Tabel
Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Misi 3.
(Meningkatkan akses dan
pemerataan pelayanan
pendidikan berkualitas) ……………………… 12
Tabel 2.2 Rencana Kerja PUG di Provinsi
Banten Tahun 2016-2017 ……………………… 14
Tabel 2.3 Angka Partispasi Sekolah
Menurut Jenis Kelamin dan
Jenjang Pendidikan Taman
Kanak-Kanak dan Raudatul
Grafik
Grafik 2.1 Angka Partisipasi Kasar (APK)
Anak Usia 7 – 18 Tahun Menurut
Jenis Kelamin di Provinsi Banten
Tahun 2014 ……………………… 26
Grafik 2.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) di
Provinsi Banten Tahun 2017 ……………………… 26
Grafik 2.3 Angka Partisipasi Murni (APM) di
Provinsi Banten Tahun 2017 ……………………… 28
Grafik 2.4 Persentase Penduduk Usia 7–24
Tahun Menurut Jenis Kelamin
dan Partisipasi Sekolah di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 29
Grafik 2.5 Angka Harapan Hidup (AHH) di
Banten Tahun 2013-2016 ……………………… 39
Grafik 2.6 Penolong Kelahiran Terakhir di
Banten Tahun 2013-2015 ……………………… 44
Grafik 2.7 Perkembangan Penduduk
Banten Tahun 1971-2016 ……………………… 51
Grafik 2.8 Jumlah Angkatan Kerja di
Provinsi Banten ……………………… 56
Grafik 2.9 Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) Provinsi ……………………… 59
BantenTahun 2016
RAD PUG PROVINSI BANTEN xii
Grafik 2.10 Jumlah Penduduk Miskin di
Provinsi Banten ……………………… 68
Grafik 2.11 Jumlah Anggota DPRD
se-Provinsi Banten Hasil Pemilu
Legislatif 2014 dan PAW 2015 ……………………… 84
Grafik 2.12 Persentase Jumlah PNS Menurut
Jenis Kelamin di Banten Tahun
2016 ……………………… 89
Gambar
Gambar 1 Kabupaten/Kota Peraih
Anugerah Parahita Ekapraya
(APE)di Provinsi Banten Tahun
2016 ……………………… 102
1.3. TUJUAN
2.1.1. Komitmen
Komitmen merupakan salah-satu bentuk keseriusan pemerintah
dalam melaksanakan PUG di yang dituangkan dalam bentuk
peraturan. Keseriusan Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam
melaksanakan PUG ini dapat dilihat dari adanya Peraturan Daerah
(Perda) maupun peraturan lainnya untuk mendukung pelaksanaan
PUG di Banten. Peraturan tersebut antara lain :
1) Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah;
2) Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2005 tentang PUG Dalam
Pembangunan;
3) Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD) PUG;
2.1.2. Kebijakan
Sebagaimana dimaksud dalam prasyarat PUG, kebijakan adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar dalam
pelaksanaan suatu kegiatan. Adapun yang dimaksud dengan
kebijakan yang responsif gender adalah kebijakan yang berfokus
kepada aspek yang memperhatikan kondisi kesenjangan yang alami
oleh salah-satu jenis kelamin dan terhadap upaya-upaya yang
dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Kebijakan atau
program PUG yang dilaksanakan oleh suatu instansi atau lembaga
apakah sudah terintegrasi atau belum dapat ditelusuri dari dokumen
strategis yang dibuatnya seperti dalam: Renstra, Renja, dan RPJMD.
Isu kesetaraan gender di Banten tertuang dalam visi rencana
pembangunan jangka menengah dearah (RPJMD) tahun 2018-2022,
untuk mewujudkan “Banten Yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing,
Sejahtera Dan Berakhlaqul Karimah”. Sejahtera dalam hal ini berarti
bahwa Provinsi Banten memiliki kemampuan dalam mengelola aspek
RAD PUG PROVINSI BANTEN 10
manusia yang diukur dengan pencapian angka Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Beberapa parameter Sejahtera, diukur dengan angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang pencapaiannya melalui
kontribusi tiga indikator utama yaítu pencapaian indikator pendidikan,
pencapaian indikator kesehatan, dan pencapaian indikator daya beli
masyarakat. Dengan demikian, sejahtera dimaksudkan sebagai refleksi
dari terwujudnya masyarakat Banten sebagai masyarakat madani (civil
society). Kondisi ini ditandai dengan: kualitas sumberdaya manusia
yang tinggi; kondisi sosial budaya yang kondusif; rendahnya tingkat
kriminalitas; terjaganya ketentraman dan ketertiban terciptanya kondisi
lingkungan hidup yang asri, nyaman, dan berkelanjutan. 1 Dengan
kondisi demikian, maka tidak akan terjadi lagi diskriminasi gender di
Banten dalam semua bidang pembangunan.
