nilainilai dari budaya setempat, juga mengandung nilai-nilai
yang sifatnya universal.
Karena kandungan nilai-nilai yang sifatnya universal ini kearifan lokal
dipandang perlu dijadikan pedoman dalam hidup bermasyarakat. Tulisan ini
membahas tentang upacara-upacara tradisi yang menjadi bagian dari upacara
tradisi daur hidup di lingkungan masyarakat Jawa, khususnya upacara tradisi masa
kehamilan, yaitu upacara tradisi Mapati untuk menandai usia kehamilan 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima) bulan, upacara tradisi Tingkepan yaitu untuk menandai
usia kehamilan 7 (tujuh ) bulan, upacara tradisi Mrocoti disertai upacara tradisi
Ndadung yaitu untuk menandai masa kehamilan 9 (sembilan) bulan. Bila sampai
pada saatnya melahirkan dan bayi belum juga lahir pada usia kehamilan
memasuki bulan ke 10 (sepuluh) masa kehamilan, atau lebih, maka dilaksanakan
upacara Ndaweti .
Upacara-upacara tradisi pada masa kehamilan merupakan bagian dari upacara
tradisi daur hidup yang penting dalam lingkungan masyarakat Jawa karena masa
kehamilan merupakan masa awal kehidupan seorang anak dan juga merupakan
tahap peralihan status seorang perempuan dari gadis menjadi ibu atau orang tua.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upacara 7 bulanan yang ada di Indonesia ( adat jawa)
2. Makanan apa saja yang terdapat pada upacara bulanan yang ada di Indonesia
(adat jawa)
3. Apa makna dari hidangan upacara 7 bulanan yang ada di Indonesia (adat jawa)
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui upacara bulanan yang ada di Indonesia ( adat jawa )
2. untuk mengetahui hidangan upacara 7 bulanan yang ada di Indonesia ( adat
jawa)
3. Untuk mengetahui makna dari hidangan upacara 7 bulanan yang ada di
Indonesia (adat jawa)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Acara tingkeban ( bulanan)
Tingkeban merupakan salah satu dari keberagaman budaya Bangsa Indonesia.
Budaya ini sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Menurut ilmu sosial dan
budaya, tingkeban dan ritualritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu sarana
yang digunakan guna untuk meminimalisir suatu kecemasan berlebih khususnya kecemasan
orang tua akan bayinya.
Dalam hal ini, kecemasan calon orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka
selama masa mengandung sampai melahirkan, dan harapan akan anak yang terlahir nanti
sehat jasmani dan rohani. Maka dari itu, dimulai dari nenek moyang terdahulu yang belum
mengenal agama, menciptakan suatu ritual yang syarat akan makna tersebut. Sedemikian
rumitnya ritual tingkeban ini, hingga memerlukan tenaga, pikiran, bahkan materi baik dalam
persiapan maupun ketika pelaksanaannya.
Semua tahap-tahap tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai tahap-tahap yang
harus dilalui. Mulai dari pemilihan hari dan tanggal pelaksanaan saja harus memenuhi syarat
dan ketentuan yang ada. Apabila mereka melanggar, maka masyarakat sekitar akan segera
merespon negatif terhadap hal tersebut. Pirantipiranti yang tidak sedikit jumlahnya tentu
membutuhkan dana yang tidak sedikit pula. Dalam persiapannya, khususnya piranti yang
berupa makanan ada yang memerlukan waktu hingga tiga hari sebelum pelaksanaan acara,
seperti jenang dodol.
Bahkan ada beberapa piranti yang harus terbuang sia-sia. Sebagian masyarakat
berpendapat bahwa upacara tingkeban merupakan ritual yang perlu ditinggalkan karena
tidak sesuai dengan agama Islam dan cenderung mengarah keperbuatan syirik. Namun ada
juga sebagian tokoh agama Islam dan beberapa masyarakat beranggapan bahwa upacara
tingkeban perlu dilaksanakan sebagai sarana ibadah untuk berdo’a kepada Allah SWT agar
ibu dan bayi yang dikandungnya diberi kesehatan dan keselamatan, serta sebagai upaya
mendidik anak di dalam kandungan karena upacara tingkeban itu mengandung berbagai
nilainilai kebudayaan leluhur Islam.
B. Urutan tatanan pelaksanaan tingkeban atau 7 bulanan
Tingkeban adalah salah satu tradisi daur kehidupan manusia dalam selametan
kehamilan anak pertama yang menginjak usia kandungan tujuh bulan. Tradisi ini dilakukan
dengan tujuan mendoakan bayi yang dikandung agar terlahir dengan normal, lancar, dan
dijauhkan dari berbagai kekurangan dan berbagai bahaya. Upacara tingkeban ini konon
sudah ada sejak zaman Kerajaan Kediri di bawah kekuasaan Raja Jayabaya. Niken telah
melahirkan sembilan kali selama pernikahan itu. Tapi tak ada
satu pun bayi mereka yang hidup sampai dewasa. Sadiyo dan Niken Singkeb sedih
dengan kenyataan ini. Mereka berdua kemudian pergi ke Raja Jayabaya dan meratapi
