Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Tedhak Siten, Upacara Adat Jawa Tengah

Fedora Tirza Ayu Ariella


fedoratirzaa@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kecintaan penulis terhadap tradisi Tedhak Siten
yang memiliki makna yang sangat dalam. Indonesia merupakan Negara yang mempunyai
variasi budaya yang sangat beragam dan setiap budaya memiliki keunikan yang khas.
Upacara adat adalah sebuah tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk
maksud dan tujuan tertentu. Tedhak siten merupakan satu diantara banyaknya tradisi Jawa
Tengah yang akan kita bahas kali ini. Tedhak siten adalah tradisi yang dilakukan untuk
balita yang berumur tujuh bulan menurut kalender atau pasaran Jawa. Tradisi ini berisi
harapan yang diberikan oleh orang tua dan keluarga agar sang anak dapat sukses dan
beruntung di kemudian hari. Selain itu, upacara ini juga berfungsi sebagai wujud
penghormatan pada bumi karena telah menjadi pijakan si balita. Tradisi ini sangat menarik
untuk diketahui lebih dalam lagi mengenai proses acara yang sangat unik dan memiliki
makna yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengenal Tedhak Siten lebih dalam
lagi dan menjelaskan prosesi upacara ini kepada para pembaca. Metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang didapat dari dokumentasi,
literatur, artikel, serta jurnal yang terdapat pada internet. Hasilnya adalah tradisi ini
memiliki tujuh rangkaian acara yaitu selametan, menapakkan kaki balita pada jadah
berwarna, memanjat tangga tebu, berjalan di atas tanah, kurungan ayam, memberikan
uang, mandi, dan di dandani. Setiap prosesi memiliki makna yang mewakili harapan orang
tua terhadap sang anak.

Kata Kunci: Upacara Adat, Tedhak Siten, Prosesi

1. PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara yang dikenal dengan kebudayaan dan keindahan alam yang
melimpah. Bhinneka Tunggal Ika ialah semboyan yang digunakan oleh Indonesia sebagai
ilustrasi persatuan serta kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Wahano, 2021)
menyebutkan bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem nilai, lambang, dan perilaku hidup
manusia dalam wujud yang khas pada masyarakat. Sedangkan Tradisi adalah kegiatan turun-
temurun yang diwariskan oleh nenek moyang dan masih dijalankan oleh masyarakat dan di nilai
dan dianggap bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar (Rais,
2012). Upacara adat adalah salah satu contoh perbedaan budaya yang dimiliki Indonesia. Setiap
provinsi di Indonesia mempunyai upacara adat yang berbeda dan memiliki tujuan yang beragam.
Sampai saat ini, tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat tradisional yang menganggap bahwa
tradisi tersebut mempunyai nilai-nilai yang cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Jawa Tengah adalah salah satu provinsi yang sampai sekarang masih memelihara nilai
kebudayaan yang telah diwariskan oleh para leluhur. Upacara adat yang dimiliki provinsi ini
sangat beragam contohya seperti Tedhak Siten. Tedhak Siten adalah tradisi yang dilakukan untuk
balita yang masih berusia tujuh bulan dari hari lahirnya yang dihitung dengan pasaran Jawa. Bagi
rakyat Jawa, seorang anak merupakan sesuatu hal yang sangat mereka dambakan
(Probowardhani, 2016). Tradisi ini berfungsi sebagai wujud penghormatan pada bumi karena
telah menjadi pijakan si balita. Melalui tradisi ini, masyarakat khususnya keluarga berharap
bahwa di masa depan nanti Ia akan menjadi orang yang sukses dan mandiri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengenal Tedhak Siten lebih dalam lagi dan menjelaskan prosesi upacara ini
kepada para pembaca. Dengan cara mencari tahu dari beberapa referensi terpercaya dan
membandingkan dengan pengalaman pribadi.