Meskipun tidak secara tegas dinyatakan bahwa kebijakan atau
program kegiatan yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Banten
tersebut sebagai kebijakan atau program kegiatan yang responsif
gender, namun jika dilihat dari sasaran serta penerima manfaat
program kegiatan yang dilakukannya tersebut mencakup hampir
semua kalangan baik laki-laki, perempuan, anak-anak, maupun
kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial. Maka secara
tidak langsung Provinsi sebenarnya telah mengintegrasikan dimensi
gender pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan itu. Sehingga dari
beberapa kegiatannya tersebut dapat dikatakan cukup responsif
Tabel 2.1.
Tujuan dan Sasaran Misi 3.
(Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan
berkualitas)
2 Ranis, G., Stewart, F. and Ramirez, A. “Economic Growth and Human Development”, Journal,
(World Development, 2000, vol. 28)
Tabel 2.4.
Angka Partispasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Provinsi Banten
Tahun 2015-2016
Tabel 2.6.
Angka Partispasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang
Pendidikan SMA, SMK dan Madrasah Aliyah (MA)
di Provinsi Banten Tahun 2015-2016
No. Kabupaten Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar
/Kota SMA SMK MA
L P L+P L P L+P L P L+P
1. Kab. Serang 22,22 24,04 23,11 22,57 35,59 28,93 17,11 20,32 18,68
2. Kab. 24,57 26,19 24,79 118,26 84,53 101,20 0,00 0,00 0,00
Pandeglang
3. Kab. Lebak 28,14 29,00 28,58 27,42 18,32 22,83 10,08 11,34 10,71
4. Kab. 15,03 20,05 17,55 47,83 34,68 41,23 9,54 12,27 10,97
Tanggerang
5. Kota 37,49 42,42 39,92 65,21 61,76 63,54 3,15 4,73 3,93
Tanggerang
6. Kota Cilegon 25,87 36,81 31,41 64,52 40,67 52,44 14,00 22,15 18,13
7. Kota Serang 31,02 29,95 29,12 91,16 57,29 70,86 35,36 49,76 40,68
8. Kota 11,18 13,82 12,49 0,00 0,00 0,00 3,28 7,78 5,51
Tanggerang
Selatan
Rata-rata 22,82 26,15 24,36 49,87 40,00 44,85 9,54 12,59 11,06
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.7.
Rasio Siswa Perempuan Terhadap Siswa Laki-Laki
Di Tiap Satuan Pendidikan Tahun 2015-1016
SMA SMP SD
Grafik 2.2.
Angka Partisipasi Kasar (APK)
di Provinsi Banten Tahun 2017
109.05
92.17
71.13
Dari grafik 2.1 dan 2.2 di atas, terlihat tingkat APK di Provinsi Banten
pada tahun 2017 untuk jenjang pendidikan SD/MI memperoleh
persentase tertinggi sebesar 109.05, namun persentase ini lebih rendah
dibandingkan APK tahun 2014 (lihat grafik 2.1) sebesar 109,89. Hal yang
sama juga terjadi untuk tingkat SMA/SMK/MA pada tahun 2017 APK-nya
sebesar 71,3 persen, lebih rendah dari pada tahun 2014 dengan APK
72,94 persen. Peningkatan APK hanya terjadi pada jenjang SMP/MTs
dari 89,55 persen menjadi 92,17 persen. Dapat dikatakan bahwa
berdasarkan pada jenjang pendidikannya, maka semakin tinggi
jenjang pendidikannya akan semakin rendah persentasenya. Demikian
juga sebaliknya, semakin rendah jenjang pendidikan, maka akan
semakin tinggi persentasenya.