keadaan buruk mereka. Raja kemudian memerintahkan Sadiyo dan Niken Satingkeb untuk
melaksanakan tiga tugas. Pertama mandi setiap hari Rabu (tumbah), kedua mandi hari Sabtu
(budha), dan ketiga mandi suci dengan menggunakan air suci dan gayung dari batok kelapa.
Pada saat mandi suci, Niken Satingkeb diminta untuk memanjatkan doa harapan agar jika
hamil lagi diberi kelancaran dan bayinya sehat. Sejak saat itu, apa yang dilakukan Niken
Satingkeb tersebut menjadi tradisi yang dilakukan wanita saat mengandung. Tingkeban
dilaksanakan saat kehamilan memasuki usia tujuh bulan. Namun, waktu tingkeban tidak bisa
dilakukan sembarangan, melainkan harus dicari hari baik menurut ketentuan masyarakat
Jawa. Dalam tata cara pelaksanaan upacara adat tingkepan ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan yaitu :
1. Membuat rujak
Dalam tradisi Jawa membuat rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika bumbunya
rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir perempuan dan bila tidak asin jabang bayi lahir
lakilaki. Akan tetapi karena teknologi medis sudah ada dan semakin canggih sampai
ditemukan USG empat dimensi, Jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui sejak dini dan
lebih efektif.
2. Siraman calon ibu
Siraman biasanya dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Rangkaian acara ini
bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman
selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam
kendi habis, kendi dipecah.
3. Memasukan telur ayam kampung
Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh suami melalui kain
sampai pecah simbol harapan agar bayinya lahir dengan mudah dan tanpa kesulitan.
4. Berganti nyamping atau kain sebanyak 7x
Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih
sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan
adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Diiringi dengan
pertanyaan “sudah pantas apa belum”, sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang
hadir “belum pantas” Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab
“pantes”. Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah dua
belas dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut :
a) Sidoluhur (melambangkan kemuliaan) Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan
dan berbudi pekerti luhur.
b) Sidomukti (melambangkan kebahagiaan) Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi
orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.
c) Truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh. Maknanya
agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
d) Wahyu Tumurun Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat petunjuk dan
perlindungan dari Nya.
e) Udan Riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan
lahir selalu menyenangkan). Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang
menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.
f) Sido Asih Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan
dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih.
g) Lasem sebagai Kain Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa
bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
h) Dringin sebagai Kemben Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat
bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.
5. Pemutusan lawe atau janur kuning
Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon
ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar
bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.
6. Membelah kelapa gading atau cengkir
Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu
besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai
calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya
agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa ada kesulitan. Calon ayah memecah kelapa,
dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih
atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.
7. Selamatan
Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu
dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting
(kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan
dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. kuali yang berisi uang kreweng
dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki,
dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.
8. Penyajian hidangan
Penyajian hidangan pada upacara 7 bulan dilakukan pada saat selesai rangkaian
dari dari upcara 7 bulan, disajikan ketika selesai acara selamatan.

