100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
637 tayangan3 halaman
Upacara adat Tedhak Siten merupakan tradisi masyarakat Jawa untuk balita berusia 7-8 bulan yang bertujuan membantu anak tumbuh menjadi mandiri dan kuat. Ritual ini meliputi anak yang berjalan di atas bubur warna-warni, naik tangga tebu, mengais pasir, memilih mainan di kurungan ayam, mendapat uang dari bunga, dimandikan bunga, dan didandani - semuanya memiliki makna filosofis untuk memb
Upacara adat Tedhak Siten merupakan tradisi masyarakat Jawa untuk balita berusia 7-8 bulan yang bertujuan membantu anak tumbuh menjadi mandiri dan kuat. Ritual ini meliputi anak yang berjalan di atas bubur warna-warni, naik tangga tebu, mengais pasir, memilih mainan di kurungan ayam, mendapat uang dari bunga, dimandikan bunga, dan didandani - semuanya memiliki makna filosofis untuk memb
Upacara adat Tedhak Siten merupakan tradisi masyarakat Jawa untuk balita berusia 7-8 bulan yang bertujuan membantu anak tumbuh menjadi mandiri dan kuat. Ritual ini meliputi anak yang berjalan di atas bubur warna-warni, naik tangga tebu, mengais pasir, memilih mainan di kurungan ayam, mendapat uang dari bunga, dimandikan bunga, dan didandani - semuanya memiliki makna filosofis untuk memb
Tedhak siten merupakan salah satu budaya masyarakat Jawa
untuk balita yang berusia antara tujuh atau delapan bulan. Tedhak artinya turun dan Siten berasal dari kata siti yang artinya tanah. Jadi tedhak siten adalah rangkaian upacara turun tanah. Tujuan tedhak siten adalah agar si anak tumbuh menjadi anak yang mandiri dan mampu menghadapi setiap godaan atau rintangan dalam hidupnya. Upacara tedhak siten berasal dari Jawa Tengah Urutan jalannya upacara adat tedhak siten adalah: 1. Upacara tedhak siten biasanya diadakan pada pagi hari.Ketika semua tamu yang biasanya hanya terdiri dari keluarga dekat sudah hadir,dengan dituntun sang ibu anak berjalan maju dengan menginjak bubur yang terbuat dari beras ketan dengan tujuh warna. Yaitu warna merah, putih, kuning, hijau, biru, ungu dan orange. Warna- warni beras ketan tersebut menggambarkan warna-warni kehidupan. Sedangankan angka tujuh dalam bahasa Jawa artinya pitu. Mengandung makna pitulungan atau pertolongan. Pada saat si anak berjalan melewati warna demi warna dari beras ketan tersebut, diharapkan si anak mampu melewati tahapan demi tahapan dalam kehidupannya dengan pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa tentunya. 2. Selanjutnya si anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Tebu disini merupakan singkatan dari antebing kalbu, atau mantapnya hati. Sehingga diharapkan anak mempunyai kemantapan hati dalam menjalani kehidupan. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai tua. 3. Setelah turun dari anak tangga, si anak dituntun berjalan menuju onggokan pasir yang sudah disediakan. Di situ si anak ceker-ceker atau mengais pasir dengan kakinya. Hal itu mengandung makna jika sudah waktunya/dewasa, dia pandai mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. 4. Si anak kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias sedemikian rupa. Di dalam kurungan
tersebut terdapat beberapa benda. Misalnya: bohlam,
buku, HP, raket, bola dsb. Si anak dibiarkan memilih benda-benda tersebut. Misalnya dia memilih bohlam, nantinya dia akan menjadi anak yang pandai dan menjadi penerang di lingkungan sekitarnya. Sedangkan kurungan merupakan lambang dari dunia. Artinya si anak sudah mulai memasuki dunia nyata dalam kehidupannya. 5. Tahapan selanjutnya bapak atau kakek (jika masih ada) menyebar udik-udik.Udik-udik adalah uang logam yang sudah dicampur dengan berbagai macam bunga. Hal ini mengandung makna, kelak si anak mempunyai sifat dermawan, gemar ber-shodaqoh sehingga rejekinya lancar. 6. Pada tahap ini si anak dibasuh atau dimandikan dengan kembang setaman (bunga setaman), dengan tujuan nantinya si anak mempunyai nama yang harum dan mampu membawa nama baik keluarga, agama dan berguna bagi masyakarat. 7. Terakhir, si anak didandani dengan pakaian yang bagus dan bersih. Hal ini mengandung makna supaya mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan mampu membanggakan keluarga. Ritual tedhak siten sarat makna dan nilai filosifis. Dengan menjalani kehidupan yang baik dan menjaga keseimbangan alam, maka akan timbul kehidupan yang nyaman dan damai. Karena bumi dan tanah sudah memberi banyak hal dalam kehidupan manusia. Pada saat inilah terbuka kesempatan kita untuk berbuat sebaik-baiknya. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga masyarakat pada umumnya. Sehingga pada saat buku kehidupan kita selesai, kita dapat diri sebagai pribadi yang berkenan kepada-Nya. Hanya saja, seiring perkembangan jaman ritual tedhak siten semakin sulit dan jarang dijumpai pada masyarakat Jawa pada khusunya. Entah karena kesibukan, dianggap kuno, buangbuang waktu dan uang ataupun lainnya. Sayang...