Lebih lanjut, jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sebagaimana
grafik 2.1, nampak bahwa APK perempuan pada jenjang pendidikan
SMA/SMK/MA, lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini menunjukkan
bahwa partisipasi laki-laki justru menurun di usia sekolah yang semakin
tinggi. Fenomena ini cukup memprihatinkan, di tengah gencarnya
upaya pemberdayaan perempuan dan keseteraan gender, namun
justru ada kecenderungan menurunnya partisipasi laki-laki dalam
pendidikan pada jenjang SMA/SMK/MA.
Grafik 2.3.
Angka Partisipasi Murni (APM)
di Provinsi Banten Tahun 2017
97.22
79.93
57.21
Grafik 2.4.
Persentase Penduduk Usia 7–24 Tahun
Menurut Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah
di Provinsi Banten Tahun 2016
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2016, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017
Tabel 2.8.
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut
Kabupaten/Kota dan Pendidikan yang Ditamatkan
di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.9.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru Taman Kanak-kanak (TK) dan
Raudhatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Taman Kanak-Kanak (TK) Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA)
No. Kabupaten/Kota Sekolah Murid Guru Rasio Sekolah Murid Guru Rasio
Murid-Guru Murid-Guru
1. Kab. Pandeglang 219 9.673 904 10,70 183 5.557 695 8,00
2. Kab. Lebak 182 8.976 796 11,28 128 4.431 483 9,17
3. Kab. Tanggerang 488 66.246 2.422 27,36 260 11.391 1.113 10,23
4. Kab. Serang 96 4.236 362 11,70 155 6.838 675 10,13
5. Kota Tanggerang 318 23.516 1.520 15,47 350 15.821 1.772 8,93
6. Kota Cilegon 97 7.528 760 9,91 61 3.186 382 8,34
7. Kota Serang 114 6.860 635 10,80 64 2.601 324 8,03
8. Kota Tangsel 264 18.047 1.357 13,30 99 4.646 507 9,16
Banten 1.778 145.100 8.756 16,57 1.300 54.471 5.951 9,15
Tabel 2.10.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.13.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
B. Kesehatan
Capaian Provinsi Banten di bidang kesehatan dalam dua tahun
terakhir telah menunjukkan terjadinya perbaikan yang cukup signifikan.
Kondisi ini tergambarkan dari jumlah Angka Harapan Hidup (AHH) yang
terus meningkat hingga mencapai 69,4 tahun pada tahun 2015.
Salah-satu penyebabnya adalah interaksi antara penduduk dengan
petugas kesehatan yang semakin sering, serta bertambahnya
berbagai sarana kesehatan di Banten. Sehingga secara tidak langsung
Tabel 2.14.
Angka Kematian Ibu (AKI) Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Tahun 2011-2014
3. Kesehatan Reproduksi
Persalinan yang dilakukan pada ibu dengan usia kurang dari 20
tahun, lebih dari 35 tahun, pernah hamil empat kali/lebih, atau jarak
waktu kelahiran terakhir kurang dari dua tahun akan semakin
memperbesar resiko persalinan. Himbauan untuk menunda usia
perkawinan pertama dan membatasi jumlah kelahiran merupakan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 39
usaha nyata dalam merealisasikan tujuan tersebut. Perkawinan yang
dilakukan pada usia matang (di atas 20 tahun) bagi perempuan akan
membantu mereka menjadi lebih siap untuk menjadi ibu dan
mengurangi resiko persalinan.
Di samping itu juga pengetahuan para ibu rumah tangga tentang
kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan keluarga. Kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan tersebut telah tersedia di berbagai
tempat-tempat pemukiman penduduk, misalnya melalui Puskesmas,
Posyandu, Polindes dan sarana-sarana kesehatan lainnya. Berikut
persentase Anak Lahir Hidup (ALH) di Banten.
Tabel 2.15.
Persentase Perempuan Pernah Kawin Berumur 15-49 Tahun
Yang Melahirkan Anak Lahir Hidup (ALH) Menurut
Kabupaten/Kota dan Penolong Proses Kelahiran
di Provinsi Tahun 2016
Tabel 2.16.
