Anda di halaman 1dari 8

Nama : Joinsen Krisantus Haloho

NIM : 210510039
Kelas :1A
Mata Kuliah : Masyarakat dan Kesenian Indonesia
Dosen : Dr. Yustinus Slamet Antono

Manorduk Dayok Nabinatur sebagai Folklor Non Lisan bagi Budaya


Simalungun
1. Pengantar

Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak kebudayaan, keberagaman


suku, dan adat istiadat. Keberagaman itu terdapat di beberapa provinsi yang tersebar
di tanah air Indonesia. Salah satunya adalah provinsi Sumatera Utara yang juga terdiri
dari beberapa suku. Diantaranya yaitu, suku Batak Toba, Batak Karo, Batak
Simalungun, Nias, Pakpak, Tapanuli, Melayu, dan beberapa pendatang. Setiap suku
etnis ini pastilah memiliki ciri khas tersendiri yang dapat membedakannya dengan
budaya lain. Salah satunya adalah makanan khas tradisionalnya sendiri. Bila ditinjau
dari ilmu antropologi maupun folklor, makanan dikonsep sebagai suatu fenomena
alam, yang bukan sekedar produksi organisma yang dikonsumsi organisasi hidup,
termasuk mempertahankan hidup, tetapi juga perlu bagi suatu kolektif bahwa
makanan itu selalu ditentukan oleh kebudayaan masing-masing yang juga
membutuhkan persetujuan dan pengesahan agar terhindar dari larangan maupun
hambatan.1

Secara harafiah Danandjaja mengartikan folklore, yaitu Folk dan lore. Folk
berarti kolektif atau sekelompok orang yang memiliki ciriciri pengenal fisik, sosial
dan kebudayaan yang sama sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok yang
lain.2 Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian dari kebudayaan yang diwariskan turun-
temurun. Folklore juga dibedakan atas dua bagian yaitu, folklore lisan dan folklore
bukan lisan.3 Pertama, folklore lisan atau verbal yang termasuk didalamnya ialah
nyanyian rakyat, bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi
1 ?
James Danandjaja, Folklor Indonesia, (Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1986), hlm. 182.

2 ?
James Danandjaja, Folklor Indonesia …, hlm. 1.

3
Radesman Sitanggang, Orientasi Nilai Budaya Folklore Etnik Simalungun, (Pematang Siantar: L-
?

SAPA, 2014), hlm. 3.


rakyat, dan cerita prosa rakyat. Kedua, folklore bukan lisan ialah yang berkaitan
dengan seluruh sistem kerajinan setiap suku, seperti pakaian, makanan dan obat-
obatan tradisional.

Secara khusus penulis ingin melihat makanan khas dari budaya Simalungun
yang paling popular yaitu Dayok Nabinatur. Dayok Nabinatur ini merupakan
makanan yang unik, yaitu dapat kita lihat dari bentuknya yang ditata secara teratur
saat kembali disajikan. Ayam (dayok) yang dijadikan sebagai bahan utama adalah
ayam jantan/ayam jago (manuk mira) yang memiliki ciri bulu kemerah-merahan dan
kecoklat-coklatan. Dalam penyajiannya, ayam ini disusun kembali seperti ayam yang
hidup atau sedang duduk dalam sebuah piring besar (pinggan) dan diberikan juga
bunga kembang sepatu yang memiliki arti khusus bagi masyarakat Simalungun.
Penyajian makanan ini hanya pada waktu-waktu tertentu saja dan makanan ini masih
tetap bertahan dalam eksistensinya sebagai makanan khas budaya Simalungun.

Makanan khas budaya Simalungun ini dapat dijumpai pada perayaan adat.
Dalam setiap perayaan adat, dapat dikatakan makanan khas ini menjadi bagian yang
utama dalam berjalannya adat tersebut. Makanan khas ini merupakan salah satu
contoh dari folklore bukan lisan. Lewat tulisan ini, penulis hendak mendalami dayok
nabinatur sebagai makanan yang sangat popular bagi orang Simalungun dan harus
tetap dilestarikan oleh genarasi saat ini.

