Anda di halaman 1dari 146

RAD

RENCANA AKSI DAERAH


PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER
DI PROVINSI BANTEN

DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK


KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA (DP3AKKB)
PROVINSI BANTEN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas ridho dan rahmat-Nya


penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Provinsi Banten ini akhirnya dapat selesai.
Tanpa dukungan dari berbagai pihak mungkin penulisan RAD ini akan
menemui banyak kendala. Karena itu, dengan segala kerendahan hati
penyusun menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan
dan kerjasama yang baik kepada pemerintah Provinsi Banten,
khususnya para Kepala DP3AKKB berserta pejabat dan staff, Kepala
Inspektorat Provinsi Banten, Bappeda, BPS, Disnaker, Disdikbud, Dinkes,
dan pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Begitu
juga kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan (KPP-PA), melalui Assisten Deputi PUG Bidang
Polhukhankam yang telah banyak mensupport penulis dengan
berbagai data dan masukan yang sangat penting dalam penyusunan
RAD ini, atas segala bantuannya diucapkan terima kasih.
Sangat disadari RAD ini belum sempurna seperti yang diharapkan,
namun melalui RAD ini sekurangnya dapat memberikan sedikit
gambaran mengenai perencanaan PUG yang akan dilakukan di
Provinsi Banten baik kepada masyarakat maupun berbagai pihak yang
berkepentingan. Sehingga dapat memberikan umpan balik guna
peningkatan kinerja PUG di Provinsi Banten pada masa yang akan
datang.
Serang, Mei 2018
Tim Penyusun
RAD PUG PROVINSI BANTEN iii
DAFTAR ISI

Sambutan Gubernur Banten .…............................................................. i


Sambutan Kepala DP3AKKB Provinsi Banten .……................................ ii
Kata Pengantar ..…………………………………...................................... iii
Daftar Isi …................................................................................................ iv
Daftar Tabel, Grafik dan Gambar …………........................................... vi
..

BAB I : PENDAHULUAN ….................................................................... 1


.
1.1. Latar Belakang …............................................................. 1
.
1.2. Dasar Hukum ……............................................................. 3
.
1.3. Tujuan …...………………………………............................... 4
1.4. Pendekatan Penulisan …..…………............................... 5
.
1.5. Sistematika Penulisan ………………................................ 6

BAB II : KONDISI PENGARUSUTAMAAN


GENDER DI PROVINSI BANTEN …....................................... 7
.
2.1. Prasyarat Pelaksanaan

RAD PUG PROVINSI BANTEN iv


Pengarusutamaan Gender ..…….................................. 7
2.2. Kendala dan ................................................. 99
Tantangan .
2.3. Modalitas dan Kekuatan .............................................. 101
.

BAB III : RENCANA AKSI


PENGARUSUTAMAAN GENDER ............................................. 104
.
3.1. Isu Strategis ...................................................................... 104
3.2. Tujuan ............................................................................... 107
3.3. ............................................................................ 109
Sasaran
3.4. Kebijakan ......................................................................... 110
3.5. Strategi ............................................................................ 111
3.6. ............................................................................ 112
Evaluasi

BAB IV : MATRIK RENCANA AKSI


PENGARUSUTAMAAN GENDER ............................................. 11
6

BAB V : PENUTU ................................................................................... 13


P 0

RAD PUG PROVINSI BANTEN v


REFERENS .................................................................................................. 13
I 2

Daftar Tabel, Grafik, dan Gambar

Tabel
Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Misi 3.
(Meningkatkan akses dan
pemerataan pelayanan
pendidikan berkualitas) ……………………… 12
Tabel 2.2 Rencana Kerja PUG di Provinsi
Banten Tahun 2016-2017 ……………………… 14
Tabel 2.3 Angka Partispasi Sekolah
Menurut Jenis Kelamin dan
Jenjang Pendidikan Taman
Kanak-Kanak dan Raudatul

RAD PUG PROVINSI BANTEN vi


Athfal Di Provinsi Banten Tahun ……………………… 21
2015-2016
Tabel 2.4 Angka Partispasi Sekolah
Menurut Jenis Kelamin dan
Jenjang Pendidikan Sekolah
Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah
Di Provinsi Banten Tahun ……………………… 22
2015-2016
Tabel 2.5 Angka Partispasi Sekolah
Menurut Jenis Kelamin dan
Jenjang Pendidikan SMP dan
MTs Di Provinsi Banten Tahun ……………………… 23
2015-2016
Tabel 2.6 Angka Partispasi Sekolah
Menurut Jenis Kelamin dan
Jenjang Pendidikan SMA, SMK
dan Madrasah Aliyah (MA) Di
Provinsi Banten Tahun 2015-2016 ……………………… 24
Tabel 2.7 Rasio Siswa Perempuan
Terhadap Siswa Laki-Laki Di Tiap
Satuan Pendidikan Tahun
2015-2016 ……………………… 25
Tabel 2.8 Persentase Penduduk Usia 10
Tahun ke Atas Menurut
Kabupaten/Kota dan
Pendidikan yang Ditamatkan di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 30
Tabel 2.9 Jumlah Sekolah, Murid, Guru,
dan Rasio Murid-Guru Taman
Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul
Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA)
Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 31
Tabel 2.10 Jumlah Sekolah, Murid, Guru,
dan Rasio Murid-Guru Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi ……………………… 32

RAD PUG PROVINSI BANTEN vii


Banten Tahun 2016
Tabel 2.11 Jumlah Sekolah, Murid, Guru,
dan Rasio Murid-Guru Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 33
Tabel 2.12 Jumlah Sekolah, Murid, Guru,
dan Rasio Murid-Guru Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan
Madrasah Aliyah (MA) Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 34
Tabel 2.13 Jumlah Sekolah, Murid, Guru,
dan Rasio Murid-Guru Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK)
Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 34
Tabel 2.14 Angka Kematian Ibu (AKI)
Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Tahun 2011-2014 ……………………… 37
Tabel 2.15 Persentase Perempuan Pernah
Kawin Berumur 15-49 Tahun Yang
Melahirkan Anak Lahir Hidup
(ALH) Menurut Kabupaten/Kota
dan Penolong Proses Kelahiran di
Provinsi Tahun 2016 ……………………… 40
Tabel 2.16 Jumlah Pasangan Usia Subur
dan Peserta KB Aktif Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 41
Tabel 2.17 Jumlah Peserta KB Aktif Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 42
Tabel 2.18 Jumlah Tenaga Kesehatan
Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 45
Tabel 2.19 Jumlah Dokter Spesialis, Dokter

RAD PUG PROVINSI BANTEN viii


Umum, dan Dokter Gigi Menurut
Sarana Pelayanan Kesehatan di
Provinsi Banten, Tahun 2016 ……………………… 45
Tabel 2.20 Persentase Balita Yang Pernah
Mendapat Imunisasi Menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis
Imunisasi di Provinsi Banten
Tahun 2016 ……………………… 46
Tabel 2.21 Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), BBLR
Dirujuk, dan Bergizi Buruk
Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 47
Tabel 2.22 Jumlah Kasus HIV/AIDS, IMS, DBD,
Diare, TB, dan Malaria Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 49
Tabel 2.23 Jumlah Penduduk Menurut
Kelompok Umur dan
JenisKelamin di Provinsi Banten
Tahun 2016 ……………………… 52
Tabel 2.24 Jumlah Penduduk Provinsi
Banten
Berdasarkan Jenis Kelamin Pada
Setiap Kabupaten/Kota Tahun ……………………… 53
2016
Tabel 2.25 Distribusi dan Kepadatan
Penduduk Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 54
Tabel 2.26 Jumlah Penduduk Berumur 15
Tahun Keatas Menurut Jenis
Kegiatan Selama Seminggu
yang Lalu dan Jenis Kelamin di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 55
Tabel 2.27 Jumlah Penduduk Berumur 15
Tahun Keatas Menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis

RAD PUG PROVINSI BANTEN ix


Kegiatan Selama Seminggu
yang Lalu di Provinsi Banten ……………………… 57
Tahun 2015
Tabel 2.28 Jumlah Penduduk Berumur 15
Tahun Ke Atas Menurut
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan dan Jenis Kegiatan
Selama Seminggu yang Lalu di
Provinsi Banten, 2016 ……………………… 60
Tabel 2.29 Jumlah Penduduk Berumur 15
Tahun Ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu
Menurut Status Pekerjaan Utama
dan Jenis Kelamin di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 61
Tabel 2.30 Jumlah Penduduk Berumur 15
Tahun Ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu
Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin di
Provinsi Banten Tahun 2016 ……………………… 62
Tabel 2.31 Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) menurut Kabupaten/kota di
Provinsi Banten Tahun 2015 ……………………… 64
Tabel 2.32 Jumlah Pencari Kerja Terdaftar
Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan
Jenis Kelamin di Provinsi Banten
Tahun 2016 ……………………… 66
Tabel 2.33 Upah Minimum Kabupaten/Kota
per Bulan di Provinsi Banten
(Rupiah) Tahun 2013-2017 ……………………… 69
Tabel 2.34 Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak di Provinsi Banten
Periode 2010-2017 ……………………… 71
Tabel 2.35 Banyaknya Tindak Kejahatan
Yang Terjadi Menurut Jenis
Kejahatan di Provinsi Banten

RAD PUG PROVINSI BANTEN x


Tahun 2016 ……………………… 73
Tabel 2.36 Jumlah Tahanan di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Anak
Tanggerang Menurut Jenis
Kejahatan di Provinsi Banten
(jiwa) Tahun 2016 ……………………… 74
Tabel 2.37 Jumlah Perkara yang Diputus di
Wilayah Pengadilan Tinggi
Agama Banten Menurut Jenis
Perkara Tahun 2016 ……………………… 75
Tabel 2.38 Jumlah Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Menurut Jenis dan
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 77
Tabel 2.39 Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 77
Tabel 2.40 Bupati dan Walikota Menurut
Jenis Kelamin di Provinsi Banten
Tahun 2017 ……………………… 81
Tabel 2.41 Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provisnsi Banten
Berdasarkan Kabupaten/Kota
dan Jenis Kelamin Pada Pemilu
2014 ……………………… 85
Tabel 2.42 Jumlah Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
Menurut Partai Politik dan Jenis
Kelamin di Provinsi Banten Tahun
2016 ……………………… 86
Tabel 2.43 Jumlah Aparatur Sipil Negara
Daerah Menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis
Kelamin di Provinsi Banten Tahun
2015 ……………………… 88
Tabel 2.44 Jumlah Aparatur Sipil Negara

RAD PUG PROVINSI BANTEN xi


Menurut Dinas/Instansi
Pemerintah dan Jenis Kelamin di
Pemerintahan Provinsi Banten
Tahun 2016 ……………………… 90
Tabel 2.45 Jumlah Aparatur Sipil Negara
Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan dan Jenis
Kelamin di Provinsi Banten Tahun
2015 ……………………… 92
Tabel 2.46 Jumlah Aparatur Sipil Negara
Menurut Golongan
Kepangkatan dan Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2015 ……………………… 93

Grafik
Grafik 2.1 Angka Partisipasi Kasar (APK)
Anak Usia 7 – 18 Tahun Menurut
Jenis Kelamin di Provinsi Banten
Tahun 2014 ……………………… 26
Grafik 2.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) di
Provinsi Banten Tahun 2017 ……………………… 26
Grafik 2.3 Angka Partisipasi Murni (APM) di
Provinsi Banten Tahun 2017 ……………………… 28
Grafik 2.4 Persentase Penduduk Usia 7–24
Tahun Menurut Jenis Kelamin
dan Partisipasi Sekolah di Provinsi
Banten Tahun 2016 ……………………… 29
Grafik 2.5 Angka Harapan Hidup (AHH) di
Banten Tahun 2013-2016 ……………………… 39
Grafik 2.6 Penolong Kelahiran Terakhir di
Banten Tahun 2013-2015 ……………………… 44
Grafik 2.7 Perkembangan Penduduk
Banten Tahun 1971-2016 ……………………… 51
Grafik 2.8 Jumlah Angkatan Kerja di
Provinsi Banten ……………………… 56
Grafik 2.9 Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) Provinsi ……………………… 59
BantenTahun 2016
RAD PUG PROVINSI BANTEN xii
Grafik 2.10 Jumlah Penduduk Miskin di
Provinsi Banten ……………………… 68
Grafik 2.11 Jumlah Anggota DPRD
se-Provinsi Banten Hasil Pemilu
Legislatif 2014 dan PAW 2015 ……………………… 84
Grafik 2.12 Persentase Jumlah PNS Menurut
Jenis Kelamin di Banten Tahun
2016 ……………………… 89

Gambar
Gambar 1 Kabupaten/Kota Peraih
Anugerah Parahita Ekapraya
(APE)di Provinsi Banten Tahun
2016 ……………………… 102

RAD PUG PROVINSI BANTEN xiii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


menjamin adanya persamaan kedudukan antara laki-laki dan
perempuan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat [1] “semua
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan”. Meskipun persamaan kedudukan tersebut telah
mendapatkan jaminan, namun pada kenyataanya masih terdapat
kesenjangan pencapaian pembangunan bagi laki-laki dan
perempuan. Kurangnya keterlibatan perempuan terutama dalam
penyusunan program pembangunan menyebabkan aspirasi
perempuan kurang mendapatkan perhatian yang semestinya,
sehingga kerapkali menegasikan keberadaan perempuan atau tidak
menempatkan perempuan sebagai subjek penerima utama dari
manfaat pembangunan.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dirilis oleh UNDP pada
tahun 2015 diketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan
Indeks Pembangunan Gender (IPG) hanya sebesar 68,9 % dan 70,68 %.
Pencapaian IPM dan IPG tersebut sejak tahun 2005 memang terus
mengalami peningkatan, tetapi masih jauh lebih rendah dari negara
ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 1


Sementara itu di Provinsi Banten, menurut data Badan Pusat Statistik
Provinsi Banten tahun 2015, pencapaian IPM-nya sebesar 70,27 % dan
IPG mencapai 90,99 %. Pencapaian IPM Banten ini masih dibawah
target capaian nasional sebesar 4,3 %, sedangkan untuk IPG meski
telah melebih target nasional yaitu sebesar 23,9 %, namum secara
keseluruhan perempuan masih jauh tertinggal dari laki-laki.
Bertolak dari hal tersebut dan sebagai tindak lanjut dari
implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional,
Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025, yang
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan RPJMN 2010-2014, Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 67 tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender (PUG) di Daerah, serta Permendagri No. 86
Tahun 2017, di Provinsi Banten telah direspon secara pro-aktif dengan
adanya dukungan politik berupa Peraturan Daerah No. 10 tahun 2005
Tentang Pengarusutamaan Gender di Provinsi Banten. Komitmen politik
tersebut membuktikan keseriusan Pemerintah Provinsi Banten dalam
mempercepat pembangunan sumber daya manusia baik laki-laki
maupun perempuan karena mempunyai hak, kewajiban serta peran
dan tanggung jawab yang sama sebagai bagian integral dari potensi
pembangunan daerah dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 2


Upaya pelaksanaan pengarusutamaan gender yang mencakup
berbagai bidang pembangunan, perlu dijadikan rujukan dan
diterjemahkan serta diserasikan secara operasional ke dalam berbagai
kebijakan/program kegiatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi, maupun kelembagaan pembangunan daerah.
Atas dasar itu, untuk memberikan kerangka acuan bagi
pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan
di daerah secara komprehensif dan berkesinambungan, maka
Pemerintah Provinsi Banten perlu memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD)
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG). RAD diperlukan
sebagai acuan bagi setiap stakeholders dalam mempercepat
pelaksanaan kebijakan, program maupun kegiatan pembangunan
yang responsif gender. Selain itu, RAD juga dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mendukung kelancaran pada proses perencanaan,
pelaksanaan dan monev dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG). Dengan demikian, strategi PUG yang
dijalankan benar-benar dapat diimplementasikan secara optimal
dalam pembangunan di Kabupaten/Kota/Provinsi Banten.

1.2. DASAR HUKUM

Terdapat sejumlah regulasi yang dapat dijadikan sebagai payung


hukum penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender
ini di antaranya yaitu:

RAD PUG PROVINSI BANTEN 3


1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025;
3. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan
Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah;
6. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
gender;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di
Daerah.
8. Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah,
Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang RPJPD
dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD dan RKPD.

1.3. TUJUAN

Tujuan dari penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan


Gender di Provinsi Banten ini adalah untuk:
RAD PUG PROVINSI BANTEN 4
1. Mengefektifkan pelaksanaan strategi PUG agar lebih fokus dan
terarah, sehingga dapat menjamin baik perempuan maupun
laki-laki memperoleh akses, partisipasi, kontrol serta manfaat yang
sama dalam proses pembangunan. Dengan demikian, dapat
berkontribusi pada terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender.
2. Sebagai petunjuk tentang arah, prioritas maupun target dari
kegiatan PUG di Provinsi Banten.
3. Mengukur efektivitas, efisiensi dan dampak implementasi karena
adanya indikator yang terukur.
4. Memperkuat sistem dan komitmen lembaga/instansi baik di
pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, dan Kabupaten/Kota
dalam mengimplementasikan strategi PUG.

1.4. PENDEKATAN PENULISAN

Dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Pelaksanaan Gender di


Provinsi Banten ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan tipe
deskriptif-analitis, yang bertujuan untuk menggambarkan dan
menganalisis dinamika pelaksanaan PUG di Banten.
Adapun teknik pengumpulan data kualitatif ini dilakukan dengan
cara melalui wawancara, observasi terbatas, dan studi literatur yang
mengkaji sejumlah dokumen resmi dan informasi yang diperoleh untuk
kemudian ditelaah serta dielaborasi lebih lanjut sehingga didapatkan
suatu kesimpulan akhir.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 5


1.5. SISTEMATIKA

Buku Rencana Aksi Daerah Pelaksanaan Gender di Provinsi Banten


ini terdiri dari 5 (lima) bab.
Bab I berisi Pendahuluan yang menjelaskan tentang; latar
belakang, dasar hukum, tujuan, pendekatan penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II menyajikan data tentang Kondisi Pengarusutamaan Gender
di Provinsi Banten yang isinya antara lain: Prasyarat Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender (Komitmen, Kebijakan, Kelembagaan,
Sumberdaya, Data Pilah dan Sistem Informasi, Metode/Tool, dan
Partisipasi masyarakat); Kendala dan Tantangan; serta Modalitas dan
Kekuatan.
Bab III membahas tentang Rencana Aksi Pengarusutamaan
Gender adapun isinya yaitu: Isu Strategis; Tujuan; Sasaran; Kebijakan;
Strategi; dan terakhir Evaluasi.
Bab IV menampilkan Matrik Rencana Aksi Pengarusutamaan
Gender di Provinsi Banten.
Bab V merupakan bab Penutup yang merupakan simpulan dari
penyusunan RAD PUG Banten.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 6


BAB II
KONDISI PELAKSANAAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER
DI PROVINSI BANTEN

2.1. PRASYARAT PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

Komitmen internasional yang lebih dikenal dengan sebutan


Sustainable Development Goals (SDG’s) memiliki tujuan untuk terus
melakukan pembangunan berkelanjutan dalam segala bidang. SDG’s
merupakan kelanjutan dari Millenium Develpoment Goals (MDG’s)
yang telah diberlakukan sejak September 2000, merupakan hasil
kesepakatan para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan serta
perwakilan dari 189 negara yang menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Terdapat sekurangnya delapan sasaran yang
menjadi target dari MDG’s seperti: (1) mengakhiri kemiskinan dan
kelaparan; (2) pendidikan universal; (3) kesetaraan gender; (4)
kesehatan anak; (5) kesehatan ibu; (6) penanggulangan HIV/AIDS; (7)
kelestarian lingkungan; dan (8) kemitraan global.
Indonesia sendiri telah mengimplementasikan kesepakatan MDG’s
tersebut sejak masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dengan
diterbitkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres tersebut
mengamanatkan agar pemerintah pusat maupun daerah untuk
melaksanakan PUG dalam setiap tahapan pada empat fungsi utama
RAD PUG PROVINSI BANTEN 7
manajemen program pembangunan, yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian (evaluasi).
Untuk memastikan PUG telah dilaksanakan secara baik dapat
diketahui dengan mengevaluasi tujuh prasyarat kunci PUG yang
meliputi: (1) Komitmen; (2) Kebijakan dan Program; (3) Kelembagaan;
(4) Sumber Daya Manusia; (5) Data Terpilah dan Sistem Informasi; (6)
Alat Analisis Gender; dan (7) Partisipasi Masyarakat. Berdasarkan data
yang diperoleh, pelaksanaan PUG di Provinsi Banten diperoleh
beberapa capaian jika merujuk pada prasyarat di atas, sebagaimana
akan diuraikan pada bagian di bawah ini.

2.1.1. Komitmen
Komitmen merupakan salah-satu bentuk keseriusan pemerintah
dalam melaksanakan PUG di yang dituangkan dalam bentuk
peraturan. Keseriusan Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam
melaksanakan PUG ini dapat dilihat dari adanya Peraturan Daerah
(Perda) maupun peraturan lainnya untuk mendukung pelaksanaan
PUG di Banten. Peraturan tersebut antara lain :
1) Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah;
2) Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2005 tentang PUG Dalam
Pembangunan;
3) Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD) PUG;

RAD PUG PROVINSI BANTEN 8


4) Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2014 tentang Strategi
Daerah Percepatan PUG Melalui Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender;
5) Keputusan Gubernur Nomor 269/Kep. 660-Huk/2009 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) PUG Provinsi Banten;
6) Keputusan Gubernur Nomor 269.05/Kep. 796-Huk/2010
tentang Pembentukan Focal Point PUG Provinsi Banten;
7) Surat Edaran Sekda tentang kewajiban SKPD untuk
memasukan anggaran yang responsif gender melalui analisis
gender pada setiap kegiatan SKPD.
Adanya sejumlah peraturan tersebut menunjukan bahwa Provinsi
Banten memiliki komitmen yang sangat kuat untuk melaksanakan
Pengarusutamaan Gender. Komitmen ini dapat dilihat dari dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Banten tahun 2018–2022, yaitu untuk mewujudkan visi: ”Banten Mandiri,
Maju, Sejahtera Berlandaskan Iman Dan Taqwa”. Adapun Misi
Pembangunan Provinsi Banten tahun 2018–2022 yaitu:
1. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good
Governance);
2. Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur;
3. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan
berkualitas;
4. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Kesehatan
berkualitas;
5. Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi

RAD PUG PROVINSI BANTEN 9


Kedudukan PUG ke dalam RPJMD di Provinsi Banten diwujudkan
dalam penggambaran kondisi, strategi, arah kebijakan, program dan
kegiatan yang selalu memperhatikan akses, kontrol, partisipasi serta
manfaat yang sama baik bagi laki-laki maupun perempuan secara
seimbang. Pelaksanaan PUG di Banten dalam hal ini diorientasikan
pada upaya meningkatkan partisipasi masyarakat secara nyata dan
aktif dalam segala aspek pembangunan terutama untuk mewujudkan
masyarakat sejahtera yang berakhlak mulia, berbudaya, sehat dan
cerdas.

