Anda di halaman 1dari 11

Tedak Siten

Tedak siten adalah upacara adat jawa untuk anak balita yang
berumur 7 bulan. Dalam bahasa Jawa tedak atau tedhak artinya
midek atau menginjak. Siten berasal dari kata siti yang artinya
tanah. Jadi Tedak Siten dapat diartikan dengan turun tanah.
Dalam bahasa Jawa diartikan sebagai mudhun lemah. Tedak
siten ini adalah upacara yang dilakukan saat pertama kali sang
anak menginjakkan kaki di tanah.
Masyarakat yang masih sering menerapkan upacara tedak siten
ini adalah masyarakat yang berada di Jawa Tengah, seperti di
Solo dan di keraton.
 Perlengkapan dan Dekorasi Tedak Siten
1. Tujuh macam jadah, berwarna hitam, ungu, biru, hijau, merah, kuning, dan putih. Diletakkan dalam wadah terpisah.
2. Tebu wulung, yaitu tebu dengan batang kayu berwarna ungu. Dibuat menjadi satu tangga dengan 7 anak tangga
sekaligus, atau dapat pula berupa tangga segitiga dengan 3 anak tangga di sebelah kanan dan tiga anak tangga di sebelah
kiri, serta satu anak tangga diatas puncaknya.
3. Tanah dalam wadah
4. Jajan pasar, yaitu makanan dan kue basah beraneka macam
5. Tumpeng robyong, yaitu tumpeng dengan 7 macam lauk pauknya yang sudah dihias.
6. Bunga setaman dalam jambangan berisi air untuk memandikan.
7. Kurungan ayam yang cukup besar yang sudah dihias. Di dalamnya diisi berbagai macam mainan. Mainan-mainan
tersebut nantinya akan mewakili suatu profesi dan bidang tertentu orang dewasa. Misalnya, mainan dokter-dokteran,
mobil-mobilan, alat musik mainan, buku, dll.
8. Ayam hidup kecil yang sudah diberi warna.
Tata Cara Lengkap Tedak Siten dan Filosofinya
 Sebelum acara tedhak siten, anggota keluarga besar memasuki tempat acara.
 Upacara dimulai dengan kedatangan keluarga inti, dengan urutan:
 eyang kakung dan eyang putri dari pihak ayah
 eyang kakung dan eyang putri dari pihak ibu
 ayah dan ibu menggendong anak yang masih memakai pakaian biasa.
 Keluarga inti duduk di kursi pelaminan.
 Eyang kakung dan Putri dari pihak ibu duduk di sebelah kanan pelaminan.
 Eyang kakung dan Putri dari pihak ayah duduk di sebelah kiri pelaminan.
 ayah, ibu, dan sang anak duduk di kursi pengantin tengah
Tedak siten memiliki filosofi yang sangat dalam. Setiap tahapan dalam prosesi upacara adat turun
tanah ini, melambangkan doa-doa dan harapan.
urutan dan susunan acara pelaksanaan dan tata cara tedak siten adalah sebagai berikut:
1. Sungkeman
 Anak digendong ibu untuk sungkem kepada eyang kakung dan eyang putri dari pihak ibu terlebih
dahulu, dilanjutkan sungkem kepada eyang kakung dan putrid dari pihak ayah.
 Filosofi : memohon doa restu dan kebaikan atas hidup Sang Anak.
2. Meniti Jadah
 Sang Anak dituntun untuk berjalan di atas 7 jadah / 7 warna, dimulai dari yang hitam (paling gelap)
menuju putih (paling terang).
 Filosofi : Upacara ini memberi simbol bahwa Sang Anak nantinya akan mendapat masalah yang
berat lalu kemudian mendapatkan jalan keluar.
 Urutan jadahnya adalah hitam, ungu, biru, hijau, merah, kuning, putih.
 Setiap warna jadah memiliki makna tersendiri

