Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN WAWANCARA

SENI DAN KEBUDAYAAN JAWA


(TEDHAK SITEN)
Tugas mata kuliah Apresiasi Seni dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Winarto, S.Sn.,S.Pd.,M.Sn.

Disusun Oleh :
Nama : Novia Sri Kusuma A.
NPM : 18540011
Kelas/SMT : PGSD 01/IV

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

SURAKARTA

2020
Bab 1

Pendahuluan
 

1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai
macam suku bangsa, bahasa dan adat istiadat yang sering kita sebut dengan kebudayaan.

Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia
merupakan negara yang kaya akan budaya.

Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat bernilai karena selain merupakan ciri
khas dari suatu daerah juga menjadi lambang dari kepribadian suatu daerah juga menjadi
lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. Karena kebudayaan merupakan kekayaan
serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan melestarikan  budaya merupakan
kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus
dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.

Di makalah ini saya akan membahas upacara tedhak siten. Yang akan memberikan contoh
kepada kita bahwa budaya di indonesia terutama di daerah Jawa. Tedhak Siten dilakukan
mempunnyai tujuan yaitu anak bayi yang baru bisa berjalan di atas tanah bumi ini, untuk bisa
tumbuh dan sukses sebagai anak yang mandiri dan berbakat untuk masa depannya.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Thedak Siten ?


2. Peralatan apa sajakah yang diperlukan dalam prosesi Thedak Siten ?
3. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam prosesi Thedak Siten ?

 
Bab 2
Pembahasan

Thedak Siten adalah upacara adat jawa menginjak tanah untuk bayi yang memasuki usia
delapan bulan atau pitung lapan. Menurut kalender jawa, selapan terdiri dari 35 hari sehingga
pitung lapan  berarti 245 hari atau 8 bulan.

Dalam upacara Thedak Siten ini, bayi usia tujuh lapan menjalani ritual menapakkan kaki ke
tanah atau bumi untuk yang pertama kalinya. Upacara Thedak Siten juga menggambarkan
kesiapan seorang (bayi) untuk menghadapi kehidupannya.

Selain itu juga diiringi oleh doa-doa dari orang tua dan sesepuh sebagai pengharapan agar
kelas si anak bisa sukses daslam menjalani kehidupannya.

Thedak Siten sendiri berasal dari kata-kata “Thedak” yang berarti turun dan “Siten” yang
berarti tanah atau bumi. Ritual sekaligus sebagai bentuk pengharapan orang tua agar si anak
siap menapaki kehidupan.

Rangkaian tradisi ini memiliki keunikan dan makna tersendiri bagi masyarakat jawa. Bahkan
ada pesan moral yang ingin disampaikan, Salah satunya yakni sang bayi disuruh memilih
beberapa pilihan dari buku, kitab,sisir,pulpen,dll. Dan pilihan pertama itulah yang akan
menentukkan pilihan terakhir yang memiliki urutan atau tahapan masing-masing. Beberapa
perlengkapan prosesi disebut Uba Rampen.

Peralatan/Uba Rampen yang diperlukan dalam upacara Thedak Siten ini yaitu:

1. Banyu Kembang Setaman atau (air yang disimpan dalam tempayan atau bokor selama
satu malam atau pagi harinya dihangatkan dengan sinar matahari), melambangkan harapan
agar si anak di masa depan bisa hidup sejahtera dan mulia. 
2. Juadah (jadah) warna warni ( 7 warna : merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan
ungu). Makanan ini terbuat dari beras ketan dicampur parutan kelapa muda dan ditumbuk
hingga bercampur menjadi satu dan bisa diiris. Beras ketan tersebut diberi pewarna merah,
putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu. Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi anak,
sedangkan warna-warni yang diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si
bayi kelak. Penyusunan jadah ini dimulai dari warna hitam hingga ke putih, sebagai simbol
bahwa masalah yang berat nantinya ada jalan keluar / titik terang.
3. Tangga yang terbuat tebu ireng (tebu arjuna), melambangkan harapan agar si bayi
memiliki sifat kesatria si Arjuna (tokoh pewayangan yang dikenal bertanggung jawab dan
tangguh). Dalam bahasa jawa ‘tebu’ merupakan kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang
bermakna kemantaban hati.
4. Kurungan ayam (biasanya berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan
barang / benda) serta dihias dengan kertas berwara – warni. prosesi ini menyimbolkan kelak
anak akan dihadapkan pada beragai macam jenis pekerjaan. Bayi dibiarkan mengambil salah
satu dari barang tersebut. Barang yang dipilihnya merupakan gambaran hobi dan masa
depannya kelak.
5. Beras kuning (yang terdiri uang logan dan beras yang dicampur parutan kunir) yang
telah dicampur dengan uang logam untuk diperebutkan oleh undangan anak – anak. Ritual ini
dimaksudkan agar anak memiliki sifat dermawan.
6. 7 baju baru berbeda warna, baju ini dipakai secara bergantian. Prosesi pemakaian baju
baru inipun dengan menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju ke-7 yang akan dia pakai.
Hal ini menyimbolkan pengharapan agar bayi selalu sehat, membawa nama harum bagi
keluarga, hidup layak, makmur dan berguna bagi lingkungannya.

