Anda di halaman 1dari 5

Rendang Minangkabau

Rendang merupakan sebuah makanan tradisional dari daerah Sumatera Barat, tepatnya
Minangkabau, yang bahan utamanya terbuat dari daging sapi dengan racikan bumbu yang
pedas. Masyarakat Minang percaya bahwa rendang memiliki 3 makna tentang sikap, yaitu
kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan. Ketiga unsur ini dibutuhkan dalam proses
memasak rendang yang terlalu lama, termasuk memilih bahan-bahan berkualitas untuk
membuatnya, sehingga terciptalah masakan dengan citarasa tinggi.

Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang


memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatera Barat, yaitu musyawarah dan
mufakat, yang berangkat dari empat bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat
Minang, yaitu:

1. Dagiang (daging sapi), merupakan lambang dari “Niniak Mamak” (para pemimpin
Suku adat) dan “Bundo Kanduang”, dimana mereka akan memberi kemakmuran pada
anak pisang dan anak kemenakan.
2. Karambia (kelapa), merupakan lambang “Cadiak Pandai” (kaum Intelektual), dimana
mereka merekatkan kebersamaan kelompok maupun individu.
3. Lado (cabai), merupakan lambang “Alim Ulama”
4. Pemasak (bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minangkabau.

Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disajikan dalam setiap
perhelatan istimewa, seperti berbagai upacara adat Minangkabau, pernikahan,kenduri, atau
menyambut tamu kehormatan. Dulu hanya para bangsawan dan saudagar terpandang yang
bisa menyajikan hidangan dari daging sapi berbumbu ini. Rendang daging sapi ini memiliki
nilai sosial yang bukan main, karena apa? Karena besarnya irisan daging yang dimasak
menjadi rendang itu menjadi simbol status sosial seseorang. Semakin besar irisan daging
yang dimasak menjadi rendang, itu makin tinggi status sosial seseorang.

Cita rasa pedas pada rendang Minangkabau ini bukan hanya soal rasa saja, namun
memiliki makna tersendiri. Rasa pedas pada Rendang melambangkan semangat merantau ke
negeri orang terutama pada anak laki-laki. Selain melambangkan sebagai semangat merantau
ke negeri orang, rasa pedas ini juga melambangkan bahwa ketegasan para Alim Ulama
dalam mengajarkan ilmu agama.

RENDANG JAMBI

Asal mula rendang ditelusuri berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Sebagai
masakan tradisi, rendang diduga telah lahir sejak orang Minang menggelar acara adat
pertamanya. Kemudian seni memasak ini berkembang ke kawasan serantau berbudaya
lainnya, seperti Jambi yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau. Karena itulah
rendang dikenal luas baik di jambi.

Cara mengolahnya pun tidak jauh berbeda yaitu dengan memasak daging dalam
campuran santan, cabe giling, dan bumbu yang dalam proses pemasakannya dilakukan
dengan sampai sebagian besar air menguap hingga campuran santan, cabe dan bumbu
tersisa sebagai pasta hitam yang gurih dan berminyak.

Dalam tradisi melayu, baik di kota Jambi. Rendang adalah makanan istimewa dalam
acara keagamaan seperti Idul Adha dan Idul Fitri, acara khitanan, pernikahan, dan ulang
tahun. Cara penyajiannya tidak ditemukan dalam informasi google. Menurut pengalaman
ketika sedang ikut dalam suatu acara pernikahan dan komunikasi dengan orang tua,
rendang in disajikan dalam sebuah mangkok, dan ada makanan lain sebagai pendamping
seperti nasi putih, bihun kecap, sambal nanas, dll, serta ada buah semangka sebagai pencuci
mulut, biasanya porsi ini dimakan untuk 2 orang.