2. Isi

2.1 Pengertian Dayok Nabinatur

Salah satu makanan adat yang menjadi ciri khas Simalungun adalah dayok
nabinatur. Dayok nabinatur ini secara harafiah dapat diartikan yaitu dayok artinya
ayam dan nabinatur artinya teratur. Dengan kata lain, dayok nabinatur ini adalah
makanan yang dimasak dan disajikan secara teratur. Maksud dari teratur ialah,
dimulai sejak pemotongan bagian tubuh ayam sampai penghidangannya secara
teratur.4 Biasanya dayok nabinatur ini dihidangkan dalam piring besar atau
masyarakat Simalungun menyebutnya Pinggan.5 Dayok nabinatur sendiri

4 ?
Andi Hotmantuah Girsang, “Dayok Nabinatur”, dalam Majalah Menjemaat, (Februari 2019), hlm. 39.

5 ?
Pinggan adalah sebutan untuk piring besar bagi masyarakat Simalungun yang biasa digunakan pada
acara adat. Pinggan biasanya terbuat dari kaca, juga sering disebut piring kaca atau piring keramik.
memiliki makna simbolik yaitu sebagai wujud doa, harapan dan berkat, maupun
wujud rasa syukur dan ucapan terimakasih atas segala sesuatu yang diterima
dalam hidup seseorang maupun keluarga.

2.2 Sejarah singkat Dayok Nabinatur

Munculnya dayok nabinatur menjadi makanan khas adat Simalungun bermula


dari keadaan ekonomi masyarakat terutama masyarakat biasa sangat rendah, maka
berganti menjadi ayam. Dahulu kala yang sering disajikan di kerajaan Simalungun
pada saat upacara adat ialah hewan kerbau, sapi dan lembu. Tentu dari segi biaya
lebih berat dibanding menggunakan ayam kampung. Hal ini lah yang mendorong
masyarakat yang ekonominya lemah menggantikan ayam sebagai sajian saat acara
adat. Tentunya sudah terlebih dahulu melihat apa saja makna yang terkandung
pada ayam ini sehingga dijadikan sebagai sajian dalam acara adat.

Ada filosofi Simalungun mengungkapkan: “anggo marantau boan ma dayok


boru-boru ulang iboan dayok sabungan” artinya: orang tua menganjurkan kepada
anaknya jika merantau jangan membawa sifat ayam jantan melainkan membawa
sifat ayam betina dikarenakan ayam betina identik dengan lemah lembut berbeda
dengan ayam jantan yang identik dengan keras, tidak rendah hati, seolah-olah
mencari lawan, berlaga.

2.3 Makna dan simbol dari Dayok Nabinatur

Kesatuan sebuah kelompok dengan semua nilai budayanya, diungkapkan


dengan menggunakan simbol. Simbol berasal dari kata kerja dasarnya symbollein
dalam bahasa Yunani berarti mencocokkan dan bagian yang dicocokkan disebut
symbola.6 Sebuah simbol pada mulanya adalah sebuah benda, sebuah tanda, atau
sebuah kata, yang digunakan untuk saling mengenali dan dengan arti yang sudah
dipahami. Simbol merupakan sebuah pusat perhatian yang tertentu, sebuah sarana
komunikasi dan landasan pemahaman bersama.

Bagian tubuh dayok nabinatur masing-masing memiliki makna dan simbol.


Dalam pengolahan dayok nabinatur, setiap organ itu dipisah dan disusun kembali
dengan teratur sebagai mana layaknya ayam hidup. Mulai dari kepala, leher,
sayap, kaki, paha, ceker, punggung, ekor. Kepala dilambangkan sebagai
6 ?
F.W Dillistone, The Power Of Symbols, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 21.
pemimpin, sumber kecerdasan, leher sebagai penopang, sayap dilambangkan
sebagai melangkah jauh, penyelamat untuk melindungi diri dari musuh, juga
dilambangkan menjadi orang yang merantau jauh. Kaki, paha dilambangkan
sebagai suka berjalan-jalan dan mencari nafkah. Organ dalam dilambangkan
sebagai simbol pertimbangan dalam mengambil keputusan. Punggung
dilambangkan sebagai simbol tulang punggung yang kuat untuk menopang.

Setiap pengolahan hingga kepada penyusunan dayok binatur memiliki makna.


Terdapat beberapa makna yang dapat diteladani masyarakat simalungun dari
dayok nabinatur ini, yaitu:

1. Ayam dipilih menjadi hewan yang digunakan dalam proses upacara adat
adalah karena ayam merupakan seekor binatang yang disiplin terhadap waktu,
paham terhadap waktu dan tekun bekerja untuk mengurus keperluan dalam
kebutuhan sehari-hari.