Jumlah Pasangan Usia Subur dan Peserta KB Aktif Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Kab/Kota Jumlah PUS Peserta KB Aktif
IUD MOW MOP Kondom
Kab. Pandeglang 250.160 8.957 2.070 2.309 3.736
Kab. Lebak 285.289 9.809 2.202 2.641 3.650
Kab. Tanggerang 676.723 46.869 9.055 5.111 10.084
Kab. Serang 305.649 13.043 3.218 2.607 6.478
Kota Tanggerang 262.826 19.044 4.415 706 6.130
Kota Cilegon 72.905 4.317 1.282 148 1.294
Kota Serang 96.500 7.206 1.552 384 1.110
Kota Tangsel 213.837 15.715 2.870 367 7.942
Banten 2.163.889 124.963 26.664 14.273 40.424
Sumber: Data diolah BPS Provinsi Banten Tahun 2017
RAD PUG PROVINSI BANTEN 41
Tabel 2.17.
Jumlah Peserta KB Aktif Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
59.23 59.05
56.61
Tabel 2.19.
Jumlah Dokter Spesialis, Dokter Umum, dan Dokter Gigi
Menurut Sarana Pelayanan Kesehatan di Provinsi Banten,
Tahun 2016
6. Imunisasi
Berdasarkan jenisnya, imunisasi yang diberikan baik pada
anak-anak maupun pada orang dewasa cukup beragam, tetapi yang
jadi fokus bahasan disini adalah imunisasi untuk anak balita (bawah 5
Tahun). Sejak tahun 1982, untuk mencegah penyakit yang biasa
RAD PUG PROVINSI BANTEN 45
menyerang anak-anak yang diduga akan mengakibatkan kematian
pada bayi, pemerintah Indonesia telah mengusahakan pemberian 4
macam imunisasi yaitu BCG (pencegahan TBC), DPT (pencegahan
Dipteri, Partusis dan Tetanus), Polio (pencegahan polio) dan Campak
(pencegahan campak) kepada balita. Pemantauan pencapaian
imunisasi balita ini dapat dilihat dari hasil Susenas yang dilakukan setiap
tahun. Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya untuk
meningkatkan cakupan imunisasi dari keempat jenis yang
diprogramkan di atas, berikut data Susenas persentase balita yang
pernah mendapat imunisasi di Banten pada tahun 2016.
Tabel 2.20.
Persentase Balita Yang Pernah Mendapat Imunisasi
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Imunisasi
di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.21.
Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
BBLR Dirujuk, dan Bergizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.22.
Jumlah Kasus HIV/AIDS, IMS, DBD, Diare, TB, dan Malaria
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
C. Sosial–Ekonomi
Pergeseran perekonomian di Banten dari sektor pertanian ke
sektor industri dan jasa membawa dampak besar khususnya dalam
pemanfaatan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Tetapi
pemanfaatan tenaga kerja tersebut lebih banyak terjadi pada
perempuan, terutama dalam penyerapan tenaga kerja di sektor
industri dan jasa.
Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja, pada umumnya
dilatarbelakangi oleh motif ekonomi sehingga banyak diantaranya
yang memilih untuk bekerja atau harus bekerja untuk membantu
menopang kebutuhan keluarganya. Pada penduduk perempuan
dengan latar belakang kelas ekonomi menengah ke atas, keterlibatan
mereka dalam dunia pekerjaan umumnya didorong oleh motivasi
tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat
kehidupan sosial–ekonomi rata-rata penduduk di dalam suatu
masyarakat, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan cenderung
1. Kependudukan
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di suatu daerah
selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
lebih 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Penduduk Banten
berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2016 sebanyak 12.203.148 orang.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010, penduduk Banten
mengalami pertumbuhan sebesar 2,23 persen, sebagaimana dapat
dilihat pada grafik berikut.
Grafik 2.7.
Perkembangan Penduduk Banten Tahun 1971-2016
12.2
10.6
8.1
4
3 4.04
3.21 3.1 2.78
2.25 2.23
Tabel 2.23.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.24.
Jumlah Penduduk Provinsi Banten
Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Setiap Kabupaten/Kota
Tahun 2016
Tabel 2.25.