C. HIDANGAN YANG ADA PADA ACARA 7 BULAN DAN MAKNANYA


1. RUJAK
Rujak adalah salah satu ciri khas dari orang melakukan hajatan upacara Tujuh
Bulanan (Tingkeban). Rujak ini adalah campuran dari beberapa buah- buahan
dan memakai cengkir serta pula dicampur dengan tebu karena itu merupakan
isyarah.
Menurut Mbah Husni Rujak adalah sebagai berikut.
“Rujak iku nduk di gae isi berkatan, bahan utamane rujak iki iku iso teko
cengkir yo iso teko tebu tapi akehe iku teko tebu, tebu iku nek disesep iku lak
ilang seh rasa legine nah dadi rujak nduwe makna sing apik iku dijupuk sing
elek iku di buwak” (Rujak itu dibuat isian berkatan bahann utamanya Rujak itu
bisa dari Cengkir ya bisa juga dari Tebu tapi kebanyakan itu dari Tebu, tebu itu
kalau dihisap itu akan hilang rasa manisnya, jadi rujak memiliki makna yang
baik diambil yang jelek dibuang).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir adalah sebagai berikut.


“Alasan mengapa rujak yang dibuat itu bahan utamanya cengkir dan tebu karena
mereka hampir sama ketika mereka masih ada airnya itu masih enak tetapi jika
sudah dihisap dan jika airnya itu masih ada itu tidak mungkin akan dimakan dan
pasti harus dibuang. Maknanya yaitu jika anak tersebut sudah lahir harapannya
anak tersebut bisa menyimpan sesuatu yang baik untuk dirinya dan yang buruk
itu dibuang”
Berdasarkan temuan di atas bahwa Rujak memiliki makna agar semasa hidup
kita mengambil sesuatu itu yang baiknya saja dan membuang yang buruk.
2. Procot adalah makanan dari beras ketan, santan dan parutan kelapa yang
dibungkus dengan daun pisang berbentuk memanjang. Menurut Mbah Musni
procot memiliki arti sebagai berikut.
“Procot artine ben nek wayae lahiran ngko iso brosat-brosot soale nduk
jaman biyen iku raono operasi koyok jaman saiki”(Procot itu artinya agar nanti
pada saat lahiran biar lancar karena jaman dahulu itu belum ada operasi).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir sebagai berikut.


“Procot iku artine ben nek wayae lairan bayi sing kate lahir iku iso
procat-procot/kecat-kecot” (Procot itu artinya agar nanti pada saat lahiran biar
lancar)

Berdasarkan temuan di atas bahwa Procot ini maknanya suatu saat bayi itu lahir
akan lahir dengan procat-procot/kecat-kecot atau dalam arti lain agar lahir
dengan cepat. Karena pada zaman dahulu itu tidak ada operasi.
3. Bubur Putih dan Bubur Merah adalah olahan dari beras dan santan yang
dimasak hinga beras tersebut lunak. Disini menggunakan 2 jenis bubur yakni
bubur putih yaitu tanpa adanya campuran lain dalam artian original dan bubur
merah yang mana sudah dicampur dengan gula jawa. Menurut Mbah Musni 17
bubur putih dan bubur merah memiliki makna sebagai berikut.
“Bubur abang karo putih iku nduwei makna yen bayi iku mben wes lahir nang
dunyo bayi iku iso nyenengno wong sak sekitare”(Bubur merah dan putih itu
memiliki makna agar bayi nanti sudah lahir ke Dunia itu bisa menyenangkan
orang disekitarnya).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir18 sebagai berikut.


“Bubur iku lak beras sing diolah sampe lembut sing iso di pangan teko usia
bayi sampe wong tuwek sing wis ra nduweni untu iku iso mangan bubur nah
mbak maknae yo ben pas bayi iku wis lahir iku iso nyenegno wong mbak koyok
bubur sing iso di pangan mulai teko cah bayi sampe wong tuwek”(Bubur itu kan
beras yang diolah sampai halus yang bisa dimakan mulai dari usia bayi sampai
orang tua yang sudah tidak memiliki gigi itu bisa makan bubur harapannya saat
bayi itu nanti lahir bayi tersebut bisa menyenangkan orang seperti Bubur tadi
yang bisa dimakan mulai dari anak kecil hingga orang tua).