2.1.2. Kebijakan
Sebagaimana dimaksud dalam prasyarat PUG, kebijakan adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar dalam
pelaksanaan suatu kegiatan. Adapun yang dimaksud dengan
kebijakan yang responsif gender adalah kebijakan yang berfokus
kepada aspek yang memperhatikan kondisi kesenjangan yang alami
oleh salah-satu jenis kelamin dan terhadap upaya-upaya yang
dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Kebijakan atau
program PUG yang dilaksanakan oleh suatu instansi atau lembaga
apakah sudah terintegrasi atau belum dapat ditelusuri dari dokumen
strategis yang dibuatnya seperti dalam: Renstra, Renja, dan RPJMD.
Isu kesetaraan gender di Banten tertuang dalam visi rencana
pembangunan jangka menengah dearah (RPJMD) tahun 2018-2022,
untuk mewujudkan “Banten Yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing,
Sejahtera Dan Berakhlaqul Karimah”. Sejahtera dalam hal ini berarti
bahwa Provinsi Banten memiliki kemampuan dalam mengelola aspek
RAD PUG PROVINSI BANTEN 10
manusia yang diukur dengan pencapian angka Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Beberapa parameter Sejahtera, diukur dengan angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang pencapaiannya melalui
kontribusi tiga indikator utama yaítu pencapaian indikator pendidikan,
pencapaian indikator kesehatan, dan pencapaian indikator daya beli
masyarakat. Dengan demikian, sejahtera dimaksudkan sebagai refleksi
dari terwujudnya masyarakat Banten sebagai masyarakat madani (civil
society). Kondisi ini ditandai dengan: kualitas sumberdaya manusia
yang tinggi; kondisi sosial budaya yang kondusif; rendahnya tingkat
kriminalitas; terjaganya ketentraman dan ketertiban terciptanya kondisi
lingkungan hidup yang asri, nyaman, dan berkelanjutan. 1 Dengan
kondisi demikian, maka tidak akan terjadi lagi diskriminasi gender di
Banten dalam semua bidang pembangunan.
Meskipun tidak secara tegas dinyatakan bahwa kebijakan atau
program kegiatan yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Banten
tersebut sebagai kebijakan atau program kegiatan yang responsif
gender, namun jika dilihat dari sasaran serta penerima manfaat
program kegiatan yang dilakukannya tersebut mencakup hampir
semua kalangan baik laki-laki, perempuan, anak-anak, maupun
kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial. Maka secara
tidak langsung Provinsi sebenarnya telah mengintegrasikan dimensi
gender pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan itu. Sehingga dari
beberapa kegiatannya tersebut dapat dikatakan cukup responsif

1 Lihat RPJMD Provinsi Banten Tahun 2018-2022

RAD PUG PROVINSI BANTEN 11


gender. Sebagaimana dapat dilihat dalam tabel tujuan dan sasaran
misi ke-3 RPJMD Provinsi Banten berikut:

Tabel 2.1.
Tujuan dan Sasaran Misi 3.
(Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan
berkualitas)

Tujuan Sasaran Strategi


Mewujudkan akses dan Pendidikan menengah dan Meningkatkan akses
kualitas pendidikan menuju khusus yang mudah di akses Pendidikan dan penyedian
kualitas sumber daya dan berkualitas serta biaya operasional sekolah
manusia yang berakhlakul membentuk sumber daya menengah
karimah dan berdaya saing manusia yang berkarakter Meningkatkan mutu
pendidikan dan penyedian
biaya operasional sekolah
Khusus
Terwujudnya sumber daya Meningkatkan perlindungan,
manusia yang berkarakter pemanfaatan dan
pengembangan
kebudayaan
Terwujudnya pemuda Meningkatkan partisipasi
wirausahawan baru dan olah aktif pemuda dalam
raga yang berprestasi pembangunan berbasis
komunitas
Meningkatkan prestasi
olahraga di berbagai event
Kelembagaan PUG Meningkatkan
(Pengarusutamaan Gender) pengarusutaaman gender
dan PUHA yang berkualitas pada semua sektor
Meningkatkan peran
masyarakat dalam
penurunan angka kekerasan
terhadap perempuan dan
anak
Minat baca masyarakat yang Meningkatkan minat baca
meningkat masyarakat dengan
peningkatan sarana dan
prasarana perpustakaan
Pengelolaan arsip pemerintah Meningkatkan pengelolaan
daerah yang berkualitas arsip pemerintah daerah
yang tertib, rapi, dan handal
Sumber: RPJMD Banten 2018-2022

RAD PUG PROVINSI BANTEN 12


2.1.3. Kelembagaan
Dalam prasyarat pelaksanaan PUG, yang dimaksud dengan
kelembagaan dalam hal ini adalah suatu jaringan yang terdiri dari
sejumlah orang dan lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan
dan norma serta struktur. Organisasi ini bersifat non-kementerian
maupun instansi lainnya baik di pusat dan daerah.
Karena itu, kelembagaan PUG ini dibentuk dalam suatu Kelompok
Kerja (Pokja) atau focal point, yang ketetapannya diberikan melalui
keputusan Menteri, Kepala Lembaga, atau Kepala Daerah. Pokja PUG
ini bersifat fungsional yang dikelola oleh para pejabat di instansi atau
lembaganya masing-masing. Pokja ini bertugas untuk melaksanakan
percepatan pelaksanaan PUG, melakukan koordinasi, serta melakukan
fasilitasi pada setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
dan monitoring PUG di lingkungannya.
Di lingkungan pemerintahan daerah Provinsi Banten, focal point
atau Pokja PUG telah terbentuk seiring dengan keluarnya Perda Nomor
8 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi
Banten. Dengan adanya Perda tersebut, telah mendorong
masing-masing OPD di lingkungan Provinsi Banten untuk membentuk
focal point atau Pokja PUG. Meskipun dalam pelaksanaanya belum
begitu optimal, namun upaya-upaya yang mengarah pada
implementasi PUG terus dilakukan. Pada tabel di bawah dapat dilihat
rencana kerja PUG yang telah di susun oleh beberapa OPD untuk tahun
2016-2017.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 13


Tabel 2.2.
Rencana Kerja PUG di Provinsi Banten Tahun 2016-2017

No. Tahapan Kerja OPD Waktu


Pelaksana
1. Asistensi Penyusunan Rancangan RENJA OPD Mitra
TA. 2017 (Draft Rancangan Renja OPD Mitra bidang
Sosmas)
a. Menyiapkan Materi Asistensi Penyusunan
Usulan Rancangan Renja OPD-OPD Mitra TA.
2016 (Sumber RPJMD) dan Draft RKPD 2016;
b. Membuat outline paparan capaian program
/kegiatan tahun 2016 untuk setiap usulan
kegiatan yang sudah disinkronkan dengan
sasaran program RPJMD (revisi); BAPPEDA Maret 2016
c. Menjelaskan mekanisme pelaksanaan
sinkronisasi pada mitra Sosmas sebelum
pelaksanaan berlangsung;
d. Membuat Analisa prioritas pembangunan
beserta indikatornya, kemudian dibandingkan
dengan target RPJMN dan RPJMD serta hasil
pembangunan yang sudah berjalan;
e. Membuat Analisa pembangunan gender;
f. Membuat kesepakatan dan tindaklanjut
untuk menyempurnakan isian format dan
outline setiap program dan kegiatan yang
diusulkan tahun 2017;
g. Membuat Notulensi Asistensi Sinkronisasi
Rancangan Prioritas Pembangunan Bidang
Sosmas TA. 2016
2. Asistensi Penyusunan Usulan Program dan Kegiatan
APBD 2017 Mitra Bidang Sosmas
a. Membuat format usulan Prioritas
Pembangunan OPD Mitra Bidang Sosmas
Tahun 2017 sesuai ketentuan;
b. Membuat arahan pembangunan bidang
Sosmas sesuai RPJMN disertai Analisa Hasil
Kegiatan Tahun 2017;
c. Mapping capaian indikator pembangunan
sesuai OPD teknis yang sudah dihasilkan;
d. Mengecek format usulan Prioritas
BAPPEDA Maret 2016
Pembangunan OPD Mitra Sosial dan Budaya
Tahun 2017 untuk setiap kegiatan yang sudah
diisi oleh OPD Mitra Sosmas, apakah sudah
sesuai dengan RPJMD;
e. Membuat instrument asistensi kegiatan
pembangunan gender tahun 2017;

RAD PUG PROVINSI BANTEN 14


f. Membuat kesepakatan dan tindak lanjut
untuk menyempurnakan isian format Renja
OPD 2017;
g. Membuat Notulensi Penyusunan Usulan
Program dan Kegiatan APBD 2017 Mitra
Bidang Sosmas.
3. Penyusunan Pedoman Perencanaan dan BAPPEDA Maret 2016
Penganggaran yang Responsif Gender Tahun 2016
4. Rakor Pembangunan PUG
a. Mempersiapkan bahan materi dalam
pelaksanaan Rakor Pembangunan PUG;
b. Mengadakan koordinasi baik secara internal
maupun eksternal;
BAPPEDA April 2016
c. Menyusun jadwal acara kegiatan Rakor
Pembangunan PUG;
d. Menggandakan materi dan bahan kegiatan
Rakor Pembangunan PUG;
e. Merumuskan hasil Rakor Pembangunan PUG.
5. Inventarisasi Anggaran Yang Responsif Gender
a. Membuat format nventarisasi anggaran yang
responsif gender;
b. Inventarisasi program dan kegiatan OPD
Provinsi yang responsif gender tahun 2016;
BAPPEDA Maret 2016
c. Mengecek setiap kegiatan OPD, apakah
anggarannya sudah responsif gender;
d. Merumuskan dan membuat notulensi hasil
inventarisasi anggaran yang responsif gender.
6. Mempromosikan dan memfasilitasi PUG kepada BAPPEDA Februari –
masing-masing OPD Mei 2016
7. Menyusun program kerja PUG setiap tahun Subag
Program,
Evaluasi & Oktober
Pelaporan 2015
Seluruh OPD
8. Mendorong terwujudnya anggaran yang responsif Bidang PPAP Triwulan II
gender BAPPEDA 2016
9. Membuat Pokja PUG pada masing-masing OPD dan Sekretariat di
menyusun renja Pokja PUG setiap tahun seluruh OPD -
dan Pokja PUG
10. Bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Wakil Seluruh
Gubernur OPD/Pokja Juli 2016
PUG
11. Merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Pokja PUG Juli 2016
Gubernur Provinsi
12. Melakukan Pemantauan pelaksanaan PUG di Subag PEP di Triwulan I-IV
masing-masing instansi seluruh OPD tahun 2016
13. Menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis Tim Anggaran Agustus
terhadapa anggaran daerah Pendapatan 2016

RAD PUG PROVINSI BANTEN 15


Daerah
14. Memberi muatan materi gender pada BPPMD Maret 2016
bintek/pelatihan PPRG
Sumber: “Profil PUG Provisi Banten 2016”, (Jakarta: KPP-PA, 2016)

2.1.4. Sumber Daya


Sumber daya yang dimaksud dalam prasyarat PUG ada dua bentuk
yaitu sumber daya manusia dan sumber daya anggran. Yang dimaksud
dengan sumber daya manusia adalah adanya individu-individu yang
bertugas sebagai penggerak dan pelaksana focal point atau Pokja
PUG di suatu Instansi, Lembaga, atau Organisasi. Mereka memiliki
pengetahuan yang memadai dan terlatih untuk melakukan PPRG ke
dalam setiap kebijakan/program pembangunan yang dilaksanakan di
lingkungan masing-masing. Adapun sumber daya anggaran yang
dimaksud dalam hal ini adalah alokasi anggaran yang ditujukan untuk
melakukan penguatan kapasitas kelembagaan dan SDM baik di pusat
maupun daerah dalam mendukung pelaksanaan PUG yang bersumber
dari anggaran negara.
Terkait dengan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan
tentang PUG serta terlatih dalam melakukan PPRG di Provinsi Banten
sudah sangat memadai, dimana pada setiap OPD sebagian besar
telah memiliki focal point atau Pokja PUG. Namun demikian, sumber
daya tersebut belum begitu optimal dalam pelaksanaannya
mengingat masih terbatasnya kemampuan masing-masing individu
dalam menganalisis isu-isu gender yang terdapat di sektor. Selain itu
seiring dengan perubahan SOTK menyebabkan terjadinya mutasi dan
rotasi pegawai dalam rangka tour of duty ke sektor lain. Sehingga
sebagian sumber daya yang sebelumnya telah menguasai PUG
RAD PUG PROVINSI BANTEN 16
tersebut terkendala untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka
ditempat yang baru, karena ditempat pada bagian yang berbeda.
Sementara bagi pejabat atau pegawai yang baru perlu diberikan
pelatihan PUG lagi. Mengenai dukungan anggaran dalam
kegiatan/program PUG ini, pemerintah Provinsi Banten sudah sangat
responsif. Sebagaimana dinyatakan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2005
tentang PUG, pemerintah daerah Provinsi Banten mengalokasikan 5
persen anggaran yang bersumber dari APBD untuk mendukung
kegiatan PUG ini.
Meskipun masih terdapat sejumlah kekurangan, namun secara
umum dapat dikatakan pelaksanaan PUG di Banten sudah berjalan ke
arah yang sesuai. Jika dilihat dari aspek program dan anggaran
misalnya, pada setiap OPD terdapat minimal satu kegiatan atau
program yang responsif gender.

2.1.5. Data Terpilah dan Sistem Informasi


Data terpilah merupakan sekumpulan informasi baik itu berupa
angka (kuantitatif) maupun fakta (kualitatif) yang dikategorisasikan
atau dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu misalnya; jenis
kelamin, pendidikan, jabatan, agama, suku/etnis, partai dan lain-lain.
Untuk mengevaluasi sejauh mana kesetaraan dan pemberdayaan
perempuan sudah tercapai atau belum, dapat dilihat dari data-data
terpilah gender. Data terpilah sangat penting dalam memahami
pelaksanaan PUG, karena akan memudahkan kita dalam
mengidentifikasi berbagai indikator maupun situasi yang dialami oleh

RAD PUG PROVINSI BANTEN 17


laki-laki dan perempuan sebagai penerima manfaat dari
pembangunan yang telah dilaksanakan.
Di Provinsi Banten, ketersediaan data gender pada profil
pembangunan masing-masing OPD secara umum masih sangat minim.
Kebanyakan data yang ditampilkan dalam profil pembangunan
masing-masing OPD hanya mencantumkan data total tanpa
dibedakan laki-laki dan perempuan. Selain itu, pada sebagian OPD
selama ini juga belum ada mekanisme pendataan yang
mengharuskan adanya pemilahan data laki-laki dan perempuan,
sehingga data yang diperoleh tidak membedakan laki-laki dan
perempuan. Ada pula kesalahan tejadi pada tahap input dan
pengolahan data karena data terpilah tidak dianggap begitu penting
maka data yang ditampilkan hanya total saja, padahal sebenarnya
data pilah gender tersebut telah tersedia. Pemahaman mengenai
pentingnya data pilah gender dalam perumusan kebijakan
pembangunan yang responsif gender ini belum diketahui sepenuhnya
oleh masing-masing OPD. Ketersediaan data pilah gender yang masih
minim ini menjadikan kesulitan dalam proses analisis gender untuk
mengetahui tingkat kesenjangan pembangunan pada laki-laki
maupun perempuan.
Gambaran eksistensi dan capaian perempuan di Banten dalam
berbagai bidang pembangunan dapat dilihat dari berbagai indikator,
seperti: pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, serta sektor publik.
Indikator-indikator tersebut selanjutnya akan dibahas lebih rinci pada
bagian berikut.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 18


A. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
yang berperan dalam meningkatkan kualitas masyarakat dan
merupakan salah satu kunci dalam peningkatan sumber daya
manusia (SDM). Pendidikan mampu meningkatkan kapabilitas
individu termasuk dalam merencanakan masa depan dan
pengambilan keputusan. Secara agregat, pendidikan seseorang
dapat meningkatkan kualitas suatu bangsa. Menurut UNDP Investasi
dalam bidang pendidikan merupakan syarat untuk pembangunan
manusia.
Pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah
melalui peningkatan produktivitas, kapasitas manajerial dan
kemampuan (skill), pembangunan dalam ilmu dasar, peningkatan
teknologi, adaptasi teknologi dan inovasi. 2 Dengan demikian, semakin
banyak manusia yang berpendidikan, semakin baik kualitas suatu
bangsa.
Tantangan utama dalam pembangunan di bidang pendidikan
adalah mempercepat peningkatan taraf pendidikan seluruh
masyarakat tanpa terkecuali. Termasuk di dalamnya adalah
pemenuhan hak seluruh penduduk usia sekolah untuk memperoleh
layanan pendidikan yang berkualitas, menurunkan disparitas partisipasi
pendidikan antar kelompok sosial-ekonomi, wilayah serta jenis kelamin.

2 Ranis, G., Stewart, F. and Ramirez, A. “Economic Growth and Human Development”, Journal,
(World Development, 2000, vol. 28)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 19


Untuk melihat perkembangan sektor pendidikan di Banten pada
bagian berikut akan diuraikan dalam berbagai aspek seperti: Angka
Partisipasi Sekolah (APS); Angka Partisipasi Kasar (APK); Angka Partisipasi
Murni (APM); angka putus sekolah; serta Jumlah Sekolah, Murid, Guru,
dan Rasio Murid-Guru.

1. Angka Partisipasi Sekolah (APS)


Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem
pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut
memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda.
Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti
pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan adanya perubahan
jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah.
Sehingga, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan
sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut
dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia
sekolah tetapi tidak diimbangi dengan bertambahnya infrastruktur
sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah, sehingga angka
partisipasi sekolah tidak berubah atau malah semakin rendah.
Secara umum ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
partisipasi sekolah. Faktor-faktor tesebut antara lain ketersediaan
sekolah, guru dan ruang kelas, anggaran, pendidikan orang tua,
kesehatan anak dan faktor ekonomi. Berdasarkan data partisipasi
penduduk usia sekolah dalam mengikuti pendidikan berdasarkan
jenjang dan jenis kelamin dapat diketahui melalui indikator Angka
Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM), dan Angka

RAD PUG PROVINSI BANTEN 20


Partisipasi Kasar (APK). Berikut tabel APS di Provinsi Banten berdasarkan
jenjang pendidikannya:
Tabel 2.3.
Angka Partispasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang
Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Raudatul Athfal
di Provinsi Banten Tahun 2015-2016

Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar


No. Kabupaten/Kota Taman Kanak-Kanak Raudatul Athfal (RA)
(TK)
L P L+P L P L+P
1. Kab. Serang 1,11 1,74 1,42 1,73 2,03 1,88
2. Kab. Pandeglang 3,71 4,43 4,06 2,12 2,58 2,34
3. Kab. Lebak 9,30 6,81 8,08 2,53 2,69 2,61
4. Kab. Tanggerang 12,49 12,76 12,62 5,75 6,11 5,93
5. Kota Tanggerang 5,79 5,68 5,74 3,76 4,08 3,91
6. Kota Cilegon 13,18 13,73 13,44 0,00 0,00 0,00
7. Kota Serang 3,53 1,13 2,36 12,84 14,54 13,67
8. Kota Tanggerang 6,60 6,85 6,72 1,69 1,97 1,82
Selatan
Rata-rata 5,64 5,56 5,60 3,52 3,95 3,73
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Data pada tabel di atas menunjukkan pada sekolah TK, AMK


terbesar adalah di Kota Cilegon dan yang terendah di Kab. Serang.
Sementara pada sekolah RA, AMK terbesar berada di Kota Serang dan
yang terendah di Kota Cilegon. Baik sekolah TK maupun RA biasanya
dimulai pada usia 4–6 tahun, perbedaan di antara keduanya adalah
Kementerian yang menaunginya. TK berada di bawah Kemendikbud,
sedangkan RA di bawah Kemenag. Untuk TK jumlah rata-rata siswa
laki-laki 5,64 persen, lebih tinggi dari pada perempuan 5,56 persen.
Sebaliknya di RA jumlah siswa perempuan 3,95 persen, rata-ratanya

RAD PUG PROVINSI BANTEN 21


lebih tinggi dari laki-laki 3,52 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat
dikatakan bahwa akses laki-laki maupun perempuan sudah cukup
tinggi, sehingga arah kebijakan pendidikan kedepan hendaknya lebih
ditujukan pada peningkatan kualitas.

Tabel 2.4.
Angka Partispasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Provinsi Banten
Tahun 2015-2016

Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar


No. Kabupaten/Kota Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah
(SD) (MI)
L P L+P L P L+P
1. Kab. Serang 63,55 46,29 54,00 7,88 6,04 6,86
2. Kab. Pandeglang 78,16 90,89 84,30 0,00 0,00 0,00
3. Kab. Lebak 46,73 44,67 45,73 7,22 8,63 7,91
4. Kab. Tanggerang 45,02 43,25 44,16 8,57 8,09 8,33
5. Kota Tanggerang 113,27 71,53 93,09 8,07 7,89 7,89
6. Kota Cilegon 55,20 52,56 53,92 3,01 3,11 3,06
7. Kota Serang 68,64 71,04 69,78 7,24 8,56 7,87
8. Kota Tanggerang 259,72 237,27 284,55 7,23 6,80 7,02
Selatan
Rata-rata 87,16 79,05 83,15 6,73 6,62 6,68
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Pada jenjang pendidikan SD, sebagaimana tabel 2.4 terlihat bahwa


angka partisipasi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dengan
persentase masing-masing sebesar 87,16 % dan 79,05 %. Sementara
pada MI, angka partisipasinya relatif lebih berimbang laki-laki memilki
persentase 6,73 % dan perempuan sebesar 6,73 %. Hal ini menunjukkan
bahwa akses perempuan pada jenjang SD masih tertinggal dari laki-laki,
sehingga perlu dilakukan suatu upaya baik itu berupa kebijakan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 22


maupun program/kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi sekolah bagi perempuan pada jenjang pendidikan tersebut.
Tabel 2.5.
Angka Partispasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang
Pendidikan SMP dan MTs di Provinsi Banten Tahun 2015-2016

Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar


No. Kabupaten/Kota SMP MTs
L P L+P L P L+P
1. Kab. Serang 57,43 55,71 56,60 6,10 6,83 6,45
2. Kab. Pandeglang 49,53 60,00 54,49 0,00 0,00 0,00
3. Kab. Lebak 61,78 56,86 59,36 6,00 7,41 6,68
4. Kab. Tanggerang 71,26 69,98 70,64 4,58 4,77 4,67
5. Kota Tanggerang 74,81 71,26 73,05 2,03 2,31 2,17
6. Kota Cilegon 93,54 88,31 91,06 6,11 6,37 6,23
7. Kota Serang 93,45 94,18 93,82 11,46 11,41 11,44
8. Kota Tanggerang 0,00 0,00 0,00 2,06 2,37 2,21
Selatan
Rata-rata 60,16 59,79 59,98 4,09 4,54 4,31
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), berdasarkan data


pada tabel persentase angka partisipasi sekolah antara anak laki-laki
dan perempuan hampir seimbang. Jumlah siswa laki-laki sedikit lebih
banyak dari pada perempuan dengan jumlah masing-masing 60,16 %
dan 59,79 %. Sebaliknya pada jenjang MTs, angka partisipasi
perempuan persentasenya sedikit lebih banyak dengan jumlah 4,54 %
dan laki-laki sebanyak 4,09 %. Hal ini menunjukkan adanya
kecenderungan perempuan di Banten lebih memilih bersekolah di MTs
dari pada di SMP. Dari data dapat disimpulkan bahwa akses laki-laki
dan perempuan untuk bersekolah sama besarnya. Karena itu, arah

RAD PUG PROVINSI BANTEN 23


kebijakan pendidikan hendaknya lebih ditujukan pada peningkatan
kualitas.

Tabel 2.6.
Angka Partispasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang
Pendidikan SMA, SMK dan Madrasah Aliyah (MA)
di Provinsi Banten Tahun 2015-2016

No. Kabupaten Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar Angka Masuk Kasar
/Kota SMA SMK MA
L P L+P L P L+P L P L+P
1. Kab. Serang 22,22 24,04 23,11 22,57 35,59 28,93 17,11 20,32 18,68
2. Kab. 24,57 26,19 24,79 118,26 84,53 101,20 0,00 0,00 0,00
Pandeglang
3. Kab. Lebak 28,14 29,00 28,58 27,42 18,32 22,83 10,08 11,34 10,71
4. Kab. 15,03 20,05 17,55 47,83 34,68 41,23 9,54 12,27 10,97
Tanggerang
5. Kota 37,49 42,42 39,92 65,21 61,76 63,54 3,15 4,73 3,93
Tanggerang
6. Kota Cilegon 25,87 36,81 31,41 64,52 40,67 52,44 14,00 22,15 18,13
7. Kota Serang 31,02 29,95 29,12 91,16 57,29 70,86 35,36 49,76 40,68
8. Kota 11,18 13,82 12,49 0,00 0,00 0,00 3,28 7,78 5,51
Tanggerang
Selatan
Rata-rata 22,82 26,15 24,36 49,87 40,00 44,85 9,54 12,59 11,06
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Angka partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan SMA dan MA,


dari data yang ada diketahui bahwa jumlah siswa perempuan lebih
tinggi dari pada laki-laki. Sebaliknya di SMK, angka partisipasi siswa
laki-laki lebih tinggi dengan persentase sebesar 49,87, sedangkan
perempuan hanya 40,00 persen. Lebih rendahnya partisipasi sekolah
laki-laki diantaranya disebabkan oleh tekanan ekonomi yang
menyebabkan tingginya tuntutan anak laki-laki untuk bekerja. Hal ini
berdampak pada kondisi putus sekolah.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 24


Adapun rasio siswa laki-laki terhadap siswa perempuan, Kota
Tangsel memiliki rasio tertinggi untuk jenjang Pendidikan TK+RA dan
SMP+MTs dengan rasio 1,78 dan 0,99. Kota Tanggerang memiliki rasio
tertinggi untuk jenjang SD+MI sebesar 1,04, dan untuk jenjang
SMA+SMK+MA rasio teringgi di Kota Serang yaitu 1,16. Berikut rasio rasio
siswa laki-laki terhadap siswa perempuan di Provisni Banten.