Distribusi dan Kepadatan Penduduk
MenurutKabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
2. Angkatan Kerja
Angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai bagian dari jumlah
penduduk yang mempunyai pekerjaan ataupun yang sedang mencari
kesempatan untuk melakukan suatu aktivitas yang produktif. Sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk, jumlah penduduk usia kerja
juga mengalami pertambahan. Jumlah angkatan kerja yang dimaksud
berumur 15 tahun keatas yang merupakan sumber angkatan kerja
potensial.
Tabel 2.26.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis
Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2016
Grafik 2.8.
Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Banten
RAD PUG2015
PROVINSI BANTEN 56
Agustus
Februari 2016 5,58
5,69
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dalam BPS Provinsi
Banten Tahun 2016 dan 2017
Sementara itu, jika dilihat per-wilayah Kabupaten Tanggerang
merupakan daerah dengan jumlah angkatan kerja tertinggi. Adapun
daerah dengan jumlah angkatan kerja terendah yaitu Kota Cilegon.
Adanya perbedaan jumlah angkatan kerja ini, disebabkan karena
jumlah penduduk di setiap Kabuten/Kota di Banten memang tidak
merata. Kabupaten Tanggerang misalnya merupakan daerah dengan
penduduk terbanyak di Banten, sedangkan Cilegon memiliki penduduk
paling sedikit. Jadi semakin tinggi jumlah penduduk, maka akan
semakin tinggi juga jumlah angkatan kerjanya. Demikian pula
sebaliknya semakin sedikit penduduk, akan semakin rendah juga
angkatan kerjanya.
Tabel 2.27.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kegiatan
Selama Seminggu yang Lalu di Provinsi Banten Tahun 2015
TPAK (Persen)
Februari 2016
65,56
Tabel 2.29.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.30.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.31.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Kabupaten/kota
di Provinsi Banten Tahun 2015
5. Kemiskinan
Masyarakat miskin adalah suatu kondisi dimana fisik masyarakat
yang tidak memiliki akses ke sarana dan prasarana dasar lingkungan
yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang
jauh di bawah standar kelayakan serta mata pencaharian yang tidak
menentu. 3 Penggolongan kemiskinan pada umumnya didasarkan
pada suatu standar tertentu dengan cara membandingkan tingkat
TAHUN
2014 2015 2016
Sumber: Diolah dari data Susenas, BPS Provinsi Banten Tahun 2017
4 Lihat Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1, 1983
RAD PUG PROVINSI BANTEN 70
penderitaan, kesengsaraan, bahkan cacad. Penganiayaan bisa fisik,
seksual maupun emosional. 5
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial
yang telah berlangsung lama dari masyarakat yang masih primitif
hingga pada masyarakat modern saat ini. Berbagai bentuk tindak
kekerasan telah di alami oleh perempuan dari waktu-kewaktu, banyak
faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kekerasan
terhadap perempuan, diantaranya faktor budaya, faktor sosial, dan
faktor ekonomi. Kekerasan terhadap perempuan, tidak hanya terjadi
pada kelompok usia dewasa tetapi juga pada kelompok usia
anak-anak dan bahkan terhadap perempuan lanjut usia. Menurut data
yang disampaikan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A), hingga September 2017 jumlah kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sebanyak 442
kasus. Dari jumlah tersebut terdapat 182 kasus anak yang menjadi
korban dan sebanyak 33 kasus adalah pelaku anak atau anak yang
berhadapan dengan hukum. 6 Berikut rincian kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak di Banten.
5 Syaiful Saanin, Aspek-Aspek Fisik / Medis Serta Peran Pusat Krisis Dan Trauma Dalam Penanganan
Korban Tindak Kekerasan, (Padang: IRD RS M. Djamil Padang, 2015)
6 “Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten Tinggi”, Sindo News, Kamis, 12
Oktober 2017 - 16:20 WIB
https://daerah.sindonews.com/read/1247756/174/kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-a
nak-di-banten-tinggi-1507799997
Tabel 2.35.
Banyaknya Tindak Kejahatan Yang Terjadi
Menurut Jenis Kejahatan di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.36.
