Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A; Latar Belakang

Peran budaya daerah sangat mempengaruhi budaya bangsa karena budaya daerah
menjadi modal utama untuk mempertahankan jati diri/ identitas bangsa dari rongrongan
budaya barat yang belum tentu cocok dengan kebudayaan di Indonesia. Budaya daerah/
harus terus kita lestarikan dan kita pertahankan. Karena Dengan melestarikan budaya
leluhur , diharapkan dapat menjadi landasan untuk lebih mencintai budaya sendiri, di era
Bangsa Indonesia yang semakin maju. Dengan melestarikan budaya daerah kita bisa
menjaga budaya bangsa dari pengaruh budaya asing, dan menjaga agar budaya kita tidak
diakui oleh Negara lain.
Di dalam kebudayaan Jawa juga mengenal upacara-upacara kehidupan, yaitu
mulai dari upacara masa hamil, upacara kelahiran, upacara perkawinan, hingga upacara
kematian yang harus dilaksanakan. Pelaksanaan upacara-upacara tersebut bagi
masyarakat Jawa pada dasarnya untuk memenuhi krenteg dan karep (niat dan kehendak).
Salah satu upacara yang di lakukan oleh masyarakat Jawa ketika memasuki babak baru
dalam tingkat kehidupannya adalah upacara yang berkenaan dengan kelahiran seorang
anak.
Sayangnya sekarang ini banyak sekali kebudayaan-kebudayaan daerah yang
hampir punah dan jarang dilakukan lagi oleh masyarakat. Dari sinilah maka akan dibahas
budaya daerah di Jawa Tengah khususnya upacara Tedhak Sinten di desa Karang Tengah
Sirampog Brebes. Karena budaya daerah tersebut memiliki nilai-nilai edukasi tersendiri
sehingga budaya daerah tersebut mampu menjadi cermin masyarakat daerah itu sendiri.
Dan dari sinilah juga akan diharapkan bahwa kebudayaan daerah seperti tedhak siten
mampu dilestarikan oleh masyarakat.
B; Rumusan Masalah
1; Apa pengertian tradisi upacara tedhak siten (dun-dunan)?
2; Bagaimana prosesi pelaksanaan upacara tedhak siten (dun-dunan)?
3; Apa tujuan tedhak siten (dun-dunan)?

BAB II
PEMBAHASAN
A; Landasan Teori
1; Tradisi

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, pengertian tradisi


yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu
negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari
tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.Tradisi
(Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan,
waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali)
lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.1
2;

Tedhak Siten
a; Pengertian Tedhak Siten
Tedhak siten berasal dari kata tedhak yaitu turun, dan siten (siti) yang
berarti tanah.2 Jadi selamatan atau upacara tedhak siten merupakan selamatan
ketika bayi menginjakkan kakinya ke tanah untuk pertama kali. Upacara tedhak
siten ini biasanya dilakukan ketika bayi sudah berusia tujuh bulan (sekitar 245
hari).3
Upacara Tedhak Siten adalah suatu acara memperkenalkan anak untuk
pertama kalinya pada bumi atau tanah dengan maksud anak tersebut mampu berdiri
sendiri dalam menempuh kehidupannya kelak. Bagi masyarakat Jawa upacara ini
merupakan wujud pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar kelak siap
dan sukses dalam menapaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan
dengan bimbingan orang tuanya (Bratawijaya : 1997). Selain itu upacara ini juga
sebagai bentuk penghormatan terhadap bumi sebagai tempat berpijak sekaligus

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi diakses pada tanggal 1 Juni 2016 pukul 23.34 WIB


2 Martha Tilaar, Kecantikan Perempuan Timur, (Magelang :Indonesia Tera, 2008), hlm 81
3 R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2009), hlm 85
2

yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia. Di katakan bahwa
manusia hidup dan mati berada di bumi, makan minum, rumah, kendaraan semua
berasal dari bumi, maka manusia perlu menghormatinya. Sebab dengan cara seperti
ini maka manusia akan mendapatkan keselarasan terhadap alam, karena dalam
konsep masyarakat Jawa manusia menemukan hidupnya tergantung dari alam dan
apabila hidupnya selaras akan memperoleh kebaikan (Salamun dkk, 200). Jadi
dapat dikatakan bahwa upacara Tedhak Siten merupakan peringatan bagi manusia
akan pentingnya hidup diatas bumi yang mempunyai hubungan yakni, hubungan
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan
hubungan manusia dengan lingkungannya.
b;