2. PEMBAHASAN
2.1 Tedhak Siten
Tedhak Siten adalah salah satu tradisi yang biasa dilakukan oleh rakyat Jawa. Tradisi ini
datang dari Jawa Tengah. Dalam bahasa Jawa, tedhak mempunyai arti turun atau pijakan
sedangkan siten diambil dari kata siti yang berarti tanah. Tradisi ini juga dikenal sebagai upacara
turun tanah. Menurut website (Ulfah, 2021) adat budaya ini dilakukan sebagai bentuk
penghormatan kepada bumi yang menjadi tempat anak mulai belajar untuk menginjakkan
kakinya ke tanah. Tedhak Siten biasa dilakukan jika anak sudah berusia tujuh bulan, dihitung
dari hari kelahirannya berdasarkan pasaran Jawa. Dalam pasaran Jawa, satu bulan berjumlah 36
hari. Jika menurut pasaran Jawa, hitungan waktu tujuh bulan sepadan dengan delapan bulan
kalender masehi. Secara keseluruhan, upacara ini mempunyai makna untuk mengajarkan anak
terhadap konsep kemandirian, sikap tanggung jawab, kuat dalam menghadapi persoalan, serta
bersifat dermawan terhadap sesama (Wikipedia, 2021).

2.2 Rangkaian Acara Tedhak Siten


Prosesi Tedhak Siten dimulai di pagi hari diawali dengan selamatan yang bertujuan untuk
mengucap rasa syukur kepada nikmat yang sudah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Makanan tradisional yang disajikan berupa jadah atau tetel. Jadah atau tetel terbuat dari beras
ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda lalu
ditumbuk sampai bercampur dan diberi pewarna hitam,
ungu, biru, hijau, merah, kuning, dan putih. Makanan ini
disimbolkan sebagai kehidupan bagi sang anak, lalu
warna-warna yang diberikan juga memiliki arti sebagai
jalan hidup yang harus dilalui sang anak di masa depan.
Susunan warna dari hitam hingga putih juga memiliki
symbol yang menggambarkan masalah berat yang akan
dilalui pasti memiliki jalan keluar atau titik terang.
Gambar 1. Selamatan Selain Jadah atau tetel terdapat tumpeng yang
(Sumber: instagram.com/ashanty_ash ) menyimbloan permohonan orang tua agar sang anak
kelak akan menjadi seseorang yang berguna. Tidak
hanya jadah, makanan yang disajikan pada prosesi selamatan banyak macamnya seperti sayur
kacang panjang yang disimbolkan sebagai umur panjang, sayur kangkung yang disimbolkan
sebagai kesejahteraan, kecambah sebagai symbol kesuburan dan ayam sebagai simbol
kemandirian.
Rangkaian acara selanjutnya adalah prosesi
menapakkan kaki sang anak di atas jadah tujuh warna.
Sang ibu akan menuntun sang anak untuk berjalan
diatas 7 warna jadah sesuai urutan symbol dan makna
yang ada. Lalu sang anak akan dituntun menuju tangga
yang terbuat dari tebu dan menaikinya dibantu oleh
kedua orang tua. Antebung Kalbu adalah singkatan
dari pemilihan tebu yang memiliki harapan agar sang
anak memiliki ketetapan hati pada saat menjalani
setiap tahap kehidupannya kelak. Setiap anak tangga Gambar 2. Melewati Tujuh Warna
itu sendiri memiliki makna tahapan kehidupan yang (Sumber: www.hipwee.com)
akan dilalui sang anak.
Selanjutnya, sang anak akan dituntun untuk berjalan
diatas tanah menuju tempat kurungan dengan kedua
kakinya. Prosesi ini menyimbolkan bahwa nanti pada
saat sang anak beranjak dewasa, Ia akan mampu
mencari rejeki untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Lalu sang anak akan dimasukkan ke dalam kurungan
ayam yang didalamnya sudah disediakan beberapa
benda yang memiliki makna dan harapan, seperti buku,
uang, mainan, makanan, kaca dan berbagai benda
lainnya. Benda yang dipilih sang anak adalah gambaran
Gambar 3. Kurungan dari potensi anak di masa depan dan diharapkan potensi
(Sumber: instagram.com/ashanty_ash)
tersebut dapat diasah dengan baik oleh kedua orang
tua. Benda yang dipilih oleh sang anak dipercaya sebagai potensi yang ada dalam diri mereka
karena saat anak masih berusia delapan bulan, insting atau naluri yang dimiliki masih belum
terpengaruh oleh hal-hal lain dan pada usia tersebut sudah dianggap mampu untuk merespon
dunia luar dengan baik.
Prosesi selanjutnya adalah pemberian uang
logam. (Negoro, 2001) menyebutkan bahwa ayah dan
kakek dari anak tersebut akan menyebarkan uang
logam yang dicampur dengan berbagai macam
bunga. Hal ini melambangkan agar kelak sang anak
mendapatkan jalan yang mudah untuk memenuhi
keperluan hidupnya dan menjadi seorang dermawan
yang suka menolong orang lain. Lalu, sang anak akan
dimandikan menggunakan air siraman yang sudah Gambar 4. Pemberian Uang Logam
dicampur oleh bunga yang terdiri dari bunga mawar, (Sumber: www.malangvoice.com)
melati, kantil, dan kenanga. Air siraman tersebut melambangkan harapan agar kelak sang anak
dapat mengharumkan nama untuk keluarganya. Dan prosesi yang terakhir adalah sang anak akan
di dandani secara rapid dan bagus dengan pakaian baru yang prosesi ini memiliki harapan bahwa
nantinya sang anak akan menjalani hidup baik dan makmur serta mampu untuk membahagiakan
kedua orang tuanya.
Gambar 5. Mandi Bunga
(Sumber: javaans.be)