Tabel 2.7.
Rasio Siswa Perempuan Terhadap Siswa Laki-Laki
Di Tiap Satuan Pendidikan Tahun 2015-1016

No. Kab/Kota Rasio Siswa Perempuan Terhadap Siswa Laki-Laki


TK RA TK+RA SD MI SD+MI SMP MTs SMP+MTs SMA MA SMK SMA+MA
1. Kab. Serang 1,50 1,07 1,25 0,96 0,95 0,96 1,02 0,78 0,93 1,25 1,14 0,61 0,93
2. Kab. 1,11 1,04 1,08 1,05 0,45 0,93 0,95 0,79 0,89 0,94 0,93 1,00 0,96
Pandeglang
3. Kab. Lebak 0,73 1,02 0,83 0,96 1,04 0,98 0,91 0,83 0,88 1,20 1,00 0,78 0,99
4. Kab. 0,95 0,98 0,96 0,93 1,05 0,95 0,94 1,00 0,95 0,84 1,09 0,97 0,93
Tanggerang
5. Kota 0,92 0,97 0,94 0,97 1,36 1,04 0,96 1,15 0,99 1,14 0,62 0,95 0,97
Tanggerang
6. Kota 0,93 0,92 0,93 0,96 1,07 0,97 1,00 0,92 0,97 1,14 1,36 0,83 1,01
Cilegon
7. Kota Serang 0,78 1,10 1,00 1,00 0,97 1,00 0,94 1,03 0,96 1,10 1,06 1,22 1,16
8. Kota 2,06 1,15 1,78 0,93 0,99 0,94 0,97 1,02 0,99 1,26 1,04 0,89 1,03
Tangsel
Rata-rata 1,09 1,03 1,06 0,96 0,99 0,97 0,95 0,91 0,94 1,07 1,00 0,91 0,98
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten Tahun 2016

2. Angka Partisipasi Kasar (APK)


Angka partisipasi kasar atau APK, digunakan sebagai indicator untuk
mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan
tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan
tersebut. Angka partisipasi kasar dapat memberikan gambaran
tentang banyaknya anak yang menerima pendidikan pada jenjang
tertentu. Untuk mendapatkan gambaran APK di Provinsi Banten dapat
dilihat pada grafik 2.1 dan 2.2.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 25


Grafik 2.1.
Angka Partisipasi Kasar (APK)
Anak Usia 7 – 18 Tahun Menurut Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2014

111.95 110.23 109.89

89.33 87.19 89.55


84.42
71.67 72.94

LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI + PEREMPUAN

SMA SMP SD

Sumber: “Profil PUG Provisi Banten 2016”, (Jakarta: KPP-PA, 2016)

Grafik 2.2.
Angka Partisipasi Kasar (APK)
di Provinsi Banten Tahun 2017

109.05

92.17

71.13

RAD PUG PROVINSI BANTEN 26

SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA


Sumber: Diolah dari data “Sussenas Maret 2016”, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Dari grafik 2.1 dan 2.2 di atas, terlihat tingkat APK di Provinsi Banten
pada tahun 2017 untuk jenjang pendidikan SD/MI memperoleh
persentase tertinggi sebesar 109.05, namun persentase ini lebih rendah
dibandingkan APK tahun 2014 (lihat grafik 2.1) sebesar 109,89. Hal yang
sama juga terjadi untuk tingkat SMA/SMK/MA pada tahun 2017 APK-nya
sebesar 71,3 persen, lebih rendah dari pada tahun 2014 dengan APK
72,94 persen. Peningkatan APK hanya terjadi pada jenjang SMP/MTs
dari 89,55 persen menjadi 92,17 persen. Dapat dikatakan bahwa
berdasarkan pada jenjang pendidikannya, maka semakin tinggi
jenjang pendidikannya akan semakin rendah persentasenya. Demikian
juga sebaliknya, semakin rendah jenjang pendidikan, maka akan
semakin tinggi persentasenya.
Lebih lanjut, jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sebagaimana
grafik 2.1, nampak bahwa APK perempuan pada jenjang pendidikan
SMA/SMK/MA, lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini menunjukkan
bahwa partisipasi laki-laki justru menurun di usia sekolah yang semakin
tinggi. Fenomena ini cukup memprihatinkan, di tengah gencarnya
upaya pemberdayaan perempuan dan keseteraan gender, namun
justru ada kecenderungan menurunnya partisipasi laki-laki dalam
pendidikan pada jenjang SMA/SMK/MA.

3. Angka Partisipasi Murni (APM)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 27


Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia
yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk
di usia yang sama. APM berfungsi untuk menunjukkan partisipasi
penduduk pada tingkat pendidikan tertentu yang sesuai dengan
usianya, atau melihat penduduk usia sekolah yang dapat bersekolah
pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Indikator APM
merupakan indikator yang lebih baik dibanding dengan indikator APK,
sebab APK biasanya digunakan ketika APM-nya masih jauh dari 100
persen. APK dapat mencapai lebih dari 100 persen, sedangkan untuk
APM seharusnya maksimal 100 persen. Sebagai gambaran misalnya
APM SD adalah proporsi jumlah anak berusia 7–12 tahun yang
bersekolah di SD/MI terhadap seluruh anak yang berusia 7–12 tahun.
APM digunakan untuk melihat penduduk usia sekolah yang dapat
bersekolah tetap waktu. Apabila seluruh anak usia sekolah tersebut
dapat bersekolah tepat waktu, maka APM-nya akan mencapai angka
100 persen.

Grafik 2.3.
Angka Partisipasi Murni (APM)
di Provinsi Banten Tahun 2017

97.22

79.93

57.21

RAD PUG PROVINSI BANTEN 28

SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA


Sumber: Diolah dari data “Sussenas Maret 2016”, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017
Sesuai MDG’s, disebutkan bahwa pencapaian APM SD ditargetkan
mencapai 95 persen pada tahun 2015. Pada grafik di atas terlihat
bahwa Provinsi Banten telah melampaui target tersebut, bahkan
setahun lebih cepat dari pada yang dijadwalkan. Pada tahun 2017,
pencapaian APM SD/MI di Banten sebesar 97,22 persen, APM SMP
sebesar 79,93 persen, dan APM SMA sebesar 57,21 persen.
Sebagaimana dengan APS, maka semakin tinggi jenjang
pendidikannya akan semakin rendah juga APM-nya.

Grafik 2.4.
Persentase Penduduk Usia 7–24 Tahun
Menurut Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah
di Provinsi Banten Tahun 2016

67.67 69.52 68.57

31.91 30.27 31.11

0.42 0.21 0.32

Tidak/Belum Pernah Sekolah Masih Sekolah Tidak Sekolah Lagi

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+Perempuan

Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2016, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Dari grafik di atas nampak bahwa jumlah penduduk yang berusia


7–24 tahun yang masih sekolah di Banten lebih tinggi dari pada yang
tidak/belum pernah sekolah dan yang tidak sekolah lagi.
Kecenderungan ini juga terjadi baik di kelompok laki-laki maupun

RAD PUG PROVINSI BANTEN 29


perempuan, meskipun jika dilihat persentasenya, perempuan yang
masih sekolah sedikit lebih tinggi (69,52) dibandingkan laki-laki (67,67).
Suatu hal yang sangat memprihatinkan bahwa persentase laki-laki juga
lebih tinggi dari pada perempuan bagi mereka yang tidak/belum
pernah sekolah dan tidak sekolah lagi. Artinya kesempatan untuk
memperoleh pendidikan bagi laki-laki untuk bersekolah dan
menamatkan sekolah perlu ditingkatkan. Kemiskinan seringkali menjadi
alasan bagi siswa sekolah untuk tidak melanjutkan pendidikan, karena
mereka diharapkan membantu mencari nafkah untuk keluarganya,
dan anggapan lebih baik bekerja dengan mendapatkan uang,
disamping anggapan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan,
semakin besar biaya yang diperlukan, sementara masyarakat miskin
dan rumah tangga miskin tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk
biaya pendidikan.

Tabel 2.8.
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut
Kabupaten/Kota dan Pendidikan yang Ditamatkan
di Provinsi Banten Tahun 2016

Pendidikan yang Ditamatkan


No. Kabupaten/Kota <SD SD/Sederajat SMP SMA Perguruan Jumlah
Tinggi
1. Kab. 23,14 45,92 14,12 12,26 4,56 100,00
Pandeglang
2. Kab. Lebak 24,43 47,78 14,35 10,32 3,12 100,00
3. Kab. 16,63 30,71 21,73 26,74 4,19 100,00
Tanggerang
4. Kab. Serang 22,38 39,35 15,17 19,22 3,88 100,00
5. Kota 9,85 20,33 16,44 41,02 12,36 100,00
Tanggerang
6. Kota Cilegon 17,64 38,49 8,11 27,23 8,53 100,00
7. Kota Serang 16,17 44,00 10,01 21,50 8,33 100,00
8. Kota Tangsel 10,55 22,47 12,16 34,59 20,24 100,00

RAD PUG PROVINSI BANTEN 30


Banten 16,74 32,99 16,12 26,09 8,07 100,00
Sumber: Diolah dari data Susenas, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017
Sementara itu, jika dilihat dari jenjang pendidikan yang
ditamatkan di Provinsi Banten pada tahun 2016 jenjang SD memperoleh
persentase tertinggi sebesar 32,99 dan yang terendah di perguruan
tinggi sebesar 8,07 peresen. Menariknya, untuk jenjang SMA/SMK
persentasenye lebih tinggi dari pada SMP. Hal ini mengindikasikan
masih adanya hambatan bagi anak untuk bertahan belajar di sekolah
sebagaimana program wajib belajar sembilan tahun, kenyataan ini
harus mendapatkan perhatian dan menjadi prioritas bagi para
pemangku kepentingan dalam menetapkan kebijakan pendidikan
yang tepat di Banten.

4. Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru


Kualitas pendidikan penduduk berkaitan erat dengan ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu indikatornya adalah rasio
ketersediaan sekolah (RKS), yang dapat menggambarkan kemampuan
sekolah dalam menampung penduduk usia sekolah sesuai dengan
jenjang pendidikan. Tabel berikut memberikan gambaran ketersedian
sekolah dan rasio murid-guru di Provinsi Banten pada tahun 2016.

Tabel 2.9.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru Taman Kanak-kanak (TK) dan
Raudhatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Taman Kanak-Kanak (TK) Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA)
No. Kabupaten/Kota Sekolah Murid Guru Rasio Sekolah Murid Guru Rasio
Murid-Guru Murid-Guru
1. Kab. Pandeglang 219 9.673 904 10,70 183 5.557 695 8,00
2. Kab. Lebak 182 8.976 796 11,28 128 4.431 483 9,17
3. Kab. Tanggerang 488 66.246 2.422 27,36 260 11.391 1.113 10,23
4. Kab. Serang 96 4.236 362 11,70 155 6.838 675 10,13
5. Kota Tanggerang 318 23.516 1.520 15,47 350 15.821 1.772 8,93
6. Kota Cilegon 97 7.528 760 9,91 61 3.186 382 8,34
7. Kota Serang 114 6.860 635 10,80 64 2.601 324 8,03
8. Kota Tangsel 264 18.047 1.357 13,30 99 4.646 507 9,16
Banten 1.778 145.100 8.756 16,57 1.300 54.471 5.951 9,15

RAD PUG PROVINSI BANTEN 31


Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten, dalam BPS
Provinsi Banten Tahun 2017
Berdasarkan tabel 2.9, diketahui bahwa di Provinsi Banten terdapat
1.778 Taman Kanak-Kanak (TK) dengan jumlah murid sebanyak 145.100
orang dan guru sebanyak 8.756, jumlah terbanyak di Kabupaten
Tanggerang. Sementara jumlah Raudhatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal
(BA) sebanyak 1.300 dengan jumlah murid 54.471 dan guru 5.951 yang
terbanyak berada di Kota Tanggerang.

Tabel 2.10.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah (MI)


No. Kabupaten/Kota Sekolah Murid Guru Rasio Sekolah Murid Guru Rasio
Murid- Murid-
Guru Guru
1. Kab. Pandeglang 870 163.732 9.528 17,18 172 19.234 1.637 11,75
2. Kab. Lebak 784 167.151 10.895 15,34 220 24.236 1.697 14,28
3. Kab. Tanggerang 967 336.505 13.952 24,12 292 53.117 2.877 18,46
4. Kab. Serang 727 164.549 7.086 23,22 121 20.654 1.145 18,04
5. Kota Tanggerang 474 184.888 7.033 26,29 105 21.942 1.350 16,25
6. Kota Cilegon 176 58.330 2.720 21,44 13 2.164 132 16,39
7. Kota Serang 249 81.547 3.376 24,15 18 3.153 217 14,53
8. Kota Tangsel 342 138.580 4.752 29,16 87 19.570 1.064 18,39
Banten 4.589 1.295.282 59.342 21,83 1.028 164.070 10.119 16,21
Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten,
dalam BPSProvinsi Banten Tahun 2017

Jumlah Sekolah Dasar (SD) di Banten, sebagaimana dapat dilihat


tabel 2.10 sebanyak 4.589 sekolah dengan jumlah murid 1.295.282 dan
guru 59.342, Adapun Madrasah Ibtidaiyah (MI) berjumlah 1.028 dengan
murid sebanyak 164.070 dan guru 10.119. Baik SD maupun MI dengan
jumlah terbanyak semuanya berada di Kabupaten Tanggerang.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 32


Tabel 2.11.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs)


No. Kabupaten/ Sekolah Murid Guru Rasio Sekolah Murid Guru Rasio
Kota Murid Murid
- -
Guru Guru
1. Kab. 140 47.226 7.368 6,41 195 31.909 2.710 11,77
Pandeglang
2. Kab. Lebak 195 54.085 3.496 15,47 208 27.498 2.658 10,35
3. Kab. 340 134.524 7.478 17,99 194 54.984 2.664 17,26
Tanggerang
4. Kab. Serang 183 57.095 1.941 29,42 186 34.915 2.576 13,55
5. Kota 176 68.555 2.745 24,97 57 13.532 900 15,04
Tanggerang
6. Kota Cilegon 42 14.817 1.078 13,74 41 8.640 783 11,03
7. Kota Serang 75 27.269 1.842 14,80 54 8.752 783 11,18
8. Kota Tangsel 175 41.974 1.947 21,56 44 12.552 708 17,73
Banten 1.326 445.545 27.895 15,97 979 183.782 13.782 13,33
Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten,
dalam BPSProvinsi Banten Tahun 2017

Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), di Banten


terdapat 1.326 sekolah dengan jumlah murid 445.545 dan guru 27.895
yang terbanyak di Kabupaten Tanggerang. Sementara jumlah
Madrasah Tsanawiyah (MTs) 979 dengan murid 183.782 dan 13.782 guru.
Kabupaten Lebak memiliki jumlah MTs terbanyak, untuk murid
terbanyak berada di Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten
Pandeglang dengan jumlah guru MTs terbanyak.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 33


Tabel 2.12.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Sekolah Menengah Atas (SMA) Madrasah Aliyah (MA)


No. Kabupaten/Kota Sekolah Murid Guru Rasio Sekolah Murid Guru Rasio
Murid- Murid-
Guru Guru
1. Kab. Pandeglang 34 16.590 1.255 13,22 80 12.233 1.089 11,23
2. Kab. Lebak 51 18.998 1.020 18,63 73 8.343 910 9,17
3. Kab. Tanggerang 154 34.772 4.731 7,35 67 13.707 624 21,97
4. Kab. Serang 76 19.895 1.288 15,45 77 14.502 871 16,65
5. Kota Tanggerang 90 27.220 2.690 10,12 21 3.542 232 15,27
6. Kota Cilegon 22 6.804 1.401 4,86 23 3.974 319 12,46
7. Kota Serang 30 9.401 980 9,59 22 3.975 247 16,09
8. Kota Tangsel 75 21.134 986 21,43 18 2.921 186 15,70
Banten 532 154.814 14.351 10,79 381 63.197 4.478 14,11
Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten,
dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Tabel 2.13.
Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Sekolah Menengah Kejuaran (SMK)


No. Kabupaten/Kota Sekolah Murid Guru Rasio Murid-
Guru
1. Kab. 77 17.588 783 22,46
Pandeglang
2. Kab. Lebak 49 14.599 713 20,48
3. Kab. 167 47.975 4.113 11,66
Tanggerang
4. Kab. Serang 84 19.368 389 49,79
5. Kota 119 45.072 1.531 29,44
Tanggerang
6. Kota Cilegon 20 10.011 668 14,99
7. Kota Serang 46 18.016 1.074 16,77
8. Kota Tangsel 79 29.431 1.071 27,48
Banten 641 202.060 10.342 19,54
Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan Provinsi Banten, dalam BPSProvinsi Banten Tahun 2017

RAD PUG PROVINSI BANTEN 34


Tabel 2.12 dan 2.13 di atas, terlihat bahwa di Provinsi Banten
terdapat 532 Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan 14.351 guru dan
154.814 murid, serta 641 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan
10.342 guru dan 202.060 murid. Selain itu, terdapat juga 381 Madrasah
Aliyah (MA) dengan jumlah murid 63.197 dan guru 4.478. Untuk SMA
dan SMK jumlah yang terbanyak di Kabupaten Tanggerang. Pada MA,
sekolah dan guru terbanyak di Kabupaten Pandeglang, sementara
murid terbanyak di Kabupaten Serang.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang ada terlihat bahwa jumlah
sekolah SMP/MTs dan SMA/SMK/MA mengalami penurunan. Berarti,
ketersediaan gedung sekolahnya meningkat melebihi pertambahan
penduduk usia sekolah. Sementara untuk gedung sekolah SD/MI,
peningkatannya sedikit dibawah pertambahan penduduk usia
sekolahnya. Secara umum, rasio murid–guru di Banten juga sebagian
besar di bawah 20 persen, hal ini menandakan bahwa kecukupan guru
yang mengajar dengan jumlah murid cukup memadai.

B. Kesehatan
Capaian Provinsi Banten di bidang kesehatan dalam dua tahun
terakhir telah menunjukkan terjadinya perbaikan yang cukup signifikan.
Kondisi ini tergambarkan dari jumlah Angka Harapan Hidup (AHH) yang
terus meningkat hingga mencapai 69,4 tahun pada tahun 2015.
Salah-satu penyebabnya adalah interaksi antara penduduk dengan
petugas kesehatan yang semakin sering, serta bertambahnya
berbagai sarana kesehatan di Banten. Sehingga secara tidak langsung

RAD PUG PROVINSI BANTEN 35


berdampak pada meningkatnya pemahaman dan kesadaran
penduduk Banten akan pentingnya kesehatan.
Namun sayangnya, angka kesakitan yang diukur dengan
persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan pada
periode yang sama juga mengalami peningkatan hingga mencapai
30,3 persen. Selain itu, rata-rata lama sakit dari penduduk yang
mengalami keluhan kesehatan juga naik dari 4,9 hari menjadi 5,6 hari.
Pada bagian berikut akan diuraikan data sektor kesehatan di Banten.

1. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan
dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000 kelahiran
hidup. AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku
hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan
lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil,
pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas.
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari kejadian kematian masyarakat dari waktu ke waktu.
Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan
program pembangunan kesehatan lainnya. Peristiwa kematian pada
dasarnya merupakan proses akumulasi akhir dari berbagai penyebab
kematian langsung maupun tidak langsung. Secara umum kejadian
kematian pada manusia berhubungan erat dengan permasalahan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 36


kesehatan sebagai akibat dari gangguan penyakit atau akibat dari
proses interaksi berbagai faktor yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama mengakibatkan kematian dalam masyarakat.
Salah satu alat untuk menilai keberhasilan program pembangunan
kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat
perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Salah satu angka
kematian yang dibahas pada penyelenggaraan data gender adalah
angka kematian ibu melahirkan.

Tabel 2.14.
Angka Kematian Ibu (AKI) Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Tahun 2011-2014

Kab/Kota 2011 2012 2013 2014


Kab. Pandeglang 38 47 35 48
Kab. Lebak 49 44 33 47
Kab. Tanggerang 23 37 39 47
Kab. Serang 43 57 57 50
Kota Tanggerang 0 13 9 13
Kota Cilegon 11 18 12 12
Kota Serang 6 12 17 6
Kota Tangsel 13 12 14 10
Banten 183 240 216 233
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dalam “Profil Pengrusutamaan Gender Provinsi
Banten 2016, (Jakarta: KPP-PA, 2016)

Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Banten, sebagimana tabel


di atas, sejak tahun 2011 cenderung naik. Lonjakan tertinggi terjadi
pada tahun 2012 dari 183 menjadi 240. Jumlah ini sempat menurun
pada tahun 2013 menjadi 216, namun meningkat kembali pada tahun
2014 menjadi 233 kasus. Kabupaten/Kota dengan AKI tertinggi pada
tahun 2011 di Kabupaten Lebak sebanyak 49 kasus. Dari tahun
RAD PUG PROVINSI BANTEN 37
2012-2014 Kabupaten Serang, menempati urutan pertama AKI di
Banten, jumlahnya terus meningkat dari tahun 2011 sebanyak 43
menjadi 50 pada tahun 2014. Sangat disayangkan, dalam kesempatan
ini belum diperoleh data untuk AKI tahun 2015 dan 2017. Sehingga tidak
dapat diketahui perkembangan lebih lanjut AKI di Banten. Untuk
mengantisipasi masalah ini, sangat diperlukan mendapatkan perhatian
serius dari instansi terkait. Agar dapat menekan tingkat AKI perlu
dilakukan terobosan-terobosan misalnya dengan mengurangi peran
dukun dan meningkatkan peran dokter atau bidan. Dengan demikian,
peran tenaga kesehatan (doker dan bidan) di Desa dapat dijadikan
sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKI.

2. Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kesakitan


Capaian Banten dalam bidang kesehatan dalam dua tahun
terakhir telah menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kondisi ini terlihat
dari Angka harapan hidup (AHH) yang terus meningkat hingga
mencapai 69,4 tahun pada tahun 2015, sebagaimana digambarkan
pada grafik 2.5 berikut.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 38


Grafik 2.5.
Angka Harapan Hidup (AHH) di Banten Tahun 2013-2016

2013 2014 2015 2016

BANTEN 69.04 69.14 69.43 69.46

KOTA TANGSEL 72.1 72.11 72.12 72.14

KOTA SERANG 67.23 67.23 67.33 67.36

KOTA CILEGON 65.84 65.85 66.15 66.24

KOTA 71.09 71.09 71.29 71.34


TANGGERANG

KAB. SERANG 63.03 63.09 63.58 63.81

KAB. 68.96 68.98 69.28 69.37


TANGGERANG

KAB. LEBAK 65.83 65.88 66.28 66.43

KAB. 62.83 62.91 63.51 63.77


PANDEGLANG

Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Perbaikan peningkatan AHH ini disebabkan oleh bertambahnya


pemahaman penduduk akan arti penting kesehatan. Hal ini dapat
diketahui dengan melihat bahwa dokter praktik dan puskemas masih
menjadi tempat rujukan kesehatan paling sering didatangi oleh
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan untuk berobat jalan.

3. Kesehatan Reproduksi
Persalinan yang dilakukan pada ibu dengan usia kurang dari 20
tahun, lebih dari 35 tahun, pernah hamil empat kali/lebih, atau jarak
waktu kelahiran terakhir kurang dari dua tahun akan semakin
memperbesar resiko persalinan. Himbauan untuk menunda usia
perkawinan pertama dan membatasi jumlah kelahiran merupakan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 39
usaha nyata dalam merealisasikan tujuan tersebut. Perkawinan yang
dilakukan pada usia matang (di atas 20 tahun) bagi perempuan akan
membantu mereka menjadi lebih siap untuk menjadi ibu dan
mengurangi resiko persalinan.
Di samping itu juga pengetahuan para ibu rumah tangga tentang
kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan keluarga. Kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan tersebut telah tersedia di berbagai
tempat-tempat pemukiman penduduk, misalnya melalui Puskesmas,
Posyandu, Polindes dan sarana-sarana kesehatan lainnya. Berikut
persentase Anak Lahir Hidup (ALH) di Banten.

Tabel 2.15.
Persentase Perempuan Pernah Kawin Berumur 15-49 Tahun
Yang Melahirkan Anak Lahir Hidup (ALH) Menurut
Kabupaten/Kota dan Penolong Proses Kelahiran
di Provinsi Tahun 2016

Kab/Kota Anak Lahir Hidup Penolong Jumlah


(ALH) Kelahiran
Kab. Pandeglang 76,22 23,78 100,00
Kab. Lebak 66,11 33,89 100,00
Kab. Tanggerang 95,20 4,80 100,00
Kab. Serang 82,78 17,22 100,00
Kota Tanggerang 100,00 0,00 100,00
Kota Cilegon 92,31 7,69 100,00
Kota Serang 88,63 11,37 100,00
Kota Tangsel 98,65 1,35 100,00
Banten 88,64 11,36 100,00
Sumber: Data diolah dari Susenas Maret 2016, dalam BPS Provinsi Banten 2017

RAD PUG PROVINSI BANTEN 40


Berdasarkan tabel 2.15, terlihat bahwa ALH di Banten cukup tinggi
dengan persentase sebesar 88,64 persen. Kondisi ini cukup
menggembirakan, karena menunjukkan arah kebijakan pemerintah
daerah terhadap kesehatan reproduksi perempuan telah berjalan
dengan baik. Meskipun demikian, masih diperlukan upaya lebih lanjut
untuk semakin meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan di
Banten.

4. Partisipasi Dalam ber KB.


Selain melalui penundaan usia perkawinan pertama, partisipasi
masyarakat dalam membantu pemerintah menangani masalah
kependudukan adalah berupa kesadaran masyarakat untuk
mensukseskan program Keluarga Berencana. Salah satu tujuan
program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
serta mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera melalui
pembatasan dan pengaturan jarak kelahiran. Hal ini bisa ditempuh
antara lain dengan cara pemakaian alat/cara kontrasepsi KB.

