Anda di halaman 1dari 4

BAHASA JAWA

Geguritan
a. Struktur
1. Struktur fisik:
a. Diksi. Yaiku pamilihing tembung, tembung ing geguritan biasane nduweni teges
konotatif
b. Majas (lelawaning basa). Yaiku tembung kang digunakake kanggo nyeritakake
sawijining bab kanthi cara mbandingake karo bab liane.
c. Purwakanthi (Rima). Yaiku mbaleni swara, tembung, frasa, utawa ukara kanggo
nyiptakake kaendahan ing sawijining geguritan
d. Tipografi. Yaiku gatraning geguritan kang tinulis mawa pada ing sawijiing
geguritan.

2. Struktur batin:
a. Bakuning gagasan (tema). Yaiku punjeraning bab kang ndadekake geguritan
kuwi.
b. Pangrasane penyair. Yaiku tembung-tembung ing sajroning geguritan kang
nduwe teges kanggo manjilmakake rasa.
c. Nada/sikap penyair marang pamaos. Yaiku patrap ing sajroning geguritan.
Tuladha: nuturi, muji, nyemoni, dll
d. Amanat. Yaiku pesen kang pengen diwedharake penyair marang pamaos.
e. Suasana. Yaiku kahanan batin sawise maca geguritan kang dirasakake pamaos

b. Analisis geguritan
c. Olah vokal lan subastita (unggah ungguh)
a. Wirama yaitu tinggi rendahnya nada atau keras lembutnya suara
b. Wirasa perasaan atau penghayatan dalam membaca geguritan
c. Wiraga polah atau gerakan saat membaca geguritan
d. Wicara kelancaran dalam membaca geguritan

Upacara adat
a. Tedhak sinten
 Tradisi dari Jawa
 tedhak siten merupakan sebuah acara adat dimana seorang anak yang
berumur tujuh lapan (7 x 35 hari atau 245 hari) akan dituntun oleh ibunya
untuk berjalan menapak diatas tanah.
 Tahap tahapan upacara
Tahap 1
Pada tahap ini, sang anak akan dituntun oleh sang Ibu untuk berjalan diatas 7
jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan garam
dan kelapa yang kemudian dikukus, dihaluskan dan dicetak) dengan 7 warna
berbeda yaitu putih, merah, hijau, kuning, biru, coklat, dan ungu (disususn
dari gelap ke terang) 7 warna melambangkan pitu/ keselamatan
tahap 2
Sang anak akan dituntun untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu.
Filosofinya: tebu singkatan dari antebing kalbu, anak akan punya ketetapan
hati
tahap 3
Anak dituntun untuk berjalan diatas tanah atau tumpukan pasir dimana
sang anak akan mengais (ceker-ceker) tanah dengan kedua kakinya. Hal ini
merupakan simbol dari harapan agar sang anak saat telah dewasa nanti
mampu mengais rejeki untuk memenuhi kebutuhannya.
Tahap 4
Anak dimasukkan dalam kurungan ayam, dimana di dalam kurungan
tersebut telah disediakan berbagai benda seperti buku, uang, mainan,
makanan dan berbagai benda lainnya. Benda yang dipilih oleh sang anak
merupakan gambaran dari potensi anak yang diharapkan akan membantu
orang tua untuk bisa mengasah potensi tersebut dengan baik.
Tahap 5
Pemberian uang logam yang telah dicampurkan dengan berbagai jenis
bunga dan beras kuning oleh sang ayah dan kakek sebagai simbol harapan
agar sang anak nantinya memiliki rejeki berlimpah namun tetap bersifat
dermawan
Tahap 6
Sang anak dimandikan dengan air yang dicampur dengan kembang setaman
sebagai simbol harapan agar sang anak akan membawa nama harum bagi
keluarga
Tahap 7
Anak dipakaikan baju yang bagus dan bersih dengan harapan agar anak akan
menjalani hidup yang baik nantinya

b. Kasada
 hari upacara sesembahan berupa persembahan sesajen kepada Sang Hyang
Widhi. Setiap bulan Kasada hari-14 dalam Penanggalan Jawa diadakan
upacara sesembahan atau sesajen untuk Sang Hyang Widhi dan para leluhur
 berasal dari tengger
 sebagai bentuk rasa syukur atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah,
memohon agar dijauhkan dari malapetaka, serta yang utama adalah sebagai
peringatan pengorbanan Raden Kesuma, anak Jaka Seger dan Lara Anteng,
penguasa Suku Tengger di zaman dulu.