a. Hitam : memiliki arti kecerdasan. Diharapkan Sang Anak dapat memiliki kecerdasan
yang tinggi, cerdas dalam menghadapi apapun.
b. Ungu : memiliki arti ketenangan. Diharapkan dimasa yang akan dating, Sang Anak
dapat bersikap tenang dalam pengambilan keputusan
c. Biru : memiliki arti kesetiaan. Diharapkan Sang Anak menjadi orang yang setia.
d. Hijau : memiliki arti kemakmuran. Diharapkan kelak Sang Anak memiliki kehidupan
yang makmur sejahtera.
e. Merah : memiliki arti keberanian. Diharapkan Sang Anak memiliki keberanian dalam
menjalani kehidupannya kelak.
f. Kuning : memiliki arti kekuatan. Diharapkan anak dapat memiliki kekuatan dalam
hidupnya dan mencapai kejayaan.
g. Putih : memiliki arti kesucian. Diharapkan Sang Anak memiliki kesucian hati kelak
dikemudian hari.
3. Menaiki dan Menuruni Tangga dari Tebu Wulung
 Tangga yang terbuat dari batang tebu wulung ini memiliki 7 anak tangga (dalam bahasa jawa
disebut PITU) yang melambangkan pitulung atau pertolongan dari Yang Maha Kuasa.
Filosofi: segala jalan hidup dan apa yang sedang diusahakan diharapkan selalu mendapat
pertolongan dari Tuhan.
 Anak bersama ayah dan ibu diajak menaiki tangga yang terbuat dari tebu wulung.Anak di tuntun
menaiki anak tangga satu demi satu.
Filosofi: melambangkan harapan-harapan agar anak kelak mamiliki jiwa ksatria dan pejuang seperti
arjuna.
 Ketika sampai ditangga paling atas, Sang Anak duduk sejenak.
Filosofi: melambangkan doa agar kelak anak berhasil meraih dan mendapatkan apa yang dicita-
citakan.
 Kemudian anak dituntun kembali menuruni anak tangga ke bawah satu demi satu, dan diakhiri
dengan menginjak tanah dalam wadah yang sudah disediakan.
Filosofi : walaupun kelak anak mencapai kesuksesan dalam hidupnya, namun kepribadiannya tetap
rendah hati.
4. Siraman
 Sang Anak dimandikan dengan air kembang setaman lalu dipakaikan pakaian
yang bagus.
Filosofi : agar anak tetap bersih hatinya dan juga bersih raganya. Demikian juga
pakaiannya pun sedap dipandang mata.
5. Memilih mainan dalam kurungan ayam
 Sang Anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang di dalamnya berisi aneka
mainan.Biarkan anak memilih sendiri mainan yang disukainya.
Filosofi : orang tua memberi kebebasan kepada sang anak untuk menentukan jalan
hidupnya tanpa mendapatkan paksaan. Tugas orang tua adalah membimbing dan
mengarahkan, bukan memaksakan kehendak kepada anak.
6. Doa dan Foto Bersama
 Acara Tedak Siten telah berakhir, dan dilanjutkan dengan doa serta foto bersama
keluarga besar. Setelah itu diadakan pemotongan tumpeng dan makan bersama-
sama.
Bagaimana masyarakat lokal menjaga nilai kearifan lokal agar
tidak tergerrus oleh kemajuan zaman ?
Pada dasarnya kearifan lokal muncul dalam suatu sistem kehidupan dan itu
merupakan bentuk kearifan lingkungan. Karena Tedak Siten ini dasarnya berfungsi
untuk simbol hubungan antara bayi dan alam. Hal ini disimbolkan dengan adanya
prosesi menginjak tanah oleh sang bayi. Serta dalam prosesi ini bayi akan didoakan
agar perjalan hidupnya mudah.
Dari penjelasan di atas, tradisi ini sangat simbolik dan mempunyai makna yang
dalam. Di pulau Jawa sendiri tradisi sakral ini masih sering ditemui namun, ada yang
rangkaian ritualnya sama dan berbeda tergantung kepercayaan yang diturunkan
tiap daerah. Karena tradisi ini dianggap baik untuk masa depan bayi, masyarakat
akan melakukan tradisi ini dengan sepenuh hati. Selain itu, tradisi juga senantiasa
dilestarikan di Keraton, Yogyakarta. Seperti yang telah dikenal daerah Keraton
adalah daerah yang sangat menjaga adat dan tradisi Kejawen yang ada. Mereka
menjaga tradisi ini dengan menurunkan kepada anak mereka kelak dan dengan
begitu tradisi tedak siten ini dianggap umum bagi generasi penerus bangsa.
Apakah kearifan lokal tersebut rawan memudar oleh
kemajuan zaman ?

 Jika ditinjau dari penjelasan bagaimana makna dan simbol tradisi sendiri,
menurut kita tradisi ini akan sulit memudar, khususnya di Jawa Tengah. Karena
sejak zaman dahulu orang Jawa telah mempertahankan adat dan tradisi seperti
ini dengan apik sehingga, para generasi muda dapat mengetahuinya secara
langsung. Namun, jika diteliti dari sisi modernitas sendiri pasti cepat atau lambat
tantangan akan menghadiri tradisi ini. Pengetahuan yang tidak terbatas sekarang
ini membuat pemahaman orang-orang menjadi rendah dengan tradisi-tradisi
lama yang harusnya dijaga. Ditinjau dari tradisi ini contohnya, karena proses
ritual yang Panjang dan dapat dikatakan ribet membuat beberapa pihak merasa
terbebani. Dikatakan terbebani sendiri karena kebutuhan dan kelengkapan
bahan serta alat yang menguras banyak biaya. Hal ini membuat bebrapa pihak
akhirnya enggan untuk mempertahankan tradisi ini. Dan jika ditinjau dari
tantangan Kapitalisme menurut kami tradisi ini tidak ada kaitannya dengan
keuntungan ekonomi. Karena tradisi ini bergantung pada keluarga-keluarga
sendiri dan tidak mengaitkan pihak lain dalam prosesnya.

Anda mungkin juga menyukai