2. Dayok Nabinatur merupakan ayam kampung, dimana seekor ayam kampung


memiliki tiga hal kebiasaan yang dapat dicontoh yaitu girah puho (bangun
cepat di pagi hari); marhaer/makkais lobe ase mangan (seekor induk ayam
baik ayam jantan berusaha untuk mencari makanan yang bisa untuk dimakan,
dengan cara mengais tanah. Makhopkop anakni (melindungi anaknya) ini
biasa dilakukan oleh ayam betina, ketika ada serangan dari predator, ataupun
hujan lebat, ayam betina biasanya akan merangkul semua anaknya dalam
sayapnya, itulah yang dimaksud dengan makhopkop. Sama halnya orangtua
selalu berusaha bekerja keras untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan
anak-anaknya tanpa pilih kasih.

3. Tampilan dayok binatur yang tersaji dan tersusun secara teratur mulai dari
kepala, leher, sayap, dada, hngga ke ceker, mengandung makna pengharapan
yaitu suatu tanda kehidupan yang teratur, menyatu dan harmonis yang saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.

4. Dayok nabinatur menjadi sarana menyampaikan doa berkat. Secara filosofis,


orang yang menikmati dayok nabinatur akan menerima berkat dan
menemukan keteraturan dalam hidup. Tak heran ketika menyerahkan dayok
nabinatur, orang tua menyertainya dengan doa-doa dan petuah yang berisi
petuah-petuah agar si anak hidup teratur di tanah rantau menjunjung
kesantunan dan etika.

5. Menyajikan dayok nabinatur diupayakan agar bagian-bagian tubuh ayam


yang layak dimakan itu tetap utuh (tidak hilang), karena akan menjadi sarana
penyampaian pesan luhur secara simbolik. Agar hidup teratur, maka saling
menghargai, saling membantu. Inti dari petuah dayok binatur adalah hidup
yang bermanfaat bagi masyarakat, mau berbagi, sedia menyebarluaskan
perbuatan yang baik, dan saling mengasihi dalam kelemahan.

6. Kepala memiliki nilai khusus bagi suku bangsa Simalungun, karena kepala
ayam yang menghadap kepada si penerima dayok binatur pada saat ditata
tersusun, itu merupakan simbol yang melambangkan bahwa suku bangsa
Simalungun termasuk orang yang hormat dan memiliki sikap sopan santun,
tentram, rendah hati.

2.4 Manorduk Dayok Nabinatur

Bagi orang Simalungun, selalu mempertimbangkan dengan baik setiap hal-hal


yang akan dilakukan, misalnya akan mengadakan pesta, merantau ke daerah lain,
mengerjakan lading, dan banyak hal yang dirasa perlu untuk melakukan pekerjaan
itu ditambahkan proses manorduk dayok nabinatur.7 Orang tua maupun ketua adat
maupun siapa saja yang menjadi pemberi dayok nabinatur ini, pada umumnya
akan memberikan nasihat ataupun petuah-petuah yang berkaitan dengan rencana
yang akan dikerjakan. Acara manorduk dayok nabinatur mesti dilaksanakan pada
parnakkokni matani ari (waktu terbit dan naiknya matahari), yaitu suasana pagi
hari hingga menjelang siang.8 Masyarakat meyakini waktu sebelum pukul dua
belas siang merupakan kesempatan yang baik karena orang-orang masih
bersemangat. Lebih menarik lagi, pada umumnya masyarakat yang akan
melakukan acara adat terlebih dahulu menyesuaikan dengan kalender Batak.
Melalui kalender tersebut dapat dilihat kapan saja waktu yang tepat untuk
melangsungkan suatu acara.

7 ?
Manorduk berarti menyuguhkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain dengan cara yang sopan
dan biasanya diiring dengan kata-kata.
8 ?
Bungaran Antonius Simanjuntak, Korelasi kebudayaan & pendidikan, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2014), hlm. 67.
2.5 Eksistensi tradisi manorduk dayok nabinatur di tengah era kemajuan

Perkembangan zaman yang semakin maju akan memengaruhi beberapa tradisi


budaya tertentu. Apabila tradisi itu tidak dikembangkan dan diwariskan, mungkin
tradisi itu akan hilang atau lenyap digerus perkembangan zaman ini. Pada
beberapa daerah di Simalungun, khususnya daerah yang masih kental tradisinya
masih dapat ditemui tradisi manorduk dayok nabinatur. Pelaksanaan adat ini
biasanya ditemukan pada acara pernikahan, memasuki rumah baru, dan
menghantar anak-anak ke perantauan. Penulis sendiri masih merasakan tradisi
manorduk dayok nabinatur dalam keluarga, khususnya saat hendak merantau dan
perayaan ulang tahun. Berbeda dengan daerah Simalungun yang dianggap lebih
maju. Pelaksanaan tradisi manorduk dayok nabinatur ini jarang ditemui dan hanya
kalangan tertentu saja yang masih melakukannya. Hal ini disebakan oleh adanya
budaya-budaya lain yang mendominasi pada daerah tersebut dan mereka yang
beragama Islam yang mengklaim diri sebagai orang Melayu padahal aslinya
adalah orang Simalungun.