3. PENUTUP
Tedhak Siten merupakan upacara adat yang berasal dari pulau jawa, yaitu Jawa Tengah.
Tradisi ini dilaksanakan oleh anak yang berusia tujuh bulan dihitung dari pasaran Jawa. Tradisi
ini bertujuan sebagai wujud penghormatan pada bumi karena telah menjadi pijakan sang anak.
Setiap prosesi dalam upacara adat ini memiliki makna atau simbol yang berbeda. Tradisi ini
dapat mewakili harapan setiap orang tua kepada sang anak di masa depan. Kesimpulan yang bisa
diambil dari upacara adat Tedhak Siten adalah masa depan sang anak tidak dapat diprediksi
dengan apapun itu, Orang tua maupun keluarga hanya bisa berharap agar sang anak kelak akan
sukses dan beruntung di masa depan.

4. DAFTAR PUSTAKA
NEGORO, S. S. (2001). UPACARA TRADISIONAL DAN RITUAL JAWA. IN S. S. NEGORO, UPACARA
TRADISIONAL DAN RITUAL JAWA (P. 45). SURAKARTA: CV. BUANA RAYA.
Probowardhani, D. K. (2016). PROSESI UPACARA TEDHAK SITEN ANAK USIA 7 BULAN
DALAM TRADISI ADAT JAWA. Studi Kasus di Desa Banyuagung
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2016 , 3-4.
Rais, H. E. (2012). Kamus Ilmiah Populer. Pusat Belajar , 686.
Ulfah, S. (2021, Juni 3). POPMAMA. Retrieved Januari 15, 2022, from www.Popmama.com:
https://www.popmama.com/baby/7-12-months/sarrah-ulfah/tedak-siten-ritual-
untuk-memprediksi-masa-depan-anak/2
Wahano, T. (2021). Makna Simbolik Tradisi Tedhak Siten Studi Di Desa Kampung Tengah
Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari. Skripsi , 1.
Wikipedia. (2021, Oktober 5). Tedak Siten. Retrieved Januari 15, 2022, from Wikipedia
Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Tedak_siten
BIODATA PENULIS

Fedora Tirza Ayu Ariella, lahir di Malang pada 29 Mei 2003. Saat ini sedang menempuh
pendidikan semester 1 di Universitas Muhammadiyah Malang dengan Program studi Teknologi
Pangan. Ketertarikan di bidang kepenulisan sastra dan karya ilmiah sejak duduk di bangku SD. Sejak
SD, mulai tertarik untuk membaca buku novel dan cerpen-cerpen menarik pada masanya dan
berlanjut hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai