Anda di halaman 1dari 3

THEDAK SITEN

Thedak Siten adalah upacara adat jawa menginjak tanah untuk bayi yang memasuki
usia delapan bulan atau pitung lapan. Menurut kalender jawa, selapan terdiri dari 35 hari
sehingga pitung lapan  berarti 245 hari atau 8 bulan. Dalam upacara Thedak Siten ini, bayi
usia tujuh lapan menjalani ritual menapakkan kaki ke tanah atau bumi untuk yang pertama
kalinya. Upacara Thedak Siten juga menggambarkan kesiapan seorang (bayi) untuk
menghadapi kehidupannya. Selain itu juga diiringi oleh doa-doa dari orang tua dan sesepuh
sebagai pengharapan agar kelas si anak bisa sukses daslam menjalani kehidupannya.

Thedak Siten sendiri berasal dari kata-kata “Thedak” yang berarti turun dan “Siten”
yang berarti tanah atau bumi. Ritual sekaligus sebagai bentuk pengharapan orang tua agar si
anak siap menapaki kehidupan. Rangkaian tradisi ini memiliki keunikan dan makna tersendiri
bagi masyarakat jawa. Bahkan ada pesan moral yang ingin disampaikan, Salah satunya yakni
sang bayi disuruh memilih beberapa pilihan dari buku, kitab,sisir,pulpen,dll. Dan pilihan
pertama itulah yang akan menentukkan pilihan terakhir yang memiliki urutan atau tahapan
masing-masing. Beberapa perlengkapan prosesi disebut Uba Rampen.

Uba Rampen yang diperlukan dalam upacara Thedak Siten ini yaitu:
1. Banyu Gege atau (air yang disimpan dalam tempayan atau bokor selama satu malam atau
pagi harinya dihangatkan dengan sinar matahari), ayam panggang, pisang raja
(melambangkan harapan agar si anak di masa depan bisa hidup sejahtera dan mulia).

Gambar prosesi Thedak Siten

Juadah
(jadah) warna warni ( 7 warna :
putih,merah,hijau,kuning
biru,cokelat,merah mudah/ungu), tangga yang
terbuat tebu ireng (tebu arjuna), kurungan
(biasanya berbentuk seperti kurungan ayam)
yang diisi dengan barang / benda) misalnya = alat tulis, mainan dalam berbagai bentuk
dan jenis sebagai lambang / tanda untuk masa depan anak.

2. Benang lawe dan udhek-udhek (yang terdiri berbagai jenis biji-bijian,uang logan dan
berat kuning).

 Prosesinya:

 Pertama, memandikan bayi. Bahwa bayi dalam keadaan suci seperti pertama kali ia
terlahir dalam keadaan fitrah dan kelak ketika meninggalkan dunia ini sang anak juga
diharapkan kembali ke dalam fitrahnya.
 Kedua, menginjak bubur atau orang jawa menyebut bubur tersebut dengan nama
bubur cetil yakni bubur merah manis dengan bulatan dari tepung beras (bulatan itulah
yang disebut cetil) memiliki makna bahwa bayi akan menjadi kuat dan kokoh yang
menapaki kehidupannya.
 Ketiga, menyebar uang orang jawa menyebutnya udhek-udhek duit yang berisi berat
kuning dan bunga artinya menyebar yakni melemparkannya yang disana banyak yang
berkumpul untuk mengambil uangnya sebagai hak miliknya. Menunjukkan bahwa
sang anak diharapkan kelak menjadi orang yang dermawan yang dikaruniai banyak
rezeki dan saling berbagi kepada siapa saja yang membutuhkan.
  Keempat, memilih barang, ada beberapa pilihan disinilah kelak anak akan menapaki
kehidupannya dalam memilih profesi dan berantai dalam memilihnya.

Dalam tradisi ini mengisyaratkan berbagai macam benda seperti berdoa,


makanan, uang, barang, bunga dan lain-lain. Ini menunjukkan hubungan tiga dimensi
antara manusia, tuhan dan alam. Dan kesemuanya berjalan dengan harmonis.

Kesimpulan

Suku Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, Mulai dari adat
istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Salah satunya adalah budaya
Tidhak Siten yang biasaya dilakukan waktu anak berumur 7 bulan dan pertama kali turun
tanah.dengan tujuan-tujuan yang bernilai sangat spiritualis dan penuh dengan harapan
tinggi Semua itu membuktikan bahwa suku Jawa khususnya merupakan suku yang
menjunjung masa depan bangsa. Dan ternyata dalam jawa terdapat upacara khusus bagi
anak  pertama kali turun tanah. Hal ini merupakan adat atau kebiasaan masyarakat jawa
asli yang kental dengan spiritual suku jawa.Sehingga dari itu hal ini merupakan budaya
yang unik dan menarik yang harus kita banggakan dan kita jaga

Anda mungkin juga menyukai