Anda di halaman 1dari 18

Nama : Gustiza Enggarni

Kelas : 5A
NPM : A1D021002
Mata Kuliah : Etnobiologi
Dosen Pengampu : Dra. Kasrina, M.Si
Alif Yanuar Sukmadini

Konsep Yang dipahami dan Tidak Dipahami dari BAB I SAMPAI V

1. Etnozoologi Dalam Kehidupan Manusia


 Konsep yang telah saya pahami dari BAB I:
Pada bab I telah dijelaskan beberapa materi mengenai etnozoologi dalam kehidupan
manusiayang mana meliputi seperti;
1. Pengertian Etnozoologi
Etnozoologi adalah keseluruhan pengetahuan lokal tentang sumberdaya hewan
meliputi identifikasi, pemanfaatan, pengelolaan dan perkembang biakannya
(budidaya/domestikasi). Etnozoologi secara harfiah terbagi menjadi dua kata, yakni etno atau
etnis dan zoologi, dimana yang dimaskud dari etnis, ialah suatu kelompok manusia yang
digolongkan berdasarkan suatu kepercayaan, nilai, adat istiadat, geografis, maupun latar
belakang sejarah yang khas, sedangkan zoologi merupakan suatu cabang ilmu yang
mempelajari tentang hewan.
2. Sejarah antara hubungan manusia dan hewan
Dasar berkembangnya ilmu etnozoologi berawal dari beberapa disiplin ilmu seperti
zoologi, ekologi manusia, sosiologi, dan antropologi, dan perkembangan studi etnozoologi
ini sangat beragam, bergantung pada wilayah dimana ilmu ini dikembangkan. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya hubungan manusia dengan hewan, baik itu pada bidang pangan,
obat-obatan, alat transportasi, sampai pada penggunaan hewan dalam suatu kepercayaan atau
simbol untuk ritual kebudayaan, dimana menurut Audina (2015), menyebutkan bahwa
penggunaan hewan dalam aspek kebudayaan umumnya direfleksikan dalam bentuk karya
seni, kepercayaan, literatur, mitologi, dan lain sebagainya. Selain dalam ranah kebudayaan,
penggunaan hewan juga dapat dijadikan sebagai ikon yang melambangkan suatu daerah dan
kehidupanmasyarakat yang terdapat di dalamnya.
3. Ruang lingkup etnozoologi
Etnozoologi adalah ruang lingkup yang berkaitan dengan interaksi antara hewan dan
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etnozoologi merupakan bagian dari bidang etnobiologi
yang mempelajari tentang pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis hewan yang
erat kaitannya dengan budaya masyarakat suatu kelompok, etnik ataupun suku
bangsa.Etnozoologi dapat dibedakan berdasarkan interaksi manusia dengan jenis hewannya,
seperti etnoentomologi (manusia – serangga), etnoornitologi (manusia – burung),
etnoherpetologi (manusia – ampibi), etnomastozoologi (manusia – hewan), etnomalakologi
(manusia – moluskan) dan etnoikhtiologi (manusia – ikan).
4. Etnozoologi dalam sejarah dan kehidupan masyarakat Indonesia secara umum
Etnozoologi adalah studi tentang interaksi antara manusia dan hewan dalam
konteks budaya dan sejarah. Di Indonesia, etnozoologi memiliki sejarah panjang dalam
kehidupan masyarakat. Beberapa poin penting dalam sejarah etnozoologi di Indonesia
adalah:
1. Peran Hewan dalam Mitologi: Hewan-hewan memiliki peran penting dalam mitologi
dan kepercayaan tradisional masyarakat Indonesia. Mereka sering kali dianggap
sebagai makhluk suci atau memiliki kekuatan magis.
2. Penggunaan Hewan dalam Upacara Adat: Dalam berbagai upacara adat seperti
pernikahan, pemakaman, atau ritual keagamaan, hewan-hewan sering digunakan
sebagai persembahan atau simbol keberuntungan.
3. Pemanfaatan Sumber Daya Hewan: Masyarakat Indonesia telah lama mengandalkan
hewan-hewan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk sebagai sumber makanan, bahan
baku tekstil, obat-obatan tradisional, dan alat-alat. Seiring berjalannya waktu,
perkembangan budaya dan perubahan sosial telah memengaruhi etnozoologi di
Indonesia. Namun, hubungan antara masyarakat dan hewan tetap menjadi bagian
penting dari warisanbudaya Indonesia.
5. Mitologi hewan di Indonesia
Pada dasarnya mitos adalah merupakan tahapan perjalanan spiritual manusia dalam
mencapai kebahagiaan dan ketentraman dalam kehidupannya di dunia. Mitos merupakan
tahapan-tahapan manusia untuk menemukan sesuatu yang di yakini keberadaannya yaitu
yang maha pencipta. Oleh karena manusia merasa makhluk palig
lemah secara fisik, maka membutuhkan sesuatu dari luar dirinya untuk menjamin kehidupan
yang sesui dengan tuntutan hidup. Manusia akan merasa gelisah dalam kenyataan terciptanya
yang lemah di banding dengan makhluk lain. Untuk itu, maka manusia berusaha untuk
menggali kesebenaran dari apa yang terdapat dari alam semesta demi mencari dari apa
yang mereka sebut kebenaran. Perjalanan spiritual inilah yang kemudian di gambarkan
menjadi suatu yang nyata melalui cerita-crrita fiksi. Cerita-cerita tersebut membentuk alur
yang sistematis dan paten
6. Hewan sebagai symbol dan lambang negara
Sebuah negara di dunia umumnya di kenal dengan sebuah bendera yang di gunakan
sebagai simbol atau lambang negaranya. Namun ternyata terdapat beberapa negara yang tidak
hanya menggunakan bendera sebagai simbol dan lambang negara melainkan hewan.
Termasuk Indonesia sendiri menggunakan hewan sebagai sombol atau lambang negara
yakni burung Garuda. Beberapa negara tersebut menggunakan hewan sebagai lambang
negara. Tentunya hewan yang di gunakan sebagai simbol memiliki makna dan filosofi yang
kuat. Hewan biasanya digunakan karena memiliki arti yang bermakna kuat untuk negara
tersebut, karakter ataupun perilaku yang dimiliki hewan mencerminkan suatu negara/wilayah
tersebut. Penggunaan hewan sebagai symbol oleh suatu negara Karena seringkali sifat-sifat
hewan tersebut dianggap melambangkan/mencerminkan negara yang bersangkutan. Misalnya
singa menjadi banyak sekali lambang negara. Singa itu memang dari dulu dianggap hewan
yang gagah berani.Kemudian banyak juga negara yang menjadikan hewan mitologis menjadi
lambang negara mereka, seperti Bhutan misalnya, yang lambangnya adalah naga atau
Indonesia sendiri yang lambangnya adalah burung garuda.