Jumlah Tahanan
di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Tanggerang
Menurut Jenis Kejahatan di Provinsi Banten (jiwa) Tahun 2016
Tabel 2.37.
Jumlah Perkara yang Diputus di Wilayah Pengadilan Tinggi
Agama Banten Menurut Jenis Perkara Tahun 2016
Tabel 2.38.
Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Menurut Jenis dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.39.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Dari tabel 2.38 dan 2.39 di atas, dapat digambarkan bahwa potensi
dan masalah kesejahteraan sosial terbesar di Banten adalah
penyandang disabilitas termasuk anak dengan kedisabilitasan (ADK).
Dalam upaya pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) serta
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, tentunya perlu
D. Sektor Publik
Peran aktif perempuan dalam pembangunan pada hakekatnya
adalah upaya untuk mengembangkan diri yang dapat dilihat pada
bidang-bidang yang memberi pengaruh luas disektor publik meliputi
politik dan sektor pemerintahan. Partisipasi perempuan memberikan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 79
kemampuan, kemandirian serta ketahanan mental dan spiritual
menuju terwujudnya kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki yang
selaras, serasi, dan seimbang yang dilandasi saling menghormati, saling
menghargai, saling membutuhkan dan saling mengisi. Dengan
demikian akan terdapat persamaan status, kedudukan, hak kewajiban
dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam
menjalankan peran masing-masing.
1. Eksekutif
Sebagaimana diketahui, pada awalnya Banten merupakan bagian
dari Provinsi Jawa Barat. Kemudian, melalui Undang-undang Nomor 23
Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten yang disahkan oleh
Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 17 Oktober 2000, Banten
menjadi sebuah provinsi yang otonom. Sebulan setelah itu pada 18
November 2000 dilakukan peresmian Provinsi Banten dan pelantikan
Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan
pemerintah provinsi sementara waktu sebelum terpilihnya Gubernur
Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. H. Djoko
Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah, SE. sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten pertama.
Dapat dikatakan, sejak Banten resmi menjadi Provinsi pada tahun
2000 masyarakat Banten sudah lekat dengan kepemimpinan
perempuan. Kepemimpinan perempuan dalam politik lokal Banten
dipelopori oleh Hj. Ratu Atut Chosiyah yang terpilih sebagai Wakil
Gubernur. Karir beliau dalam bidang eksekutif terus meningkat hingga
terpilih sebagai Gubernur Banten pada Pemilihan Kepala Daerah
Tabel 2.40.
Bupati dan Walikota Menurut Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2017
2. Legislatif
Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak
merupakan perintah UU yang harus dipatuhi. Artinya peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Pemilu wajib menjamin hak
yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak sipil
dan politik. Hambatan bagi partisipasi perempuan dalam kehidupan
politik tidak boleh ditolerir, karena dapat menghambat pertumbuhan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 82
kesejahteraan keluarga dan masyarakat dan mempersulit
perkembangan potensi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
UU No. 2 Tahun 2007 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum memberikan dukungan untuk
terlaksananya affirmative action dalam rangka meningkatkan peranan
perempuan di bidang partai politik. Ditentukannya 30 persen
kepengurusan partai politik di semua tingkatan harus diisi oleh
perempuan, serta adanya ketentuan tentang calon anggota legislatif
yang juga harus menyertakan keterwakilan perempuan sebanyak 30
persen dengan jaminan ada satu caleg perempuan pada setiap 3
nomor urut, cukup memberi peluang kepada peningkatan peranan
perempuan secara kuantitatif. Ketentuan UU tersebut sangat
diperlukan sebagai sarana untuk meningkatkan persamaan gender
terutama dalam bidang politik, yang hingga saat ini masih
mendiskriminasi perempuan. Hukum sebagai sarana perubahan sosial
diharapkan mampu mengubah pola peranan laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat yang masih diwarnai oleh ciri-ciri suatu masyarakat
paternalistik.
Dalam masyarakat tradisional semacam itu perempuan diberi
peran untuk tugas-tugas yang perlu kesabaran, kehalusan perasaan,
sehingga peran mereka terutama mengasuh anak, memasak, menjadi
bidan/perawat. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih
menantang dianggap dunianya laki-laki seperti menjadi tentara,
bupati atau pemimpin partai. Secara bertahap sejak reformasi
Grafik 2.11.