c. Ngeting batih
 Dilakukan oleh masyarakat Trenggalek yang digelar setiap bulan sur
 Ngitung Batih merupakan adat istiadat yang digunakan untuk menghitung
jumlah saudara.
 Ngitung Batih dilakukan dengan mengarak 40 takir plontang berupa biji-
bijian, umbi-umbian dan sebagainya yang dibawa oleh dayang-dayang yang
merupakan simbol dari anggota keluarga yang turut ikut serta dalam
pelaksanaan tradisi tersebut. Takir adalah tempat menaruh nasi lengkap
dengan lauk-pauk, yang terbuat dari daun pisang. Biasanya berbentuk kotak
persegi panjang dan dihiasi janur kuning.
 Selain takir plontang, jodang hasil bumi yang saat ini disimbolkan dalam
bentuk jajanan pasar turut menjadi sarana tradisi ini yang nanti dalam
perjalanan akan diperebutkan oleh warga masyarakat yang berjejer di rute
arak-arakan. Selain itu, masyarakat Dongko juga merayakan gebyar Suro
dengan memasang panjang Ilang di setiap rumah yang menggambarkan
prosesi upacara sedang berlangsung.
 Panjang Ilang adalah nama keranjang yang terbuat dari anyaman janur. Di
dalam Panjang Ilang terdapat takir plontang yang merupakan simbol
keanekaragaman alam. Ini menjadi cerminan bahwa tradisi Ngitung Batih
tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat dengan sangat antusias.
 mule metri merupakan bentuk sarana memuliakan arwah para leluhur yang
dilakukan untuk memohon akan keberhasilan keberlangsungan suatu acara.
 prosesi dari acara Ngitung Batih yaitu tradisi pelepasan hewan ternak.
Pelepasan hewan ternak dilakukan oleh pemimpin masyarakat, kemudian
hewan ternak tersebut akan diperebutkan dan dinikmati bersama-sama.
Hewan ternak yang digunakan biasanya adalah ayam.

Panata cara lan sesorah


a. struktur teks
 1. Salam Pambuka
Salam pakurmatan ingkang setunggal dhateng para dhayoh utawi ingkang
kepareng rawuh.
 2. Purwaka Basa (pambuka)
Atur panuwun dhateng para rawuh / dhayoh ingkang kepareng rawuh, sarta
atur pamuji syukur dhateng gusti Allah. Jelasake susunan acara ingkang
badhe dipunlakoni sedaya.
 3. Suraos Basa (wiji)
Atur sakabehe bab miturut susunan acara setunggal - setunggal ingkang
diandharaken dhateng para rawuh / dhayoh.
 4. Wusana (panutup)
Atur panuwun sarta nyuwun pangapunten manawa wonten kirang utawi
kalepatan anggen ngandharaken ngendikan marang para rawuh.

b. Olah vokal lan subersita


 Aksentuasi (accentuation) atau logat. Suara pranatacara tidak tercampur
dengan dialek atau logat daerah, artinya suaranya menggunakan bahasa
baku.
 Artikulasi (articulation) atau pocapan. Yaitu kejelasan pengucapan kalimat dan
pelafalan kata.
 Nafas (breath) atau prana. Nafas tidak dipaksakan, tidak terengah-engah,
sehingga tampak wajar.
 Kecepatan (speed) bicara dan Intonasi (intonation) nada suara atau membat
mentul swara
 Empati atau kajiwa. Suara yang diucapkan harus bisa menyesuaikan dengan
kondisi kejiwaan suatu acara

c. Analisa struktur

Anda mungkin juga menyukai