Berdasarkan temuan di atas bahwa makna dari bubur-bubur tersebut semua


orang bisa menikmati mulai dari anak kecil sampai dengan orang tua karena
tekstur dari bubur yang halus tersebut harapannya jika kelak bayi tersebut sudah
lahir bayi tersebut bisa menyenangkan mulai dari anak kecil hingga orang tua.
4. Tumpeng adalah nasi yang dibentuk di kukusan yang berbentuk kerucut yang
dimana tumpeng yang dibuat tersebut harus kuat supaya tidak gampang roboh.
Menurut Bapak H. Mundzakir19 makna dari tumpeng adalah sebagai berikut.
“Barang pitu sing dipempen yoiku opo-opo kudu dilakoni sing tenanan karo
mbak ben anak sing lahir ngko iso dadi wong sing kuat”(Barang tujuh yang
dikejar yaitu apa-apa itu harus dilakukan dengan sungguh- sungguh agar nanti
anak yang akan lahir bisa menjadi anak yang kuat)
Sedangkan menurut Mbah Musni adalah sebagai berikut
“Tumpeng iku nduweni arti supoyo bayi sing lahir iku iso dadi wong sing kuat
wong sing kokoh koyok tumpeng sing gak gampang roboh”(Tumpeng itu
memeiliki arti supaya bayi yang akan lahir nanti akan menjadi orang yang kuat,
orang yang kokoh seperti Tumpeng yang tidak gampang roboh). Berdasarkan
temuan di atas bahwa Tumpeng dalam pelaksanaan upacara Tujuh Bulanan
(Tingkeban) ini harus dilaksanakan dengan sungguh- sungguh baik kepada
orang maupun kepada Allah SWT. Makna dari tumpeng tersebut agar bayi
yang akan dilahirkan nanti bisa menjadi anak yang kuat.

5. Nasi Golong adalah nasi yang dibentuk bulat. Menurut Bapak H. Mundzakir
sebagai berikut.
“Sego Golong iku kudu disajikno sesuai karo usiane kandungan misal usiane 7
yo kudu gawe sego golong 7 gak oleh kurang yo gak oleh luweh soale iku gawe
nengeri usiane”(Nasi Golong itu harus disajikan sesuai dengan usia kandungan,
misal usiane 7 ya harus membuat 7 tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih
karena akan dibuat tanda sebagai usia kandungan).

Berdasarkan penjelasan di atas, pendapat tersebut juga didukung oleh Mbah


Musni22 yaitu sebagai berikut.
“Sego Golong iku nduwei arti nek bayi iku wis lahir iku nduweni rejeki sing
gemolong utowo sing akeh nduk karo gawe tengeran mbobote”(Nasi Golong itu
memiliki arti kalau bayi itu nanti lahir hharapannya bayi itu akanmemiliki rejeki
yang berlimpah sama buat penanda kehamilan).

Berdasarkan temuan di atas bahwa yang Nasi Golong tersebut akan disajikan
sesuai dengan usia kandungan, maknanya dari Nasi Golong tersebut agar rejeki
calon bayi yang akan lahir natinya akan agar rejeki calon bayi yang akan lahir
natinya akan gemolong atau berlimpah.
6. Ketupat adalah makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan janur
yang berwarna hijau dengan bentuk wajik. Menurut Mbah Musni makna kupat
adalah sebagai berikut.
“Kupat iku nduk ono reno 2 ono sing bucu 4 ono sing bucu 6 nduk macem.e iku
nah bucu-bucune iku nduweni makna ben nek bayi iku wis gede iku ra lali karo
pasangane”(Kupat itu ada 2 jenis ada yang memiliki 4 ujung dan ada yang
memiliki ujung, setiap ujungnya memiliki makna agar bayi itu nanti udah
dewasa tidak akan lupa dengan pasangannya).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir adalah sebagai berikut.


“Kupat iku nduweni makno supoyo anak sing katene lahir iku ben iling terus
karo gandengane utowo pasangane soale kupat iku bucune mesti genep iso 4 yo
iso“ (Kupat itu memiliki makna agar anak yang akan lahir nanti supaya ingat
terus dengan pasangannya).

Berdasarkan temuan di atas bahwa Kupat memiliki makna dari setiap bucu
tersebut dan diharapkan anak itu nanti akan ingat dengan gandengannya atau
pasangannya.
7. Lepet adalah makanan dari beras ketan dan parutan kelapa yang dicampur
menjadi satu lalu dibungkus dengan janur yang berwana kuning dan kemudian
diikat memanjang dan direbus. Menurut Mbah Musni sebagai berikut
“Lepet iku iso diartikno dadi simbole wong lanang nduk”(Lepet itu diartikan
sebagai simbol seorang Laki-laki).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir adalah sebagai berikut.


“Lepet iku panganan sing dibungkus gowo janur sing bentuk e iku dowo nah
lepet iki mbak diartikno sebagai simbole wong lanang”

(Lepet itu makanan yang dibungkus dengan janur yang berbentuk panjang lepet
ini diartikan sebagai simbol seorang Laki-laki).
Berdasarkan temuan di atas bahwa Lepet memiliki makna sebagai simbol dari
seorang Laki-laki.
8. Apem adalah makanan dari tepung beras dan santan. Menurut Bapak H.
Mundzakir apem adalah sebagai berikut
“Apem iku nduwei arti sebagai simbole wong wadon”(Apem itu memiliki arti
sebagai simbol seorang Perempuan).

Sedangkan menurut Mbah Musni adalah sebagai berikut.


“Apem iku kudu disigar terus tengah-tengahe diwei juroh abang apem iki nduk
maknae iku isyarah.e wong wadon” (Apem itu harus dibelah dan di tengahnya
itu dikasih air gula merah makna dari Apem ini yaitu sebagai isyarah seorang
perempuan).

Berdasarkan temuan di atas bahwa Apem adalah sajian yang kemudian dibelah
dan nantinya disajikan dengan air gula merah, dimana apem ini melambangkan
isyarah seorang perempuan.
9. Telur, dalam sesaji upacara Tujuh Bulanan (Tingkeban) telur tidak boleh
terlewatkan telur ini disajikan dalam kondisi yang sudah direbus. Menurut Mbah
Musni telur adalah sebagai berikut
“Ndok jowo sing wis di godok, ndok iki koyok sego golong nduk yaiku gawe
tondo usia kandungane” (Telur Jawa yang sudah direbus, ini sama seperti nasi
golong yaitu sebagai penanda usia kandungan)

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir adalah sebagai berikut.


“Telur iku nduweini makno gawe nengeri usiae kandungan, misal usiane
kandungan 3 ulan yo kudu di sajikno 3 butir, misal 7 ulan yo kudu disajikno 7
butir telur sing wis di godok”(Telur itu memiliki makna buat penanda usia
kandungan semisal usia kandungannya 3 bulan maka harus disajikan 3 butir,
semisal 7 bulan ya harusnya disediakan 7 butir telur yang sudah direbus).

Berdasarkan temuan di atas bahwa telur maknanya telur ini adalah sebagai
penanda usia kandungan. Jika kandungan usianya 3 bulan maka harus disajikan
3 buah telur, , dan jika usia kandungan tersebut 7 bulan maka harus disajikan 7
buah telur.
10. Pleret adalah makanan yang cara pengolahannya itu diplirit. Menurut Mbah
Musni, pleret adalah sebagai berikut.
“Pleret kuwi nduwei makno supoyo anak sing katene lahir iku ngko kondisine
apik-apik ae” (Pleret itu memiliki makna supaya anak yang akan lahir itu nanti
dalam kondisi baik-baik saja).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir adalah sebagai berikut.


“Pleret kui panganan sing di plirit artine supoyo anak sing lahir ngko iku ora
congkrengen” (Pleret itu makanan yang di plirit artinya supaya anak ang lahir
nanti itu ntidak cacat).

Berdasarkan temuan di atas bahwa Pleret memiliki makna sebuah harapan agar
anak yang akan lahir nantinya dalam keadaan baik.
11. Burung dara adalah sepasang burung dara yaitu jantan dan betina, yang mana
Burung Dara tersebut nanti diolah dan dijadikan sebagadi lauk di tumpeng
tersebut. Menurut Bapak H. Mundzakir makna dari burung dara adalah sebagai
berikut33
“Manuk ndoro iku manuk sing apik mbak soale manuk iki nek miber utowo
mirih manuk iku pasti mbalik mane nang omahe karo manuk ndoro iku manuk
sing apik pas wayae mlaku soale tlenak-tlenok nek mlaku, maknae nek pas bayi
iku wis gede terus merantau bayi iku gak lali karo omahe”(Burung dara itu
burung yang bagus karena burung ini kalau terbang atau lari burung ini pasti
akan kembali kerumahnya dan burung dara itu adalah burung dara yang bagus
padasaat berjalan karena megal-megol kalau berjalan, maknanya pada saat bayi
itu udah dewasa dan merantau bayi tersebut tidak akan lupa dengan rumahnya).

Sedangkan menurut Mbah Musni memberikan makna sebagai berikut “Manuk


ndoro iku manuk sing gak lali karo omahe harapane yo ben bayi iku wes gede
iku gak bakal lali karo omahe karo wong tuwone” (Burung dara itu burung
yang tidak akan lupa dengan rumahnya harapannya pada saat bayi itu uah
dewasa itu tidak pernah lupa dengan rumahnya sama orang tuanya).

Berdasarkan temuan di atas bahwa Burung dara adalah burung yang terbaik
karena pada saat burung dara itu pergi burung tersebut pasti akan kemabali ke
sarangnya dan burung dara juga sangat cantik saat berjalan karena pada saat
burung dara itu berjalan, maknanya jika suatu saat nanti bayi yang lahir tersebut
sudah dewasa dan merantau diharapkan akan kembali kerumahnya seperti
burung dara tersebut yang akan kembali kerumahnya.
12. Polo pendem adalah sesaji yang berupa ubi, kacang tanah, ubi jalar, dan lain-
lain. Menurut Mbah Musni adalah sebgai berikut35
“Polo pendem iku nduweni makno supoyo jabang bayi sing lahir iku ngko iling
terus nek dek e iku diciptakno teko tanah trs mbalik mane nang tanah pas wayae
mati dikubur kan mbalik mane nang lemah” (Polo Pendem itu memiliki makna
supaya calon bayi yang lahir nanti itu akan ingat terus bahwa dia diciptakan dari
tanah).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir adalah sebagai berikut


“Polo pendem nduwei arti supoyo anak iku iling nek dek e iku diciptakno teko
lemah koyok sejarahe wong islam bahwa manusia diciptakno teko tanah jin teko
api yo koyok ngonono” (Polo Pendem itu memiliki arti agar anak itu ingat terus
kalau dia diciptakan dari tanah seperti sejarahnya orang islam bahwa manusia
diciptakan dari tanah dan jin diciptakandari api).

Berdasarkan temuan di atas bahwa Polo Pendem memiliki makna dengan


harapan jika nanti anak itu sudah lahir ia akan selalu ingat bahwa ia berasal dari
tanah.
13. Pisang Sepet adalah pisang yang memiliki rasa manis dibandingkan dengan
pisang yang lain. Menurut Mbah Musni pisang sepet adalah sebagai berikut.
“Gedhang Sepet iku nduweni harapan supoyo anak sing lahir ngko iku dadi
anak sing iso nyenengno sing iso bahagiakno wong sekitare” (Pisang sepet itu
mempunyai harapan agar anak yang lahir nanti akan menjadi anak yang bisa
membahagiakan sekitarnya).

Sedangkan menurut Bapak H. Mundzakir memberikan makna sebagai berikut.


“Gedhang sepet iku masio jenenge iku sepet tapi rasane legi pol mbak gedhang
iki iku gedhang sing enak maknae supoyo anak iku ngko lahir nduweini
kepribadian sing legi sing gampang nyenengno uwong”(Pisang sepet itu
meskipun namanya sepet tetapi rasanya sangat manis pisang ini memiliki makna
agar nanti pada saat anak itu lahir memiliki kepribadianyang manis yang mudah
untuk membuat orang senang).