Jumlah Anggota DPRD se-Provinsi Banten
Hasil Pemilu Legislatif 2014 dan PAW 2015
76 72
Sumber: Sekretariat DPRD se-Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2016
Tabel 2.41.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provisnsi Banten
Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
Pada Pemilu 2014
Tabel 2.42.
Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menurut
Partai Politik dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016
RAD PUG PROVINSI BANTEN 86
No. Partai Politik Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. PDI Perjuangan 11 4 15
2. Partai Golkar 11 4 15
3. Partai Gerinda 9 1 10
4. Partai Demokrat 7 1 8
5. PKS 7 1 8
6. PPP 6 2 8
7. PKB 7 0 7
8. Partai Hanura 4 2 6
9. Partai Nasdem 5 0 5
10. PAN 2 1 3
Banten 68 17 85
Sumber: Sekretariat DPRD Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017
8 Julie Ballington, et.all, Women in Parliament: Beyond Numbers, (Sweden: International IDEA, 2005)
Tabel 2.43.
Jumlah Aparatur Sipil Negara Daerah
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2015
Grafik 2.12.
Persentase Jumlah PNS Menurut Jenis Kelamin
di Banten Tahun 2016
39780 (50,07%)
39634 (50,59%) 39676 (49,93%)
39276 (51,12%)
38158 (49,05%)
37556 (48,88%)
Laki-Laki Perempuan
Tabel 2.46.
Jumlah Aparatur Sipil Negara Menurut Golongan
Kepangkatan dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2015
9 “Pemprov Kembali Raih Anugerah Parahita Ekapraya”, Radar Banten, Selasa, 1 November 2016
11:33, https://www.radarbanten.co.id/pemprov-kembali-raih-anugerah-parahita-ekapraya/
RAD PUG PROVINSI BANTEN 98
2. Organisasi Profesi dan tokoh terkait;
3. Organisasi Keagamaan beserta para ulama;
4. Organisasi Sosial Politik dan tokoh masyarakat.
Berikut beberapa kegiatan responsif gender yang telah lakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Provinsi Banten
dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatannya: 10
a) Dinas Kesehatan
Melaksanakan kegiatan evaluasi gizi di klinik, rumah sakit
dan puskesmas perawatan se Provinsi Banten yang diikuti
oleh peserta sebanyak 80 orang.
Melaksanakan evaluasi Program Kesehatan dan
Reproduksi Ibu.
Melaksanakan pelatihan KB Pasca Salin dengan peserta
sebanyak 15 orang.
b) DP3AKKB
Penguatan Kelembagaan Posyandu di Kabupaten dan
Kota se-Provinsi Banten.
Memfasilitasi Kota Layak anak Provinsi Banten.
c) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Sosialisasi Pendidikan anak usia dini.
Memfasilitasi Pendidikan untuk anak usia dini.
Mengadakan pelatihan bagi guru PAUD se-Provinsi
Banten.
10 Lihat “Profil Pengarusutamaan Gender Provinsi Banten 2016”, (Jakarta: KPP-PA, 2016)
RAD PUG PROVINSI BANTEN 99
2.2. KENDALA DAN TANTANGAN
https://news.okezone.com/read/2016/12/21/542/1572702/anugerah-parahita-ekapraya-2016-bu
kti-kuat-kementerian-lembaga-pemerintah-peduli-perempuan-dan-anak
RAD PUG PROVINSI BANTEN 103
meskipun belum sempurna karena masih ada 2 daerah lainnya yang
belum mendapatkan APE. Jika dikelola dengan baik dan terus
ditingkatkan pencapaian ini akan menjadi modalitas dan kekuatan
bagi Provinsi Banten dalam pengimplementasian PUG di masa depan.
Modalitas lainnya yang dimiliki oleh Provinsi Banten ialah adanya
dukungan politik yang kuat dari para Kepala Daerah, baik itu Gubernur,
Bupati dan Walikota untuk melaksanakan pengimplementasian PUG di
tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Banten. Bentuk dukungan
ini dapat dilihat salah-satunya ialah dari keberhasilan daerah-daerah
tersebut dalam meraih APE. Hal ini menunjukkan bahwa para Kepala
Daerah tersebut memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan
PUG.