Prosesi Upacara Tedhak Siten


Dalam upacara tedhak siten digunakan makanan tujuh jadah dalam tujuh
warna yaitu putih, merah, kuning, biru, hijau, hitam dan cokelat yang mengandung
perlambangan hari-hari yang dilalui hidup seseorang dengan berbagai warna atau
perbedaan situasi dan keadaan.kaki anak harus menginjakkan tujuh jadah tersebut
baru kemudian menaiki tangga yang terbuat dari tebu pilihan (tebu wulung atau
tebu arjuna) sampai keanak tangga yang paling atas. Tebu wulung melambangkan
tingkat kehidupan dan mengundang makanan agar anak kelak dimasa depan
mengalami tingkat-tingkat hidup yang lebih baik serta berpegang pada sifat
kesatria yang luhur seperti tokoh arjuna. Jenis mainan yang dipilih oleh si anak
melambangkan profesi atau pekerjaan yang akan ditempuh dimasa mendatang
ketika telah dewasa. Makanan lain yang disajikan dalam upacara tedhak sten
adalah nasi gudangan, tumpeng robyong, tumpeng gundul, jenang sundhul langit,
jenang merah putih, jenang baro-baro, pisang raja, pisang pulut satu sisir, pala
gumantung (buah-buahan yang menggantung seperti jambu, belimbing), pela
kependhem (buah yang terpendam di dalam tanah seperti singkong, kacang,
bengkuang, gembili, uwi), jajanan pasar. Jenang sundhul langit adalah bubur yang
terbuat dari beras, santan, garam. Jenang sundhul langit terbentuk dari tiga kata
yaitu kata jenang yang berarti bubur, kata bubur yang berarti yang berarti
menyentuh atau mencapai, dan kata langit yang berarti langit atau angkasa.
Jenang sundhul langit berarti bubur yang menyentuh langit. Dengan kata lain,
jenang sundhul langit adalah bubur yang diletakkan di tempat yang tinggi. Jenang
sundhul langit sebagai perlengkapan sesaji melambangkan cita-cita anak hendaklah
setinggi langit. Anak diharapkan mempunyai cita-cita yang luhur dan diharapkan
dapat meraih cita-citanya. Selain itu diharapkan anak dapat menjunjung tinggi
harkat dan martabat keluarga terutama orang tuanya. 4

4 Murdijati Gardjito dan Lilly T.Erwin, Serba-Serbi Tumpeng: Tumpeng dalam Kehidupan Masyarakat Jawa,
3

Prosesi tedhak siten yaitu sebagai berikut:


a; Pertama orang tua memegangi bayinya untk menginjak jadah dan tetel.
b; Kemuian bayi dinaikkan ke tangga yang terbuat dari tebu arjuna.
c; Bayi lalu dimasukkan ke dalam kurungan.
d; Bokor berisi padi, mata uang dan kapas ditaruh dekat anak. Biarkan memilih
e;
f;
g;
h;

benda yang ia sukai.


Sediakan undhik-undhik (beras kunng dan sejumlah mata uang). Undhikundhik tersebut kemudian disebar untuk diperebutkan oleh para penonton.
Setelah itu dilanjutkan dengan memandikan bayi dengan kembang setaman.
Kemudian bayi didandani dan memakai perhiasan (kalung, cincin, gelang, dan
sebagainya), lalu bayi didudukkan di atas pasir.
Dekatkan kembai bokor berisi beras kuning, mata uang dan dan perhiasan
pada bayi dengan cara menaburkan beras kuning dan memanggilnya kur, kur,
kur (seolah olah memanggil ayam untuk diberi makan), dan seterusnya.
Stelah mendekat maka biarkanlah bayi memilih benda atau barang
kesukaannya.5

c; Tujuan Pelaksanaan Upacara Tedhak Siten

Setiap hal yng masyarakat lakukan pada dasarnya pasti memiliki tujuan
tertentu. Seperti halnya tradisi upacara-upacara kelahiran khususnya upacara
tedhak siten. Bagi para leluhur, adat budaya ini dilaksanakan sebagai
penghormatan kepada bumi tempat si kecil mulai belajar menginjakkan kakinya
ke tanah dalam istilah jawa disebut tedhak siten. Selain itu juga diiringi oleh doadoa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak si kecil bisa
sukses dalam menjalani kehidupannya.

BAB III
KONDISI LAPANGAN

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 69


5 R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2009), hlm 89

Tradisi khas daerah (tedhak siten) di desa Karang Tengah Sirampog Brebes
masih tetap dilestarikan. Tedhak siten biasanya disebut dengan dun-dunan dan ada jga
yang menyebutnya titah karena bayi tersebut dititah-titahkan atau dituntun berjalan
dengan menginjak bumi ini. Namun karena faktor modernisasi di zaman sekarang,
tradisi upacara tedhak siten ini semakin berkurang baik dari hal prosesi maupun hal
lainnya.

Tidak semua lapisan masyarakat mengadakan upacara tersebut lantaran

ekonomi yang tidak mencukupi untuk melaksanakan adat tersebut serta ibu-ibu muda
yang semakin hilangnya rasa nasionalisme terhadap tradisi masyarakatnya sendiri
sehingga tidak melaksanaan upacara tedhak siten. Bahkan ada juga sebagian kecil
masyarakat khususnya kaum muda yang tidak mengenal tradisi tersebut. dari pemaran
di atas bukan berarti tradisi tersebut hilang, namun masih ada sebagian lapisan
masyarkat yang masih mempercayai dan melaksanakan upacara tedhak siten.
Kebanyakan masyarakat sana melaksanakan upacara tersebut dengan cara yang
sederhana karena selain hanya untuk menggugurkan kewajiban juga karena tidak
mempunyai modal yang cukup untuk melaksanakannya.
Tedhak Siten atau dun-dunan adalah suatu upacara dalam tradisi budaya Jawa
yang dilakukan ketika anak pertama belajar jalan dan dilaksanakan pada usia yang
berkisar tujuh bulan. Tedhak Siten atu dun-dunan adalah turun (ke) tanah atau
mudhun lemah. Lengkapnya, tradisi ini diperuntukkan bagi bayi berusaia 7 bulan.
Upacara tedhak siten ini dirayakan pada hari weton ke tujuh, dihitung sejak hari
kelahiran si anak. Weton ialah perpaduan nama hari biasa (Senin, Selasa, Rabu,
Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu) dengan nama hari adat Jawa (Pon, Kliwon, Wage,
Legi dan Pahing). Siklus perpaduan ini akan memakan waktu 35 hari, pada hari yang
ke-35 inilah akan bertemu hari yang sama pada hari pertama yang dimaksud dan
inilah yang disebut dengan weton pertama. Dengan demikian, weton ke tujuhnya ialah
35 kali 7 yaitu pada hari ke-245. Pada usia tujuh bulan itu, si anak mulai menapakkan
kakinya pertama kali di tanah, untuk belajar duduk dan belajar berjalan. Ritual ini
menggambarkan kesiapan seorang anak (bayi) untuk menghadapi kehidupannya.
Biasanya diselenggarakan pada pagi hari, di halaman rumah. Selain itu, sajen tidak
boleh dilupakan, melambangkan permintaan dan doa kepada Tuhan untuk memohon
berkat dan perlindungan, berkat dari nenek moyang, memberantas kejahatan dari
perbuatan buruk manusia dan semangat.

Dalam prosesi pelaksanaan tedhak setan atau dun-dunan di desa Karang


Tengah Sirampog Brebes ada yang sederhana dan ada juga yang seperti ritual-ritual
yang semestinya. Biasanya perlengakapan yang disiapkan yaitu seperti kurungan,
makanan seperti tumpeng dan bubur cadil, cermin, daun salam, tasbih, buku, alat tulis,
iqra dan lain lain. Bubur cadil tersebut nantinya akan dibagikan kepada masyarakat
sekitar sebagai bentuk syukuran dan juga bukti pelaksanaan upacara tedhak siten.
Berikut adalah rangkaian upacara tedhak siten atu dun-dunan:
1; Si anak digendong oleh dukun bayi sambil di doakan supaya anak selamat dari

segala malapetaka.
2; Kemudian si anak dimasukkan ke dalam kurungan yang telah disiapkan, dengan
beberapa benda yang harus diambilnya, antara lain: tasbih, buku, alat tulis, iqra,
dan cermin.
3; Bayi mengambil salah satu barang tersebut.
4; Setelah mengambil salah satu barang, bayi di keluarkan dari kurungan.
5; Kemudian dilanjutkan prosesi menyebar beras kuning beserta uang logam yang
6;
7;
8;

1;
2;
3;
4;
5;
6;
7;
8;

nanti diperebutkan oleh para masyarakat sekitar.


Lalu bayi dimandikan,
Menyiapkan bubur candhil yang juga dibagikan kepada warga sekitar.
Kemudian dilanjut dengan pengajian atau hiburan seperti hadroh maupun
pembacaan barzanji.
Berikut makna dari benda-benda yang disiapkan untuk bayi:
Tasbih: diharapkan agar si bayi kelak akan menjadi orang yang pandai dalam
beragama.
Buku: diharapkan agar si bayi kelak menjadi orang pandai dan suka membaca.
Alat tulis: diharapkan agar si bayi pandai menulis.
Cermin: diharapkan agar si bayi pandai bersolek.
Uang: diharapkan agar si bayi menjadi orang yang kaya.
Iqra: diharapkan agar si bayi pandai mengaji.
Daun salam : diharapkan agar si bayi pandai memasak.
Pembacaan solawat atau penghormatan kepada Nabi Muhammad keluarga dan
sahabat-sabatnya yaitu melambangkan keutuhan hati dan jiwa penyelenggara
upacara .
Tujuan pelaksanaan Tedhak Siten atau dun-dunan yakni sebagai bentuk

pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar si anak kelak siap dan sukses
menapaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan
6

orang tuanya dan sebagai wujud penghormatan terhadap siti (bumi) yang memberi
banyak hal dalam kehidupan manusia. Upacara tedhak sitn mengandung nilai yang
dihidupi oleh orang Jawa. Pertama, melalui upacara tersebut, orang tua
menunjukkan

kasih

sayang

yang

besar

kepada

anak

mereka.

Mereka

mengungkapkan harapan yang hakiki supaya anak tidak mengalami kesulitan di


kemudian hari.

BAB IV
ANALISA LAPANGAN
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kehidupan manusia dipengaruhi oleh
empat unsur. yaitu bumi, api, angin dan air. Setiap unsur dihormati dengan berbagai
macam upacara. Salah satu upacara yang dilaksanakan sebagai penghormatan
7

terhadap bumi disebut tedhak sitn. Upacara ini berkaitan erat dengan keberadaan
bumi atau tanah, tempat manusia berpijak.
Tradisi merupakan suatu yang sudah melekat dalam masyarakat khususnya
masyarakat jawa. Pelaksanaan tradisi di setiap masyarakat memang berbeda, namun
mempunyai tujuan yang sama, yakni seperti halnya pelaksaan upacara tedhak siten.
Hampir disemua kalangan masyarakat Jawa melaksanakan tradisi tersebut dan
mempercayainya sebagai suatu penghormatan pada bumi pertiwi ini. Namun, dalam
pelaksanaannya tidak tentu sama, ada yang melaksanakan dengan ritual yang lengkap
dan ada juga yang ssederhana.
Dari pendapat beberapa responden dapat disimpulkan bahwa upacara tedhak
siten atau dun-dunan adalah upacara yang dilaksanakan ketika bayi berusia 7 bulan
dengan berbagai perlengkapan dan prosesi pelaksanaan di dalamnya. Tujuan
pelaksanaan upacara tersebut yaitu supaya kelak anak dapat menjadi orang sukses dan
di jauhkan dari segala rintangan atau masalah dalam menjalani hidupnya, seta sebagai
penghormatan kepada bumi ini. Namun, diaman sekarang ini banyak kalangan
masyarakat yang mengabaikan tradisi. Mereka mengetahui bahwa adanya tradisi dundunan tapi sebagian mereka tidak melaksanakannya. Hal tersebut menjadi sesuatu
yang sangat memperihatinkan, dan akibatnya banyak kaum pemuda yang tidak
mengenal upacara tedhak siten. Maka dari itu, kita harun tetap mengadakan upacaraupacara tersebut supaya tradisi kita dapat dilestarikan.

BAB IV
PENUTUP
A; Kesimpulan

Tedhak siten berasal dari kata tedhak yaitu turun, dan siten (siti) yang
berarti tanah. Tradisi ini dilaksanakan ketika bayi berusia tujuh bulan. Upacara
8

Tedhak Siten adalah suatu acara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya
pada bumi atau tanah dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri
dalam menempuh kehidupannya kelak.
Prosesi atau pelaksanaan upacara tedhak siten berbeda-beda. Dalam
observasi pelaksanaan upacara dun-dunan di desa Karang Tengah Sirampog
Brebes dilakukan dengan cara yang cukup sederhana yaitu dengan meniapkan
benda-benda tertentu yang dipercayai membpunyai simbol atau makna tertentu
seperti alat tulis, tasbih, cemin dan lain-lain.
Adapun tujuan tradisi upacara tedhak siten ini ialah sebagai wujud
penghormatan terhadap bumi, dan sebagai harapan kelak anak akan menjadi
orang yang sukses.

Anda mungkin juga menyukai