“Bagar Hiu” Olahan Hasil Laut Khas Bumi Rafflesia


Dokumentasi : Bagar Hiu (Koleksi Pribadi, 2016)

Ketika mendengar kata “Hiu”, maka anggapannya adalah seekor pemangsa dan
predator karnivora yang hidup di lautan lepas sehingga tidak terpikir jika hiu dapat dijadikan
sebagai masakan olahan. Lebih lanjut, mungkin selama ini kita hanya mengetahui olahan hiu
yaitu Sup Sirip Ikan hiu. Tapi Tahukah Anda ? Bumi Rafflesia mempunyai olahan berbahan
dasar ikan hiu dan merupakan salah satu hidangan favorit Presiden Pertama, Ir. Soekarno saat
beliau dalam masa pengasingan pada tahun 1938 – 1942 hingga akhirnya bertemu dengan
wanita asli Bengkulu yang merupakan penjahit Sang Saka Merah Putih, Ibu Fatmawati.
Nama bagar hiu begitu populer di Bengkulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), Bagar memiliki arti gulai daging yang tidak bersantan. Secara visual memang olahan
hasil laut ini memang tidak terlalu menggugah selera. Tetapi jika lidah sudah menyantapnya,
hanya ada istilah ketagihan untuk olahan hasil laut khas Bumi Rafflesia ini. Secara sekilas
memang tampak seperti masakan rendang. Namun bedanya dbagar hiu tidak menggunakan
santan sehingga bagi konsumen yang menghindari Kolesterol dapat mencoba olahan hasil
laut ini. Untuk membuatnya tidaklah mudah.

Protein yang tinggi pada hasil olahan Bagar Hiu (8,34 gram) menunjukkan bahwa
protein pada hasil olahan bermutu lengkap dan tinggi, karena tersusun atas asam-asam amino
essesnsial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh
sebagaimana fungsi dari protein itu sendiri sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam
tubuh (Muchtadi, 2010). Lebih lanjut sebagai zat pembangun, fungsinya adalah membentuk
jaringan tubuh yang baru, disamping juga memelihara jaringan yang telah ada dan mengganti
bagian yang aus atau rusak (Warsito, dkk, 2015). Berdasarkan AKG tahun 2012, kebutuhan
Protein yang dianjurkan untuk dewasa adalah berkisar 56 - 62 gram/hari.
Hasil kandungan gizi di atas menunjukkan bahwa Bagar Hiu yang merupakan lauk hewani
dapat dijadikan salah satu hasil olahan laut yang dapat dikonsumsi karena tinggi kandungan
protein, rendah lemak dan kaya akan gizi mikro dalam setiap porsinya.Bagar Hiu, olahan
hasil laut khas Bumi Rafflesia. Oleh karena itu, orang Bengkulu beranggapan bahwa gizi
yang ada di ikan hiu lebih banyak didapatkan daripada kandungan di dalam daging, dimana
daerah Bengkulu juga daerah pesisir, yang banyak mengolah makanan dari hasil laut.

DAFTAR PUSTAKA

Amelinda.2017.FILOSOFI RENDANG BAGI MASYARAKAT INDONESIA


https://medium.com/@amelindazh14/filosofi-rendang-bagi-masyarakat
indonesia-1-2d6b43843522. Diakses pada tanggal 17 November 2019

Anonim.2015.Sejarah Rendang (Makanan Khas Padang). Diakses dari


https://indogastronomi.wordpress.com/2015/11/12/sejarah-rendang-makanan-khas-
padang.Pada tanggal 16 november 2019.

Hidayat, Wisnu Amri .2019. Sejarah Rendang & Filosofi Maknanya Bagi Masyarakat
Minangkabau. Diakses dari https://tirto.id/sejarah-rendang-filosofi-maknanya-bagi-
masyarakat-minangkabau. Pada tanggal 16 November 2019.
https://www.saribundo.biz/sejarah-rendang.html. Diakses pada tanggal 17
November 2019
Komunikasi dari orang tua

http://sandy-ardiansyah.blogspot.com/2016/11/bagar-hiu-olahan-hasil-laut-khas-
bumi.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai