Oktaviana Miranda
720720215
2023
1. Pengertian entosains peret / orok kandung
Ritual peret / orok kandung adalah selamatan tujuh bulan kehamilan yang bertujuan
untuk mendapat keselamatan atas bayi dan ibunya, serta anak yang dilahirkan agar
menjadi anak yang shaleh dan berbakti kepada orang tua. Upacara peret kandung diyakini
masyarakat memiliki makna supaya kelahiran bayi tidak banyak mengalami hambatan.
Sejarah peret kandung
Ritual peret kandung merupakan sebagai tradisi masyarakat Madura yang sangat
popular dan sudah berlangsung lintas generasi. Istilah peret kandung secara teoritis
digunakan untuk acara selamatan kandungan, khusus bagi sepasang suami istri dalam
menyambut kelahiran anak pertama. Sementara untuk kehamilan kedua, dan
seterusnya tidak perlu lagi diadakan ritual peret kandung, sebab nilai-nilai universal
yang terkandung dalam peret kandung seharusnya sudah diamalkan sejak masa
kehamilan pertama, sehingga tidak perlu diulang-ulang bersamaan dengan berulang
anugrah kehamilan.
Penyelenggaraan uapacara peret kandung umumnya dilaksnakan pada usia
kehamilan memasuki tujuh bulan, yang menjadi fase kehamilan terdekat dengan
masa kelahiran, sehingga diperlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi dan kesiapan
yang matang bagi calon orang tua.
Ada pula yang melaksnakan pada masa empat bulan kandungan dengan sebuah
keyakinan yang didasarkan pada agama bahwa dimasa kandungan berumur emapat
bulan Allah SWT meniupkan roh dan menetapkan takdir sianak. Peret kandung tujuh
bulanan focus utamnaya adalah orang tua dengan anak yang dikandung, sementaara
peret kandung empat bulanan titik perhatiannya bertumpu pada anak dalam
kandungan dengan orang tua yang mengandungmya.
Ritual peret kandung adalah ritual kebudayaan yang penuh dengan simbolisasi
nilai-nilai keagaaman. Bukan dibalik sebagai ritual keagaaman yang termanefestasi
ke dalam sebuah bentuk kebudayaan. Karena sebagai ritual kebudayaa, kegiatan
upacara peret kandung akan selamat dari tuduhan-tuduhan negative seperti bid’ah,
sesat dan lain sebaginnya.
Meskipun bukan sunnah rasul, ritual peret kandung merupakan hasil rekayasa
budaya yang diciptakan oleh para kreator ulama terdahulu sebagai siasat
menyusupkan nilai-nilai keislaman ke dalam berbagai kebudayaan masyarakat
Madura. Namun penyiasatan tersebut tidak sampai menimbulkan sinkretisme, karena
yang disusupkan adalah nilai keislamannya, bukan ajaran Islamnya. Sebagai sebuah
nilai, tentu Islam tidak bisa berdiri dan akan berbaur dengan nilai-nilai yang lain yang
berkembang di lapisan masyarakat sebagai pluralitas sosial.
Apalagi, dilihat secara praktis, proses ritual peret kandung diawali dengan
pengajian Al-Quran, biasanya berupa surat Yusuf dan Maryam, atau Yasin, yang
dilakukan bersama-sama dengan dipimpin oleh seorang kiai yang memang menjadi
icon kebudayaan masyarakat Madura. Sesuai tuntutan Islam, anak yang masih berada
di alam kandungan hendaknya senantiasa dibacakan surat Yusuf dan Maryam agar
kelak menjadi pribadi yang serupa dengan mereka, lahir dan batin.
Yusuf dan Maryam adalah contoh sosok remaja yang mampu menjaga kesucian
diri di tengah godaan birahi yang menguat di masanya. Spirit ini sangat cocok dengan
kondisi sekarang, dengan munculnya pola kehidupan remaja yang serba permisive
yang telah menganulir nilai-nilai fitroh kemanusiaan menjadi sebatas ambisi hewani
yang diterjemahkan dalam bentuk free sex, dugem, konsumtivisme dan hasrat
hedonistik yang lain. peret kandung adalah salah satu cara orang Madura dalam
mensyukuri kehamilan dan sekaligus persiapan menyambut kelahiran”. Cara ini
kemudian dilaksanakan dalam bentuk ritual tertentu, dengan teknik-teknik seremonial
dan sistem perlambang (simbol) yang kompleks, sesuai pesan-pesan yang terkandung
di dalamnya.
Prosesi Peret Kandung
Upacara pelet kandung diyakini masyarakat memiliki makna supaya kelahiran
bayi tidak banyak mengalami hambatan. Lalu menjadi anak yang sholeh. Dengan
berbagai prosesi dan ritual, mulai dari pembacaan ayat suci Alquran, mandi kembang,
pembelahan kelapa yang menandakan jenis kelamin bayi, pemecahan telur, dan lain
sebagainya.
pertama ibu hamil dipijat dukun bayi. Bersamaan dengan itu, ada yang
melantunkan ayat suci Alquran surat Yasin agar bayi mendapat keselamatan. Serta surat
Maryam supaya memiliki kesucian seperti Siti Maryam.
Disusul surat Yusuf agar bayi yang lahir setampan nabi Yusuf. Selanjutnya yang
hamil keluar rumah dan duduk di kursi. setelah itu ibu hamil memegang ayam muda dan
meletakkan telur di atas pahanya. Ritual ini disempurnakan dengan mandi kembang.
Gayungnya menggunakan bethok, yang pegangannya terbuat dari pohon beringin
agar rambut sang bayi lebat atau bisa juga menggunakan pohon kemuning. Apa yang
dipegang ibu hamil harus diusahakan mengeluarkan bunyi dengan cara dipukul-pukul
supaya bayi yang lahir nantinya tidak bisu.
Setelah prosesi mandi kembang selesai, ibu hamil beranjak dari tempat duduk dan
telur yang ada di atas pahanya dibiarkan jatuh dan hancur. Dengan harapan nantinya
proses lahir si bayi mudah dan lancar, seperti mudah dan lancarnya telur yang jatuh.
2. Deskripsi norma, moral dan edukasi dari etnosains
Norma yang terkandung dalam etnosains ini adalah norma kebiasan dimana
masyarakat Madura menyakini bahwa ritual tujuh bulanan untuk keselamatan atas bayi
yang di kandung nantinya lahir menjadi anak yang shaleh dan berbakti kepada orang tua.
Moral yang terkandung dalam etnosains
3. Kenapa memilih etnosains tersebut ( yang bisa diimplementasikan di pendidikan )
Alasan saya memilih etnosains peret kandung dikarenakan, merupakan ritual kebudayaan
yang penuh dengan simbolisasi nilai-nilai keagaaman. Ritual peret kandung ini juga
masih tertanam dan masih dilaksnakan oleh masyarakat Madura karena memiliki nilai-
nilai keagamaan.
4. Etnosains yang dipilih untuk kelas berapa, pembelajaran apa ( pelajaran IPA, IPS,
PKN, Matematika, Bahasa Indonesia ) KD mana yang cocok dan materi apa?
Etnosains ini sesuai untuk kelas enam sekolah dasar dengan mata pelajaran PKN (
Pendidikan KewargaNegaraan ). KD yang sesuai yaitu 2.3 “ Bersikap toleran dalam
keberagaman sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat dalam konteks Bhinneka Tunggal
Ika”.
5. Rancang RPP yang sesuai dengan etnosainsnya!