Tabel 2.16.
Jumlah Pasangan Usia Subur dan Peserta KB Aktif Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
Kab/Kota Jumlah PUS Peserta KB Aktif
IUD MOW MOP Kondom
Kab. Pandeglang 250.160 8.957 2.070 2.309 3.736
Kab. Lebak 285.289 9.809 2.202 2.641 3.650
Kab. Tanggerang 676.723 46.869 9.055 5.111 10.084
Kab. Serang 305.649 13.043 3.218 2.607 6.478
Kota Tanggerang 262.826 19.044 4.415 706 6.130
Kota Cilegon 72.905 4.317 1.282 148 1.294
Kota Serang 96.500 7.206 1.552 384 1.110
Kota Tangsel 213.837 15.715 2.870 367 7.942
Banten 2.163.889 124.963 26.664 14.273 40.424
Sumber: Data diolah BPS Provinsi Banten Tahun 2017
RAD PUG PROVINSI BANTEN 41
Tabel 2.17.
Jumlah Peserta KB Aktif Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota Peserta KB Aktif


Implan Suntikan Pil Jumlah
Kab. 24.349 97.930 30.427 169.778
Pandeglang
Kab. Lebak 53.604 83.823 44.647 200.376
Kab. 55.260 215.821 126.114 468.314
Tanggerang
Kab. Serang 26.585 123.944 44.543 220.421
Kota 9.531 125.111 36.050 200.987
Tanggerang
Kota Cilegon 3.493 30.117 6.405 47.056
Kota Serang 4.156 33.819 16.187 64.414
Kota Tangsel 4.652 97.861 35.423 164.830
Banten 181.630 808.426 339.796 1.536.176
Sumber: Data diolah dari BKKBN Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017

Jika dirinci menurut jenis alat/cara KB yang dipakai tampak bahwa


akseptor yang menggunakan suntikan KB menempati urutan tertinggi
yaitu mencapai sekitar 808.426 dengan jumlah tertinggi di Kabupaten
Tanggerang. Tingginya persentase penggunaan alat kontrasepsi
Suntikan KB disebabkan alat ini relatif praktis, mudah pemakaiannya
(tidak membuat akseptor malu/risih pada saat pemasangan seperti
misalnya IUD) dan efek sampingnya juga tidak terlalu besar, sehingga
untuk wanita-wanita yang sibuk, cenderung lebih memilih jenis alat
kontrasepsi ini. Kelebihan lain dari alat kontrasepsi ini adalah jika
akseptor ingin berhenti, bisa dilakukan pada saat yang dikehendaki
oleh akseptor. Alat/cara ini relatif lebih aman bagi kebanyakan wanita
dan relatif lebih murah dan gampang didapatkan.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 42


Meningkatnya akseptor KB yang menggunakan metode kontrasepsi
berupa suntikan, diikuti oleh semakin berkurangnya akseptor KB yang
menggunakan metode kontrasepsi pil dengan jumlah 339.796. Hal ini
menunjukkan telah terjadi pergeseran pemakaian alat kontrasepsi dari
pil KB ke suntikan KB, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena
kesibukan para wanita, sehingga lebih memilih suntikan KB yang resiko
terjadinya kelainan kecil dibanding dengan pil KB. Sementara itu
sisanya menggunakan alat kontrasepsi jenis lain yaitu implan,
MOW/MOP, AKDR/IUD, susuk KB, dan kondom.

5. Dokter dan Tenaga Kesehatan


Penolong persalinan sangat berpengaruh terhadap keselamatan
dan kesehatan bayi dan ibu pada saat proses persalinan. Penolong
persalinan yang berkualitas tentunya lebih memungkinkan terwujudnya
keselamatan/kesehatan bayi dan ibu pada saat persalinan. Tenaga
medis sebagai penolong persalinan tentunya lebih baik dibanding
tenaga non medis. Di Banten, persentase balita yang proses
kelahirannya ditolong oleh dokter juga terus mengalami peningkatan
dari 17,6 % di tahun 2013 menjadi 22,6 % pada 2015. Peningkatan minat
ke dokter ini berdampak pada bidan dan penolong kelahiran lainnya
yang semakin turun setiap tahunnya, seperti terlihat pada grafik 2.6
berikut.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 43


Grafik 2.6.
Penolong Kelahiran Terakhir di Banten Tahun 2013-2015

59.23 59.05
56.61

23.17 21.47 22.61


19.48 20.77
17.6

2013 2014 2015

Dokter Bidan Lainnya

Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten 2016

Perbaikan capaian dalam bidang kesehatan ini sangat mungkin


disebabkan oleh bertambahnya pemahaman penduduk akan arti
penting kesehatan. Hal ini dapat diketahui dengan melihat bahwa
dokter praktik dan puskemas masih menjadi tempat rujukan kesehatan
paling sering didatangi oleh penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan ataupun untuk sekedar berobat jalan.
Berdasarkan data yang ada, tenaga kesehatan yang tersedia di
Provinsi Banten sebanyak 6.029 orang, yang terdiri dari 919 tenaga
medis, 2.229 tenaga keperawatan, 2.613 tenaga kebidanan, dan 268
tenaga kefarmasian sebagaimana tabel berikut.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 44


Tabel 2.18.
Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota Tenaga Kesehatan


Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga
Medis Keperawa Kebidanan Kefarmas Kesehatan
tan ian Lainnya
Kab. 17 57 58 3 81
Pandeglang
Kab. Lebak 95 555 860 33 77
Kab. Tanggerang 97 219 146 17 93
Kab. Serang 192 411 684 47 56
Kota Tanggerang 199 291 168 65 107
Kota Cilegon 22 144 112 10 36
Kota Serang 57 186 307 27 32
Kota Tangsel 240 366 278 66 496
Banten 919 2.229 2.613 268 978
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017

Tabel 2.19.
Jumlah Dokter Spesialis, Dokter Umum, dan Dokter Gigi
Menurut Sarana Pelayanan Kesehatan di Provinsi Banten,
Tahun 2016

Unit Kerja Dokter Dokter Dokter Gigi


Spesialis Umum
Puskesmas …………….. 515 256
Rumah Sakit …………….. …………….. ……………..
Jumlah Total …………….. …………….. ……………..
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017

6. Imunisasi
Berdasarkan jenisnya, imunisasi yang diberikan baik pada
anak-anak maupun pada orang dewasa cukup beragam, tetapi yang
jadi fokus bahasan disini adalah imunisasi untuk anak balita (bawah 5
Tahun). Sejak tahun 1982, untuk mencegah penyakit yang biasa
RAD PUG PROVINSI BANTEN 45
menyerang anak-anak yang diduga akan mengakibatkan kematian
pada bayi, pemerintah Indonesia telah mengusahakan pemberian 4
macam imunisasi yaitu BCG (pencegahan TBC), DPT (pencegahan
Dipteri, Partusis dan Tetanus), Polio (pencegahan polio) dan Campak
(pencegahan campak) kepada balita. Pemantauan pencapaian
imunisasi balita ini dapat dilihat dari hasil Susenas yang dilakukan setiap
tahun. Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya untuk
meningkatkan cakupan imunisasi dari keempat jenis yang
diprogramkan di atas, berikut data Susenas persentase balita yang
pernah mendapat imunisasi di Banten pada tahun 2016.

Tabel 2.20.
Persentase Balita Yang Pernah Mendapat Imunisasi
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Imunisasi
di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota BCG DPT Campak


1 2 3
Kab. Pandeglang 89,82 12,69 13,25 71,63 68,67
Kab. Lebak 79,66 24,04 8,65 60,58 60,30
Kab. Tanggerang 86,89 17,10 10,63 67,37 66,58
Kab. Serang 76,04 21,26 15,52 57,65 56,93
Kota Tanggerang 95,07 4,52 5,87 89,61 79,88
Kota Cilegon 95,37 1,98 10,99 86,40 78,36
Kota Serang 80,04 23,63 14,03 57,58 56,80
Kota Tangsel 91,36 12,53 2,32 82,67 76,77
Banten 86,86 14,55 9,59 72,39 68,18
Sumber: Data diolah dari Susenas Kor, Maret 2016, dalam BPS Provinsi Banten 2017

RAD PUG PROVINSI BANTEN 46


Pada dasarnya sebagai salah satu program pemerintah, pemberian
imunisasi balita tidak selektif gender atau semua balita ditargetkan
menerima imunisasi. Oleh karena itu tidak terlihat adanya perbedaan
yang berarti pada cakupan imunisasi antara balita laki-laki dan
perempuan.

7. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan
salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian
perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR
karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR
karena Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir
cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang,
banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia,
malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum
konsepsi atau pada saat hamil.

Tabel 2.21.
Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
BBLR Dirujuk, dan Bergizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota Bayi Lahir BBLR Gizi Buruk


Jumlah Dirujuk
Kab. Pandeglang …. …. …. 200
Kab. Lebak …. …. …. 169
Kab. Tanggerang …. …. …. 210
Kab. Serang …. …. …. 85
Kota Tanggerang …. …. …. 76
Kota Cilegon …. …. …. 32
Kota Serang …. …. …. 85
Kota Tangsel …. …. …. 41

RAD PUG PROVINSI BANTEN 47


Banten …. …. …. 898
Sumber: Data diolah dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017
Tabel 2.21 menunjukkan bahwa di Banten pada tahun 2016,
terdapat 898 kasus gizi buruk. Pada semua Kabupaten dan Kota di
Banten terdapat kasus gizi buruk dengan jumlah tertinggi di Kabupaten
Tanggerang sebanyak 210 dan yang terendah di Kota Tanggerang
Selatan 41 kasus gizi buruk. Sayangnya dalam kesempatan ini tidak
terdapat rincian data bayi laki-laki dan perempuan yang menderita gizi
buruk, serta rincian BBLR. Namun demikian, dengan masih
ditemukannya kasus gizi buruk di Banten ini, tentunya perlu mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah. Sebab status gizi balita
merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat.

8. Penderita HIV/AIDS dan Penyakit Terbanyak


Penyakit HIV/AIDS yang merupakan new emerging diseases, dan
merupakan pandemi pada semua kawasan, penyakit ini telah sejak
lama menyita perhatian berbagai kalangan, tidak hanya terkait
dengan domain kesehatan saja. Kasus penyakit yang menyerang
sistem kekebalan tubuh ini, di Indonesia senantiasa meningkat dari
tahun ke tahun. Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai negara
dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level
epidemic), yaitu adanya prevalensi lebih dari 5 % pada sub populasi
tertentu misalnya pada kelompok penjaja seks dan pada para
penyalahguna NAPZA. Tingkat epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku
beresiko yang cukup aktif menularkan di dalam suatu sub populasi
tertentu. Selanjutnya perjalanan epidemi akan ditentukan oleh jumlah

RAD PUG PROVINSI BANTEN 48


dan sifat hubungan antara kelompok beresiko tinggi dengan populasi
umum.
Penyakit yang kemunculannya seperti fenomena gunung es
(iceberg phenomena), yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh
lebih kecil daripada jumlah penderita yang sebenarnya, ini sudah
menyebar di sebagian besar Provinsi di Indonesia. Hal ini berarti bahwa
jumlah pengidap infeksi HIV/AIDS yang sebenarnya di Indonesia masih
sangat sulit diukur dan belum diketahui secara pasti.
Di Banten, jumlah penderita HIV/AIDS terdapat sebanyak 721
dengan rincian 529 HIV dan 192 AIDS. Kabupaten Tanggerang menjadi
daerah dengan angka HIV tertinggi yaitu 252 orang, untuk AIDS jumlah
terbanyak di Kota Serang yang memiliki 38 orang penyandang AIDS.
Namun demikian, jika merujuk pada data Dinas Kesehatan Provinsi
Banten tahun 2016, penyakit terbanyak yang diderita penduduk
Banten adalah diare dengan jumlah 229.036, diikuti penyakit TB
sebanyak 14.842 dan 6.825 pengidap IMS.

Tabel 2.22.
Jumlah Kasus HIV/AIDS, IMS, DBD, Diare, TB, dan Malaria
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota HIV AIDS IMS DBD Diare TB Malaria


Kab. 10 25 98 873 21.572 1.534 41
Pandeglang
Kab. Lebak 27 13 155 706 46.611 1.312 2
Kab. 252 15 1.769 1.231 20.969 3.849 0
Tanggerang
Kab. Serang 56 38 1.798 537 32.036 2.371 2
Kota 29 14 1.123 879 55.059 1.914 2
Tanggerang
Kota Cilegon 48 24 940 585 15.941 1.037 0

RAD PUG PROVINSI BANTEN 49


Kota Serang 21 35 705 532 4.216 1.115 2
Kota Tangsel 86 28 237 655 32.632 1.710 2
Banten 529 192 6.825 5.998 229.036 14.842 51
Sumber: Data diolah dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017
Sejumlah temuan kasus penyakit di atas, perlu mendapatakan
perhatian pemerintah daerah serta instansi terkait, terutama masalah
diare dan TB sebagai sumber penyakit yang paling menonjol dengan
jumlahnya cukup banyak dan tersebar hampir merata di seluruh
Kabupaten dan Kota di Banten.

C. Sosial–Ekonomi
Pergeseran perekonomian di Banten dari sektor pertanian ke
sektor industri dan jasa membawa dampak besar khususnya dalam
pemanfaatan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Tetapi
pemanfaatan tenaga kerja tersebut lebih banyak terjadi pada
perempuan, terutama dalam penyerapan tenaga kerja di sektor
industri dan jasa.
Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja, pada umumnya
dilatarbelakangi oleh motif ekonomi sehingga banyak diantaranya
yang memilih untuk bekerja atau harus bekerja untuk membantu
menopang kebutuhan keluarganya. Pada penduduk perempuan
dengan latar belakang kelas ekonomi menengah ke atas, keterlibatan
mereka dalam dunia pekerjaan umumnya didorong oleh motivasi
tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat
kehidupan sosial–ekonomi rata-rata penduduk di dalam suatu
masyarakat, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan cenderung

RAD PUG PROVINSI BANTEN 50


semakin tinggi. Pada uraian berikut, akan disampaikan data tentang
sosial–ekonomi penduduk di Provinsi Banten.

1. Kependudukan
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di suatu daerah
selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
lebih 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Penduduk Banten
berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2016 sebanyak 12.203.148 orang.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010, penduduk Banten
mengalami pertumbuhan sebesar 2,23 persen, sebagaimana dapat
dilihat pada grafik berikut.

Grafik 2.7.
Perkembangan Penduduk Banten Tahun 1971-2016

12.2
10.6

8.1

4
3 4.04
3.21 3.1 2.78
2.25 2.23

1971 1980 1990 2000 2010 2016

Jumlah Penduduk (Juta Orang) Pertumbuhan Penduduk (Persen per Tahun)

Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Proyeksi penduduk di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk


Banten sudah mencapai 12,2 juta atau tepatnya 12.203.148 orang.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 51


Jumlah tersebut telah mengantarkan Banten sebagai Provinsi dengan
penduduk terbanyak kelima dan terpadat ketiga di Indonesia. Jika
dilihat dari jenis kelamin, penduduk laki-laki berjumlah 6.221.640 juta
orang, lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan
yang hanya 5.981.508 orang. Besarnya angka rasio jenis kelamin
penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan pada tahun 2016
sebesar 104,01 atau terdapat 1.040 penduduk laki-laki di antara 1.000
penduduk perempuan. Daerah dengan porsi penduduk laki-laki
terbesar terdapat di Kota Serang, dimana terdapat 1.052 penduduk
laki-laki untuk setiap 1.000 penduduk perempuan. Adapun yang terkecil
di Kota Tangerang Selatan, dengan perbandingan 1.000 penduduk
perempuan untuk setiap 1.015 penduduk laki-laki.

Tabel 2.23.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016

Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah


Perempuan Laki-Laki
0-4 602.204 624.705 1.226.909
5-9 573.990 604.511 1..178.501
10-14 513.856 541.464 1.055.320
15-19 512.483 541.894 1.054.332
20-24 529.849 549.065 1.078.914
25-29 547.854 559.681 1.107.535
30-34 546.474 548.540 1.095.014
35-39 514.303 517.512 1.031.815
40-44 447.026 468.299 915.325
45-49 364.826 396.388 761.214
50-54 281.755 308.510 590.265
55-59 204.672 226.106 430.778
60-64 134.326 150.690 285.016
RAD PUG PROVINSI BANTEN 52
65+ 207.935 184.275 392.210
Jumlah Total 5.981.508 6.221.640 12.203.148
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten 2017

Tabel 2.24.
Jumlah Penduduk Provinsi Banten
Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Setiap Kabupaten/Kota
Tahun 2016

Kab/Kota Perempuan Laki-Laki Jumlah Rasio Jenis


Kelamin
Kab. Pandeglang 587.404 613.108 1.200.512 104,38
Kab. Lebak 623.805 655.607 1.279.412 105,10
Kab. Tanggerang 1.698.393 1.779.102 3.477.495 104,75
Kab. Serang 731.799 752.703 1.484.502 102,86
Kota Tanggerang 1.025.100 1.068.606 2.093.706 104,24
Kota Cilegon 204.902 213.803 418.705 104,34
Kota Serang 319.201 335.803 665.004 105,20
Kota Tangsel 790.904 802.908 1.593.812 101,52
Prov. Banten 5.981.508 6.221.640 12.203.148 104,01
Sumber: Data diolah dari BPS Provinsi Banten 2017

Dari tabel 2.23 dan 2.24 terlihat bahwa penduduk Banten


berdasarkan kelompok umur, jumlah terbesar berada pada rentang
usia 0–4 tahun. Namun demikian, secara rata-rata penduduk dengan
rentang 15-44 tahun jumlahnya sangat signifikan. Artinya bahwa
mayoritas penduduk Banten berada pada usia produktifnya. Jika
pemerintah dapat mengelola dengan baik, maka sumber daya
manusia produktif yang ada ini memiliki potensi yang sangat besar
dalam menggerakkan roda perekonomian dan pembangunan
daerah.
Labih lanjut, data tersebut juga mengungkapkan penduduk Banten
secara geografis tidaklah terdistribusi dengan merata. Dimana
RAD PUG PROVINSI BANTEN 53
sebagian besar penduduk Banten berada wilayah Banten Utara atau
Tanggerang Raya. Kondisi ini dapat terjadi karena Tanggerang
merupakan salah-satu daerah tujuan utama karena posisinya yang
cukup strategis yaitu sebagai daerah penyangga bagi Ibu Kota Jakarta.
Kabupaten Tangerang merupakan daerah dengan jumlah penduduk
terbanyak mencapai 28,5 persen (3,47 juta orang). Sementara yang
paling sedikit penduduknya adalah Kota Cilegon, dengan persentase
hanya 3,4 persen (0,4 juta orang).

Tabel 2.25.
Distribusi dan Kepadatan Penduduk
MenurutKabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota Persentase Penduduk Kepadatan


Penduduk per km2
Kab. Pandeglang 9,84 437
Kab. Lebak 10,48 373
Kab. Tanggerang 28,50 3.477
Kab. Serang 12,16 856
Kota Tanggerang 17,16 13.606
Kota Cilegon 3,43 2.386
Kota Serang 5,37 2.456
Kota Tangsel 13,06 10.828
Banten 100,00 1.263
Sumber: Data diolah dariBPS Provinsi Banten 2017

Jika dimati dari kecepatan pertambahan penduduk, sebagaimana


terlihat pada tabel di atas Kota Tangerang Selatan merupakan daerah
yang paling pesat pertumbuhannya. Kota Tangerang yang juga
terletak di bagian utara, merupakan daerah dengan penduduk
terpadat, dimana untuk setiap satu kilometer persegi-nya dihuni oleh
13.602 orang. Kondisi sebaliknya terjadi di Kabupaten Lebak, yang
RAD PUG PROVINSI BANTEN 54
merupakan daerah dengan penduduk paling jarang. Sementara
Kabupaten Pandeglang merupakan daerah dengan pertumbuhan
penduduk paling lambat.

2. Angkatan Kerja
Angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai bagian dari jumlah
penduduk yang mempunyai pekerjaan ataupun yang sedang mencari
kesempatan untuk melakukan suatu aktivitas yang produktif. Sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk, jumlah penduduk usia kerja
juga mengalami pertambahan. Jumlah angkatan kerja yang dimaksud
berumur 15 tahun keatas yang merupakan sumber angkatan kerja
potensial.

Tabel 2.26.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis
Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2016

Kegiatan Utama Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Jumlah
Angkatan Kerja 3.636.067 1.951.026 5.587.093
 Bekerja 3.307.628 1.780.869 5.088.497
 Pengangguran 328.439 170.157 498.596
Terbuka
Bukan Angkatan Kerja 832.210 2.356.681 3.188.891
 Sekolah 373.695 348.847 722.542
 Mengurus Rumah 169.003 1.897.863 2.066.866
Tangga 298.512 109.971 399.483
 Lainnya
Jumlah Total 4.468.277 4.307.707 8.775.984
Tingkat Partisipasi 81,38 45,29 63,66
Angkatan Kerja

RAD PUG PROVINSI BANTEN 55


Tingkat Pengangguran 9,03 8,72 8,92
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2016, dalam BPS
Provinsi Banten Tahun 2017

Berdasarkan data yang diperoleh, sampai dengan bulan Agustus


tahun 2016 jumlah angkatan kerja di Provinsi Banten diketahui
sebanyak 5.587.093 orang, yang terdiri dari 3.636.067 atau 65% adalah
laki-laki dan 1.951.026 atau 35% merupakan perempuan. Dari seluruh
angkatan kerjatersebut, 5.088.497 orang (91,08%) diantaranya bekerja
dan 498.596 orang (8,92%) merupakan pengangguran terbuka.
Menurut hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas) diketahui
bahwa jumlah angkatan kerja di Banten sendiri selama periode
Februari hingga Agustus 2016 cenderung mengalami penurunan, yaitu
dari 5,69 juta orang menjadi 5,58 juta orang. Meskipun angka
penurunannya tidak begitu signifikan, namun hal ini menunjukkan
bahwa penanganan Pemerintah daerah terhadap angkatan kerja ini
telah sesuai dengan salah-satu tujuan RPJMD 2018-2022 yaitu
meningkatkan kesempatan kerja dengan sasarannya berupa
menurunnya tingkat pengangguran.

Grafik 2.8.
Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Banten

Angkatan Kerja (Juta Orang)


Agustus 2016 Agustus 2014
5,33 5,34

RAD PUG2015
PROVINSI BANTEN 56
Agustus
Februari 2016 5,58
5,69
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dalam BPS Provinsi
Banten Tahun 2016 dan 2017
Sementara itu, jika dilihat per-wilayah Kabupaten Tanggerang
merupakan daerah dengan jumlah angkatan kerja tertinggi. Adapun
daerah dengan jumlah angkatan kerja terendah yaitu Kota Cilegon.
Adanya perbedaan jumlah angkatan kerja ini, disebabkan karena
jumlah penduduk di setiap Kabuten/Kota di Banten memang tidak
merata. Kabupaten Tanggerang misalnya merupakan daerah dengan
penduduk terbanyak di Banten, sedangkan Cilegon memiliki penduduk
paling sedikit. Jadi semakin tinggi jumlah penduduk, maka akan
semakin tinggi juga jumlah angkatan kerjanya. Demikian pula
sebaliknya semakin sedikit penduduk, akan semakin rendah juga
angkatan kerjanya.