Berdasarkan temuan di atas bahwa Pisang Sepet maknanya yaitu meskipun


namanya sepet tetapi rasa di dalamnya sangat manis. maknanya agar nantinya
bayi yang lahir nanti memiliki kepribadian yang manis
BAB III
KESIMPULAN

1. Kesimpulan
Upacara-upacara tradisi pada masa kehamilan merupakan bagian dari upacara tradisi
daur hidup yang penting dalam lingkungan masyarakat Jawa karena masa kehamilan
merupakan masa awal kehidupan seorang anak dan juga merupakan tahap peralihan
status seorang perempuan dari gadis menjadi ibu atau orang tua.
Tingkeban merupakan salah satu dari keberagaman budaya Bangsa Indonesia.
Budaya ini sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Menurut ilmu sosial dan
budaya, tingkeban dan ritualritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu sarana
yang digunakan guna untuk meminimalisir suatu kecemasan berlebih khususnya kecemasan
orang tua akan bayinya.
Dalam hal ini, kecemasan calon orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka
selama masa mengandung sampai melahirkan, dan harapan akan anak yang terlahir nanti
sehat jasmani dan rohani. Maka dari itu, dimulai dari nenek moyang terdahulu yang belum
mengenal agama, menciptakan suatu ritual yang syarat akan makna tersebut. Sedemikian
rumitnya ritual tingkeban ini, hingga memerlukan tenaga, pikiran, bahkan materi baik dalam
persiapan maupun ketika pelaksanaannya.
Semua tahap-tahap tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai tahap-tahap yang
harus dilalui. Mulai dari pemilihan hari dan tanggal pelaksanaan saja harus memenuhi syarat
dan ketentuan yang ada. Apabila mereka melanggar, maka masyarakat sekitar akan segera
merespon negatif terhadap hal tersebut. Pirantipiranti yang tidak sedikit jumlahnya tentu
membutuhkan dana yang tidak sedikit pula. Dalam persiapannya, khususnya piranti yang
berupa makanan ada yang memerlukan waktu hingga tiga hari sebelum pelaksanaan acara,
seperti jenang dodol.
2. Kritik
Pada masyarakat modern banyak yang meninggalkan tradisi 7 bulanan, yang biasanya
diganti hanya dengan selamatan dan syukuran dan tidak terdapat berbagai macam
rangkaian urutan 7 bulan sebagaimana mestinya pada tradisi terdahulu
3. Saran
Sebaiknya kita harus tetap melestarikan tradisi tersebut dan makna didalamnya juga
sangat sakral bagi ibu dan sang jabang bayi
DAFTAR PUSTAKA

Devina Cholistarisa, Tyas Utami, Naora Tsani, Leinze Rizqi Q.A, Darmadi. Madiun, 2022.
“TRADISI TINGKEBAN (SYUKURAN TUJUH BULANAN IBU HAMIL) PADA
MASYARAKAT JAWA KHUSUSNYA BERADA DI DESA BAJULAN, KECAMATAN
SARADAN, KABUPATEN MADIUN”.
http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp Volume 5 Nomor 2, Desember 2022
Khoiriyatul Layly Septi Wahyu Ningrum, I Wayan Arsana, 2022 “MAKNA
SARANA UPACARA TUJUH BULANAN (TINGKEBAN) DI DESA JUBEL
KIDUL KECAMATAN SUGIO KABUPATEN LAMONGAN”. Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

https://www.academia.edu/23959160/
UPACARA_TRADISIONAL_WANITA_HAMIL_SAMPAI_MELAHIRKAN_ADAT_JAWA

Ciputra Wiliam. 2022. Pengertian Tingkeban. https://surabaya.kompas.com/read/


Jeremy. 2019. Tumpengan Tujuh Bulan. https://missingmethod.com/tumpeng-nujuh-
bulan/ Siswoyo Agus.2018. Prosesi Upacara Tingkeban. http://agussiswoyo.com/seni-
budaya/
Ari Ardiansyah, Surabaya. 2023 “Hidangan yang ada pada daur hidup manusia menurut adat
jawa (kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian)”. Program Studi Pendidikan
Tataboga, Universitas Negeri Surabaya.
https://www.scribd.com/document/652905964/Upacara-daur-hidup-manusia-hidangan-dan-
maknanya-Ari-ardiansyah

Anda mungkin juga menyukai