Demikian juga dengan penyusunan RAD PUG ini, merupakan bentuk
keseriusan pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini Gubernur yang
diinisiasi oleh DP3AKKB untuk mempercepat pembangunan sumber
daya manusia baik laki-laki maupun perempuan, karena mempunyai
hak dan kewajiban serta peran dan tanggung jawab yang sama
sebagai bagian integral dari potensi pembangunan daerah, sehingga
dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender.
Modalitas lainnya yang dimiliki Provinsi Banten ialah adanya
sejumlah peraturan daerah, baik itu yang berbentuk Perda, Instruksi
Gubernur, Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur, dan Surat Edaran
Sekda tetang PUG Peraturan-peraturan tersebut merupakan langkah
strategis berupa legitimasi yang dapat digunakan sebagai pegangan
BAB III
RENCANA AKSI
PENGARUSUTAMAAN GENDER
A. Bidang Pendidikan
Isu gender pada bidang pendidikan meliputi:
1. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah di Banten. Dari tahun
2006 hingga tahun 2008 dengan angka rata-rata lama sekolah
adalah 8,1 tahun (standar nilai maksimum 15 tahun, UNDP). dan
B. Bidang Kesehatan
Isu gender pada bidang kesehatan di antaranya:
1. Masih rendahnya Angka Harapan Hidup
2. Masih tingginya Angka Kematian Bayi
3. Meningkatnya Angka Kematian Ibu Melahirkan
4. Belum optimalnya Kinerja Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
5. Belum meningkatnya Penggunaan Alat Kontrasepsi / CPR
6. Masih terdapatnya kantung-kantung rawan gizi buruk, terutama
disebabkan karena tidak memadainya pelayanan kesehatan
C. Bidang Sosial–Ekonomi
Isu gender pada bidang ekonomi adalah sebagai berikut:
3.2. TUJUAN
3.3. SASARAN
3.4. KEBIJAKAN
3.5. STRATEGI
Banten Dalam Angka, BPS Provinsi Banten, (Serang: BPS Provinsi Banten,
2017)
Banten Dalam Angka, BPS Provinsi Banten, (Serang: BPS Provinsi Banten,
2016)
Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1,
1983
Departemen Informasi Publik PBB, 1986
Julie Ballington, et.all, Women in Parliament: Beyond Numbers, (Sweden:
International IDEA, 2005)
Pedoman Umum, P2KP, 2014
Profil PUG Provisi Banten 2016, (Jakarta: KPP-PA, 2016)
Ranis, G, Stewart, F. and Ramirez, A. “Economic Growth and Human
Development”, Journal, (World Development, 2000, vol. 28)
RPJMD Banten 2018-2022
Syaiful Saanin, Aspek-Aspek Fisik / Medis Serta Peran Pusat Krisis Dan
Trauma Dalam Penanganan Korban Tindak Kekerasan,
(Padang: IRD RS M. Djamil Padang, 2015)
United Nations, 25 September 2015
Website
“Anugerah Parahita Ekapraya 2016, Bukti Kuat Kementerian/Lembaga
Pemerintah Peduli Perempuan dan Anak”, Okezone, Rabu 21
Desember 2016 22:56 WIB,
https://news.okezone.com/read/2016/12/21/542/1572702/anug
erah-parahita-ekapraya-2016-bukti-kuat-kementerian-lembaga
-pemerintah-peduli-perempuan-dan-anak
“Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten Tinggi”,
Sindo News, Kamis, 12 Oktober 2017 - 16:20 WIB
https://daerah.sindonews.com/read/1247756/174/kasus-kekera
san-terhadap-perempuan-dan-anak-di-banten-tinggi-15077999
97
“Pemprov Kembali Raih Anugerah Parahita Ekapraya”, Radar Banten,
Selasa, 1 November 2016 11:33,
https://www.radarbanten.co.id/pemprov-kembali-raih-anuger
ah-parahita-ekapraya/
RAD PUG PROVINSI BANTEN 133
RAD PUG PROVINSI BANTEN 134