Tabel 2.27.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kegiatan
Selama Seminggu yang Lalu di Provinsi Banten Tahun 2015

Kab/Kota Bekerja Penganguran Jumlah Bukan Jumlah


Terbuka Total Angkatan Total
Kerja
Kab. Pandeglang 440.389 50.192 491.031 321.337 812.368
Kab. Lebak 500.175 60.209 560.384 311.264 871.648
Kab. Tanggerang 1.377.224 136.277 1.513.501 909.542 2.423.043
Kab. Serang 528.683 91.844 620.527 406.982 1.027.509
Kota Tanggerang 912.723 79.368 992.091 541.822 1.533.913
Kota Cilegon 164.261 22.403 186.664 109.811 269.475
Kota Serang 257.861 27.032 284.893 161.720 446.613
KotaTangsel 643.694 42.058 685.752 474.269 1.160.021
Banten 4.825.460 509.383 5.334.843 3.236.747 8.571.590
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015, dalam BPS Provinsi Banten
Tahun 2017

RAD PUG PROVINSI BANTEN 57


3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan
perbandingan antara angkatan kerja dengan jumlah seluruh
penduduk usia kerja. TPAK dapat diukur dari perbandingan angkatan
kerja dan usia kerja. Akan tetapi perubahan TPAK dapat dipengaruhi
oleh faktor demografis, sosial, dan ekonomi. Pengaruh masing-masing
faktor tersebut terhadap TPAK berbeda bagi perempuan dan laki-laki.
Bagi TPAK laki-laki, pengaruh faktor-faktor tersebut tidaklah terlalu besar
sebab pada umumnya laki-laki merupakan pencari nafkah utama
keluarga. Namun lain halnya dengan perempuan, TPAK perempuan
banyak dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya. Terlebih
lagi, pada sebagian besar masyarakat Indonesia masih melekat stigma
bahwa melaksanakan tugas rumah tangga merupakan tugas pokok
perempuan.
Di Provinsi Banten, selama periode Agustus 2014–Feberuari 2016,
setiap tahunnya terdapat enam sampai tujuh orang dari sepuluh orang
penduduk usia kerja Banten (penduduk usia 15 tahun ke atas) yang
memasuki pasar kerja. Kondisi ini terlihat dari indikator Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK), yang memberikan gambaran mengenai
besarnya persentase penduduk usia kerja yang termasuk dalam
bagian angkatan kerja. Data yang ada menunjukkan bahwa TPAK di
Provinsi Banten pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 3,32
persen. Jika pada tahun 2015 TPAK Banten hanya 62,24 persen, pada
tahun 2016 meningkat menjadi 65,56 persen, sebagaimana grafik
berikut.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 58


Grafik 2.9.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Provinsi BantenTahun 2016

TPAK (Persen)

Agustus 2015 Agustus 2014


62,24 63,84

Februari 2016
65,56

Sumber: Diolah dari data BPS Tahun 2016

Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang telah ditamatkan oleh


penduduk berumur 15 tahun ke atas, sebagian besar angkatan kerja di
Provinsi Banten merupakan lulusan Diploma/Akademi dengan jumlah
sebanyak 1.827.154 orang, diikuti oleh lulusan SMP dengan jumlah
1.255.816 orang. Hanya ada sedikit penduduk yang tidak pernah
mengenyam pendidikan dan berijazah SD, masing-masing sebanyak
88.437 dan 559.085 orang. Sebagaimana dapat ditampilkan pada
tabel di berikut ini.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 59


Tabel 2.28.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kegiatan
Selama Seminggu yang Lalu di Provinsi Banten, 2016

Pendidikan Angkatan Kerja Bukan


Tertinggi Yang Bekerja Pengangguran Jumlah Angkatan
Ditamatkan Terbuka Kerja
Tidak Punya Ijazah 84.663 3.774 88.437 190.447
SD
Sekolah Dasar 535.713 23.372 559.085 414.290
SekolahMenengah 1.155.092 100.724 1.255.816 810.732
Pertama
Sekolah 764.530 108.029 872.559 903.879
Menengah Atas
Diploma 1.589.693 237.461 1.827.154 747.357
I/II/III/Akademi
Universitas 545.696 25.317 571.013 84.365
Jumlah 5.088.497 498.596 5. 587.093 3.188.891
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dalam BPS Provinsi Banten
Tahun 2017

Tabel 2.28 di atas, memberikan gambaran bahwa tingkat


pendidikan angkatan kerja di Banten sebenarnya cukup memadai,
sebab sebagian besar dari mereka berpendidikan minimal SMP hingga
Universitas. Namun demikian, dari jumlah penduduk yang telah bekerja
sebanyak 5.088.497 orang tersebut, masih terdapat hampir sekitar 10
persen atau 498.596 orang yang menganggur. Untuk menekan tingkat
pengangguran terbuka yang sangat mungkin bertambah seiring
dengan banyaknya lulusan sekolah atau perguruan tinggi baru, perlu
dilakukan upaya yang komprehensif dari berbagai pihak terkait. Baik itu
dengan tujuan untuk mendorong terciptanya lapangan kerja baru,

RAD PUG PROVINSI BANTEN 60


maupun memberikan bekal berupa: pelatihan, keterampilan, serta
dukungan sarana dan dana dengan harapan dapat angkatan kerja
baru ini dapat memasuki sektor ekonomi kreatif. Sehingga mereka
tergerak untuk berusaha secara mandiri sebagai usahawan baru dan
bahkan membantu pemerintah membuka lapangan kerja baru bagi
penduduk lainnya.

Tabel 2.29.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016

Status Pekerjaan Utama Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Jumlah
Berusaha sendiri 445.878 217.304 663.182
Berusaha dibantu buruh 293.003 126.636 419.639
tidak tetap/buruh tidak
dibayar
Berusaha dibantu buruh 191.390 39.829 231.219
tetap/buruh dibayar
Buruh/Karyawan/Pegawai 1.889.554 1.009.186 2.898.740
Pekerja Bebas 400.162 128.336 528.498
Pekerja Keluarga/tidak 87.637 259.578 347.215
dibayar
Jumlah 3.307.628 1.780.869 5.088.497
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dalam BPS Provinsi Banten
Tahun 2017

Berdasarkan data pada tabel 2.30, dari jumlah penduduk yang


berusaha sendiri atau secara mandiri masih sangat sedikit jumlahnya
yaitu sebanyak 663.182 orang. Sebagian besar atau hampir 60
persennya, bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai dengan
jumlah 2.898.740 orang. Jika dilihat dari jenis lapangan pekerjaan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 61


utamanya angkatan kerja di Provinsi Banten sebagian besar berada
pada sektor Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel.
Dari hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas) pada tahun 2016
ketiga sektor tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 1.207.701
atau 23,73 % dari total 5.088.497 pekerja. Sektor tersebut diikuti oleh
Industri Pengolahan dengan jumlah pekerja sebanyak 1.116.989
pekerja (21,95 %). Pertambangan dan penggalian menjadi sektor
dengan jumlah pekerja paling kecil dengan jumlah 8.641 orang.
Berikut rincian jumlah penduduk bekerja menurut lapangan
pekerjaannya pada tahun 2016 di Provinsi Banten.

Tabel 2.30.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016

Lapangan Pekerjaan Utama Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Jumlah
Pertanian, Kehutanan, 479.475 226.651 706.126
Perburuan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 8.641 0 8.641
Industri Pengolahan 706.435 410.554 1.116.989
Listrik, Gas, dan Air 29.489 2.986 32.475
Bangunan 431.162 16.626 447.788
Perdagangan Besar, Eceran, 679.370 528.331 1.207.701
Rumah Makan, dan Hotel
Angkutan, Pergudangan, dan 310.444 14.241 324.685
Komunikasi
Keuangan, Asuransi, Usaha 227.407 90.707 318.114
Persewaan Bangunan, Tanah,
dan Jasa Perusahaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial, 435.205 490.773 925.978
dan Perorangan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 62
Jumlah 3.307.628 1.780.869 5.088.497
Sumber: Data diolah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dalam BPS Provinsi Banten
Tahun 2017
Lebih lanjut, dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah pekerja
laki-laki lebih banyak dari pada pekerja perempuan. Adapun jumlah
pekerja laki-laki sebanyak 3.307.628 orang, sedangkan pekerja
perempuan sebanyak 1.780.869 orang. Pekerja laki-laki mendominasi di
hampir seluruh sektor lapangan kerja, kecuali pada pada sektor Jasa
Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan. Pada sektor tersebut,
perempuan sedikit lebih tinggi dengan jumlah 490.773 orang dan
laki-laki sebanyak 435.205 orang. Menurut data tersebut, sebagian
besar perempuan di Banten bekerja pada sektor Perdagangan Besar,
Eceran, Rumah Makan, dan Hotel dengan jumlah 528.331 orang. Sedikit
menengok ke belakang, pada tabel 2.29 dilihat bedasarkan jenis
pekerjaan utamanya para pekerja perempuan juga banyak yang
menjadi pekerja keluarga/tidak dibayar dengan jumlah 259.578 orang,
sementara laki-laki sebesar 87.637 orang. Hal ini patut menjadi
perhatian bersama, karena menunjukkan masih terjadinya tindakan
diskriminasi terhadap perempuan. Perlu dibangun suatu kesadaran
bersama, bahwa perempuan dan laki-laki juga memiliki kewajiban dan
tanggung jawab yang sama di dalam pekerjaan. Karena itu, sudah
sepatutnya juga mendapatkan hak yang sama seperti pekerja lainnya.

4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


Timbulnya pengangguran adalah disebabkan oleh banyaknya
pencari kerja yang tidak dapat diimbangi oleh penciptaan
kesempatan kerja. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, jumlah

RAD PUG PROVINSI BANTEN 63


pengangguran cenderung meningkat, yang disebabkan oleh dua
kondisi yang berlawanan. Di satu sisi jumlah pencari kerja semakin
bertambah, baik berupa pendatang baru maupun mereka yang
lepas/keluar dari pekerjaan lama untuk mencari pekerjaan yang lebih
baik. Tetapi disisi lain, kesempatan kerja yang tersedia justru menciut
karena kontraksi ekonomi atau tumbuh dalam besaran yang sangat
terbatas karena minimnya investasi atau investasi yang ada lebih
bersifat padat modal.

Tabel 2.31.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Kabupaten/kota
di Provinsi Banten Tahun 2015

Kab/Kota Pengangguran Terbuka TPT (Persen)


Jumlah Persentase
Kab. Pandeglang 50.192 9,85 10,22
Kab. Lebak 60.209 11,82 10,74
Kab. Tanggerang 136.277 26,75 9,00
Kab. Serang 91.844 18,03 14,80
Kota Tanggerang 79.368 15,58 8,00
Kota Cilegon 22.403 4,40 12,00
Kota Serang 27.032 5,31 9,49
Kota Tangsel 42.058 8,26 6,13
Banten 498.596 - 9,55
Sumber: Diolah dari data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2015, dalam
BPS Provinsi Banten Tahun 2016 dan 2017

Dari tabel di atas, terlihat bahwa tingkat pengangguran terbuka


(TPT) di Banten masih tinggi. Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
menjadi penyumbang terbesar jumlah TPT di Banten, yang
masing-masing mencapai 14,8 persen dan 12 persen. Sementara TPT
terendah di Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, dengan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 64


persentase hanya 6,13 persen dan 8 persen. Tingginya angka TPT
Banten, terutama disebabkan oleh banyaknya jumlah penganggur di
Kabupaten Tangerang, dimana lebih dari seperempat penganggur,
tinggal dan menetap di Kabupaten Tangerang. Selain itu, banyaknya
penduduk Kabupaten Serang dan Kota Tangerang yang menjadi
penganggur, juga turut menjadi penyumbang terbesar bagi tingginya
angka pengangguran Banten. Namun demikian, jika merujuk pada
angka TPT Banten, TPT diKabupaten Tangerang sendiri ternyata relatif
kecil, karena masih berada di bawah angka TPT Banten periode
Agustus 2015 sebesar 9,55 persen.
Jika dilihat dari jumlah pencari kerja terdaftar berdasarkan tingkat
pendidikannya, pencari kerja laki-laki dan perempuan mempunyai
proporsi yang hampir seimbang. Pencari kerja perempuan sedikit lebih
banyak dengan jumlah 54.763 orang, adapun laki-laki sebesar 54.368
orang. Menariknya, dari data yang diperoleh diketahui bahwa untuk
pencari kerja dengan tingkat pendidikan
Diploma/Akademi/Universitas, jumlah perempuan juga lebih dominan
dari pada laki-laki. Pencari kerja laki-laki dengan jumlah paling besar
yaitu dengan tingkat pendidikan SMA/Sederajat sebanyak 42.755
orang. Karena itu, dalam penyusunan program intervensi terkait
dengan penanganan pengangguran terbuka ini, program pemerintah
daerah ke depannya diharapkan dapat yang lebih terarah lagi
disesuaikan dengan kebutuhan dan proporsi masing-masing pencari
kerja. Sehingga dapat memberikan keadilan dan kesetaraan baik bagi
laki-laki maupun perempuan.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 65


Tabel 2.32.
Jumlah Pencari Kerja Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2016

Pendidikan Tertinggi Yang Jenis Kelamin


Ditamatkan Laki-Laki Perempuan Jumlah
Tidak/Belum Pernah 232 2.075 2.307
Sekolah/Belum Tamat SD
Sekolah Dasar 532 860 1.392
Sekolah Menengah Pertama 4.755 8.430 13.185
Sekolah Menengah Atas 42.755 35.006 77.761
Diploma I/II/III/Akademi 1.578 3.023 4.601
Universitas 4.516 5.369 9.885
Jumlah 54.368 54.763 109.131
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten Tahun
2017

5. Kemiskinan
Masyarakat miskin adalah suatu kondisi dimana fisik masyarakat
yang tidak memiliki akses ke sarana dan prasarana dasar lingkungan
yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang
jauh di bawah standar kelayakan serta mata pencaharian yang tidak
menentu. 3 Penggolongan kemiskinan pada umumnya didasarkan
pada suatu standar tertentu dengan cara membandingkan tingkat

3 Lihat Pedoman Umum, P2KP, 2014.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 66


pendapatan seseorang atau keluarga dengan tingkat pendapatan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum.

Program pengentasan kemiskinan di Banten selama setahun terakhir


ini, dapat dikatakan berjalan dengan baik. Penilaian tersebut
didasarkan kepada jumlah dan persentase penduduk miskin yang
menurun, padahal pada saat bersamaan garis kemiskinannya justru
meningkat. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Banten
sendiri pada bulan Maret 2016 tercatat sebanyak 658.110 penduduk
atau 5,42 persen, sementara pada bulan September 2016 terdapat
657.740 atau 5,36 persen penduduk miskin. Persentase penduduk miskin
tersebut, sejak tahun 2015 cenderung menurun dari 5,90 persen pada
bulan Maret 2015 dan 5,75 persen pada bulan September 2015.
Selain karena jumlah dan persentase penduduk miskin yang
menurun, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan
kemiskinan juga terlihat semakin mengecil. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkat pengeluaran penduduk miskin di Banten secara
rata-rata juga turut mengalami peningkatan, hingga semakin
mendekati garis kemiskinannya. Adapun tingkat ketimpangan
pengeluaran antar sesama penduduk miskinnya, juga semakin
menyempit. Dengan demikian, pengentasan kemiskinan ke depannya
akan lebih mudah untuk dilakukan, karena pemerintah dapat
menyusun program intervensi yang lebih terarah dan dengan biaya
yang lebih rendah. Berikut grafik jumlah penduduk miskin di Banten.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 67


Grafik 2.10.
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Banten

TAHUN
2014 2015 2016

KAB. PANDEGLANG 113.14 124.42 115.9

KAB. LEBAK 115.83 126.42 111.21

KAB. TANGGERANG 173.1 191.12 182.52

KAB. SERANG 71.38 74.85 67.92

KOTA TANGGERANG 98.76 102.56 102.88

KOTA CILEGON 15.53 16.96 14.9

KOTA SERANG 36.18 40.19 36.4

KOTA TANGSEL 25.29 25.89 26.38

BANTEN 649.19 702.4 658.11

Sumber: Diolah dari data Susenas, BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Sementara itu tingginya taraf hidup atau tingkat kesejahteraan


pekerja, setidaknya dapat diketahui dari besarnya upah yang diterima
oleh mereka. Pekerja di Kabupaten Lebak dan Pandeglang pada
tahun 2017 menerima upah minimum terendah yaitu masing-masing
sebesar Rp. 2.127.112 dan Rp. 2.164.979, sedangkan yang tertinggi
diterima oleh pekerja di Kota Cilegon dengan jumlah Rp. 3.331.997.
Tinggi atau rendahnya upah yang diterima oleh para pekerja,
sepertinya lebih terkait dengan jenis pekerjaan yang ada di wilayah
masing-masing. Pekerja di Kota Cilegon menerima upah tertinggi,
karena wilayahnya menjadi sentra industri padat modal yang
RAD PUG PROVINSI BANTEN 68
berteknologi tinggi. Adapun Kabupaten Lebak dan Pandeglang
menjadi penerima upah terendah, karena pekerjaannya memang
lebih banyak berkaitan dengan sektor pertanian yang tenaga kerjanya
berlebih.
Tabel 2.33.
Upah Minimum Kabupaten/Kota per Bulan
di Provinsi Banten (Rupiah) Tahun 2013-2017

Kab/Kota 2013 2014 2015 2016 2017


Kab. 1.182.000 1.418.000 1.737.000 1.999.981 2.164.979
Pandeglang
Kab. Lebak 1.187.500 1.490.000 1.728.000 1.965.000 2.127.112
Kab. Tanggerang 2.200.000 2.442.000 2.710.000 3.021.650 3.270.936
Kab. Serang 2.080.000 2.340.000 2.700.000 3.010.500 3.258.866
Kota Tanggerang 2.203.000 2.444.301 2.730.000 3.043.950 3.295.075
Kota Cilegon 2.200.000 2.443.000 2.760.590 3.078.058 3.331.997
Kota Serang 1.798.446 2.166.000 2.375.000 2.648.125 2.866.595
KotaTangsel 2.200.000 2.442.000 2.710.000 3.021.650 3.270.936
Banten 1.170.000 1.325.000 1.600.000 1.784.000 1.931.180
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten, dalam BPS Tahun 2017

RAD PUG PROVINSI BANTEN 69


Betapapun juga, pengentasan kemiskinan Banten memang belum
seratus persen berhasil. Hal ini karena program pengentasan yang
dilaksanakan, sepertinya masih bersifat parsial dan urban sentris.
Akibatnya, insiden kemiskinan terbanyak secara historis selalu terdapat
di Kabupaten Tangerang, Lebak dan Pandeglang, yang merupakan
daerah sentra pertanian Banten. Oleh karena itu, untuk mempercepat
penurunan angka kemiskinan, dibutuhkan program yang terintegrasi
dan lintas sektor, termasuk dengan melibatkan secara penuh berbagai
pemangku kepentingan di bidang terkait dalam penyusunan program
kerjanya.

6. Kekerasan Terhadap Peremuan dan Anak


Kekerasan terhadap perempuan sebagaimana dinyatakan dalam
deklarasi PBB merupakan segala bentuk kekerasan berbasis gender
yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual,
mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman
dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena
kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam
kehidupan pribadi. 4 Sementara yang dimaksud dengan kekerasan
terhadap anak adalah perlakuan dari orang dewasa atau anak yang
usianya lebih tua dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya,
terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya berada dibawah
tanggung-jawab dan atau pengasuhnya, yang dapat menimbulkan

4 Lihat Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1, 1983
RAD PUG PROVINSI BANTEN 70
penderitaan, kesengsaraan, bahkan cacad. Penganiayaan bisa fisik,
seksual maupun emosional. 5
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial
yang telah berlangsung lama dari masyarakat yang masih primitif
hingga pada masyarakat modern saat ini. Berbagai bentuk tindak
kekerasan telah di alami oleh perempuan dari waktu-kewaktu, banyak
faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kekerasan
terhadap perempuan, diantaranya faktor budaya, faktor sosial, dan
faktor ekonomi. Kekerasan terhadap perempuan, tidak hanya terjadi
pada kelompok usia dewasa tetapi juga pada kelompok usia
anak-anak dan bahkan terhadap perempuan lanjut usia. Menurut data
yang disampaikan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A), hingga September 2017 jumlah kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sebanyak 442
kasus. Dari jumlah tersebut terdapat 182 kasus anak yang menjadi
korban dan sebanyak 33 kasus adalah pelaku anak atau anak yang
berhadapan dengan hukum. 6 Berikut rincian kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak di Banten.

5 Syaiful Saanin, Aspek-Aspek Fisik / Medis Serta Peran Pusat Krisis Dan Trauma Dalam Penanganan
Korban Tindak Kekerasan, (Padang: IRD RS M. Djamil Padang, 2015)
6 “Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten Tinggi”, Sindo News, Kamis, 12
Oktober 2017 - 16:20 WIB
https://daerah.sindonews.com/read/1247756/174/kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-a
nak-di-banten-tinggi-1507799997

RAD PUG PROVINSI BANTEN 71


Tabel 2.34.
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Provinsi Banten
Periode 2010-2017

No. Jenis Kekerasan Jumlah


1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 154
2. Perlindungan/Penelantaran Anak 96
3. Kekerasan Seksual 100
4. Penelantaran Perempuan 55
5. trafficking atau perdagangan perempuan dan anak 18
6. perlindungan tenaga kerja 9
7. perebutan hak asuh anak 11
8. kekerasan fisik di bawah umur 3
Jumlah 442
Sumber: data diolah dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Provinsi Banten Tahun 2017

Jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Banten dari


tahun 2010 sampai September 2017 tercatat 442 kasus, KDRT menjadi
kasus terbanyak yang dialami perempuan Banten dengan jumlah 154
dan diikuti oleh kekerasan seksual sebanyak 100 kasus, serta
perlindungan/penelantaran anak dengan jumlah 96 kasus. Setiap
tahunnya jumlah kasus kekerasan tersebut cenderung meningkat,
namum jarang terungkap karena korban atau masyarakat setempat
enggan melapor. Sayangnya dari data yang diperoleh tersebut belum
dikategorisasikan berdasarkan tahun kejadian, sehingga tidak dapat
diketahui seberapa besar tingkat kenaikan jumlah kekerasannya. Untuk
menekan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, diperlukan
berbagaimacam upaya pencegahan baik itu melalui sosialisasi,
advokasi maupun edukasi kepada masyarakat, sehingga dapat
mendorong masyarakat untuk lebih responsif manakala ditemukan
indikasi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
RAD PUG PROVINSI BANTEN 72
7. Tindak Kejahatan dan Masalah Sosial
Tindak kejahatan merujuk pada definisi yang sampaikan oleh
Departemen Informasi Publik PBB adalah semua bentuk tindakan
kekerasan yang dilakukan atas dasar ancaman, pemaksaan ataupun
perampasan hak-hak kebebasan, yang terjadi baik di dalam rumah
tangga atau keluarga (privat life), maupun di dalam masyarakat (public
life) yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan bagi wanita
baik secara fisik, seksual maupun fisikologis.7
Berdasarkan data yang dirilis oleh pihak Kepolisian Dearah Provinsi
Banten, sampai dengan tahun 2016 di Banten terjadi 4.0647 tindak
pidana dan baru 2.899 diantaranya yang telah dilakukan penyelesaian
atas tindak pidana tersebut. Berikut rinciaan jumlah tindak kejahatan di
Banten.

Tabel 2.35.
Banyaknya Tindak Kejahatan Yang Terjadi
Menurut Jenis Kejahatan di Provinsi Banten Tahun 2016

No. Jenis Kejahatan Tindak Kejahatan


Tindak Penyelesaian
Pidana Tindak Pidana
1. Pembunuhan 11 11
2. Penganiayaan dan 132 91
Pemberatan

7 Lihat Departemen Informasi Publik PBB, 1986.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 73


3. Pencurian dan Pemberatan 738 409
4. Pencurian dengan Kekerasan 144 78
5. Pencurian Kendaraan 986 468
Bermotor
6. Kebakaran 9 2
7. Perjudian 118 157
8. Pemerasan 20 13
9. Perkosaan 9 3
10. Narkotika 424 407
11. Kenakalan Remaja - -
12. Lainnya 2.016 1.346
Jumlah 4.067 2.988
Sumber: Kepolisian Daerah Banten, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Jenis kejahatan yang paling menonjol di Banten selama tahun 2016


adalah pencurian kendaraan bermotor dengan jumlah kasus 986,
diikuti oleh kasus pencurian dan pemberatan sebanyak 738, serta
narkotika dengan jumlah 424 kasus. Sayangnya, dalam data yang
disajikan belum ditampilkan data pilah antara laki-laki dan perempuan.
Sehingga tidak dapat diketahui berapa jumlah pelaku tindak pidana
yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

Tabel 2.36.
Jumlah Tahanan
di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Tanggerang
Menurut Jenis Kejahatan di Provinsi Banten (jiwa) Tahun 2016

No. Jenis Kejahatan Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan
1. Pembunuhan - 1
2. Penganiayaan - 1
3. Pencurian 6 10
RAD PUG PROVINSI BANTEN 74
4. Perampokan - -
5. Pemerasan - -
6. Penggelapan - 3
7. Penipuan - 9
8. Penadah - -
9. Merusak Barang - -
10. Ekonomi - -
11. Narkotika 4 23
12. Perlindungan Anak - -
13. Perlindungan Konsumen - 1
14. Senjata Tajam - -
15. Lainnya - -
Jumlah 10 49
Sumber: Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi
Banten Tahun 2017

Dilihat dari jumlah tahanan yang berada di Lembaga


Pemasyarakatan (LP) Anak Tanggerang, berdasarkan tabel 2.36
terungkap bahwa tahanan perempuan lebih tinggi jumlahnya dari
pada tahanan laki-laki. Persentasenya bahkan hampir lima kali
lipatnya, tahanan perempuan berjumlah 49 orang sementara laki-laki
10 orang. Tindak kejahatan paling tinggi adalah narkoba dengan
jumlah 28 orang. Menariknya, 23 orang diantaranya merupakan
perempuan dan hanya 4 orang laki-laki. Begitu juga tahanan
dengan jenis kejahatan pencurian dan penipuan, terdapat 10 dan 9
orang perempuan.
Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan, karena
mengindikasikan terjadinya peningkatan anak perempuan yang
menjadi pelaku tindak kejahatan. Pemerintah daerah maupun
instansi terkait perlu memberikan perhatian yang serius terhadap hal
ini. Berbagai program dan kegiatan dengan sasaran tahanan anak

RAD PUG PROVINSI BANTEN 75


perempuan serta upaya pencegahannya harus dilakukan secara
simultan untuk menanggulangi masalah tersebut.

