Anda di halaman 1dari 6

TRADISI DAN BUDAYA TEDAK SINTEN DI DESA KARANGBONG

Penelitian ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah AIK I yang dibimbing oleh :
Bpk. Muhlasin Amrullah, M.Pd.l

Oleh :

Vivit Ramadyanti

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2020
Mata Kuliah : AIK I
Jurusan / Semester / Kelas : Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Semester 1, B1
Fakultas : Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP)
Dosen Pembimbing : Muhlasin Am., M.Pd.I
Jenis UAS : Projeck

BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah munculnya tradisi tedak sinten (turun tanah)

Tedak siten adalah budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia
sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah.
Berasal dari kata ‘tedak’ yang berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti
tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar
anak tumbuh menjadi anak yang mandiri. Tradisi ini dijalankan saat anak berusia
hitungan ketujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran Jawa. Tradisi
tedak sinten biasanya terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

B. Tempat, arti, dan pelaku tedak sinten


Upacara Tedak siten biasanya dipandang sebagai sesuatu yang keramat sehingga tempat
pelaksanaannya pun tidak dapat dilakukan di sebarang tempat. Pada umumnya tempat
pelaksanaannya di halaman rumah, sedangkan waktunya biasanya disesuaikan dengan
weton (hari lahir) si anak. Misalnya, jika si anak itu wetonnya pada hari Minggu pon
biasanya upacara akan dilaksanakan pada hari Minggu pon.
BAB II
HASIL OBSERVASI
C. Gambaran umum tradisi tedak sinten
a) Rangkaian acara Tedak siten
Proses tedak siten dimulai di pagi/sore hari dengan serangkaian makanan
tradisional untuk selamatan. Makanan tradisional lainnya yang disediakan untuk
acara tedak siten ini berupa tumpeng, jajanan pasar dan perlengkapan yang
lainnya. Adapun perlengkapan yang berupa benda, yaitu gembong (kurungan
ayam) untuk menutupi bayi.

b) Tujuan tedak sinten adalah untuk memprediksi masa depan anak


Proses di mana bayi dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang telah dihias
dengan kertas berwarna-warni. Prosesi ini menyimbolkan kelak anak akan
dihadapkan pada berbagai macam jenis pekerjaan. Bayi dihadapkan dengan
beberapa barang untuk dipilih seperti cincin/uang, alat tulis, kapas, cermin, buku,
dan pensil. Kemudian dibiarkan mengambil salah satu dari barang tersebut.
Barang yang dipilihnya merupakan gambaran hobi dan masa depannya kelak.
Biasanya penyelenggara tradisi ini akan mengundang banyak anak kecil untuk
meramaikan acara ini. Lalu, akan ada pembagian uang receh khusus untuk anak
kecil yang meramaikan acara ini.

D. Kepercayaan masyarakat terhadap tradisi tedak sinten


Masyarakat percaya bahwa tradisi tedak sinten adalah tradisi yang turun-temurun sejak
zaman nenek moyang hingga saat ini. Masyarakat Jawa percaya dengan adanya tradisi
ini dapat memprediksi masa depan anak.
BAB III
ANALISIS
A. Analisa tradisi tedak sinten dari segi teori ilmiyah
Menurut logika ilmiyah, tradisi ini bisa diterima dengan akal sehat oleh masyarakat
Jawa. Sebab, tradisi ini sudah ada sejak jaman nenek moyang , lalu menjadi turun-
temurun dan terus dilestarikan hingga saat ini. Masyarakat Jawa tidak lepas dari adat
dan tradisinya, jika seseorang yang tinggal di daerah Jawa, maka ia harus mengikuti adat
dan tradisi yang ada di Jawa. Tradisi ini dipercaya dapat menentukan masa depan anak
jika menurut kalangan orang Jawa dan sudah ada beberapa bukti yang bisa menyatakan
bahwa tradisi ini memang patut dilestarikan.

B. Analisa tradisi tedak sinten dari segi aqidah islam


Salah satu tradisi ritual atau slametan dalam adat Jawa yaitui atau Tedak Siten yang
merupakan salah satu rangkaian ritual dalam peristiwa kelahiran. Orang tua
melaksanakan tradisi tersebut mempunyai niat untuk berdoa kepada Sang Maha
Pencipta agar anaknya kelak mempunyai sifat jujur, ahli ibadah, senang kepada ilmu,
dan etos kerjanya tinggi. Selama proses ritual ini ada beberapa rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan misalnya selamatan. Tradisi ini tidak bertentangan dengan aqidah
Islam karena Islam memandang upacara tedak siten sebagai rasa syukur kepada Allah
karena pada usia ini anak mulai mengenal alamnya dan belajar berjalan. Rasa syukur ini
mereka gambarkan dalam tradisi tedak siten ini. Bahwa sesungguhnya manusia tidak
bisa hidup sendiri, oleh karena itu mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Bahwa nantinya seorang anak tidak bisa hidup sendiri pasti membutuhkan bantuan
orang lain.
BAB IV
KESIMPULAN

Tedak siten adalah budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar
tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah. Berasal dari
kata ‘tedak’ yang berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara
tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi
anak yang mandiri. Indonesia kaya akan tradisi dan budaya, tetapi karena pengaruh dari budaya
barat dan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Tradisi dan budaya yang dulunya sangat
melekat di hati masyarakat mulai terkikis. Contohnya upacara tedak siten yang berada di Jawa.
Di zaman sekarang ini jarang kita temui orang tua yang mau mengadakan upacara tedak siten ini.
Tradisi ini tidak menentang ajaran dan aqidah islam karena sesungguhnya upacara tedak siten ini
adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena pada usia delapn bulan anak mulai mengenal
alam di sekitarnya dan mulai belajar berjalan.
Foto dokumentasi :

Anda mungkin juga menyukai