Masyarakat yang sudah mengalami kemajuan, khususnya generasi kalangan


muda tidak lagi memahami makna dari tradisi pemberian makanan adat. Selain
pola pembuatan dan pelaksanaannya mulai memudar juga perlahan treadisi ini
ditinggalkan oleh masyarakat Simalungun. Kebanyakan dari mereka akan
menempakan pembuatannya kepada orang lain. Padahal untuk dapat memaknai
secara utuh tradisi pemberian makanan adat ini hendaknya terlibat dalam proses
pembuatannya.9 Setidaknya seseorang akan mengalami banyak hal tentang
keteraturan batin dan sikap, bagaimana harus bersikap tulus serta menjaga
kejujuran ketika proses pembuatannya berlangsung.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa tradisi manorduk dayok nabinatur


ini adalah bagian dari kepercayaan lama sehingga tidak relevan bagi agama yang
dianut saat ini. Masyarakat yang sudah menganut agama modern beranggapan
bahwa tradisi ini dilakukan untuk berinteraksi dengan leluhur yang bertentangan
dengan ajaran agama. Tradisi pemberian makanan ini dahulu memang pernah
dijadiakan sebagai persembahan atau sesajen terhadap leluhur. Akan tetapi
sebaiknya tidak harus menganggap pantang pada tradisi pemberian makanan ini

9 ?
Bungaran Antonius Simanjuntak, Korelasi kebudayaan & pendidikan…, hlm. 75.
melainkan juga dimaknai dan dilaksanakan untuk proses adat seperti, pemberkatan
rumah, perkawinan, memberangkatkan anak merantau dan sebagainya. Jadi salah
satu cara untuk mempertahankan tradisi ini adalah dengan tetap melestarikan
tradisi yang pernah ada. Upaya pelestarian ini mestinya tetap dijalankan dan
dihidupi agar kelak dapat dibanggakan oleh generasi yang akan datang.

3. Penutup

Dayok nabinatur merupakan salah satu makanan adat yang sangat populer di
Simalungun yang tergolong dalam folklor non lisan. Makanan ini tidak pernah lepas
dari kegiatan adat di Simalungun. Dayok nabinatur memiliki makna tersendiri,
memiliki nilai filosofi yang tinggi bagi budaya Simalungun sehingga, dayok
nabinatur harus dilestarikan dengan baik. Dayok nabinatur tidak pernah lepas dari
setiap upacara adat di Simalungun, baik kegiatan suka maupun duka, karena suatu
upacara dianggap tidak sah tanpa adanya dayok nabinatur. Dayok nabinatur akan
tetap lestari apabila diwariskan terus dengan turun temurun. Ini adalah salah satu
warisan dari para pendahulu yang juga tidak diketahui siapa yang terlebih dahulu
menciptakannya. Maka, bagi masyarakat Simalungun tradisi ini sudah menjadi bagian
dari hidupnya yang tidak dimiliki budaya lain.

Tradisi manorduk dayok nabinatur ini memiliki makna yang sangat erat
hubungannya dengan orang Simalungun. Dengan demikian, sebagai masyarakat yang
menghidupi dan menjunjung tinggi budaya Simalungun hendaknya tetap melestarikan
tradisi manorduk dayok nabinatur dan mewariskannya secara turun-temurun sebagai
salah satu ciri khas budaya Simalungun dengan tujuan untuk menghargai dan menjaga
apa yang sudah dibuat oleh leluhur orang Simalungun.

Daftar Pustaka
Danandjaja, James. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafitipers. 1986.

Girsang, Andi Hotmantuah. “Dayok Nabinatur”, dalam Majalah Menjemaat. Februari 2019.

Dillistone, F.W. The Power Of Symbols. Yogyakarta: Kanisius. 2002.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. Korelasi kebudayaan & pendidikan. Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia. 2014.

Sitanggang, Radesman. Orientasi nilai Budaya Folklore Etnik simalungun. Pematang Siantar:
L-SAPA. 2014.

Anda mungkin juga menyukai