 Konsep Yang Belum di pahami dari BAB 1:

Interaksi budaya dan hewan: Konsep ini mungkin sulit dipahami karena memerlukan
pemahaman yang mendalam tentang budaya dan keyakinan masyarakat yang berbeda di
seluruh dunia dan berkaitan sejarah..
2. BAB II “Pemanfaatan Hewan Oleh Suku Enggano”
Konsep yang telah saya pahami dari BAB II:
Pada bab II telah dijelaskan beberapa materi mengenai pemanfaatan hewan oleh suku
engganomeliputi seperti dibawah ini;
1. Profil Suku Enggano

Pulau Enggano adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di samudra Hindia.
Pulau Enggano ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara,
Provinsi Bengkulu, dan merupakan satu kecamatan Enggano. Pulau ini berada di sebelah barat
daya dari kota Bengkulu dengan koordinat 05° 23′ 21″ LS, 102° 24′ 40″ BT. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah penduduk Enggano sebanyak 4.035 jiwa.
Penduduk asli Pulau Enggano adalah Suku Enggano, yang terbagi menjadi lima puak asli
(penduduk setempat menyebutnya suku). Semuanya berbahasa sama, bahasa Enggano. Suku
atau Puak Kauno yang mulai menempati tempat ini pada zaman Belanda (sekitar tahun
1934). Di Pulau Enggano masyarakat terbagi atas sukusuku dimana masing-masing suku
dikepalai seorang Ketua Suku. Penduduk asli Pulau Enggano terdiri dari Suku Kauno, Suku
Kaahoao, Suku Kaharuba, Suku Kaitaro, Suku Kaaruhi, dan Suku Kaamay

2. Hewan untuk tradisi adat suku enggano

Beberapa hewan yang dijadikan sebagai tradisi adat suku enggano;

 Penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate)


Enggano menyebut penyu sebagai Ekeh atau Kakbebak.Kampung Enggano juga
menyebut penyu katung. Dalam tradisi adat suku Enggano, penyu adalah hewan yang
paling populer karena digunakan sebagai hidangan jamuan selama upacara adat.
Tradisi orang Enggano untukmakan penyu adalah tradisi yang sudah ada sejak lama.
 Trinton terompet (Charonia tritonis)

Triton terompet adalah jenis kerang laut. Alat tiup sejenis terompet yang
mampu menghasilkan suara dibuat dari cangkang triton oleh suku Enggano yang
disebut Kemiu . Suku Enggano menggunakan kemiu untuk memanggil warga atau
memberi tahu tentang suatu peristiwa atau kejadian.
3. Hewan untuk konsumsi suku enggano
Terdapat beberapa jenis hewan lainya yang biasa dikonsumsi suku enggano yaitu:
kerbau dan sapi, beberapa jenis burung seperti panokeh dan emiko. hewan rawa
antara lain kura-kura, dan beberapa jenis burung yaitu burung ubik-ubik, eyakhai,
akomah, dan bakdit. Beberapa fauna air tawar ikan garin, mungkus, pelus, barau,
bentutu,lele, mujair, tawes, ketam, udang dan siput sungai.
1. Hewan untuk pengobatan tradisional suku enggano
Salah satu hewan yang dijadikan sebagai pengobatan yaitu kalong, di daerah
enggano, daging codot juga digemari sebagai salah satu menu makanan yang
istimewa. Selain rasanya yang gurih, codot goreng juga memiliki khasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam 7 penyakit. Daging codot dipercayai dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, gatal-gatal, atau alergi pada
kulit.
2. Hewan untuk aksesoris,pajangan dan peralatan suku enggano
Selain untuk pengobatan tradisional terdapat banyak jenis hewan yang dapat
di manfaatkan oleh suku enggano sebagai aksesoris,hiasan dan peralatan,sepeeti
kalung,gelang asbak dan masih banyak lagi.berikut beberapa jenis hewan yang
dapat di manfaatkan sebagai hiasan suku enggano seperti sapi bali, ayam
kampung, kerang Mutiara, kerang kimo, dll.
3. Hewan mitologi suku enggano
Salah satu hewan mitologi dalam konteks suku Enggano, burung bangau
memiliki peran dalam mitologi dan kepercayaan tradisional mereka. Burung
bangau adalah salah satu mitologi hewan yang dianggap sebagai pertanda akan
terjadinya peristiwa tertentu atau digunakan sebagai simbol dalam cerita rakyat.
Burung bangau dianggap sebagai tanda kematian. Mereka percaya bahwa jika
burung bangau terbang melintasi perkampungan pada sore atau malam hari dan
terdengar seperti bunyi "kwakwakwak", itu merupakan pertanda akan adanya
kematian seseorang dalam waktu dekat.
4. Hewan buruang dan tangkapan suku enggano
Suku Enggano memiliki aktivitas berburu dan menangkap hewan, hewan-
hewan tersebut dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diperjual belikan, dan
juga dijadikan peliharaan. Adapun hewan-hewan yang biasanya dijadikan
buruan dan tangkapan oleh suku Enggano. yaitu; babi hutan, penyu hijau, beo
enggano, dll.

5. Hewan ternak dan peliharaan suku enggano


Hewan-hewan yang diternak dan dipelihara oleh Suku Enggano berupa
mamalia dan ungas, yaitu seperti : anjing, kucing, sapi, kerbau, kambing, ayam
kampong, burung beo, burung bebet, dan burung kacamata.

Konsep yang Belum di pahami dari BAB II:


 Pemahaman konservasi dan pemanfaatan hewan: Seperti banyak kelompok
masyarakat adat, suku Enggano mungkin belum memiliki pengetahuan konservasi dan
penggunaan tradisional hewan-hewan mereka terhadap hewan terancam punah seperti
penyu. Pemahaman tentang bagaimana mereka mencari keseimbangan antara menjaga
sumber daya alam dan memenuhi kebutuhan budaya mereka mungkin sulit bagi
mereka yang tidak berada dalam konteks tersebut.

3. BAB III “Etnotaksonomi Hewan Yang Di Manfaatkan Suku Enggano”


Konsep yang telah saya pahami dari BAB III:
Pada bab III telah dijelaskan beberapa materi mengenai etnotaksonomi hewan yang
di manfaatkan suku enggano;

 Etnotaksonomi
Etnotaksonomi mengacu pada subdisiplin dalam etnologi yang mempelajari sistem
taksonomi yang ditentukan dan digunakan oleh kelompok etnis individu, atau pada
taksonomi individu yang beroperasi itu sendiri, yang merupakan objek studi langsung ahli
etnologi. Selain dikenal taksonomi biologi, dikenal pula taksonomi rakyat (Folk
Taxonomies), yaitu suatu sistem penamaan yang menggunakan nama daerah atau nama
lokal tergantung bahasa yang di gunakan dalam Masyarakat.
 Tingkatan Dalam Etnotaksonomi

folk taxonomy menggunakan model Berlin et al., 1973. Pada model Berlin dikategorikan
beberapa tingkatan sebagai berikut:

1. Kategori unique beginner, setara dengan tingkatan kerajaaan (kingdom) pada


taksonomi biologi pada folk taxonomy berada pada level (tingkat) nol.

2. Kategori bentuk kehidupan (life - form) terdapat pada tingkat satu, merupakan yang
membedakan makhluk hidup berdasarkan bentuk dan karakteristik morfologinya

3. Kategori istilah umum (generic) pada tingkat dua, merupakan tingkatan dasar dalam
folk taxonomy, terkadang pada tingkatan ini merupakan jenis (spesies), marga (genus),
bahkan suku (famili)

4. Istilah khusus (specific) terdapat pada tingkat 3, biasanya dibedakan dengan jenis
lainnya oleh beberapa karakteristik yang dapat teramati

5. Lebih khusus lagi tingkat atau level klasifikasi dapat mencapai tingkat varietas
(varietal).

 Etnotaksonomi Suku Enggano: Pengenalan Spesies Secara Umum Dan Berdasarkan


Pengetahuan Lokal Suku Enggano

1. Etnotaksonomi Jenis Burung Yang Di Manfaatkan Suku Enggano

a. Burung Beo Enggano (Gracula enganensis)

b. Burung Betet Ekor Panjang (Psittacula longicauda)

c. Burung Kacamata Enggano (Zosterops zalvadorii)

d. Burung Pergam Hijau Enggano (Ducula eonothorax)

e. Burung Bangau

2. Etnotaksonomi Retil yang dimanfaatkan Suku Enggano


a. Penyu Hijau (Chelonia mydas)
b. Penyu Sisik (Eretmocheyls imbricata)
c. Buaya Muara (Crocdylus porosus)
d. Ular Sanca Kembang (Malayophyton reticulatus
e. Ular Laut Belang (Laticauda colubrina)
f. Biawak Air (Varanus salvator)
3. Etnotaksonomi Invertebrata yang dimanfaatkan Suku Enggano Beberapa jenis
a. Akar Bahar (Antipathes sp)
b. Kerang Kepala Kambing (Cassis cornuta)
c. Triton Terompet (Charonia tritonis)
4. Etnotaksonomi Ikan Tangkapan Nelayan suku Enggano
a. Ikan Baronang (Siganus spp)
b. Ikan Kakap (Lutjanus spp)

Konsep Yang Belum di pahami dari BAB III:


Yakni pemahaman suku Enggano terhadap konservasi pada hewan yang terancam punah
akibat dari pemanfaat yang mereka lakukan
4. BAB IV “Sikap, Persepsi, Kearifan Local Dan Kecerdasan Local Suku Enggano
Terhadap Hewan”

Konsep yang telah saya pahami dari BAB IV:

Sikap dan Persepsi Suku Enggano terhadap Hewan


Suku Enggano memiliki sikap yang sangat positif dan hormat terhadap hewan-hewan
di lingkungan mereka. Mereka melihat hewan sebagai bagian integral dari ekosistem pulau
mereka dan menganggapnya sebagai rekan hidup yang perlu dihormati. Sikap ini tercermin
dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari mereka, termasuk dalam ritual dan tradisi.
1. Sikap dan Persepsi suku Enggano terhadap ular
Suku Enggano memiliki sikap dan persepsi yang kompleks terhadap ular, yang
sangat bergantung pada jenis ular dan konteks interaksi. Dalam beberapa kasus, ular
dianggap sebagai makhluk yang patut dihormati dan dilindungi, sementara dalam situasi
lain, mereka bisa menjadi ancaman. sikap dan persepsi suku Enggano terhadap ular
adalah hasil dari pengetahuan budaya dan kepercayaan mereka yang kaya, dan
mencerminkan pendekatan yang seimbang terhadap ular sebagai makhluk yang memiliki
peran beragam dalam kehidupan dan budaya mereka
2. Sikap dan Persepsi Suku Enggano terhadap Buaya
Dahulu buaya ini dibunuh, diburu, dan diperjual-belikan oleh masyarakat
Enggano, namun sekarang sudah terdapat larangan dari pemerintah. Pemerintah
melarang masyarakat Enggano untuk memburu buaya lagi. Masyarakat Enggano merasa
bimbang, mereka takut akan kejadian yang tidak diingkan seperti diserang oleh buaya
namun di lain sisi terdapat larangan dari pemerintah yang tidak boleh membunuh
ataupun memburu buaya. Warga serba salah karena bila buaya dibunuh, maka akan
terkena aturan hukum.
3. Sikap dan Persepsi Suku Enggano terhadap Penyu
Pada suku enggano penyu merupakan hewan penting yang biasanya digunakan
dalam upacara adat oleh masyarakat setempat. Beberapa tetua adat dan pemuda setempat
sudah mulai beranggapan bahwa penyu bukan lagi syarat wajib suatu upacara di suku
enggano. Walaupun sudah tiak di wajibkan pencarian penyu tetap di lakukan namun jika
tidak ditemukan tidak masalah dan jika ditemukan penyu berarti rezeki pemilik acara.
Masyarakat setempat berharap ada konservasi penyu di pulau enggano untuk menjaga
kelestarian penyu.
4. Sikap dan Persepsi Suku Enggano terhadap Anjing
Oleh masyarakat suku enggano anjing dpelihara dengan baik dan dilatih berburu
dari kecil sehingga anjing-anjing di suku enggano memiliki kemampuan berburu yang
lumayan baik. Meskipun anjing banyak dipelihara oleh masyarakat suku enggano,
anjing-anjing tersebut sangat terlatih dan tidak mengganggu kenyamanan apalagi
menggigit. Hal unik yang ditemukan diketahui bahwa anjing di suku enggano suka 7
memakan pisang dan kelapa yang melimpah di pulau enggano.
5. Sikap dan Persepsi Suku Enggano Terhadap Burung Beo dan Burung Betet
Masyarakat memelihara burung dengan kasih sayang dimana kandang burung
akan dibersihkan setiap hari dan diberi makanan yang bergizi. Saat burung sudah mulai
besar masyakakat akan memulai melatih burung untuk menirukan ucapan pemiliknya.
Pemahaman suku enggano mengenai burung beo dan betet ini yakni mereka
menganggap burung beo dan betet ini tidak boleh di perjual belikan di luar pulau
enggano.
Kearifan dan Kecerdasan Lokal Suku Enggano Terhadap Upaya Pelestarian Hewan
Etnozoologi mengkaji hubungan yang ada pada masa lampau dan hingga masa
kini antara masyarakat dengan hewan yang ada di sekitarnya, itulah mengapa pentingnya
untuk dikaji mengenai pengetahuan tentang etnozoologi. Dikatakan dalam penelitian oleh
Nurhidayah (2017), Suku Enggano memiliki kearifan dan kecerdasan lokal dalam menjaga
kelestarian akan spesies hewan seperti penyu, buaya, burung, rusa, kerbau dan sapi liar.
1. Kearifan dan Kecerdasan Lokal Suku Enggano Untuk Pelestarian Penyu
Menurut kearifan dan kecerdasan lokal suku Enggano, penyu hanya boleh
digunakan untuk kepentingan adat. Diluar dari kepentingan adat maka pemanfaatan
penyu sangat dilarang keras oleh masyarakat setempat. Bentuk kearifan local yang
dilakukan suku Enggano dalam menjaga kelestarian penyu ini yaitu dengan adanya
aturan atau sanksi adat mengenai larangan penggunaan penyu diluar kepentingan adat.
2. Kearifan dan Kecerdasan Lokal Suku Enggano Untuk Pelestarian Sapi dan Kerbau Liar
Kearifan dan kecerdasan lokal yang dibuat suku enggano sangat bermanfaat untuk
menjaga kelestarian kerbau liar (Bubalus arnee) dan sapi liar (Bos Taurus). Bentuk
kearifan dan kecerdasan local yang dilakukan suku ini yaitu melakukan penangkapan
atas persetujuan Paabuki dan pemerintah setempat.
3. Kearifan dan Kecerdasan Lokal Suku Enggano Untuk Pelestarian Buaya
Bntuk kearifan local yang diberikan oleh suku Enggano yaitu berupa sanksi bagi
orang yang memburu, menangkap, membunuh dan memperjual belikan buaya akan
diberlakukan denda Rp. 2.500.000 dan kewajiban menyelenggarakan upacara adat
sebagai bentuk permintaan maaf kepada kepala suku.
4. Kearifan dan Kecerdasan Lokal Suku Enggano Untuk Pelestarian Burung
Bersahabat dengan burung beo yang banyak hidup di hutan adalah salah satu
bentuk kearifan lokal yang masih dipegang erat-erat penduduk Pulau Enggano.
Penduduk Enggano memiliki prinsip untuk tidak menangkap 11 burung yang telah
dewasa. Yang ditangkap anaknya, tidak boleh menangkap induknya karena mereka
percaya kalau induknya yang ditangkap tidak dapat bertelur lagi untuk diambil lagi
musim berikutnya, mereka mengambil anak-anak beo tanpa merusak sarangnya.

Konsep Yang Belum dipahami dari BAB IV:


Adapun konsep yang belum saya pahami dalam bab IV ini adalah bagaimana
kearifan dan kecerdasan local Masyarakat Suku Enggano tetap lestari mengingat ada
beberapa spesies hewan yang keberadaannya terancam punah. Dan akan kah kearifan dan
kecerdasaan ini mampu memmpertahankan keberadaan hewan endemik di Pulau Enggano

5. BAB V “Metodelogi Penelitian Etnozoologi Pada Suku Enggano”


Konsep Yang dipahami dari BAB V:
Materi yang telah saya pahami pada BAB V mengenai Metodologi Penelitian
Etnozoologi dimulai dari beberapa aspek penting dalam penelitian Etnozoologi diantaranya
aspek budaya dan aspek biologi yang berkaitan dengan penggunaan binatang oleh manusia,
lalu metode memperoleh organ hewan yang digunakan untuk berbagai pemanfaatan dan lain
sebagainya. Dalam bab ini juga membahas apabila ingin melakukan penelitian etnozoologi
harus dilakukan persiapan penelitian lalu menentukan ulasan bibliografi dan pertanyaan
penelitian, setelah itu menentukan lokasi penelitian dan hal yang berkaitan dengan etika
penelitian. Dalam penelitian etnozoologi juga dilakukan berdasarkan metode etnografi
ataupun fenomenologi dimana dalam pengambilan datanya dapat dilakukan menggunakan
teknik wawancara, observasi langsung ataupun dengan observasi partisipan. Apabila
melakukan wawancara maka harus dicari informan kunci yang benar-benar memiliki
pengetahuan lebih mengenai pemanfaatan berbagai macam hewan. Terakhir dalam
penelitian etnozoloogi juga sangat penting untuk mengetahui jiwa konservasi dari setiap
narasumber karena apabila alam digunakan dengan terlalu serakah tanpa adanya pelestarian
dan konservasi maka tidak akan dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Konsep Yang Belum dipahami dari BAB V


Sejauh ini semua materi dapat saya pahami namun dengan sadar bahwa pemahaman
saya belum bisa dikatakan sempurna sehingga perlu adanya pengulangan pembacaan agar
materi yang telah dipelajari dapat lebih dipahami dan tidak hilang begitu saja. Namun ada
satu yang sangat kurang dimengerti yaitu bagaimana melakukan analisis data sedangkan
rata-rata penelitian etnozoologi ini bukan penelitian kuantitatif.
Menjawab Soal Evaluasi dari Buku Etnobiologi Suku Enggano :
A. Soal dan Jawaban Bab I
1. Definisikan kembali pengertian etnozoologi berdasarkan konsep yg sudah anda pelajari!
2. Uraikan kembali ruang lingkup dan subdisplin etnozoologi!
3. Temukan dan jelaskan fakta mengenai hubungan antara manusia dan hewan
berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada ?

Jawaban :

1. Etnozoologi adalah keseluruhan pengetahuan lokal tentang sumberdaya hewan


meliputi identifikasi, pemanfaatan, pengelolaan dan perkembang biakannya
(budidaya/domestikasi). Ditinjau dari aspek teminologi etnozoologi terdiri dari dua
suku kata etnos dan zoology. Etno berasal dari bahasa yunani, yaitu ethnos
yang berarti bangsa. Istilah zoologi berasal dari kata zoin yang berarti hewan dan
logos yang berarti ilmu.
2. Ruang lingkup etnozoologi mencakup berbagai aspek interaksi antara manusia dan
hewan dalam konteks budaya dan sejarah seperti; pengetahuan tradisional, mitologi
dan kepercayaan, pemanfaatan sumber daya hewan, konservasi. Subdisiplin
etnozoologi berdasarkan hewan yang dikaji dapat terbagi menjadi; etnoentomologi
(manusia – serangga), etnoornitologi (manusia – burung), etnoherpetologi (manusia –
ampibi), etnomastozoologi (manusia – hewan), etnomalakologi (manusia –moluskan)
dan etnoikhtiologi (manusia – ikan).
3. Salah satu bukti sejarah etnozoologi di Indonesia dapat ditinjau pada ukiran dan
patung hewan yang terdapat di candi Borobudur. Keberadaan relief jenis-jenis hewan
yang terpahat di dinding candi Borobudur secara implisit menunjukan bahwa beberapa
jenis hewan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia sebelum abad ke
VII yaitu jenis-jenis hewan budidaya seperti angsa, kuda, kerbau merpati. Jenis-
jenis lainnya seperti, singa, kera lebih banyak mengggambarkan lingkungan di India,
terutama lingkungan hutan yang menguatkan gambaran tentang kisah perjalanan
sang Budha a Gautama di India
B. Soal dan Jawaban Bab II
1. Identifikasikanlah bentuk-bentuk pemanfaatan hewan oleh masyarakat lokal
suku enggano
2. Uraikan minimal 3 bentuk cara pengolahan hewan yang digunakan untuk
pengobatan tradisional atau untuk kepentingan lainnya.

Jawaban :

1. Bentuk-bentuk pemanfaatan hewan oleh suku di enggano terdapat beberapa seperti;


 hewan untuk tradisi adat suku enggano misalnya suku enggano menyebut penyu
sebagai Ekeh atau Kakbebak.Kampung Enggano juga menyebut penyu katung.
Dalam tradisi adat suku Enggano, penyu adalah hewan yang paling populer karena
digunakan sebagai hidangan jamuan selama upacara adat. Tradisi orang Enggano
untuk makan penyu adalah tradisi yang sudah ada sejak lama.
 Hewan untuk konsumsi suku enggano terdapat beberapa jenis hewan lainya yang
biasa dikonsumsi suku enggano yaitu: kerbau dan sapi, beberapa jenis burung seperti
panokeh dan emiko. hewan rawa antara lain kura-kura, dan beberapa jenis burung
yaitu burung ubik-ubik, eyakhai, akomah, dan bakdit.
 Hewan untuk pengobatan tradisional suku enggano Salah satu hewan yang dijadikan
sebagai pengobatan yaitu kalong, di daerah enggano, daging codot juga digemari
sebagai salah satu menu makanan yang istimewa. Selain rasanya yang gurih, codot
goreng juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam 7 penyakit.
Daging codot dipercayai dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, gatal-
gatal, atau alergi pada kulit.
 Hewan untuk aksesoris, pajangan dan peralatan suku enggano banyak jenis hewan
yang dapat di manfaatkan oleh suku enggano sebagai aksesoris,hiasan dan
peralatan,sepeeti kalung,gelang asbak dan masih banyak lagi.berikut beberapa jenis
hewan yang dapat di manfaatkan sebagai hiasan suku enggano seperti sapi bali, ayam
kampung, kerang Mutiara, kerang kimo, dll.
 Hewan mitologi suku enggano Salah satu hewan mitologi dalam konteks suku
Enggano, burung bangau memiliki peran dalam mitologi dan kepercayaan tradisional
mereka. Burung bangau adalah salah satu mitologi hewan yang dianggap sebagai
pertanda akan terjadinya peristiwa tertentu atau digunakan sebagai simbol dalam
cerita rakyat. Burung bangau dianggap sebagai tanda kematian.
 Hewan buruang dan tangkapan suku enggano, suku ini memiliki aktivitas berburu
dan menangkap hewan, hewan-hewan tersebut dimanfaatkan sebagai bahan
makanan, diperjual belikan, dan juga dijadikan peliharaan. Adapun hewan-hewan
yang biasanya dijadikan buruan dan tangkapan oleh suku Enggano yaitu; babi hutan,
penyu hijau, beo enggano, dll.
 Hewan ternak dan peliharaan suku enggano, Hewan-hewan yang diternak dan
dipelihara oleh Suku Enggano berupa mamalia dan ungas, yaitu seperti : anjing,
kucing, sapi, kerbau, kambing, ayam kampong, burung beo, burung bebet, dan
burung kacamata., kambing, ayam kampong, burung beo, burung bebet, dan burung
kacamata.
2. 3 Bentuk pengolahan hewan sebagai pengobatan suku enggano:
 Hoang atau dalam bahasa Indonesia kalong, dimanfaatkan oleh suku Enggano
sebagai obat asma atau sesak nafas. Cara pengenolaannya bagian hati kalong
diambil kemudian dibakar selanjutna dimakan oleh orang yang sakit asma atau
sesak nafas.
 Biawak merupakan salah satu hewan yang dijadikan obat oleh suku enggano
untuk mengobati gatal-gatal di kulit. Biasanya daging biawak dikonsumsi dengan
cara dibakar terlebih dahulu untuk kemudian dikonsumsi.
 Cicak juga merupakan hewan yang dipercayai dapat mengobati gatal-gatal di
kulit. Dengan cara dibakar atau disangrai. Daging yang telah dibakar dapat
dikonsumsi langsung, sedangkan daging yang disangrai dapat digerus hingga
halus. Daging cicak yang sudah digaluskan dapat dimasukkan kedalam kapsul
kosong untuk kemudian diminum.

C. Soal dan Jawaban Bab III


1. Dengan menggunakan pengetahuan lokal penduduk Enggano, tuliskanlah informasi
mengenai tiga jasis spesies yang dimunfaatkan ka Enggano meliputi ciri morfologi,
habitat, cara reprodukai, predator, dan perilaku spesies tersebut!
2. Buatlah tiga klasifikasi hewan yang dimanfaatkan suku. Enggano herdasarkan.
kesamaan ciri yang dimilikinya!
Jawaban
1. a. Penyu Hijau
Morfologi penyu hijan yaitu berwarna hijau dan hitam bercocoklatan, ukuran tubuh
dapat mencapai punjang 1 m dengan bobot tubuh dapat mencapai 100 kg penyu
hijau memiliki habitat di perairan tropis, saubtropis, dan pesisir pantai Reprodukai:
Penyu hijau betina akan kembali ke tepian hanya ketika akan bertelur sedangkan
penyu hijau jantan hampir tidak pernah ditemukan berada di daratan. Selama musim
kawin sepasang penyu hijau yang sedang kawin sering didatangi penjanan lain.
Pejantan ini berusaha untuk mendekati pasangan yang sedang kawin. Kadang-
kadang pejantan lain akan berusaha melepaskan penjanatan yang sedang kawin
dengan pasangannya. jika pejantan yang sedang kawin merasa terancam dengan
pejantan lainnya, penjantan tersebut akan melepaskan diri dari pasangan betinanya
untuk sementara. Pejantan yang kawin akan mengusir pejantan lain yang
mengganggu proses perkawinan mereka penyu hijau memiliki perilaku
menghabiskan sebagian hidupnya di lautan dengan berenang, menyelam, makan.
bereproduksi, dan bermigrasi.
b. Penyu Sisik
Morfologi penyu sisik yaitu karapaksnya berbentuk sisik, bagian pinggir karapaks
bergerigi, memiliki warna coklat kehitaman, bentuk mulut berupa paruh yang
runcing, dan dapat ditemukan di daerah terumbu karang. Habitat penyu sisik yaitu di
daerah terumbu karang selain itu penyu sisik juga sering ditemukan di daerah
Laguna. dan beting. Penyu sisik betina dapat bertelur 3 kali dalam setahun. Musim
kawin pada umumnya terjadi di bulan Juli hingga Oktober. Sama seperti penyu pada
umumnya telur akan diletakkan di sarang yang terbuat dari pasir yang ada di tepi
pantai. Setelah penyu sisik betina meletakkan telurnya dia akan kembali ke laut, telur
akan menetas dalam waktu sekitar 60 hari penyu sisik diperkirakan dapat hidup
selama 30 hingga 50 tahun. Sama halnya dengan penyu lain punya sisik memiliki
perilaku migrasi, penyu sisik termasuk hewan diurnal yang aktif di siang hari kecuali
pada saat musim kawin.
c. Buaya Muara
Buaya muara memiliki morfologi panjang tubuh antara 2,5-3,3 meter. Akan tetapi
panjang tubuh, buaya muara dewasa bisa mencapai 12 meter. Buaya ini memiliki
moncong yang cukup lebar dan tidak memiliki sisik lebar pada tengkuknya. Buaya
muara muda memiliki garis-garis hitam dan berwana kning pucat, sedangkan buaya
dewasa berwarna lebih gelap. Buaya muara berkembang biayak pada musim hujan
dibulan November dan Maret. Buaya betina dapat menghasilkan 40-60 butir telur
dan dapat ditetaskan dalam kurun aktu 90 hari. Buaya muara aktif pada siang dan
malam hari. Buaya ini akan memangsa siapapun yang memasuki wilayahnya, seperti
ikan, amfibi, reptilia, burung. Buaya muara akan menyeret mangsanya ke dalam air.
2. a. Klasifikasi Penyu Hijau
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudines
Family : Cheloniidae
Genus : Chelonia
Spesies : Chelonia mydas
b. Klasifikasi Penyu Sisik
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudines
Family : Cheloniidae
Genus : Eretmochelys
Spesies : Eretmochelys imbricata
c. Klasifikasi Buaya Muara
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Crocodylia
Famili :Crocodylidae
Genus : Crocodylus
Spesies : Crocodylus porosus
D. Soal dan Jawaban Bab IV
Soal
1. Evaluasilah sikap dan presepsi suku Enggano terhadap hewan, apakah sikap dan
presepsi tersebut berpotensi menghambat atau mendukung upaya pelestarian
hewan, jelaskan!
2. Evaluasilah kecerdasan maupun kearifan lokal yang dilakukan suku enggano untuk
melestarikan hewan, apakah upaya yang dilakukan dapat menciptakan solusi yang
berkelanjutan?
3. Evaluasilah dampak negative mengenai pemanfaatan 1 jenis hewan oleh suku
enggano bagi lingkungan
Jawaban
1. Sikap dan persepsi suka Enggano terhadap buaya : sebenarnya mereka merasa takut
akan meningkatnya populasi buaya. Masyarakat khawatir jika suatu saat habitat buaya
semakin sampai sempit akibat pembangunan wilayah penduduk dan pasokan sumber
makanan buaya semakin sedikit maka buaya akan masak ke permukiman penduduk dan
menyerang warga. Namun meskipun keberadan buaya ini menimbulkan keresahan di
masyarakat, sikap suku Enggano sangat taat dengan peraturan pemerintah mengenai
konservasi buaya. Semenjak adanya aturan mengenai larangan membunuh, memburu
dan memperjual belikan buaya suku enggano sudah sejak lama tidak melakukan
aktivitas yang dapat mengancam popsifasi hewan tersebut.
2. kecerdasan lokal suku Enggano dalam melestarikan penyu adalah tidak boleh
menangkap penyu jika bukan untuk kepentingan adat jika penyu akan digunakan untuk
upacara adat maka penyu berukuran kecil tidak boleh ditangkap penggunaan penyu
untuk kepentingan adat maksimal hanya 3 ekor adapun bentuk kearifan lokal untuk
konservasi penyu dapat dilihat dari adanya sanksi adat berupa denda adat yang disertai
dengan ucapan permintaan maaf kepada para kepala suku kearifan lokal ini tidak hanya
berlaku untuk perlindungan penyu saja melainkan juga perlindungan sata lain seperti
burung beo burung betet buaya dan kerba liar adapun bentuk kecerdasan lokal dalam
upaya perlindungan terhadap populasi ikan laut dan terumbu karang salah satunya
adalah tidak boleh menangkap ikan menggunakan racun maupun dengan cara dibom
jika hal tersebut dilanggar maka oknum tersebut dapat terkena sanksi adat.
3. Salah satu dampak negatif mengenai permanfaatan hewan penyu oleh suku Enggano.
Hal ini berpotensi menimbulkan kepunahan terhadap penyu karena penyu adalah hewan
yang dilindungi. Jika penyu terus digunakan dalam kepentingan adat dikhawatirkan
populasi penyu akan terus menurun dan dikhawatirkan akan punah
E. Soal dan Jawaban Bab V
Soal
1. Buatlah rancangan kegiatan yang betujuan untuk mencari solusi yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan terhadap masalah yang timbul dari pemanfaatan hewan oleh
penduduk lokal?
2. Lakukan rancangan kegiatan yang sudah anda susun kemudian tuliskan solusi yang anda
tawarkan?
Jawaban :
1. Kegiatan yang akan dilakukan adalah penelitian kecil-kecilan tentang pemanfaatan hewan
oleh suku jawa di suatu daerah tertentu. Dimana kita perlu mengetahui terlebih dahulu
identitas informan kunci terlebih dahulu. Informan kunci yaitu orang yang dianggap ahli
dalam pemanfaatan hewan pada suku jawa tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara wawancara dimana waktu wawancara tersebut harus disetujui oleh kedua
pihak agar jangan sampai mengganggu waktu pribadi narasumber. Jadi dalam wawancara
tersebut ditanyakan seputar pemanfaatan hewan tersebut untuk keperluan apa, bagian apa
yang digunakan sampai cara pemanfaatannya bagaimana. Tak lupa pula tanyakan adakah
upaya konservasi ataupun upaya untuk melestarikan hewan-hewan tersebut.
2. Solusi yang dapat ditawarkan yaitu dengan upaya edukasi mengenai teknik-teknik
berternak yang ramah lingkungan serta penggunaan hewan dalam pertanian yang
berkelanjutan. Selain itu dapat melakukan upaya pengembangan alternatif dalam
memanfaatkan sumber daya hewan, seperti pemanfaatan produk sampingan hewan untuk
produk-produk yang bernilai tambah tanpa harus membahayakan hewan.

Anda mungkin juga menyukai