Tabel 2.37.
Jumlah Perkara yang Diputus di Wilayah Pengadilan Tinggi
Agama Banten Menurut Jenis Perkara Tahun 2016

No. Jenis Perkara Perkara Perkara yang


yang diputus Dimohonkan
oleh Banding
Pengadilan
Agama
1. Ijin Poligami 23 -
2. Pencegahan Perkawinan 1 -
3. Penolakan Perkawinan - -
4. Pembatalan Perkawinan 4 -
5. Kelalaian Kewajiban - -
6. Cerai Talak 2.281 15
7. Cerai Gugat 7.859 60
8. Pembagian Harta Bersama 47 8
9. Penguasaan Anak 34 -
10. Nafkah dari Ibu - -
11. Hak Bekas Istri - -
12. Pengesahan Anak 7 -
13. Pencabutan Kekuasaan - -
Orang Tua
14. Perwalian 24 -
15. Pencabutan sebagai Wali - -
16. Penunjukan Orang Lain - -
sebagai Wali
17. Ganti Rugi terhadap Wali - -
18. Asal Usul Anak (Adopsi) 3 -
19. Penolakan Kawin - -
Campuran
20. Itsbat Nikah 2.093 -
21. Ijin Kawin - -

RAD PUG PROVINSI BANTEN 76


22. Dispensasi Kawin 47 -
23. Wali Adhol 13 -
24. Ekonomi Syariah - -
25. Kewarisan 17 2
26. Wasiat - -
27. Hibah - -
28. Wakaf 1 -
29. Shadaqah / Zakat / Infaq - -
30. Penetapan Ahli Waris 184 -
31. Lain-lain 37 4
32. Ditolak 57 -
33. Tidak Diterima 88 -
34. Digugurkan 341 -
35. Dicoret dari Register 222 -
36. Perkara Dicabut 778 -
Jumlah 14.161 89
Sumber: Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama, terdapat tiga kategori


perkara utama yang terjadi di Banten yaitu: cerai gugat, cerai talak
dan ijin poligami. Cerai gugat memiliki jumlah terbesar sebanyak 7.859
perkara, diikuti cerai talak 2.281 perkara dan ijin poligami 23 perkara.
Besarnya jumlah perempuan yang menginginkan perceraian
menghadirkan tanda tanya terkait posisi dan kondisi perempuan
dalam perkawinan. Ditengarai kuatnya budaya patriarki
menyebabkan subordinasi perempuan dalam institusi perkawinan yang
berkontribusi terhadap tingginya perempuan yang mengajukan gugat
cerai.

Tabel 2.38.
Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Menurut Jenis dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

RAD PUG PROVINSI BANTEN 77


Kab/Kota Balita Anak Anak yang Anak Anak Anak dengan
Terlantar Terlantar Memerlukan Berhadapan Jalanan Kedisabilitasan
Perlindungan dengan (ADK)
Khusus Hukum
Kab. 301 761 21 5 - 504
Pandeglang
Kab. Lebak 145 624 20 44 84 1.266
Kab. 585 2.230 141 93 92 815
Tanggerang
Kab. Serang 100 1.303 117 9 132 848
Kota 179 496 31 100 49 520
Tanggerang
Kota Cilegon 9 125 2 - 15 56
Kota Serang 95 861 28 - 181 150
KotaTangsel 419 3.596 1 - 3 104
Banten 1.833 9.996 361 251 556 4.263
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten Provinsi Banten, dalam BPS Tahun 2017

Tabel 2.39.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016

Kab/Kota Korban Tindak Pekerja Penyandang Korban


Kekerasan Migran Disabilitas Trafficking
Terlantar
Kab. Pandeglang 6 5 4.469 -
Kab. Lebak 641 483 5.580 -
Kab. Tanggerang 92 68 3.694 13
Kab. Serang 54 278 5.621 -
Kota Tanggerang 14 2 1.678 5
Kota Cilegon 49 - 1.113 -
Kota Serang 24 2 776 -
KotaTangsel - - 360 -
Banten 880 838 23.291 18
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten Provinsi Banten, dalam BPS Tahun 2017

Dari tabel 2.38 dan 2.39 di atas, dapat digambarkan bahwa potensi
dan masalah kesejahteraan sosial terbesar di Banten adalah
penyandang disabilitas termasuk anak dengan kedisabilitasan (ADK).
Dalam upaya pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) serta
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, tentunya perlu

RAD PUG PROVINSI BANTEN 78


dilakukan upaya affirmatif oleh pemerintah daerah maupun
stakeholder lainnya bagi para penyandang disabilitas ini agar
kesejahteraan mereka juga dapat meningkat. Baik itu berupa
program/kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya seperti:
pelatihan keterampilan maupun berbentuk bantuan modal usaha.
Tidak dibiarkan begitu saja dan dianggap sebagai beban masyarakat
dan pemerintah. Dengan pemberdayaan tersebut, para penyandang
disabilitas diharapkan dapat meningkatkan taraf hidupnya dan
bahkan dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Banyak faktor memang yang harus di perhatikan dalam usaha
untuk menyelesaikan persoalan sosial dalam masyarakat, karena
masyarakat merupakan suatu sistem, pada saat salah satu subsistem
tidak berfungsi dengan baik maka akan mengakibatkan kerusakan
semua sistem, dalam hal ini suatu permasalan sosial, tidak dapat di
selesaikan hanya melalui pendekatan sosial, karena semua unsur
berpengaruh dalam hal itu, maka sudah menjadi keharusan bahwa
setiap bagian dalam masyarakat harus berperan aktif demi
terciptanya lingkungan yang adil, tentram, damai, menjadikan
masyarakat yang terintegrasi dengan sempurna. Dalam kerangka
demikian maka tujuan dilaksanakannya PUG dapat tercapai.

D. Sektor Publik
Peran aktif perempuan dalam pembangunan pada hakekatnya
adalah upaya untuk mengembangkan diri yang dapat dilihat pada
bidang-bidang yang memberi pengaruh luas disektor publik meliputi
politik dan sektor pemerintahan. Partisipasi perempuan memberikan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 79
kemampuan, kemandirian serta ketahanan mental dan spiritual
menuju terwujudnya kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki yang
selaras, serasi, dan seimbang yang dilandasi saling menghormati, saling
menghargai, saling membutuhkan dan saling mengisi. Dengan
demikian akan terdapat persamaan status, kedudukan, hak kewajiban
dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam
menjalankan peran masing-masing.

1. Eksekutif
Sebagaimana diketahui, pada awalnya Banten merupakan bagian
dari Provinsi Jawa Barat. Kemudian, melalui Undang-undang Nomor 23
Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten yang disahkan oleh
Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 17 Oktober 2000, Banten
menjadi sebuah provinsi yang otonom. Sebulan setelah itu pada 18
November 2000 dilakukan peresmian Provinsi Banten dan pelantikan
Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan
pemerintah provinsi sementara waktu sebelum terpilihnya Gubernur
Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. H. Djoko
Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah, SE. sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten pertama.
Dapat dikatakan, sejak Banten resmi menjadi Provinsi pada tahun
2000 masyarakat Banten sudah lekat dengan kepemimpinan
perempuan. Kepemimpinan perempuan dalam politik lokal Banten
dipelopori oleh Hj. Ratu Atut Chosiyah yang terpilih sebagai Wakil
Gubernur. Karir beliau dalam bidang eksekutif terus meningkat hingga
terpilih sebagai Gubernur Banten pada Pemilihan Kepala Daerah

RAD PUG PROVINSI BANTEN 80


(Pilkada) secara langsung tahun 2005. Pencapaian Hj. Ratu Atut
Chosiyah ini telah mengantarkannya sebagai Gubernur perempuan
pertama dan satu-satunya di Indonesia hingga saat ini.
Menariknya, pasca terpilihnya Hj. Ratu Atut Chosiyah sebagai
Gubernur, semakin banyak perempuan Banten yang tampil dalam
ajang Pilkada dan terpilih menjadi Bupati dan Walikota. Jika dilihat dari
komposisi Kepala Daerah tingkat II di Banten, 4 dari 8 orang
Bupati/Walikota di Banten di duduki oleh perempuan. Ini artinya bahwa
proporsi jumlah Kepala Daerah tingkat II laki-laki dan perempuan di
Banten sama banyaknya atau 50 : 50 persen. Provinsi Banten,
menduduki posisi teratas dalam hal keterpilihan perempuan sebagai
pemimpin ekseskutif di Indonesia. Berikut Kepala Daerah tingkat II
se-Provinsi Banten.

Tabel 2.40.
Bupati dan Walikota Menurut Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2017

No. Kabupaten/Kota Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan
1. Kab. Pandeglang - Irna Narulita
2. Kab. Lebak - Iti Oktavia
Jayabaya
RAD PUG PROVINSI BANTEN 81
3. Kab. Tanggerang Ahmed Zaki -
Iskandar
4. Kab. Serang - Ratu Tatu
Chasanah
5. Kota Tanggerang Arief R.
Wismansyah
6. Kota Cilegon Tb. Iman Ariadi
7. Kota Serang Tb. Haerul Jaman
8. Kota Tanggerang - Airin Rachmy
Selatan Diany
Jumlah 4 4

Prestasi perempuan Banten yang terpilih sebagai kepala eksekutif


daerah ini telah melampaui target 30 persen keterwakilan perempuan
dalam bidang politik. Apa yang terjadi di Banten ini, dapat dikatakan
sebagai pencapaian tertinggi perempuan Indonesia pada ajang
Pilkada langsung. Jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin di
masa depan kepala eksekutif daearah di Banten akan didominasi oleh
perempuan. Dalam bidang eksekutif ini, dapat dikatakan bahwa
Provinsi Banten telah berhasil dalam menjalankan kesetaraan dan
keadilan gender.

2. Legislatif
Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak
merupakan perintah UU yang harus dipatuhi. Artinya peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Pemilu wajib menjamin hak
yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak sipil
dan politik. Hambatan bagi partisipasi perempuan dalam kehidupan
politik tidak boleh ditolerir, karena dapat menghambat pertumbuhan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 82
kesejahteraan keluarga dan masyarakat dan mempersulit
perkembangan potensi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
UU No. 2 Tahun 2007 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum memberikan dukungan untuk
terlaksananya affirmative action dalam rangka meningkatkan peranan
perempuan di bidang partai politik. Ditentukannya 30 persen
kepengurusan partai politik di semua tingkatan harus diisi oleh
perempuan, serta adanya ketentuan tentang calon anggota legislatif
yang juga harus menyertakan keterwakilan perempuan sebanyak 30
persen dengan jaminan ada satu caleg perempuan pada setiap 3
nomor urut, cukup memberi peluang kepada peningkatan peranan
perempuan secara kuantitatif. Ketentuan UU tersebut sangat
diperlukan sebagai sarana untuk meningkatkan persamaan gender
terutama dalam bidang politik, yang hingga saat ini masih
mendiskriminasi perempuan. Hukum sebagai sarana perubahan sosial
diharapkan mampu mengubah pola peranan laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat yang masih diwarnai oleh ciri-ciri suatu masyarakat
paternalistik.
Dalam masyarakat tradisional semacam itu perempuan diberi
peran untuk tugas-tugas yang perlu kesabaran, kehalusan perasaan,
sehingga peran mereka terutama mengasuh anak, memasak, menjadi
bidan/perawat. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih
menantang dianggap dunianya laki-laki seperti menjadi tentara,
bupati atau pemimpin partai. Secara bertahap sejak reformasi

RAD PUG PROVINSI BANTEN 83


perubahan sosio cultural menuju persamaan peran laki-laki dan
perempuan di dunia politik sudah mulai terjadi.
Keterlibatan perempuan dalam dunia politik memberikan memberi
harapan bahwa kaum perempuan juga mampu berperan sebagai
ujung tombak dalam upaya advokasi pengarusutamaan serta nilai-nilai
kesetaraan gender dalam produk perundang-undangan maupun
penciptaan perencanaan pembangunan yang berperspektif gender.
Berbanding terbalik dengan prestasinya dalam ajang Pilkada, pada
Pemilu legislatif tahun 2014 hanya terdapat 76 orang perempuan yang
terpilih sebagai legislator baik yang menduduki kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun di DPRD
Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Jumlah tersebut pada tahun 2015
bahkan semakin berkurang menjadi 72 orang setelah terjadinya
pergantian antar waktu (PAW) anggota DPRD baik itu yang meninggal
dunia, mengundurkan diri, maupun sebab lainnya. Pada grafik 2.11 di
bawah dapat dilihat gambaran jumlah anggota DPRD se-Provinsi
Banten berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2014 dan PAW 2015.

Grafik 2.11.
Jumlah Anggota DPRD se-Provinsi Banten
Hasil Pemilu Legislatif 2014 dan PAW 2015

RAD PUG PROVINSI BANTEN 84


389 393

76 72

Hasil Pemilu Legislatif Tahun 2014 Hasil PAW Tahun 2015


Laki-Laki Perempuan

Sumber: Sekretariat DPRD se-Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Jika kita amati data tersebut, jumlah legislator perempuan di Banten


masih cukup jauh di bawah angka 30 persen keterwakilan perempuan
dalam lembaga legislatif, sesuai amanat UU No. 10 Tahun 2008.
Sehingga ke depan perlu dilakukan langkah-langkah strategis agar
keterlibatan dan peran perempuan di ranah legislatif dapat lebih
ditingkatkan.
Lebih lanjut, jika dilihat komposisi dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten yang memiliki kursi
sebanyak 85, terdapat 67 orang laki-laki dan 18 orang perempuan
yang duduk sebagai anggota DPRD, sebagaimana tabel 2.41 berikut.

Tabel 2.41.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provisnsi Banten
Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
Pada Pemilu 2014

RAD PUG PROVINSI BANTEN 85


No. Kabupaten/Kota Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Kab. Pandeglang 9 1 10
2. Kab. Lebak 8 1 9
3. Kab. Tanggerang 20 1 21
4. Kab. Serang 6 5 11
5. Kota Tanggerang 10 3 13
6. Kota Cilegon 2 1 3
7. Kota Serang 2 4 6
8. Kota Tangsel 10 2 12
Banten 67 18 85
Sumber: KPUD Banten, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Meskipun secara kuantitas jumlah perempuan di DPRD Banten


tidak terlalu tinggi, yakni hanya sekitar 15,3 persen dari 85 anggota
DPRD. Namun, jumlah perempuan yang menjadi pimpinan DPRD
Banten lebih banyak dari pada laki-laki, dimana 3 dari 5 orang
pimpinan DPRD Banten adalah perempuan. Hal ini menandakan
bahwa secara kualitas, politisi perempuan di Banten juga dapat
bersaing secara positif dengan politisi laki-laki untuk menduduki
jabatan-jabatan strategis.

Tabel 2.42.
Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menurut
Partai Politik dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2016
RAD PUG PROVINSI BANTEN 86
No. Partai Politik Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. PDI Perjuangan 11 4 15
2. Partai Golkar 11 4 15
3. Partai Gerinda 9 1 10
4. Partai Demokrat 7 1 8
5. PKS 7 1 8
6. PPP 6 2 8
7. PKB 7 0 7
8. Partai Hanura 4 2 6
9. Partai Nasdem 5 0 5
10. PAN 2 1 3
Banten 68 17 85
Sumber: Sekretariat DPRD Provinsi Banten, dalam BPS Provinsi Banten 2017

Secara organisasi, di lembaga DPRD Banten hasil Pemilu 2014


terdapat 9 fraksi yang berasal dari gabungan 10 partai politik yang
berhasil mendapatkan kursi di DPRD Banten. Pada tabel 2.42 terlihat
bahwa fraksi PDI-Perjuangan dan fraksi Partai Golongan Karya menjadi
fraksi terbesar dengan jumlah anggota masing-masing sebanyak 15
orang.
Terkait dengan kiprah perempuan dalam politik lokal di Provinsi
Banten terlihat bahwa sejumlah partai politik telah memberi ruang dan
peran strategis kepada kaum perempuan di Banten dalam
kepemimpinan partai politik maupun pimpinan lembaga legislatif.
Namun demikian, masih rendahnya persentase tingkat keterpilihan
perempuan di parlemen ini tentunya perlu menjadi perhatian.
Rendahnya proporsi perempuan dalam parlemen terjadi karena
beberapa hal diantaranya adalah pembangunan sosial ekonomi,

RAD PUG PROVINSI BANTEN 87


geografi, budaya dan sistem politik. 8 Oleh karena itu, untuk
meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen perlu dilakukan
upaya yang kompherensif baik itu berupa pengawalan maupun
peningkatan kapasitas kepemimpinan politik perempuan melalui
kegiatan/program berperspektif gender yang berkelanjutan di dalam
proses politik di Banten.
Sementara itu, kaum perempuan juga perlu mengkonsolidasikan
potensinya dengan cara menggalang dukungan untuk meraih simpati
masyarakat dan secara sistematis menempa diri agar memiliki
kapasitas, kapabilitas serta akseptabilitas untuk memainkan peranan
lebih besar dalam kancah politik demi kesejahteraan seluruh rakyat.
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab yang
sama untuk membangun bangsanya, sebagaimana telah dijamin
dalam undang-undang bahwa kedudukan antara laki-laki dan
perempuan sama didepan hukum dan pemerintahan.

3. Aparatur Sipil Negara (ASN)


Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah

8 Julie Ballington, et.all, Women in Parliament: Beyond Numbers, (Sweden: International IDEA, 2005)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 88


Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Partisipasi perempuan dan laki-laki dalam bidang eksekutif dapat
dilihat dari jumlah mereka yang terlibat sebagai Aparatur Sipil Negara
(ASN). ASN yang dimaksud adalah semua pegawai yang bekerja pada
departemen, non departemen, dinas, badan dan lembaga lainnya
yang berada di bawah koordinasi pemerintah Provinsi Banten.
Komposisi ASN pemerintah pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Banten tahun 2015 disajikan pada
tabel 2.43 berikut.

Tabel 2.43.
Jumlah Aparatur Sipil Negara Daerah
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
di Provinsi Banten Tahun 2015

No. Kabupaten/Kota Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Kab. Pandeglang 6.628 5.839 12.467
2. Kab. Lebak 6.517 4.781 11.298
3. Kab. Tanggerang 6.549 6.351 12.900
4. Kab. Serang 5.893 5.403 11.296
5. Kota Tanggerang 4.441 5.759 10.200
6. Kota Cilegon 2.388 3.459 5.847
7. Kota Serang 2.077 3.241 5.318
8. Kota Tangsel 2.474 3.240 5.714
9. Provinsi Banten 2.813 1.603 4.416
Banten 39.780 39.676 79.456
Sumber: BKN Regional III, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Dari tabel di atas, terlihat bahwa hampir pada setiap


Kabupaten/Kota jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) laki-laki lebih

RAD PUG PROVINSI BANTEN 89


banyak dibanding perempuan, kecuali di Kota Cilegon, Kota Serang
dan Kota Tanggerang Selatan. Dilihat dari sisi personil, jumlah ASN di
Banten selama periode 2013-2015 terus meningkat dari sekitar 77 ribu
orang menjadi 79 ribu orang (lihat grafik).

Grafik 2.12.
Persentase Jumlah PNS Menurut Jenis Kelamin
di Banten Tahun 2016

39780 (50,07%)
39634 (50,59%) 39676 (49,93%)
39276 (51,12%)

38158 (49,05%)

37556 (48,88%)

2013 2014 2015

Laki-Laki Perempuan

Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2016

Pada periode tersebut, jumlah ASN laki-laki dan perempuan


sama-sama bertambah, namun pertambahan jumlah ASN perempuan
jauh lebih besar dibandingkan ASN laki-laki. Akibatnya, proporsi ASN
perempuan meningkat hingga mencapai 49,9 persen. Sebaliknya,
proporsi ASN laki-laki menurun menjadi 50,1 persen. Hal ini dapat berarti
bahwa perempuan telah diberi kesempatan yang luas dalam bidang
eksekutif sehingga diharapkan dapat memberikan peran dalam
pembangunan daerah.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 90


Tabel 2.44.
Jumlah Aparatur Sipil Negara Menurut Dinas/Instansi
Pemerintah dan Jenis Kelamin di Pemerintahan
Provinsi Banten Tahun 2016

No. Dinas/Instansi Pemerintah Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Sekretatiat Daerah 306 150 456
2. Sekretariat DPRD 70 30 100
3. Inspektorat 73 34 107
4. Dinas Pendidikan dan 3.155 3.335 6.419
Kebudayaan
5. Dinas Kesehatan 155 230 385
6. Dinas Pekerjaan Umum 194 31 225
dan Penataan Ruang
7. Dinas Perumahan Rakyat 52 16 68
dan Kawasan Permukiman
8. Satuan Polisi Pamong Praja 79 7 86
9. Dinas Sosial 57 32 89
10. Dinas Tenaga Kerja dan 143 48 191
Transmigrasi
11. Dinas Lingkungan Hidup 130 52 182
dan Kehutanan
12. Dinas Pemberdayaan 26 35 61
Perempuan, Perlindungan
Anak, Kependudukan dan
Keluarga Berencana
13. Dinas Pemberdayaan 30 20 50
Masyarakat dan Desa
14. Dinas Perhubungan 104 18 122
15. Dinas Komunikasi, 42 18 60
Informatika, Statistik dan
Persandian
16. Dinas Koperasi, Usaha Kecil 27 24 51
dan Menengah
17. Dinas Penanaman Modal 42 20 62
dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
18. Dinas Kepemudaan dan 44 17 61
Olahraga
19. Dinas Perpustakaan dan 43 27 70
Kearsipan
20. Dinas Kelautan dan 80 39 119

RAD PUG PROVINSI BANTEN 91


Perikanan
21. Dinas Pariwisata 29 31 60
22. Dinas Pertanian 164 63 227
23. Dinas Ketahanan Pangan 32 29 61
24. Dinas Energi dan Sumber 84 19 103
Daya Mineral
25. Dinas Perindustrian dan 64 24 88
Perdagangan
26. Badan Perencanaan 57 36 93
Pembangunan Daerah
27. Badan Pendapatan 181 132 313
Daerah
28. Badan Pengelolaan 43 42 85
Keuangan dan Aset
Daerah
29. Badan Kepegawaian 33 32 65
Daerah
30. Badan Pengembangan 61 22 83
Sumber Daya Manusia
Daerah
31. Badan Penghubung 11 14 25
Daerah
32. Badan Penanggulangan 48 7 55
Bencana Daerah
33. Badan Kesatuan Bangsa 37 16 53
dan Politik
34. Sekretariat BKSP 8 2 10
Jabodetabekjur
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Provinsi, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Banten, berdasarkan data


yang dirilis oleh Badan Kepegawaian Daerah, sebagaimana pada
tabel 2.46 di atas. Pada setiap Dinas/Instansi jumlah ASN laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan. Dari 34 Dinas/Instansi yang ada di
lingkungan Provinsi Banten, ASN perempuan dengan jumlah lebih
banyak dari laki-laki hanya terdapat di 5 Dinas/Instansi yaitu: Disdikbud,
Dinkes, Dispar, DP3AKKB, dan Badan Penghubung Daerah.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 92


Tabel 2.45.
Jumlah Aparatur Sipil Negara Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2015

Pendidikan Tertinggi Yang Jenis Kelamin


Ditamatkan Laki-Laki Perempuan Jumlah
Sampai Dengan Sekolah 862 24 886
Dasar
SMP/Sederajat 907 74 981
SMA/Sederajat 8.350 3.912 12.262
Diploma I, II 4.549 6.479 11.028
Diploma III/Sarjana Muda 1.857 3.613 5.470
Universitas 23.225 25.574 48.829
Jumlah 39.780 39.676 79.456
Sumber: Badan Kepegawaian Negara - Regional III, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Hal lain yang perlu diperhatikan dari keberadaan pegawai adalah


komposisinya berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki. Untuk
peningkatan pembangunan khususnya di daerah diperlukan sumber
daya manusia yang berkualitas baik dari segi moral maupun
pendidikan sehingga mereka dapat menjadi motor penggerak
pembangunan daerah. Utamanya dalam kerangka Otonomi Daerah,
diharapkan sumber daya manusia berkualitas ini mampu
mendatangkan manfaat bagi daerahnya.
Analisis lebih lanjut berdasarkan tingkat pendidikan, dari 79.456
orang ASN di Provinsi Banten, jumlah pegawai terbanyak
berpendidikan Universitas/S1 yaitu sebanyak 48.829 orang diantaranya
laki-laki 23.225 orang dan perempuan 25.574 orang. Pada tingkat
pendidikan DIII/Sarjana Muda jumlah pegawainya sebanyak 5.470
orang, yang terdiri dari 1.857 laki-laki 1.857 dan 3.613 perempuan.
Untuk tingkat pendidikan Diploma I dan II terdapat 11.028 pegawai, di
RAD PUG PROVINSI BANTEN 93
antaranya laki-laki 4.549 orang dan perempuan 6.479 orang. Di tingkat
pendidikan SMA jumlah pegawainya sebanyak 12.262 orang yang
terdiri dari 8.350 laki-laki dan 3.912 perempuan. Pada tingkat
pendidikan SMP terdapat 981 dengan komposisi 907 dan 74
perempuan. Adapun jumlah pegawai pada tingkat pendidikan
terendah yakni sampai dengan SD terdapat 886, dimana pegawai
laki-laki jumlahnya lebih banyak dibanding perempuan masing-masing
sebanyak 862 dan 64 orang.

