Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH MULOK

Makanan Tradisional Suku Tolaki

Disusun oleh:
1. MUHAMMAD IDRIS
2. NELZA MAKMUR
3. FIKIH JUNIAN PRATAMA
4. FEBRIANI
5. SARINA

SMA NEGERI 1 GU
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
           
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,Taufik
dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
            Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. 
            Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki  masih sangat kurang. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan – masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………..……………………………i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….....…………iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
a.       Latar Belakang........................………………………..….…………1
b.      Tujuan....................………………………………………………...........1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..2
A.     Mengenal makanan tradisional sinonggi…………….……...2
B. Cara penyajian dan cara makan sinonggi.....................2
C.     Sejarah Singkat Singonggi………………………….………...…...…3
D. Kandungan dan manfaat Sinonggi................................4
BAB III PENUTUP………………………………………………..…………………..4
a.       Simpulan…………………………………………...…………..….............4
b.      Saran………………………………………………………..............…........4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dengan keberagaman budaya yang berbeda-beda.baik


keragaman suku, budaya, bahasa, ras, agama, lingkungan tempat tinggal, hingga makanan-
makanan tradisional. Ada banyak sekali makanan tradisional yang terdapat di Indonesia,
bahkan setiap daerah memiliki banyak makanan tradisional yang menjadi ciri khas suatu
daerah dan tak jarang ada makanan tradisional yang menjadi icon dari suatu daerah,
misalkan: Padang dengan rendangnya, Papua dengan papedanya, Lamongan dengan sotonya
dan masih banyak lagi makanan tradisional yang menjadi icon daerah-daerah di Indonesia.

Pada makalah ini kami akan membahas salah satu makanan tradisional khas Tolaki,
Sulawesi Tenggara. Ada banyak sekali makanan tradisional yang ada di Tolaki salah satu dari
sekian banyaknya makanan tradisional itu kami akan membahas makanan tradisional khas
Tolaki bernama "sinonggi".

B. TUJUAN

Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:


-mengetahui apa itu sinonggi !
-mengetahui sejarah singkat sinonggi
BAB II

PEMBAHASAN
                                                                                        
A. MENGENAL MAKANAN TRADISIONAL SINONGGI

Sinonggi adalah makanan khas suku Tolaki dari Sulawesi Tenggara, Indonesia, yang
terbuat dari pati sari sagu. Suku Tolaki memiliki tradisi menyantap sinonggi bersama-sama
yang disebut mosonggi. Bagi Suku Tolaki, sinonggi merupakan makanan pokok yang kini
telah mengalami pergeseran makna dan bersaing dengan nasi.
Sinonggi adalah makanan pokok Suku Tolaki yang terbuat dari pati sari sagu. Di
Sulawesi Selatan, masakan yang serupa dikenal dengan nama kapurung dan di Kepulauan
Maluku disebut papeda. Meski masakan-masakan tersebut memiliki kemiripan bahan, cara
penyajiannya berbeda. Untuk sinonggi, tepung sagu yang sudah dimasak tidak dicampurkan
dengan sayur, kuah ikan, sambal ("dabu-dabu"), atau bumbu lainnya, namun tergantung
selera masing-masing. Bagi suku Tolaki, sinonggi dahulu merupakan makanan pokok, namun
saat ini telah menjadi makanan sekunder pengganti beras pada masa paceklik.

B. CARA MAKAN DAN PENYAJIAN SINONGGI


1.cara penyajian

Sebelum dimasak, pati sagu direndam di dalam baskom, atau sejenisnya, dengan
menggunakan air dingin selama satu malam. Biarkan hingga mengendap. Kemudian air
dibuang. Ketika akan diolah menjadi makanan, sagu dicairkan dengan air dingin secukupnya.
Lalu, siramkan air panas (sampai mendidih) sedikit demi sedikit sambil sagu diaduk-aduk
hingga mengental. Orang bilang, ia menyerupai lem.
Sebaiknya, sebelum sagu diolah menjadi makanan siap saji, sayur, kuah ikan, serta sambal
sudah disiapkan. Jadi bisa langsung dimakan pada saat sinonggi masih panas. Sayur dan
sambal juga akan lebih nikmat jika ditambah dengan daun kemangi dan jeruk purut. Di
Kendari, jeruk purut dikenal dengan nama jeruk Tolaki.

2.cara makan
Cara makan Sinonggi ini adalah pertama-tama air kuah, bisa air kuah sayur yang
sudah terpisah tadi atau bisa juga air kuah ikan atau daging/ayam yang dimasak tawaoloho,
atau campuran keduanya sesuai selera diambil secukupnya dipiring kemudian ditambahkan
perasan jeruk purut (bahasa lokal: jeruk Tolaki), lalu Sinonggi atau sagu yang telah kental
tadi diambil dengan cara digulung memakai posonggi (sumpit) dimasukkan kedalam kuah
tadi kemudian dicampur dengan sayur dan lauk ikan, daging/ayam serta tentu tidak
ketinggalan sambal terasi plus mangga mudanya.

C. SEJARAH SINGKAT SINONGGI

Walaupun merupakan makanan khas Suku Tolaki, belum ada yang mengetahui sejak
kapan Suku Tolaki mengonsumsi sinonggi. Namun, makanan ini sudah ada sejak ratusan
tahun silam layaknya beras. Mitos Tolaki menyebutkan bahwa pohon sagu bahan baku
Sinonggi tumbuh dengan sendirinya di perkampungan Kuko Hulu di Sungai Konaweha, yang
kini bernama Latoma Tua. Dalam bahasa Tolaki, ia disebut "sowurere", yang artinya "suatu
kampung yang ditumbuhi ribuan pohon sagu". Lokasinya persis di dekat Tongauna,
Kecamatan Ulu Iwoi, Kabupaten Kolaka. Versi lain menyebutkan bahwa pohon sagu yang
tumbuh di rawa-rawa tersebut, sebetulnya berasal dari Maluku.
Nama sinonggi diyakini budayawan lokal berasal dari kata posonggi.[1] Posonggi atau o
songgi (bahasa Tolaki) merupakan alat mirip sumpit terbuat dari bambu yang dihaluskan
dengan ukuran panjang kurang dari sepuluh sentimeter. Alat inilah yang digunakan untuk
mengambil sinonggi dari tempat penyajian. Dengan cara digulung, sinonggi diletakkan ke
piring yang telah diisi kuah sayur dan ikan serta bumbu lainnya. Gulungan sinonggi di piring
kemudian dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam mulut menggunakan alat serupa yang
berukuran lebih kecil atau dengan jari. Sinonggi biasanya tidak dikunyah, tetapi ditelan
langsung.[2]
Dahulu orang tua menyimpan sinonggi dalam dulang yang terbuat dari kayu. Dulang dalam
bahasa Tolaki adalah "odula". Seiring perubahan zaman, sinonggi mulai tidak disimpan
dalam dulang kayu melainkan dalam baskom. Perubahan ini diyakini penikmat sinonggi telah
mengurangi kelegitan rasanya yang khas. Begitu pula dengan penggunaan posonggi yang
menghilang, saat ini orang lebih banyak langsung menggunakan tangan atau memakai sendok
untuk mengkonsumsi sinonggi.

D. Kandungan dan Manfaat Sinonggi

Sinonggi juga memiliki kandungan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.Sinonggi termasuk

makanan yang menyegarkan dan sehat. Selain sayuran dan lauknya dimasak dengan bumbu yang
tidak terlalu banyak (masak bening), menurut penelitian litbang deptan Sagu sebagai bahan baku

utama dikenal memiliki kandungan karbohidrat sekitar 85,6%, serat 5% dan untuk 100 gr sagu kering

setara dengan 355 kalori. Selain mengandung karbohidrat juga mengandung polimer alami yaitu

semacam zat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia seperti memperlambat peningkatan kadar

glukosa dalam darah sehingga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Selain itu, serat

pada sagu juga mengandung zat yang berfungsi sebagai probiotik, meningkatkan kekebalan tubuh,

serta mengurangi resiko terkena kanker usus dan paru-paru.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sinonggi merupakan makanan tradisional khas Tolaki, Sulawesi Tenggara yang


memiliki sejarah panjang didalamnya hingga sangat bermakna bagi masyarakat Tolaki.
Makanan tradisional Sinonggi ini juga mempunyai cara penyajian yang unik dan cara makan
yang tak kalah uniknya terlepas dari rasanya yang lezat serta kandungan manfaat yang
berguna bagi kesehatan tubuh pengkonsumsinya.

B. SARAN
# Lestarikanlah budaya yang ada di daerah tempat tinggalnya karena setiap makanan
tradisional memiliki sejarah, dan manfaat yang dapat dirasakan oleh setiap orang yang mau
melestarikannya

Anda mungkin juga menyukai