Anda di halaman 1dari 5

KLIPING

“TEDAK SITEN”

YOSHOVIA BUNGA
19306275
TATA RIAS SM4

AKADEMI KESEJAHTERAAN SOSIAL “AKK” YOGYAKARTA


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
kami telah dapat menyusun kliping tentang “Tedak Siten”.

Penyusunan kliping tentang Tedak Siten ini merupakan kewajiban kami sebagai mahasiswa
untuk memenuhi tugas. Kami memperhatikan materi yang ditugaskan oleh dosen pengampu
mata kuliah ini sebagai isi dari kliping ini.

Kami tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
penyusunan kliping ini, terutama dosen pengampu mata kuliah, dan orang terdekat yang
memberi semangat, dengan bantuan mereka penyusunan kliping ini bisa terselesaikan.

Kami menyadari kliping kami ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan dalam
penyusunan kliping ini tidak lain karena masih sedikitnya sumber daya yang kami miliki.

Maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan kliping ini
serta tugas-tugas penyusunan kliping kami yang selanjutnya.

Yogyakarta, 28 juni 2021

Penyusun
UPACARA TEDAK SITEN

Mengutip Joglo Semar, tedak berarti "melangkah", dan "siten" berasal dari kata siti
yang artinya "tanah atau bumi". Jadi, tedak siten memiliki makna "melangkah di bumi".
Upacara ini menggambarkan kesiapan seorang anak untuk menghadapi kehidupan yang
sukses di masa depan, dengan berkah Tuhan dan bimbingan dari orang tua, sejak masa
kecilnya. Upacara tedak siten dilakukan ketika seorang anak perempuan atau laki-laki berusia
7 lapan karena 1 lapan sama dengan 35 hari, jadi umur anak saat mengadakan tedak siten
berusia 245 hari (7 x 35 = 245 hari). Hal ini karena pada usia ini, perkembangan anak sudah
berada pada tahap berdiri, dan di momen ini kaki anak sudah bisa menginjak tanah.
Perlu diketahui juga bahwa ada lima hari Pasaran (pasar) dalam satu Selapan: Legi,
Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Oleh karena itu, setiap hari diberi nama berbeda dalam satu
periode Selapan. Satu periode dari Minggu Legi hingga Sabtu Kliwon adalah 35 hari. Itu
namanya Weton dalam bahasa Jawa. Bagi orang Jawa, mengetahui hari Pasaran atau weton
adalah sesuatu hal yang penting. Biasanya, tedak siten harus diselenggarakan pada pagi hari,
di halaman depan rumah.
Tedak siten menggunakan sajen atau persembahan yang melambangkan permintaan
dan doa kepada Tuhan untuk menerima berkah dan perlindungan, berkah dari para leluhur,
serta memerangi perbuatan jahat dari manusia dan roh jahat.

RITUAL TEDAK SITEN

Sebelum masuk ke proses acara, pihak orang tua yang hendak mengadakan tedak siten
membutuhkan peralatan yang diperlukan, yaitu:
 Kurungan dari bambu seperti untuk mengurung ayam
 Aneka jenang warna-warni yang terbuat dari ketan
 Tangga dan kursi, dibuat dari tebu
 Ayam panggang ditusukkan pada batang tebu, dibawahnya diberi pisang, aneka
barang-barang dan mainan tradisional
 Tumpeng robyong, bubur dan jadah (terbuat dari ketan) 7 warna, buah-buahan dan
jajanan pasar
 Uang kertas/receh untuk disebarkan
 Bayu gege (air gege), dibiarkan semalam di tempat terbuka dan paginya kena sinar
matahari sampai pukul 08.00
 Ayam hidup yang dilepaskan dan diperebutkan kepada tamu undangan

1. Berjalan di 7 Warna
Anak dipandu untuk berjalan di atas jenang 7 warna yang berbeda (merah, putih, jingga,
kuning, hijau, biru, dan ungu) yang terbuat dari beras ketan.
Ritual ini melambangkan bahwa di masa depan, anak harus bisa mengatasi semua hambatan
dalam hidup.

2. Menginjak Tangga dari Tebu


Anak selanjutnya dibimbing untuk menginjak tangga yang terbuat dari tebu "Arjuna" dan
kemudian turun. Tebu merupakan singkatan dari Antebing Kalbu.
Diharapkan ke depannya, anak itu berperilaku seperti Arjuna, yang merupakan seorang
pejuang sejati. Diharapkan anak bisa berjalan dalam kehidupan dengan tekad dan penuh
percaya diri seperti Arjuna yang heroik.

3. Diletakkan di Tumpukan Pasir


Usai menginjak tangga dari tebu, selanjutnya anak dipandu dua langkah dan diletakkan di
atas tumpukan pasir. Anak harus melakukan "Ceker-Ceker", yaitu ia bermain pasir dengan
kedua kaki.
Dalam bahasa Jawa, ritual ini memiliki makna bahwa ceker-ceker tersebut artinya bekerja
dan mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Masuk ke Kandang Ayam


Selanjutnya, sang anak kembali dipandu untuk memasuki kandang ayam yang didekorasi. Di
dalam kandang, ada beberapa barang, seperti buku tulis, perhiasan, aksesoris emas, kalung,
gelang, beras, kapas dan barang-barang bermanfaat lainnya.
Di tahap ini, anak akan memilih barang yang disediakan di kandang ayam tersebut.
Jika misalnya, anak bermain dengan buku tulis, mungkin dia harus bekerja di kantor atau
menjadi profesor. Bila anak memilih perhiasan, mungkin anak itu haruslah menjadi orang
kaya.
Semua simbol profesi ada di kurungan menjadi semacam penuntun bagi bayi dalam memilih
pekerjaan nanti. Sementara kandang ayam tersebut memiliki makna bahwa ketika anak telah
memasuki kehidupan, dia harus dijaga oleh hal-hal baik.

5. Menyebarkan Udik – Udik


Sementara itu, ayah dan kakek anak tersebut menyebarkan "udik-udik", yang merupakan
koin-koin dan bunga.
Diharapkan, bahwa anak harus memiliki cara mudah untuk mencari nafkah dan harus
bermurah hati dengan membantu orang lain.

6. Dimandikan dengan Bunga Siraman


Selanjutnya, anak harus dimandikan atau dibersihkan dengan bunga Sritaman.
Air mandi ini terdiri dari bunga mawar, melati, magnolia dan kenanga.
Dikutip dari javaans.be, ritual ini melambangkan harapan bahwa bayi akan membawa rasa
hormat, kehormatan, dan ketenaran bagi keluarga.

7. Dipakaikan Pakaian Baru


Usai menjalani semua ritual, anak itu dipakaikan pakaian rapi yang indah dan baru.

Ini menggambarkan bahwa ia harus selalu memiliki kehidupan yang baik dan makmur, dan
dapat membuat orang tuanya hidup bahagia.

Anda mungkin juga menyukai