Langkah – langkah yang dilakukan dalam prosesi Tedhak Siten :

Pertama, memandikan bayi. Bahwa bayi dalam keadaan suci seperti pertama kali ia terlahir
dalam keadaan fitrah dan kelak ketika meninggalkan dunia ini sang anak juga diharapkan
kembali ke dalam fitrahnya.

Kedua, menginjak Juadah (jadah) warna warni ( 7 warna : merah, putih, hitam, kuning, biru,
jingga dan ungu). Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi anak, sedangkan warna-warni
yang diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si bayi kelak.
Ketiga, naik tangga. Tangga tradisional yang dibuat dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan dihiasi
kertas warna-warni. Ritual ini melambangkan harapan agar si bayi memiliki sifat kesatria si
Arjuna (tokoh pewayangan yang dikenal bertanggungjawab dan tangguh).

Keempat,  memilih barang, ada beberapa pilihan disinilah kelak anak akan menapaki
kehidupannya dalam memilih profesi dan berantai dalam memilihnya.

Kelima, menyebar uang orang jawa menyebutnya udhek-udhek duit yang berisi berat kuning
dan bunga artinya menyebar yakni melemparkannya yang disana banyak yang berkumpul
untuk mengambil uangnya sebagai hak miliknya. Menunjukkan bahwa sang anak diharapkan
kelak menjadi orang yang dermawan yang dikaruniai banyak rezeki dan saling berbagi
kepada siapa saja yang membutuhkan.

Keenam, pemakaian baju baru inipun dengan menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju
ke-7 yang akan dia pakai. Hal ini menyimbolkan pengharapan agar bayi selalu sehat,
membawa nama harum bagi keluarga, hidup layak, makmur dan berguna bagi lingkungannya.

Dalam tradisi ini mengisyaratkan berbagai macam benda seperti berdoa, makanan, uang,
barang, bunga dan lain-lain. Ini menunjukkan hubungan tiga dimensi antara manusia, tuhan
dan alam. Dan kesemuanya berjalan dengan harmonis.

Bab 3
Kesimpulan

Suku Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, Mulai dari adat istiadat
sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Salah satunya adalah budaya Tidhak Siten
yang biasaya dilakukan waktu anak berumur 7 bulan dan pertama kali turun tanah.dengan
tujuan-tujuan yang bernilai sangat spiritualis dan penuh dengan harapan tinggi Semua itu
membuktikan bahwa suku Jawa khususnya merupakan suku yang menjunjung masa depan
bangsa. Dan ternyata dalam jawa terdapat upacara khusus bagi anak  pertama kali turun
tanah. Hal ini merupakan adat atau kebiasaan masyarakat jawa asli yang kental dengan
spiritual suku jawa.Sehingga dari itu hal ini merupakan budaya yang unik dan menarik yang
harus kita banggakan dan kita jaga.
Lampiran
Daftar Pustaka 

1. Nanang ajim. mikirbae.com / / http://www.mikirbae.com/2015/03/upacara-turun-


tanah-dan-tradisi-ngayah.html

2. Frisian Flag (1922). Ibu & Balita


(online) / / https://www.ibudanbalita.com/artikel/upacara-injak-tanah-tedak-siten

Anda mungkin juga menyukai