Anda di halaman 1dari 5

TEDAK SITEN

PENDAHULUAN
Budaya jawa di jaman sekarang mungkin tlah banyak terlupakan. Mungkin tlah
berubahnya peradapan di muka bumi ini yang semakin modern dan masuknya budaya barat,
dan majunya tehnologi n informasi. Dimana masyarakat , khususnya masyarakat perkotaan
kadang sudah ada yang melupakan Budaya Jawa peninggalan leluhur.
Banyak sekali budaya- budaya Jawa yang ada, diantaranya adalah "Tedak Siten ( tedak
Siti), yaitu Tedak artinya Menapakkan Kaki dan Siten atau Siti yang berarti Tana, sehingga
biasa orang Jawa menyebutnya "Mudun Lemah". Tradisi Tedak Siten atau Mudun Lemah
dilakukan saat seorang anak berusia 7 lapan yaitu saat berusia 7 sanpai menginjak bulan ke
delapan. Karena pada usia ini anak mulai menapakkan kakinya pertama kali di tanah yaitu
dengan belajar duduk dan belajar berjalan.
PEMBAHASAN
TEDAK Siten. Tedak Siten berasal dari kata Tedak yang berarti menapakkan kaki atau
langkah, dan Siten yang berasal dari kata siti berarti tanah. Maka, Tedak Siten adalah turun
(ke) tanah atau mudhun lemah. Lengkapnya, tradisi ini diperuntukkan bagi bayi berusai 7
lapan atau 7 x 35 hari (245 hari). Jumlah selapan adalah 35 hari menurut perhitungan Jawa
berdasarkan hari pasaran, yaitu Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage. Pada usia 245 hari, si
anak mulai menapakkan kakinya pertama kali di tanah, untuk belajar duduk dan belajar
berjalan. Ritual ini menggambarkan kesiapan seorang anak (bayi) untuk menghadapi
kehidupannya.
Biasanya, kesempatan bahagia ini harus diselenggarakan pada pagi hari, di bagian depan
dari pekarangan rumah. Kecuali orang tua dan keluarga, beberapa orang tua juga hadir untuk
memberikan berkat kepada anak. Yang diperlukan sajen / korban tidak boleh dilupakan.
Ianya melambangkan permintaan dan berdoa kepada Allah Maha Kuasa untuk menerima
berkat dan perlindungan dari HIM, untuk menerima berkat dari nenek moyang, untuk
memberantas kejahatan dari perbuatan buruk manusia dan semangat. T Upacara ritual dapat
dilaksanakan dalam rangka dan keselamatan.
Tedak Siten juga sebagai bentuk pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar si
anak kelak siap dan sukses menampaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan
hambatan dengan bimbingan orang tuanya. Ritual ini sekaligus sebagai wujud penghormatan
terhadap siti (bumi) yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.
Pada zaman dulu, masih banyak masyarakat Jawa yang melakukan ritual ini untuk
anaknya. Sejumlah perlengkapan untuk ritual ini adalah Jadah (tetel) tujuh warna, jadah
merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa
muda dengan ditambahi garam agar rasanya gurih, warna jadah 7 rupa itu yaitu warna merah,
putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu. Makna yang terkandung dalam jadah ini
merupakan simbol kehidupan yang akan dilalui oleh si anak, mulai dia menapakkan kakinya
pertama kali di bumi ini sampai dia dewasa, sedangkan warna-warna tersebut merupakan
gambaran dalam kehidupan si anak akan menghapai banyak pilihan dan rintangan yang harus
dilaluinya. jadah 7 warna disusun mulai dari warna yang gelap ke terang, hal ini
menggambarkan bahwa masalah yang dihadapi si anak mulai dari yang berat sampai yang
ringan, maksudnya seberat apapun masalahnya pasti ada titik terangnya yang disitu terdapat
penyelesaiannya.
Tumpeng dengan perlengkapannya, tumpeng merupakan nasi yang dibentuk seperti
kerucut yang disajikan dengan urap sayur (hidangan yang terbuat dari sayur kacang panjang,
kangkung dan kecampah yang diberi bumbu kelapa yang telah dikukus atau disangrai) dan
ingkung ayam. Tumpeng melambangkan permohan orang tua kepada sang Maha Pencipta aga

si anak kelak menjadi anak yang berguna, sayur kacang panjang bermakna simbol umur agar
si anak berumur panjang, sayur kangkung bermakna dimanapun si anak hidup dia mampu
tumbuh dan berkembang, sayur kecambah merupakan simbol kesuburan dan ayam
mengartikan kelak si anak dapat hidup mandiri.
Kurungan ayam yang dihiasi janur dan kertas warna-warni, kurungan ayam ini isinya
bukan ayam tapi anak manusia. kurungan ayam yang dihiasi mempunyai makna di dunia
nyata si anak akan di hadapkan dengan berbagai macam pilihan pekerjaan.
Tangga yang terbuat dari tebu jenis arjuna, menyiratkan harapan agar si anak mampu
berjuang layaknya Arjuna yang terkenal dengan tanggung jawabnya dan sifat perjuangannya.
Dalam adat Jawa tebu kependekan dari antebing kalbu yang bermakna agar si anak
dalam menjalni kehidupan ini dengan tejad yang kuat dan hati yang mantap.
Prosesi Tedak Siten di awali dengan membimbing anak menapaki jadah 7 warna yang telah
disusun berdasarkan warn gelap ke terang. kemudian si anak diarahkan untuk menaiki tangga
yang terbuat dari tebu arjuna, selanjutnya si anak di masukkan kedalam kurungan ayam yang
telah dihiasi dan didalamnya terdapat cincin, alat tulis, kapas dan lain sebagainya, mungkin
tergantung dengan perkembangan zaman kalau zaman sekarang ini bisa di masukkan barangbarang IT (HP,notenbook,PDA atau lainnya). kemudian si anak di suruh mengambi salah satu
dari barang tersebut, barang yang dipilih si anak merupakan gambaran dari kegemaran dan
juga pekerjaan yang diminatinya kelak setelah dewasa.
Prosesi selanjutnya yaitu sebar beras kuning yang telah dicampur dengan uang logam
untuk di perebutkan, prosesi ini menggambarkan agar si abak kelak menjadi anak yang
dermawan dalam lingkungannya. Prosesi terakhir yaitu si anak dimandikan dengan bunga
setaman lalu mengenakan mengenakan baju yang baru. tujuannya yaitu agar si anak tetap
sehat, membawa nama harum bagi keluarga, punya kehidupan yang layak, makmur dan
berguna bagi lingkungannya.
Dalam acara tedak siten sesaji yang biasa digunakan antara lain kembang boreh, bubur
baro-baro, macam-maca bumbu dapur dan kinangan (bahan menginang). bubur baro-baro
adalah bubur yang terbuat dari bekatul, sesaji ini ditujukan untuk kakek nini among
(plasenta/ari-ari). sedangkan kembang boreh, macam-macam bumbu dapur dan kinangan,
sesaji ini ditujukan untuk nenek moyang.
Selain sesaji juga ada pelengkap pedukung yaitu bubur merah, bubur putih bubur merah
putih (sengkolo) yang melambangkan darah (=bubur merah) dan air mani (=bubur putih),
kemudian ada juga jajanan pasar (jongkong,centil,grontol jagung,lopis,gatot dan tiwul) yang
melambangkan dalam berkehidupan kita akan banyak berinteraksi dengan banyak orang
dengan berbagai macam karakter sehingga si anak dapat mudah bersosialisasi dengan
masyarakatnya. kamudian juga terdapat aneka pala pandem (aneka umbi-umbian) yang
mempunyai makna agar si anak mempunyai sifat adap asor atau tidak sombong.
Setelah semua perlengkapan siap, maka ritual ini pun dimulai. Si anak dimandikan
dengan air kembang setaman. Setelah memakai pakaian baru, sang anak dibimbing ibunya
menginjak jadah (semacam nasi ketan tumbuk) 7 warna. Untuk selanjutnya sang anak
dibimbing menaiki tangga yang dibuat dari tebu wulung berwarna ungu. Sang anak kemudian
dimasukkan kedalam kurungan ayam berhias janur kuning dan hiasan lainnya. Dalam
kurungan tersebut terdapat beberapa benda yang harus dipilih sang anak. Acara tersebut
merupakan tradisi Jawa yang disebut Tedak Siten, peringatan di mana seorang anak mulai
dilatih berjalan dengan menapakkan kedua kakinya di bumi.
Posisi beberapa bintang mempunyai pengaruh terhadap kelahiran seorang bayi.
Perhitungan tahun matahari dibuat berdasarkan lamanya waktu bumi beredar mengelilingi
matahari dengan masa 1 tahun. Tahun berdasar pengaruh matahari tersebut dirinci dalam
bulan, minggu dan hari, dimana harinya berjumlah tujuh. Perhitungan kalender berdasar
bulan dihitung berdasarkan lamanya waktu bulan mengelingi bumi yaitu 1 bulan. Satu tahun

dalam kalender bulan ada 12 bulan dan tiap bulan dirinci menjadi pasar, pekan dan hari
dimana 1 pasar ada 5 hari. Peringatan yang mendasarkan kombinasi posisi matahari dan
bulan akan berulang setiap 7 x 5 hari.
Leluhur kita telah mengetahui bahwa posisi matahari dan bulan mempunyai pengaruh
terhadap bumi. Seorang anak yang lahir pada weton, kelahiran tertentu mempunyai potensi
tertentu. Dan weton, hari kelahiran yang berulang setiap 35 hari tersebut perlu dihormati.
Bagi orang dewasa pada hari weton tersebut dibiasakan mengendalikan diri dengan cara
puasa yang disebut puasa apit weton, yang dimulai sehari sebelum dan berakhir sehari
sesudah weton. Puasa pada bulan purnama juga dilakukan karena pengaruh bulan purnama
terhadap bumi dan diri manusia cukup besar. Demikian pula pada waktu gerhana, formasi
matahari dan bulan akan mempunyai pengaruh khusus terhadap bumi dan manusia.
Sekedar catatan, pada tahun 1855, karena penanggalan bulan dianggap tidak memadai
sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka kalender berdasarkan rasi bintang
yang berpengaruh pada musim tanam yang disebut sebagai Pranata Mangsa, dikodifikasikan
oleh Mangkunegara IV dan digunakan secara resmi. Contohnya adalah rasi bintang Waluku
(Orion) sebagai tanda musim tanam. Sebenarnya Pranata Mangsa ini adalah pembagian bulan
yang asli Jawa dan sudah digunakan pada jaman pra-Sultan Agung. Oleh Sri Paduka
Mangkunagara IV tanggalnya disesuaikan dengan penanggalan tarikh Kalender Gregorian
yang merupakan kalender matahari.
Kembali ke Tedak Siten, manusia mempunyai beberapa tahap perkembangan diri.
Pertama, tahap bayi yang sangat tergantung terhadap ibu dan orang lain, bisanya hanya
meminta. Tahap kedua adalah anak muda yang mandiri, bisa melakukan sendiri. Tahap ketiga
adalah seorang yang dewasa, yang sudah sadar walau mandiri tetapi tidak egoistis dan
menyadari bahwa seseorang mempunyai saling ketergantungan dengan orang lain, tidak bisa
hidup sendiri. Awal dari tahap kedua dimulai, ketika seorang anak mulai belajar berjalan,
sehingga apabila menginginkan sesuatu seorang anak sudah dapat mengambil sendiri tanpa
minta pertolongan orang lain. Pada waktu berjalan, kedua kaki sang anak menapak langsung
dengan bumi, tidak lagi dalam gendhongan seorang ibu. Kita hidup-mati berada di bumi,
makan minum, rumah, kendaraan semua berasal dari bumi, maka kita perlu menghormati
bumi.
Bayi lahir dengan naluri awal, naluri dasar, untuk makan. Apa saja yang dipegangnya akan
dimasukkan mulut. Berlainan dengan kesadaran seorang anak manusia yang terus
berkembang, kesadaran hewan tidak berkembang, yang ada dibenaknya hanya makan. Babi
yang diberikan makanan basi dan permata, jelas memilih makanan yang basi. Wajarlah
seorang Gusti Yesus bersabda, Jangan berikan permata kepada babi-babi! Pada waktu seorang
anak berusia 735 hari, 245 hari, kira-kira 8 bulan, insting-naluri bawaan genetiknya masih
ada, tetapi dalam perkembangan diri selanjutnya, insting bawaan akan terdorong ke dalam
bawah sadar, tertutup oleh kegiatan-kegiatan baru. Pada saat anak berusia sekitar 8 bulan
tersebut, potensi anak dapat diketahui. Di Tibet pada saat usia anak yang lebih tua, kepada
beberapa anak yang diperkirakan menjadi reinkarnasi dari seorang Dalai Lama, akan
diberikan beberapa benda yang merupakan milik Dalai Lama yang telah meninggal
sebelumnya.
Mereka yang dapat memilih dengan tepat, berdasar naluri, instingnya yang terbawa dari
kehidupan lalu akan dipilih sebagai Dalai Lama yang baru. Konon, Tiga Orang Suci dari
Timur datang ke Timur Tengah setelah melihat posisi rasi bintang dan untuk memverifikasi
apakah yang anak yang lahir betul seorang Masiha dengan cara yang hampir sama. Bagi yang
percaya, seseorang yang mati dan masih punya keterikatan dengan keduniawian, jiwanya
masih akan meneruskan evolusi yang belum diselesaikan dalam kehidupannya. Dia akan lahir
lagi mendapatkan orang tua, lingkungan yang menunjang evolusi jiwanya. Pemilihan
beberapa benda dalam Tedak Siten seperti buku tulis, dompet, perhiasan, gunting, kitab

sastra, ataupun alat bela diri, selaras dengan pengetahuan itu. Potensi anak akan nampak
dengan jelas, sehingga orang tua paham bagaimana meningkatkan potensi anak sebaikbaiknya.
Pada dasarnya kita hidup di dunia, terkurung, terbelenggu oleh dunia. Dalam Tedak
Siten, dapat dilihat anak yang sebenarnya tidak senang dimasukkan ke dalam kurungan dan
menangis minta pertolongan pada ibunya. Manusia yang sadar pun ingin kembali kepada
Bunda Ilahi. Bagi penganut spiritual, baik harta, tahta ataupun ilmu pengetahuan adalah
modal awal untuk membebaskan diri dari belenggu dunia. Seorang Guru datang untuk
membebaskan diri manusia dari kurungan. Tetapi yang diharapkan manusia adalah Guru yang
memberikan pengetahuan untuk hidup sukses dalam kurungan. Diri yang lepas dari kurungan
dunia tidak berarti melarikan diri dari dunia, hanya tidak terikat dengan dunia. Hidup sematamata hanya berupa persembahan, ibadah. Sepi dari Pamrih, keinginan dunia dan Rame ing
Gawe, tetap berkarya sepanjang hidupnya.
Tentu saja ada makna dalam mandi kembang setaman dan menginjak jadah 7 warna,
demikian pula dengan upacara yang dilakukan di alam terbuka dan lain sebagainya. Terima
kasih para leluhur.
KESIMPULAN
Dari uraian dalam pembahsan dapat disimpulkan bahwa Tedak siten adalah
suatuupacara dalam tradisi budaya Jawa yang dilakukan ketika anak pertama belajar jalan dan
dilaksanakan pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tahapan dalam upacara tedak siten
antara lain adalah:
1.
Membersihkan kaki
2.
Injak tanah
3.
Berjalan melewati tujuh wadah
4.
Tangga tebu wulung
5.
Kurungan
6.
Memberikan uang
7.
Melepas ayam
Secara keseluruhan, upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirianpada anak.

TRADISI Tedhak Siten atau orang jawa menyebut tradisi ( mudun lemah ) turun tanah.
Tedak siten (dari kata Jawa= tedak = cedhak ( men-dekat ). Siten = siti = lemah (jawa = tanah
) .Ketika anak menginjak 8 bulan ( pitung lapan ), tradisi ini tidak hanya di Jawa, didaerah
lain di Indonesia juga ada tradisi seperti ini. tradisi turun tanah menjadi symbol bagi kalangan
masyarakat jawa mengisyratakan dalam usia tersebut seorang anak sudah saatnya untuk
kembali ketanah. Menginjakan kakinya ke tanah sebagai upaya pendekatan kepada dirinya
sendiri yang berunsurkan tanah. Dan sekaligus merupakan usia anak untuk melatih dirinya
untuk berjalan di tanah yang pertama kali.
Rangkaian tradsisi ini memiliki keunikan dan makna tersendiri bagi masyarakat jawa.
Bahkan ada pesan moral yang ingin disampaikan, salah satunya yakni sang bayi disuruh
memilih beberapa pilihan dari buku, kitab, sisir, pulpen dll. Dan pilihan pertama itulah yang
akan menentukan pilihan terakhir yang memiliki urutan atau tahapan masing-masing.
Beberapa perlengkapan prosesi disebut Uba Rampen
Uba rampen yang diperlukan dalam upacara Tedhak Siten ini yaitu, Banyu gege (air yang
disimpan dlm tempayan/bokor selama satu malam & pagi harinya dihangatkan dengan sinar
matahari), ayam panggang, pisang raja (melambangkan harapan agar si anak di masa depan
bisa hidup sejahtera dan mulia, Juadah (jadah) warna warni (7 warna: putih, merah, hijau,
kuning, biru, cokelat, merah muda/ungu), tangga yang terbuat dari tebu ireng (tebu arjuna),
kurungan (biasanya berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan barang/benda
(misalnya: alat tulis, mainan dalam berbagai bentuk dan jenis) sebagai lambang/tanda untuk
masa depan anak, Benang lawe, dan udhek-udhek (yang terdiri berbagai jenis biji-bijian,
uang logam, & beras kuning).
Prosesinya :
pertama, memandikan bayi. Bahwa bayi dalam keadaan suci seperti pertma kali ia terlahir
dalam keadaan fitrah dan kelak ketika meninggalkan dunia ini sang anak juga diharapkan
kembali kedalam fitrahnya.
Kedua, menginjak bubur atau orang jawa menyebut bubur tersebut dengan nama bubur chetil
yakni bubur merah manis dengan bulatan dari tepung beras (bulatan itulah yang disebut
chetil). Memiliki makna bahwa bayi akan menjadi kuat dan kokoh untuk menapaki
kehidupannya
Ketiga, menyebar uang orang jawa menyebutnya udhek-udhek duit yang berisi beras kuning
dan bunga artinya menyebar yakni melemparkannya yang disana banyak orang yang
berkumpul untuk mengambil uangnya sebagai hak miliknya. Menunjukan bahwa sang anak
diharapkan kelak menjadi orang yang dermawan dan dikaruniai banyak rizki dan saling
berbagi kepada siapa saja yang membutuhkan.
Keempat, memilih barang, ada beberapa pilihan disinilah kelak anak akan menapaki
kehidupannya dalam memilih profesi dan berantai dalam memilihnya.
Tradisi ini digelar sebagai bentuk harapan dan doa agar anak mampu menjadi orang yang
berguana bagi agama, Negara dan masyarakat. Sebagai sebuah symbol atas karunia yang
diberikan kepada keluarga. Didalamnya mengisyaratkan berbagai macam benda seperti
berdoa, makanan, uang, barang, bunga dll. Ini menunjukan hubungan tiga dimensi antara
manusia, tuhan dan alam. Dan kesemuanya berjalan dengan harmonis.

Anda mungkin juga menyukai