Tabel 2.46.
Jumlah Aparatur Sipil Negara Menurut Golongan
Kepangkatan dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten Tahun 2015

Golongan Kepangkatan Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Jumlah
Golongan I 1.074 66 1.140
Golongan II 8.130 5.434 13.564
Golongan III 21.283 25.708 46.991
Golongan IV 9.293 8.468 17.761
Jumlah 39.780 39.676 79.456
Sumber: Badan Kepegawaian Negara - Regional III, dalam BPS Provinsi Banten Tahun 2017

Dari tabel di atas, diketahui bahwa secara umum proporsi ASN


laki-laki yang berada pada golongan I, II dan IV lebih tinggi jumlahnya
dibanding ASN perempuan, kecuali pada golongan III. Secara rinci
dapat diuraikan bahwa pada golongan I laki-laki sebesar 1.074
sedangkan perempuan 66. Pada golongan II terdapat 13.564 pegawai
dengan jumlah laki-laki sebanyak 8.130 dan perempuan 5.434 orang.
Jumlah ASN perempuan pada golongan III lebih besar mencapai
25.708 orang sedangkan laki-laki berjumlah 21.283 orang. Pada

RAD PUG PROVINSI BANTEN 94


golongan IV perempuan sebesar 8.468 sedangkan laki-laki 9.293. Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa di Provinsi Banten ada
pergeseran posisi perempuan yang lebih besar proporsinya pada
golongan yang strategis yakni III dan IV, meskipun pada golongan IV
jumlahnya sedikit lebih kecil dari laki-laki. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan karena pendidikan formal ASN perempuan lebih baik dari
pada laki-laki. Sebagaimana tabel 2.47 pada tingkat pendidikan
Diploma I, II, III dan Universitas jumlah ASN perempuan lebih dominan
dari ASN laki-laki yang mayoritas berpendidikan lebih rendah.
Meskipun saat ini belum begitu banyak perempuan yang
menduduki jabatan eselon I dan II. Namun untuk jangka panjang,
dengan banyaknya sumber daya ASN perempuan pada golongan III
dan IV, sangat mungkin karir ASN perempuan di Banten di masa depan
untuk menduduki jabatan-jabatan strategis akan bertambah secara
signifikan.

2.1.6. Alat Analisis


Sebagaimana telah diamanatkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000,
salah satu alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk
melakukan analisis dalam pelaksanaan PUG adalah menggunakan
Gender Analiysis Pathway (GAP). GAP diperkenalkan dan
dikembangkan oleh KPP-PA dan Bappenas bekerjasama dengan
Canadian International Development Agency (CIDA).
Penggunaan GAP ini bertujuan untuk membantu para perencana
dalam melaksanakan PUG. Sehingga memudahkan mereka dalam

RAD PUG PROVINSI BANTEN 95


melakukan analisis, sebab GAP memasukan sejumlah aspek yang
dapat digali seperti:
(1) Menemukenali kesenjangan yang terjadi baik secara eksternal
dan internal pada lingkup: akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat bagi laki-laki dan perempuan dalam semua kegiatan
pembangunan.
(2) Menemukenali adanya faktor penghambat di internal lembaga
(pemerintah) dan atau eksternal lembaga (masyarakat).
(3) Menentukan indikator outcome yang dapat dihubungkan
dengan temuan kegiatan.
(4) Menentukan indikator input atau output yang dapat
dihubungkan dengan bagian pelaksanaan kegiatan.
(5) Melakukan formulasi program/kegiatan dan sasaran untuk
mengatasi isu gender yang muncul.
Pemahaman aparat OPD mengenai pentingnya data pilah gender
untuk keperluan analisis gender dan perumusan kebijakan
pembangunan masih kurang. Hal ini menjadikan kebanyakan OPD
dalam penyusunan profil pembangunan belum menampilkan data
pilah gender. Proses perencanaan dan penganggaran di tingkat OPD
pada masing-masing OPD secara umum belum memperhatikan
kesenjangan gender dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari
proses penyusunan Renja oleh masing-masing OPD yang belum
didahului dengan analisis gender, sehingga indikasi kegiatan yang
disusun belum memperhatikan kesenjangan gender yang terjadi. Proses
penyusunan RKA dan DPA kegiatan pada OPD selama ini juga belum
juga belum didahului dengan analisis gender menggunakan instrumen
RAD PUG PROVINSI BANTEN 96
Gender Analysis Patheway (GAP) dan Gender Budget Statement (GBS).
Oleh karena itu dalam proses penentuan sasaran kegiatan, substansi
materi dan hal lain yang terkait dalam kegiatan tersebut belum
mengarah pada peningkatan kesetaraan dan keadilan gender.
Dengan demikian kebijakan yang dihasilkan cenderung netral gender
atau bias gender. Sehingga kebijakan atau program yang dibuatnya
tidak memihak pada salah-satu jenis kelamin.

2.1.7. Partisipasi Masyarakat


Pelibatan masyarakat dalam setiap proses pembangunan
merupakan salah-satu prasyarat utama bagi keberhasilan pelaksanaan
PUG, sebab PUG bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
saja tetapi juga seluruh komponen bangsa terutama masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam hal ini adalah untuk terlibat dan berperan
serta dalam pelaksanaan PUG seperti di lingkungan perguruan tinggi
(PT), organisasi masyarakat (Ormas), lembaga swadaya masyarakat
(LSM), agamawan, pengusaha, dan lainnya.
Keuntungan dan masalah partisipasi akan terlihat dalam konteks
yang berbeda oleh setiap orang yang berkepentingan. Secara umum,
kepentingan partisipasi adalah:
1. Masyarakat akan merasa memiliki terhadap rencana kerja;
2. Memungkinkan adanya ide-ide segar;
3. Mendapat bantuan dalam bentuk barang atau sumber daya
lainnya;

RAD PUG PROVINSI BANTEN 97


4. Masyarakat akan tetap merasa menjadi bagian dari
pemecahan masalah jangka panjang, karena mereka telah
mempunyai rasa memiliki terhadap ide-ide awal;
5. Keikutsertaan dalam satu proyek atau program membangun
kesabaran, kepercayaan dan keyakinan menjadi bagian
penting pada proyek atau kesempatan-kesempatan lainnya.
Peran partisipasi mengarah pada pembentukan iklim perimbangan
antara peran “pemampu” dan peran “dimampukan. Dimana
keuntungan yang akan dicapai pada umumnya berkaitan dengan
kepetingan utama yang telah disepakati pada tingkat partisipasi yang
tepat, kesamaan bahasa untuk mendiskusikan isu dan
mengembangkan ide-ide, dan metode-metode tepat guna yang
dipakai sebanyak mungkin sesuai kesepakatan untuk mencapai hasil
yang diinginkan.
Dalam konteks pelaksanaan PUG, sebagaimana disampaikan oleh
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Ranta Suharta bahwa
pemerintah daerah Banten telah bekerjasama dengan berbagai
organisasi-organisasi dalam rangka meningkatkan kesetaraan gender
antara perempuan dan laki-laki.9 Di Banten terdapat sejumlah elemen
dan lembaga masyarakat yang selalu dilibatkan dalam proses
pembangunan antara lain:
1. Organisasi Perempuan termasuk Pusat Studi Wanita/Gender,
Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW), TP PKK, Kaukus
Perempuan Politik, dll, serta tokoh perempuan;

9 “Pemprov Kembali Raih Anugerah Parahita Ekapraya”, Radar Banten, Selasa, 1 November 2016
11:33, https://www.radarbanten.co.id/pemprov-kembali-raih-anugerah-parahita-ekapraya/
RAD PUG PROVINSI BANTEN 98
2. Organisasi Profesi dan tokoh terkait;
3. Organisasi Keagamaan beserta para ulama;
4. Organisasi Sosial Politik dan tokoh masyarakat.
Berikut beberapa kegiatan responsif gender yang telah lakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Provinsi Banten
dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatannya: 10
a) Dinas Kesehatan
 Melaksanakan kegiatan evaluasi gizi di klinik, rumah sakit
dan puskesmas perawatan se Provinsi Banten yang diikuti
oleh peserta sebanyak 80 orang.
 Melaksanakan evaluasi Program Kesehatan dan
Reproduksi Ibu.
 Melaksanakan pelatihan KB Pasca Salin dengan peserta
sebanyak 15 orang.
b) DP3AKKB
 Penguatan Kelembagaan Posyandu di Kabupaten dan
Kota se-Provinsi Banten.
 Memfasilitasi Kota Layak anak Provinsi Banten.
c) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
 Sosialisasi Pendidikan anak usia dini.
 Memfasilitasi Pendidikan untuk anak usia dini.
 Mengadakan pelatihan bagi guru PAUD se-Provinsi
Banten.

10 Lihat “Profil Pengarusutamaan Gender Provinsi Banten 2016”, (Jakarta: KPP-PA, 2016)
RAD PUG PROVINSI BANTEN 99
2.2. KENDALA DAN TANTANGAN

Upaya mengintegrasikan perspektif gender dalam segala aspek


pembangunan bukanlah hal yang mudah. Tantangan dalam
mempercepat peningkatan kesetaraan gender dan peranan
perempuan dalam pembangunan adalah meningkatkan pemahaman,
komitmen, dan kemampuan para pengambil kebijakan dan pelaku
pembangunan akan pentingnya pengintegrasian, penguatan
kelembagaan pengarusutamaan gender termasuk perencanaan dan
penganggaran yang responsif gender.
Berdasarkan uraian pada bagian di atas, terdapat sejumlah
kendala dan tantangan dalam pelaksanaan PUG di Banten
diantaranya:
1. Meskipun pada sebagian OPD telah terbentuk focal point atau
Pokja PUG, namun dalam pelaksanaannya belum optimal.
Salah-satu penyebabnya adalah terjadinya mutasi dan rotasi
pegawai dalam rangka tour of duty ke sektor lain. Sehingga
sebagian sumber daya yang sebelumnya telah menguasai PUG
tersebut terkendala untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka
ditempat yang baru, karena ditempat pada bagian yang
berbeda. Sementara bagi pejabat atau pegawai baru yang
memerlukan proses dan pelatihan ulang untuk memberikan
pemahaman PUG lagi. Untuk mengatasi hal tersebut, ke depan
mungkin perlu juga dipertimbangkan adanya pegawai fungsional
khusus bidang PUG di masing-masing sektor.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 100


2. Sebagaimana Perda PUG Banten, Pemerintah Provinsi Banten
telah memberikan dukungan anggaran dalam APBD bagi
kegiatan PUG. Namun sayangnya, dukungan anggaran tersebut
belum optimal pemanfaatannya misalnya dalam hal pembuatan
data gender. Sejauh ini masih banyak OPD di lingkungan Pemprov
Banten yang belum memiliki data pilah gender. Hal ini
menunjukkan bahwa pemahaman aparat OPD mengenai
pentingnya data pilah gender untuk keperluan analisis gender
dan perumusan kebijakan pembangunan masih kurang.
3. Pemahaman aparat OPD mengenai pentingnya data pilah
gender untuk keperluan analisis gender dan perumusan kebijakan
pembangunan yang masih kurang ini menjadikan proses
perencanaan dan penganggaran di tingkat OPD pada
masing-masing OPD secara umum belum memperhatikan
kesenjangan gender dalam pembangunan. Karena itu dalam
proses penentuan sasaran kegiatan, substansi materi dan hal lain
yang terkait dalam kegiatan tersebut belum mengarah pada
peningkatan kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini
menyebabkan kebijakan yang dihasilkan cenderung netral
gender atau bias gender.
4. Jika melihat lihat tren IDG di Provinsi Banten, memang terus
mengalami peningkatan. Namun, kenaikan tersebut tidak
diimbangi dengan keberhasilan untuk memenuhi target
keterwakilan perempuan 30 % di parlemen. Padahal salah-satu
indikator angka IDG adalah keberhasilan perempuan di bidang
politik. Karena itu, mewujudkan keterwakilan perempuan 30 % di
RAD PUG PROVINSI BANTEN 101
parlemen menjadi menjadi tantangan tersendiri bagi Pemprov
Banten.
2.3. MODALITAS DAN KEKUATAN

Salah-satu modalitas dan kekuatan utama yang dimiliki oleh Provinsi


Banten dalam pengimplementasian PUG ini adalah keberhasilannya
meraih penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE). Sejak tahun
2008-2012 pemperintah Provinsi Banten secara rutin mendapatkan APE
untuk tingkat Provinsi. APE merupakan penghargaan yang diberikan
pada Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah baik Provinsi
maupun Kabupaten/Kota yang dinilai telah berkomitmen dan
mengimplementasikan strategi yang terkait dengan Pengarusutamaan
Gender (PUG), Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Perlindungan
Anak (PA) di berbagai sektor pembangunan. Salah satu penilaian
dalam pengharagaan APE adalah ketercapaian dalam
pengimplementasian PUG.
Terdapat empat kategori penerima penghargaan APE yaitu Mentor,
Utama, Madya dan Pratama. Dalam penganugerahan APE tahun 2016
Provinsi Banten berhasil memperoleh APE tingkat Utama. Keberhasilan
ini, sekaligus menjadi penawar kegagalan Banten dalam memperoleh
APE di tahun 2014. Selain untuk tingkat Provinsi, sebanyak 6 dari 8
Kabupaten/Kota di Banten juga berhasil memperoleh APE, hanya
Kabupaten Pandeglang dan Kota Cilegon yang belum pernah
mendapatkan APE. Berikut data APE se-Provinsi Banten. 11

11 “Anugerah Parahita Ekapraya 2016, Bukti Kuat Kementerian/Lembaga Pemerintah Peduli


Perempuan dan Anak”, Okezone, Rabu 21 Desember 2016 22:56 WIB,
RAD PUG PROVINSI BANTEN 102
Gambar 1.
Kabupaten/Kota Peraih Anugerah Parahita Ekapraya (APE)
di Provinsi Banten Tahun 2016

Kata Serang tingkat Pratama


Kab. Tanggerang tingkat Madya

Kota Tanggerang tingkat Utama


Kab. Serang tingkat Madya

Kota Tangsel tingkat Utama

Kab. Lebak tingkat Pratama

Dari gambar di atas, terlihat bahwa pada tingkat Kabupaten/Kota


di Provinsi Banten ada 2 daerah yang berhasil mendapatkan APE
tingkat Utama yaitu Kota Tanggerang dan Tanggerang Selatan, 2
daerah memperoleh APE tingkat Madya yaitu Kab. Serang dan
Tanggerang, serta 2 daerah lainnya memperoleh APE tingkat Pratama
yakni Kota Serang dan Kab. Lebak. Hal ini menunjukkan bahwa
pembinaan bidang PUG yang telah dilakukan oleh Provinsi Banten di
Kabupaten/Kota dalam wilayahnya telah berjalan dengan baik,

https://news.okezone.com/read/2016/12/21/542/1572702/anugerah-parahita-ekapraya-2016-bu
kti-kuat-kementerian-lembaga-pemerintah-peduli-perempuan-dan-anak
RAD PUG PROVINSI BANTEN 103
meskipun belum sempurna karena masih ada 2 daerah lainnya yang
belum mendapatkan APE. Jika dikelola dengan baik dan terus
ditingkatkan pencapaian ini akan menjadi modalitas dan kekuatan
bagi Provinsi Banten dalam pengimplementasian PUG di masa depan.
Modalitas lainnya yang dimiliki oleh Provinsi Banten ialah adanya
dukungan politik yang kuat dari para Kepala Daerah, baik itu Gubernur,
Bupati dan Walikota untuk melaksanakan pengimplementasian PUG di
tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Banten. Bentuk dukungan
ini dapat dilihat salah-satunya ialah dari keberhasilan daerah-daerah
tersebut dalam meraih APE. Hal ini menunjukkan bahwa para Kepala
Daerah tersebut memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan
PUG.
Demikian juga dengan penyusunan RAD PUG ini, merupakan bentuk
keseriusan pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini Gubernur yang
diinisiasi oleh DP3AKKB untuk mempercepat pembangunan sumber
daya manusia baik laki-laki maupun perempuan, karena mempunyai
hak dan kewajiban serta peran dan tanggung jawab yang sama
sebagai bagian integral dari potensi pembangunan daerah, sehingga
dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender.
Modalitas lainnya yang dimiliki Provinsi Banten ialah adanya
sejumlah peraturan daerah, baik itu yang berbentuk Perda, Instruksi
Gubernur, Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur, dan Surat Edaran
Sekda tetang PUG Peraturan-peraturan tersebut merupakan langkah
strategis berupa legitimasi yang dapat digunakan sebagai pegangan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 104


atau payung hukum bagi pihak terkait dalam pelaksanaan
kegiatan/program PUG di Banten.

BAB III
RENCANA AKSI
PENGARUSUTAMAAN GENDER

3.1. ISU STRATEGIS

Isu strategis merupakan kondisi yang harus diperhatikan atau


dikedepankan dalam perencanaan pembangunan daerah karena
dampaknya sangat signifikan bagi entitas daerah/ masyarakat dimasa
mendatang, yang meliputi permasalahan yang berlarut sudah sampai
pada titik tertentu, menimbulkan dampak amat luas, yang menyangkut
permasalahan kewenangan dan terkadang tidak mudah dijelaskan
tetapi dirasakan kehadirannya.

A. Bidang Pendidikan
Isu gender pada bidang pendidikan meliputi:
1. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah di Banten. Dari tahun
2006 hingga tahun 2008 dengan angka rata-rata lama sekolah
adalah 8,1 tahun (standar nilai maksimum 15 tahun, UNDP). dan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 105


angka melek huruf masih sebesar 95,6 persen (standar nilai
maksimum 100 persen, UNDP).
2. Rasio angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak
laki-laki di tingkat pendidikan dasar dan menengah sudah setara,
sehingga prioritas harus diberikan pada kualitas pendidikan untuk
keduanya
3. Angka partisipasi laki-laki pada jejang pendidikan SMA lebih
rendah dari pada perempuan, sehingga harus ditingkatkan.
4. Masih adanya ketimpangan ketersediaaan sarana dan prasarana
pendidikan dasar yang berkualitas, antara daerah perkotaan
dengan perdesaan (terpencil), dan pulau-pulau. Hal ini juga yang
berpengaruh terhadap ketimpangan kualitas pendidikan.

B. Bidang Kesehatan
Isu gender pada bidang kesehatan di antaranya:
1. Masih rendahnya Angka Harapan Hidup
2. Masih tingginya Angka Kematian Bayi
3. Meningkatnya Angka Kematian Ibu Melahirkan
4. Belum optimalnya Kinerja Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
5. Belum meningkatnya Penggunaan Alat Kontrasepsi / CPR
6. Masih terdapatnya kantung-kantung rawan gizi buruk, terutama
disebabkan karena tidak memadainya pelayanan kesehatan

C. Bidang Sosial–Ekonomi
Isu gender pada bidang ekonomi adalah sebagai berikut:

RAD PUG PROVINSI BANTEN 106


1. Masih tingginya tingkat kemiskinan
2. Masih minimnya Partisipasi Angkatan Kerja (PAK)
3. Masih kurangnya pelatihan dan kompetensi kerja
4. Masih lemahnya perlindungan bagi tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja perempuan
5. Masih tingginya jumlah PMKS
6. Angka kenakalan remaja dan penggunaan narkotika tinggi
7. Masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
8. Perencanaan pengentasan kemiskinan belum menggunakan
analisis gender atau masih netral gender
9. Kualitas SDM dan peran perempuan masih menunjukkan
ketertinggalan dibandingkan dengan kualitas SDM dan peran
laki-laki dalam pembangunan.
10. Akses dan kontrol masyarakat miskin dan kelompok marjinal
khususnya perempuan dalam proses perencanaan
penganggaran yang masih rendah

D. Bidang Sektor Publik


Isu gender pada bidang publik yaitu:
1. Terdapat ketimpangan proporsi dalam jabatan ASN terutama
pada eselon I, II, dan III bagi perempuan dan laki-laki
2. Keterwakilan perempuan di legislatif belum mencapai 30% yang
terjadi di semua Kabupaten/Kota
3. Kurangnya Partisipasi perempuan di lembaga legislatif, swasta
dan pemerintah
4. Fungsi dan Peran POKJA PUG yang belum optimal

RAD PUG PROVINSI BANTEN 107


5. Akses perempuan dalam pengambilan keputusan, perumusan
kebijakan, dan perencanaan sangat terbatas

3.2. TUJUAN

Rencana Aksi Pengarusutamaan Gender di Banten ditujukan untuk


percepatan pencapaian Sustainable Development Goals (SDG’s) yang
dicanangkan sampai dengan tahun 2030. SDG’s merupakan
kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDG’s), yang telah
berakhir tahun 2015. Adapun tujuan dari MDG’s adalah:
menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; mewujudkan pendidikan
dasar untuk semua; mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan; menurunkan angka kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV AIDS, malaria dan
penyakit menular lainnya; dan pelestarian lingkungan sesuai isu
strategis di setiap tujuan.
Sementara SDG’s memiliki 17 program yang berlaku bagi
negara-negara maju dan juga berkembang, termasuk Indonesia.
Dalam SDG’s isu gender masuk dalam agenda pembangunan tujuan 5.
Adapun tujuan pembangunan gender yang ingin dicapai adalah
mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan dan
anak perempuan, dengan beberapa target yang ingin dicapai,
diantaranya:

RAD PUG PROVINSI BANTEN 108


1. Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan
anak perempuan dimanapun;
2. Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
dan gadis di ruang publik dan swasta, termasuk perdagangan
manusia, kekerasan seksual, dan berbagia jenis eksploitasi;
3. Menghilangkan semua praktek-praktek berbahaya, seperti
pernikahan dini dan pernikahan paksa serta sunat perempuan;
4. Mengenali dan menilai pekerjaan rumah tangga melalui
penyediaan pelayanan publik, infrastruktur dan kebijakan
perlindungan sosial, dan promosi tanggung jawab bersama
dalam rumah tangga dan keluarga secara tepat;
5. Menjamin partisipasi penuh dan efektif dari perempuan, dan
kesempatan yang sama untuk kepemimpinan di semua tingkat
pengambilan keputusan di kehidupan politik, ekonomi, dan
public;
6. Memastikan akses universal terhadap kesehatan seksual dan
reproduksi, dan hak reproduksi;
7. Melakukan reformasi untuk memberikan hak yang sama kepada
perempuan terhadap sumber daya ekonomi, akses ke
kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk-bentuk lain dari
properti, jasa keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai
dengan hukum nasional;
8. Meningkatkan penggunaan teknologi yang memadai, khususnya
teknologi informasi dan komunikasi untuk mempromosikan
pemberdayaan perempuan;

RAD PUG PROVINSI BANTEN 109


9. Mengadopsi dan memperkuat kebijakan dan
perundang-undangan berlaku untuk promosi kesetaraan gender
dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan di
semua tingkatan.12

3.3. SASARAN

Rencana Aksi PUG di Provinsi Banten disusun untuk mencapai target


sasaran:
 Mendorong implementasi perundang-undangan yang
berperspektif gender di Banten.
 Memperkuat jaringan kelembagaan pengarustamaan gender
termasuk keterpaduan program dan kegiatan di Banten.
 Memperkuat komitmen penganggaran yang responsif gender di
OPD/lembaga pemerintah/non pemerintah di Banten.
 Peningkatan kemampuan mengintegrasikan isu gender dalam
program/ kegiatan di SKPD/lembaga pemerintah/non
pemerintah di Banten.
 Tersedianya data pilah gender dan anak di Provinsi dan
Kab/Kota.
 Pelaksanaan PUG dalam pembangunan sesuai dengan
perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di
OPD/lembaga pemerintah/non pemerintah di Banten

12 Lihat United Nations, 25 September 2015.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 110


Sasaran subyek atau pemangku kepentingan dari rencana aksi
daerah PUG di Provinsi Banten ini adalah:
1) Eksekutif, yang terdiri dari Pejabat pemerintahan meliputi
penentu kebijakan di Provinsi, Kabupaten dan Kota, Seluruh OPD
baik laki-laki maupun perempuan.
2) Legislatif di Provinsi, Kabupaten dan Kota se Provinsi Banten.
3) Kelompok masyarakat seperti: tokoh perempuan, tokoh pemuda,
tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain.

3.4. KEBIJAKAN

Kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan di Provinsi


Banten, sebagaimana tertuang dalam RPJMD Banten 2018–2023
diarahkan untuk membangun partisipasi masyarakat dalam
mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender adalah:
1. Peningkatan kesempatan bagi kaum perempuan untuk
menikmati pendidikan disemua jenjang, sehingga mereka
memiliki posisi tawar yang tinggi menuju terciptanya kesetaraan
dan keadilan gender;
2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam ikut menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan anak serta peran serta
masyarakat dalam menjaga kesehatan reproduksi termasuk
dalam keluarga berencana;
3. Peningkatan akses kaum perempuan untuk berusaha di bidang
ekonomi produktif, termasuk mendapatkan modal pelatihan
usaha, program perluasan kesempatan kerja dan informasi pasar

RAD PUG PROVINSI BANTEN 111


sehingga dapat mendorong lahirnya kemandirian kaum
perempuan dalam berwirausaha;
4. Peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan dan perumusan kebijakan, sehingga tercipta
keseimbangan perempuan diberbagai sektor;
5. Peningkatan perlindungan terhadap perempuan dan anak guna
mencegah terjadinya diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan
bahkan tindak perdagangan perempuan dan anak (trafikking)
yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip keterpaduan dan
keseimbangan.

3.5. STRATEGI

Strategi pengarusutamaan gender (PUG) di Banten ini


diimplementasikan pada seluruh tahapan pembangunan yakni:
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan. Berikut
rincian implementasi strategi PUG di Banten sesuai dengan tahapan
pembangunan.
 Implementasi PUG pada tahap perencanaan pembangunan:
1) Melakukan penguatan terhadap 7 prasyarat prasyarat PUG
yaitu: komitmen, kebijakan, kelembagaan, sumber daya,
data terpilah dan sistem informasi, alat analisis, serta
partisipasi masyarakat;
2) Meminta sektor/lembaga dalam menyusun RKA/KL untuk
menggunakan data terpilah, melalui proses Musrenbang,
dan melewati tahapan analisis gender;
RAD PUG PROVINSI BANTEN 112
3) Meminta Bappeda Provinsi/Kabupaten/Kota untuk
menyusun tolok ukur dan indikator kinerja;
4) Memiliki komitmen dalam menggoalkan anggaran PUG.
 Implementasi PUG pada tahap pelaksanaan pembangunan:
1) Memastikan berjalannya fungsi manajemen pelaksanaan
pembangunan yang responsif gender melalui koordinasi,
sinkronisasi, sinergistis, bimbingan teknis dan supervisi;
2) Memastikan tidak ada lagi kesenjangan antara
perencanaan dan pelaksanaan program yang responsif
gender ditinjau dari aspek akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat.
 Implementasi PUG pada tahapan monitoring dan evaluasi
pembangunan:
1) Meminta sektor/lembaga untuk melaporkan tentang
pelaksanaan pembangunan yang responsif gender dalam
LAKIP sesuai PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah kepada MENPAN-RB/LAN
tentang kinerja aparatur; BPKP untuk akuntabilitas; Dinas
Pengelola Keuangan Daerah, Bappeda dan DP3AKKB;
2) DP3AKKB melakukan analisis format LAKIP sesuai PP No.
8/2006 dan melaporkannya kepada Sektor/Lembaga
sebagai feed back serta kepada Gubernur sebagai bentuk
akuntabilitas;
3) Membuat tambahan format LAKIP baru sesuai tolok
ukur/indikator kinerja yang responsif gender.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 113


3.6. EVALUASI

Evaluasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis,


obyektif, efisien, dan efektif untuk mengetahui dampak dari suatu
kegiatan. Tujuan utama dari evaluasi adalah memperoleh informasi
yang tepat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
tentang perencanaan program, keputusan tentang komponen input
pada program, implementasi program yang mengarah kepada
kegiatan dan keputusan tentang output menyangkut hasil dan
dampak dari program kegiatan. Dengan kata lain evaluasi adalah
suatu proses penilaian terhadap pencapaian tujuan dan
pengungkapan masalah terkait kinerja program/kegiatan untuk
memberikan umpan balik sebagai bagian dari upaya peningkatan
kualitas kinerja program/kegiatan.
Evaluasi merupakan kegiatan penting untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, sesuai dengan rencana,
dan atau dampak apa yang terjadi setelah program dilaksanakan.
Evaluasi ini dapat dilakukan secara internal oleh mereka yang
melakukan proses yang sedang dievaluasi ataupun oleh pihak lain dan
dapat dilakukan secara terus menerus, berkala atau sewaktu-waktu.
Proses evaluasi yang dilakukan setelah sebuah kegiatan selesai,
kegunaannya adalah untuk menilai/menganalisa apakah keluaran
(output), hasil (outcomes) ataupun dampak (impact) dari kegiatan
yang dilakukan sudah sesuai dengan yang diinginkan. Hasil evaluasi ini
sangat akan berguna bagi para pengambil keputusan dalam

RAD PUG PROVINSI BANTEN 114


menetapkan suatu program apakah akan dihentikan, diperbaiki,
dimodifikasi, diperluas atau ditingkatkan.
Dalam konteks pelaksanaan PUG di daerah ini, sejalan dengan
Permendagri Nomor 67 tahun 2011 tentang pelaksanaan
pengarusutamaan gender di daerah telah memerintahkan pemerintah
provinsi untuk menyusun RPJPD, RPJPMD, RKPD, Renstra dan Renja serta
RKA yang responsif gender. Selanjutnya Permendagri tersebut
menyebutkan bahwa untuk melakukan seluruh perencanaan responsif
gender digunakan analisis gender dan Pernyataan Anggaran Gender
(PAG)/Gender Budget Statement (GBS)/Gender Analiysis Pathway (GAP)
khusus untuk RKA responsif gender.
Untuk memastikan berjalannya hal tersebut, di setiap daerah
ditunjuk empat Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai anggota Pokja
PUG yang menjadi penggerak (driver). Lembaga driver atau penggerak
di daerah tersebut terdiri dari Bappeda, Dinas Pemberdayaan
Perempuan atau sejenisnya, Badan Keuangan Daerah atau sejenisnya,
dan Inspektorat Provinsi. Sebagaimana Permendagri No. 67/2011
masing-masing Lembaga tersebut memiliki tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Bappeda sebagai Lembaga yang bertanggung jawab terhadap
koordinasi dalam penyusunan perencanaan;
2. Dinas Pemberdayaan Perempuan sebagai penggerak dan
bertanggung jawab terhadap bantuan teknis substansi PUG dan
penyediaan data terpilah;
3. Badan Keuangan Daerah bertanggung jawab dalam melakukan
koordinasi dan supervisi penganggaran;
RAD PUG PROVINSI BANTEN 115
4. Inspektorat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan supervisi,
monitoring dan evaluasi kegiatan.
Sementara itu di Provinsi Banten, sesuai dengan Perda Nomor 10
tahun 2005 Tentang PUG, selain ke-empat Satuan Kerja Perangkat
Daerah diatas yang ditunjuk sebagai lembaga driver atau penggerak
ditambahkan juga Biro Ekonomi dan Administrasi Pembangunan Setda
Provonsi Banten. Dengan demikian terdapat lima SKPD yang menjadi
driver PUG di Banten.

Berdasarkan pada pembagian tanggung jawab lembaga driver


tersebut, jelas bahwa terkait dengan supervisi, monitoring dan evaluasi
kegiatan/program dalam pelaksanaan PUG/PPRG ini melekat pada
Inspektorat. Pada posisi yang sangat strategis ini, Inspektorat dapat
memainkan peran yang sangat signifikan dalam upaya percepatan
pengimplementasian PUG/PPRG di daerah. Keterlibatan Inspektorat
dalam mengawal berjalannya kegiatan/program PUG/PPRG ini sangat
dibutuhkan, sebab berhasil atau tidaknya kegiatan/program tersebut
juga akan sangat bergantung pada hasil monitoring dan evaluasi yang
dilakukan oleh Inspektorat.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 116


BAB IV
MATRIKS RENCANA AKSI PELAKSANAAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER
I. KELEMBAGAAN
Kebijakan Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target Capaian Perangkat Daerah
(outcome) Penanggung Jawab
2018 2019 2020 2021 2022 Utama Pendukung

Meningkatkan 1. Peningkatan Adanya Focal point Bappeda DP3AKKB


kelembagaan koordinasi dan di setiap OPD dan
Inspektorat
dan kinerja kewenangan Pokja
kelembagaan kelembagaan pengarustamaan √ √ √ √ √ BPKD
pengarustam PUG gender di tingkat
aan gender Provinsi, dan
(PUG) Kab/Kota

2. Peningkatan Adanya kebijakan Gubernur/ Seluruh OPD


Kinerja antar dan sistem Bupati/
kelembagaan implementasi PUG Walikota
PUG di provinsi, dan √ √ √ √ √
Kab/Kota

RAD PUG PROVINSI BANTEN 117


3. Penyusunan Program/ Kegiatan OPD &TAPD Seluruh OPD
anggaran yang yang responsif (Tim
responsif gender di OPD Anggaran
gender Provinsi dan √ √ √ √ √ Pemerintah
Kab/Kota Daerah)
Pemprov.
dan Pem
kab/kota

4. Peningkatan SDM paham dan Bappeda BPKD


kapasitas SDM mampu melakukan DP3AKKB Inspektorat
pada analisis gender di
OPD
kelembagaan OPD Provinsi dan √ √ √ √ √
PUG Kab/Kota Pemkab/ kota
PSW
Panduan teknis Bappeda BPKD
perencanaan dan DP3AKKB Inspektorat
penganggaran √ √ √ √ √
OPD Pemkab/
yang responsif
kotaPSW
gender

5. Penyusunan Sistem data & BPS DP3AKKB


sistem data informasi gender di Inspektorat
dan informasi Provinsi
√ √ √ √ √ PSW
gender
Seluruh OPD

RAD PUG PROVINSI BANTEN 118


II. PELAKSANAAN PUG
Kebijakan Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target Capaian Perangkat Daerah
(outcome) Penanggung jawab
2018 2019 2020 2021 2022 Utama Pendukung

A. Meningkatkan Mewujudkan Meningkatnya Dindikbud Inspektorat


akses dan Akses dan kualitas Rata rata lama DP3AKKB
pemerataan pendidikan sekolah (Satuan:
√ √ √ √ √ Bappeda
pelayanan menuju kualitas Tahun)
Pendidikan sumber daya
berkualitas manusia yang
berakhlakul
karimah dan
berdaya saing

Pendidikan Meningkatnya Dindikbud Inspektorat


Menengah dan Rata rata lama DP3AKKB
Khusus yang sekolah (Satuan:
√ √ √ √ √
mudah di akses Tahun)
dan berkualitas
Serta membentuk Meningkatnya Dindikbud Inspektorat
Sumber Daya Harapan lama DP3AKKB
Manusia yang sekolah (Satuan:
√ √ √ √ √ Bappeda
Berkarakter Tahun)

Program Meningkatnya Dindikbud Inspektorat


Pendidikan Angka Partisipasi

RAD PUG PROVINSI BANTEN 119


Menengah Kasar (APK) DP3AKKB
√ √ √ √ √
Bappeda
Meningkatnya Dindikbud Inspektorat
Angka Partisipasi DP3AKKB
Murni (APM)
√ √ √ √ √ Bappeda
Sekolah Menengah
(Satuan: %)

Menurunnya Dindikbud Inspektorat


Angka Putus DP3AKKB
Sekolah SMA
√ √ √ √ √ Bappeda
(Satuan: Nilai)

Meningkatnya Dindikbud Inspektorat


Angka Kelulusan √ √ √ √ √
DP3AKKB
SMA (Satuan: %)
Bappeda
Meningkatnya Nilai Dindikbud Inspektorat
Rata-rata Ujian
SMA IPS (Satuan:
√ √ √ √ √
%)

Menurunnya Dindikbud Inspektorat


Angka Putus DP3AKKB
Sekolah SMK
Bappeda
(Satuan: Nilai)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 120


Naiknya Angka Dindikbud Inspektorat
Kelulusan SMK
(Satuan: %) √ √ √ √ √

Naiknya Nilai Dindikbud Inspektorat


Rata-rata Ujian SMK
(Satuan: %) √ √ √ √ √

Kelembagaan Meningkatnya DP3AKKB Inspektorat


PUG Indeks Bappeda
(Pengarusutamaa pembangunan
√ √ √ √ √ BPKD
n Gender) dan gender (IPD)
PUHA yang (Satuan: Nilai) Seluruh OPD
berkualitas
Meningkatnya DP3AKKB Inspektorat
Indeks Bappeda
Pemberdayaan
√ √ √ √ √ BPKD
Gender (IDG)
(Satuan: Nilai) Seluruh OPD

Program Terpenuhinya DP3AKKB Inspektorat


Pemberdayaan Cakupan Data DP3AKKB
Perempuan dan Terpilah Gender
√ √ √ √ √ Bappeda
Keluarga dan Anak (Satuan:
Sejahtera %) BPKD
Seluruh OPD

RAD PUG PROVINSI BANTEN 121


Tercapainya DP3AKKB Inspektorat
Cakupan Bappeda
Perencanaan
√ √ √ √ √
Responsif Gender
(Satuan: %)

Meningkatnya DP3AKKB Inspektorat


Rasio Partisipasi Bappeda
perempuan di
√ √ √ √ √
lembaga legislatif,
swasta dan
pemerintah
(Satuan: %)

Tercapainya DP3AKKB Inspektorat


Cakupan Bappeda
Kabupaten/Kota
√ √ √ √ √ BPKD
yang memiliki
Lembaga Sadar
Gender (Satuan: %)

Minat Baca Persentase DPAD Inspektorat


Masyarakat yang peningkatan minat DP3AKKB
meningkat baca masyarakat
√ √ √ √ √ Bappeda
(Satuan: %)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 122


B. Meningkatkan Mewujudkan Meningkatnya Dinkes Inspektorat
akses dan kualitas Angka Harapan DP3AKKB
pemerataan pelayanan Hidup
√ √ √ √ √ Bappeda
pelayanan kesehatan
Kesehatan banten menuju BPKD
berkualitas sumber daya Dinsos
manusia banten
yang berdaya
saing

Pelayanan Menurunnya Dinkes Inspektorat


Kesehatan Angka Kematian DP3AKKB
berkualitas dan Bayi (AKB) (Satuan:
√ √ √ √ √ Bappeda
Mudah di Akses 1/1000 KH)
Dinsos
Menurunnya Dinkes Inspektorat
Angka Kematian DP3AKKB
Ibu (AKI) (Satuan:
√ √ √ √ √ Bappeda
1/100.000 KH)
Dinsos
Program Upaya Meningkatnya Dinkes Inspektorat
Peningkatan Persentase DP3AKKB
Kesehatan Persalinan di
√ √ √ √ √ Bappeda
Masyarakat fasilitas pelayanan
kesehatan BPKD
(Satuan: %) Dinsos

RAD PUG PROVINSI BANTEN 123


Menurunnya Dinkes Inspektorat
Persentase balita DP3AKKB
gizi buruk yang
√ √ √ √ √ Bappeda
dirawat dan
ditangani (Satuan: Dinsos
%)

Meningkatnya Dinkes Inspektorat


Persentase DP3AKKB
Kab/Kota yang
√ √ √ √ √ Bappeda
telah
mendapatkan Dinsos
dukungan program
kesehatan
masyarakat
(Satuan: %)

Pelayanan Meningkatnya Dinkes Inspektorat


kesehatan sesuai Angka Harapan DP3AKKB
dengan standar Hidup (Satuan:
√ √ √ √ √ Bappeda
pelayanan Tahun)
Dinsos

Program Angka kelahiran DP3AKKB Inspektorat


Kependudukan total (total fertility Bappeda
dan Keluarga rate/TFR) per WUS
√ √ √ √ √ Dinkes
Berencana (15-49 tahun)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 124


(Satuan: Jumlah)

Persentase DP3AKKB Inspektorat


pemakaian Bappeda
kontrasepsi
√ √ √ √ √ Dinkes
(modern
contraceptive
prevalence
rate/CPR)
(Satuan: %)

Persentase DP3AKKB Inspektora


kebutuhan ber-KB Bappeda
yang tidak
√ √ √ √ √ Dinkes
terpenuhi (unmet
need) (Satuan: %)

Tingkat putus pakai DP3AKKB Inspektorat


kontrasepsi Bappeda
(Satuan: %)
√ √ √ √ √ Dinkes

C. Meningkatkan Program Cakupan PMKS Dinsos Inspektorat


kualitas Perlindungan dan yang DP3AKKB
pertumbuhan Rehabilitasi Sosial dikembangkan
√ √ √ √ √ Bappeda
dan yang meningkat
pemerataan kesejahteraannya
ekonomi (Satuan: Orang)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 125


Cakupan PMKS Dinsos Inspektorat
yang DP3AKKB
mendapatkan
√ √ √ √ √ Bappeda
rehabilitasi sosial
yang meningkat
kesejahteraannya
(Satuan: Orang)

Program Peningkatan Disnakertrans Inspektorat


Pengawasan Capaian DP3AKKB
Ketenagakerjaan Perlindungan
√ √ √ √ √ Bappeda
Kondisi Lingkungan
Kerja (Satuan : %) Dinsos
Disperindag
Program Peningktan Disnakertrans Inspektorat
Peningkatan Capaian DP3AKKB
Hubungan Industri Hubungan
√ √ √ √ √ Bappeda
dan Jaminan Industrial (Satuan :
Sosial %) Disperindag
Ketenagakerjaan
Meningkatnya Disnakertrans Inspektorat
Capaian DP3AKKB
Pengupahan dan
√ √ √ √ √ Bappeda
Kesejahteraan
Tenaga Kerja Dinsos
(Satuan: %)

RAD PUG PROVINSI BANTEN 126


Meningkatnya Disnakertrans Inspektorat
Capaian Jaminan DP3AKKB
Sosial Tenaga Kerja
√ √ √ √ √ Bappeda
(Satuan: %)
Dinsos
Program Meningkatnya Disnakertrans Inspektorat
Pelatihan dan Capaian DP3AKKB
Peningkatan Produktivitas
√ √ √ √ √ Bappeda
Produktivitas Tenaga Kerja
Tenaga Kerja (Satuan: %) Dinsos
Disperindag
Peningkatan Disnakertrans Inspektorat
Capaian Pelatihan DP3AKKB
dan kompetensi
√ √ √ √ √ Bappeda
kerja (Satuan : %)
Dinsos
Program Peningkatan Disnakertrans Inspektorat
Pelayanan Capaian Pelatihan Bappeda
Pelatihan Tenaga dan kompetensi
√ √ √ √ √ DP3AKKB
Kerja Industri kerja (Satuan : %)
Dinsos
Program Meningkatnya Disnakertrans Inspektorat
Penempatan Capaian Bappeda
Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja
√ √ √ √ √ DP3AKKB
Transmigrasi (Satuan: %)
Dinsos

RAD PUG PROVINSI BANTEN 127


Disperindag

Program Terlaksananya Disperindag Inspektorat


Peningkatan Pemberdayaan DP3AKKB
Daya Saing Industri Kecil
√ √ √ √ √ Bappeda
Industri Menengah
Disnakertrans
Peningkatan dan Pengembangan Disperindag Inspektorat
Pengembangan dan Peningkatan DP3AKKB
Industri Kecil Keahlian IKM
√ √ √ √ √ Bappeda
Menengah Provinsi Banten
BPKD
Program Terlaksananya Disperindag Inspektorat
Peningkatan Pengembangan DP3AKKB
Daya Saing Sumber Daya
√ √ √ √ √ Bappeda
Industri Industri
BPKD
Peningkatan dan Peningkatan SDM Disperindag Inspektorat
Pengembangan IKM DP3AKKB
Sumber Daya
√ √ √ √ √ Bappeda
Industri
Disnakertrans

RAD PUG PROVINSI BANTEN 128


D. Membangun Program Peningkatan Disperkim Inspektorat
dan Penyelenggaraan Kualitas Infrastruktur DP3AKKB
meningkatkan Kawasan Kawasan
√ √ √ √ √ Bappeda
kualitas Permukiman dan Permukiman
infrastruktur Perumahan Kumuh Disperkim
Kab/Kota
Terselenggaranya Disperkim Inspektorat
Penyediaan dan DP3AKKB
Pembangunan
√ √ √ √ √ Bappeda
Perumahan
Disperkim
Kab/Kota
Program Pembangunan Disperkim Inspektorat
Keciptakaryaan Infrastruktur SPAM Bappeda
Lintas Daerah
√ √ √ √ √ BPKD
Disperkim
Kab/Kota
Pembangunan Disperkim Inspektorat
Infrastrktur SPAM di Bappeda
Kawasan Strategis
√ √ √ √ √ BPKD
Disperkim
Kab/Kota
Pembangunan Disperkim Inspektorat
Infrastruktur Sanitasi Bappeda
di Kawasan

RAD PUG PROVINSI BANTEN 129


Strategis Disperkim
√ √ √ √ √
Kab/Kota
Pembangunan Disperkim Inspektorat
Infrastruktur DP3AKKB
Persampahan
√ √ √ √ √ Bappeda
Regional
Disperkim
Kab/Kota
Program Pengelolaan Disperkim Inspektorat
Penataan Gedung BPKD
Bangunan dan Strategis Provinsi
√ √ √ √ √ Bappeda
Lingkungan
Disperkim
Kab/Kota
Penyelenggaraan Disperkim Inspektorat
bangunan dan DP3AKKB
lingkungan
√ √ √ √ √ Bappeda
dikawasan strategis
Provinsi Disperkim
Kab/Kota

RAD PUG PROVINSI BANTEN 130


BAB V
PENUTUP

Rencana Aksi Daerah Pengarustamaan Gender (RAD PUG) ini


disusun sebagai salah satu bentuk komitmen Pemerintah Provinsi
Banten dalam mendukung pelaksanaan pengarustamaan gender
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah, sekaligus menjalankan Misi ke-3
RPJMD yaitu meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan
pendidikan berkualitas, salah-satu sasaran yang ingin dicapainya ialah
memperkuat kelembagaan PUG (Pengarusutamaan Gender) dan
PUHA yang berkualitas. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
dalam misi ke-3 tersebut, strategi yang dilakukan ialah dengan cara
meningkatkan pengarusutaaman gender pada semua sektor dan
meningkatkan peran masyarakat dalam penurunan angka kekerasan
terhadap perempuan dan anak.
RAD PUG Provinsi Banten ini dapat memberikan arahan bagi
seluruh stakeholders untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan
gender dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender, sehingga
lebih fokus, efektif, sistematik, terukur dan berkesinambungan. Namun
demikian upaya integrasi perspektif gender dalam segala aspek
pembangunan tidaklah mudah. Tantangan dalam mempercepat
peningkatan kesetaraan gender dan peranan perempuan dalam
pembangunan adalah meningkatkan pemahaman, komitmen, dan
RAD PUG PROVINSI BANTEN 131
kemampuan para pengambil kebijakan dan pelaku pembangunan
akan pentingnya pengintegrasian, penguatan kelembagaan
pengarusutamaan gender termasuk perencanaan dan penganggaran
yang responsif gender. Tanpa dukungan yang kuat dari para
pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan, mustahil RAD ini
dapat dijalankan dengan maksimal.
Akhirnya dengan disusunnya Rencana Aksi Daerah (RAD)
pelaksanaan PUG di Provinsi Banten ini, diharapkan dapat menjadi
panduan bagi semua stakeholder maupun pihak terkait dalam
pengimplementasian Pengarusutamaan Gender di Provinsi Banten,
sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja
pada periode berikutnya.

RAD PUG PROVINSI BANTEN 132


REFERENSI

Banten Dalam Angka, BPS Provinsi Banten, (Serang: BPS Provinsi Banten,
2017)
Banten Dalam Angka, BPS Provinsi Banten, (Serang: BPS Provinsi Banten,
2016)
Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1,
1983
Departemen Informasi Publik PBB, 1986
Julie Ballington, et.all, Women in Parliament: Beyond Numbers, (Sweden:
International IDEA, 2005)
Pedoman Umum, P2KP, 2014
Profil PUG Provisi Banten 2016, (Jakarta: KPP-PA, 2016)
Ranis, G, Stewart, F. and Ramirez, A. “Economic Growth and Human
Development”, Journal, (World Development, 2000, vol. 28)
RPJMD Banten 2018-2022
Syaiful Saanin, Aspek-Aspek Fisik / Medis Serta Peran Pusat Krisis Dan
Trauma Dalam Penanganan Korban Tindak Kekerasan,
(Padang: IRD RS M. Djamil Padang, 2015)
United Nations, 25 September 2015

Website
“Anugerah Parahita Ekapraya 2016, Bukti Kuat Kementerian/Lembaga
Pemerintah Peduli Perempuan dan Anak”, Okezone, Rabu 21
Desember 2016 22:56 WIB,
https://news.okezone.com/read/2016/12/21/542/1572702/anug
erah-parahita-ekapraya-2016-bukti-kuat-kementerian-lembaga
-pemerintah-peduli-perempuan-dan-anak
“Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten Tinggi”,
Sindo News, Kamis, 12 Oktober 2017 - 16:20 WIB
https://daerah.sindonews.com/read/1247756/174/kasus-kekera
san-terhadap-perempuan-dan-anak-di-banten-tinggi-15077999
97
“Pemprov Kembali Raih Anugerah Parahita Ekapraya”, Radar Banten,
Selasa, 1 November 2016 11:33,
https://www.radarbanten.co.id/pemprov-kembali-raih-anuger
ah-parahita-ekapraya/
RAD PUG PROVINSI BANTEN 133
RAD PUG PROVINSI BANTEN 134

Anda mungkin juga menyukai